You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


MORBILI

Disusun Oleh :

MASYKUR KHAIR

PENDIDIKAN PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014

ASKEP MORBILI

A. Definisi
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga stadium
yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi, 2001: 211).
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. (Mansjoer,
2000 : 47).
Campak adalah organisme yang sangat menular ditularkan melalui rute udara
dari seseorang yang terinfeksi pada orang lain yang rentan (Smeltzer, 2001: 2443)

B. Etiologi
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan
darah sealma masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus ini
berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus, Cara
penularan dengan droplet infeksi.
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita
morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6
bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat
menderita morbili. Bila seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2
bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili
pada trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan
kelainan bawaan atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang
kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.

C. Patofisiologi
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi melalui droplet
melalui udara, terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggadaan virus sangat minimal dan
jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk kedalam limfatik lokal, bebas maupun
berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal. Di

tempat ini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dari tempat ini
mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa.
Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa
berinti banyak Sedangkan limfosit T meliputi klas penekanan dan penolong yang
rentan terhadap infeksi, aktif membelah. Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid
masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, fokus
infeksi terwujud yaitu ketika virus masuk kedalam pembuluh darah dan menyebar ke
permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit, kandung kemih, usus.
Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel aluran nafas dan konjungtiva, 12 lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk
kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinik dari sistem saluran
napas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak
merah.
Respon imun yang terjadi adalah proses peradangan epitel pada sistem saluran
pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit
berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tanpa suatu ulsera kecil pada
mukosa pipi yang disebut bercak koplik. Muncul ruam makulopapular pada hari ke-14
sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi.
Selanjutnya

daya

tahan

tubuh

menurun,

sebagai

akibat

respon

delayed

hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam pada kulit, kejadian ini tidak
tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh
ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus
tidak berhasil tumbuh di kulit.
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernapasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media
dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat
terjadi pada kasus campak.

D. Manifestasi Klinik
Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemidian
timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium :
1. Stadium Kataral (Prodormal)
Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala sebagai berikut:

a. Panas
b. Malaise
c. Batuk
d. Fotofobia
e. Konjungtivitis
f. Koriza
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul
bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh
eritema tapi itu sangat jarang dijumpai. Diagnosa perkiraan yang besar dapat
dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kotak dengan penderita morbili
dalam waktu 2 minggu terakhir.
2. Stadium Erupsi
Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah:
a. Koriza dan Batuk bertambah
b. Timbul enantema dipalatum durum dan palatum mole
c. Kadang terlehat bercak koplik
d. Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan
e. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
f. Splenomegali
g. Diare dan muntah
Variasi dari morbili disebut Black Measles yaitu morbili yang disertai
pendarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalensensi
a. Erupsi mulai berkurang dengan meninggalkan bekas (hiperpigmentasi)
b. Suhu menurun sampai normal kecuali ada komplikasi (IKA,FKUI Volume
2,1985).

Menurut ahli lain manifestasi yang timbul adalah:


1. Stadium Kataral (prodromal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk,
fotofobia, konjungtivis, dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam
sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili,
tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung

jarum dan dikelilingi oleh eritema, lokasinya di mukosa bukalis berhadapan


dengan molar bawah.
2. Stadium erupsi
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum
durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik. Terjadinya
eritema yang berbentuk makula-popula disertai menaiknya suhu badan diantara
macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga,
dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah,
kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit, rasa gatal, muka bengkak.
3. Stadium Konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi)
yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Suhu menurun sampai menjadi normal,
kecuali bila ada komplikasi (Rusepno, 2002 : 625)
Gejala awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul pada bagian
belakang telinga, dahi, dan menjalar ke wajah dan anggota badan. Selain itu, timbul
gejala seperti flu disertai mata berair dan kemerahan (konjungtivis). Setelah 3-4 hari,
kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi kehitaman yang akan tampak
bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh, kulit akan tampak seperti bersisik.
(Supartini, 2002 : 179)

E. Komplikasi
a. Pneumoni
Oleh karena perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder. Bakteri yang
menimbulkan pneumoni pada mobili adalah streptokok, pneumokok, stafilokok,
hemofilus influensae dan kadang-kadang dapat disebabkan oleh pseudomonas dan
klebsiela.
b. Gastroenteritis
Komplikasi yang cukup banyak ditemukan dengan insiden berkisar 19,1 30,4%
c. Ensefalitis
Akibat invasi langsung virus morbili ke otak, aktivasi virus yang laten, atau
ensefalomielitis tipe alergi.
d. Otitis media
Komplikasi yang sering ditemukan

e. Mastoiditis
Komplikasi dari otitis media
f. Gangguan gizi
Terjadi sebagai akibat intake yang kurang (Anorexia, muntah), menderita
komplikasi. (Rampengan, 1997 : 95)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium : sel darah putih cenderung turun.
2. Dalam sputum, sekresi nasal, sedimen urin dapat ditemukan adanya multinucleated
giant cells yang khas.
3. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination inhibition test dan
complemen fixation test akan ditemukan adanya antibodi Ig M yang spesifik dalam
1-3 hari setelah timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu
kemudian.
4. Punksi lumbal pada penderita dengan encephalitis campak biasanya menunjukkan
kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit.
5. Pemerisaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopenia.

G. Penatalaksanaan
Terdapat indikasi pemberian obat sedatif, antipiretik untuk mengatasi demam tinggi.
Istirahat ditempat tidur dan pemasukan cairan yang adekuat. Mungkin diperlukan
humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk mengganggu dan lebih baik
mempertahanakan suhu ruangan yang hangat.
Penatalaksanaan Teraupetik :
1. Pemberian vitamin A
2. Istirahat baring selama suhu meningkat, pemberian antipiretik
3. Pemberian antibiotik pada anak-anak yang beresiko tinggi
4. Pemberian obat batuk dan sedativum

H. Pathway Morbili

I.

Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Observasi umum :
1) Kaji kemampuan anak untuk berpartisipasi dalam pemeriksaan.
2) Inspeksi penampilan umum anak.
3) Perhatikan :
a) Bernapas anak : sesak, batuk, coryza.
b) Ruam pada kulit, konjungtivitis dan fotofobia.
c) Suhu tubuh anak.
d) Pola tidur anak.
e) Pola eliminasi.
b. Pemeriksaan Fisik :
1) Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia.
2) Kepala : sakit kepala .
3) Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan
hidung (pada stadium erupsi ).
4) Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
5) Kulit : Permukaan kulit ( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada
leher, muka, lengan dan kaki (pada stad. Konvalensi), evitema, panas
(demam).
6) Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, ronchi, sputum.
7) Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
8) Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare.
9) Keadaan Umum : Kesadaran, TTV.
c. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a) Riwayat ibu hamil yang menderita morbili.
b) Riwayat imunisasi.
c) Riwayat kontak dengan penderita morbili.
d) Riwayat pengobatan/upaya pengobatan.
e) Makan makanan kurang gizi.
f) Kurangnya hygiene personal dan lingkungan.
2) Pola nutrisi metabolik

a) Apakah terjadi penurunan berat badan.


b) Apakah ada alergi makanan.
c) Apakah anoreksia.
d) Mual, muntah.
e) Kaji makanan kesukaan untuk memodifikasi diet.
3) Pola eliminasi
a) Diare
b) BAK : volume, berapa kali sehari, kepekatan urin.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Kelemahan, letih, lesu
2) Kebutuhan harian.
e. Pola tidur dan istirahat
1) Jumlah jam tidur
2) Pemakaian obat tidur
3) Lingkungan nyaman/tidak.
4) Kebiasaan sebelum tidur.
f. Pola persepsi dan kognitif
1) Apakah anak rewel/cengeng/cemas.
2) Penerimaan anak terhadap tindakan perawatan/medis.
3) Konjungtivitis
4) Nyeri edema
5) Kejang
6) Gatal
g. Pola peran dan hubungan sosial.
1) Hubungan dengan orangtua dan saudara.
2) Peran anak dalam keluarga.
3) Kecemasan orangtua.

J.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi.
2. Gangguan

kebutuhan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

berhubungan dengan anoreksia


3. Resiko kurang volume cairan b.d kehilangan sekunder terhadap demam.

tubuh

4. Gangguan pola nafas bd inflamasi saluran nafas.


5. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan proses penyakit morbili.

K. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi.
Tujuan : Diharapkan suhu badan pasien berkurang dengan
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh 36,5-37,50C.
b. Bibir lembab.
c. Nadi normal.
d. Kulit tidak terasa panas.
e. Tidak ada gangguan neurologis ( kejang ).
Intervensi :
a. Monitor perubahan suhu tubuh, denyutan nadi.
b. Memberikan kompres dingin/hangat.
c. Berikan pakaian tipis dalam memudahkan proses penguapan
d. Libatkan keluarga dalam perawatan serta ajari cara menurunkan suhu dan
mengevaluasi perubahan suhu tubuh.
e. Kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik.
2. Gangguan

kebutuhan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

berhubungan dengan anoreksia.


Tujuan : Diharapakan pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan
Kriteria hasil :
a. BB meningkat
b. Mual berkurang/hilang
c. Tidak ada muntah
d. Pasien menghabiskan makan 1 porsi
e. Nafsu makan meningkat
f. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
a. Berikan sari buah yang banyak mengandung air.
b. Berikan susu atau makanan dalam keadaan hangat.
c. Berikan nutrisi bentuk lunak untuk membantu nafsu makan.

tubuh

d. Berikan diet TKTP atau nutrisi yang adekuat.


e. Monitor perubahan berat badan, adanya bising usus, dan status gizi.
3. Resiko kurang volume cairan b.d kehilangan sekunder terhadap demam.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh
Kriteria hasil :
a. Turgor baik
b. Kulit lembab
c. TTV dalam batas normal
d. Mukosa mulut lembab
e. Cairan masuk dan keluar seimbang
Intervensi
a. Observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare, kesulitan menelan,
kekurangan darah aktif, diuretic, depresi, kelelahan
b. Observasi tanda-tanda dehidrasi.
c. Observasi keadaan turgor kulit, kelembaban, membran mukosa.
d. Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan terjadi
secara mendadak, ukur produksi urine setiap jam, berat jenis dan observasi
warna urine.
e. Catat dan ukur jumlah dan jenis cairan masuk dan keluar perparetal.
Perhatikan : cairan yang masuk, kecepatan tetesan untuk mencegah edema paru,
dispneu, bila pasien terpasang infus.
f. Timbang BB setiap hari.
4. Gangguan pola nafas bd inflamasi saluran nafas.
Tujuan : Pasien menunjukkan Status Respirasi: Ventilasi: Pergerakan udara ke
dalam dan ke luar dari paru-paru yang normal
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan
yang tidak berbahaya: ventulasi dan status tanda vital.
b. Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak terganggu, ditandai dengan
indikator gangguan sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5L ekstrem, kuat,
sedang, ringan , tidak).
Intervensi :
a. Pantau adanya pucat dan sianosis

b. Pantau efek obat pada status respirasi.


c. Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di tulang dada.
d. Kaji kebutuhan insersi jalan napas.
e. Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan
ventilator.
f. Pemantauan Pernapasan : Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan suaha
respirasi; perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot
bantu, serta retraksi otot suprakla vikular dan interkostal; pantau respirasi yang
berbunyi, seperti mendengar;
5. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan proses penyakit morbili.
Tujuan : Integritas kulit baik
Kriteria hasil :
a. Permukaan kulit utuh.
b. Tidak ada kemerahan dan luka.
Intervensi :
a. Observasi keadaan kulit selama masa perawatan.
b. Kaji pola nutrisi dan cairan anak.
c. Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
d. Ganti pakaian dan alat tenun bila basah.
e. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.
f. Beri terapi sesuai program medik.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecity L., Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawan Pediatri. Jakarta : EGC.
Doengoes, E Marylin. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC
Hartanto, Huriawati, dr., dkk,. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi Dua Sembilan.
Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Edisi Pertama. Jakarta :
Salemba Medika
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Rampengan T.H , Laurents I.R. 1997. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi 1,
Cetakan III. Jakarta : EGC
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakata : EGC

You might also like