Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Nama
NIM
: G1B012045
Kelas
: 2012 B
Kelompok
: 4 (empat)
Asisten
: Hanum Choirunisa
2014
A. Latar Belakang
Umumnya dalam pengelolaan makanan selalu diusahakan untuk
menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Untuk
mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka sering pada proses
pembuatannya dilakukan penambahan bahan tambahan makanan (BTM)
yang disebut zat aktif kimia (food additive) (Widyaningsih, 2006).
Peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya bahan
pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi
produksi BTP sintesis. Banyaknya BTP dalam bentuk lebih murni dan
tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong
meningkatnya pemakaian BTP yang berarti meningkatkan konsumsi bahan
tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2008).
Meningkatnya pertumbuhan industri makanan di Indonesia, telah
terjadi peningkatan produksi makanan yang beredar di masyarakat. Sudah
tidak asing lagi bahwa banyak zat-zat berbahaya yang langsung dicampur
sebagai bahan tambahan makanan, salah satu zat yang sering digunakan
yaitu Boraks atau Bleng. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88 tentang BTP, boraks termasuk bahan yang
berbahaya dan beracun sehingga tidak boleh digunakan sebagai BTP
(Triastuti dkk, 2013).
Berdasarkan data yang dihimpun oleh BPOM pada tahun 2005
bahwa bahanmakanan yang menduduki peringkat teratas mengandung
formalin dan boraks adalah ikan laut, mie basah, tahu dan bakso. Hasil
penelitian BPOM yang dimulai pada minggu keempat November 2009
sampai akhir januari 2010 untuk mengetahuimakanan yang paling banyak
mengandung boraks dan formalin dengan uji samplingterhadap jajanan
anak sekolah dienam ibu kota propinsi di Pulau Jawa, sepertiJakarta,
Serang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya antara lain 30 SD
di Jakarta, 31 SD di Serang, 26 SD di Bandung, 10 SD di Semarang, 24
SD di Yogyakarta, dan 33 SD di Surabaya, sekitar lima jenis jajanan
mengandung bahankimia berbahaya. Kelima jajan itu berupa sirup, saus,
kerupuk, bakso, dan mi. Kandungan berbahaya diantaranya kerupuk
perlindungan
kepada
masyarakat
maka
pemerintah
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
(temasuk
organoleptik)
pada
pembuatan,
pengolahan,
makanan
untuk
menghasilkan
atau
diharapkan
D. Metode
1. Alat
Alatalat yang digunakan pada praktikum pemeriksaan boraks adalah
sebagai berikut :
a. Timbangan Analitik
b. Cawan Porselin dan Mortar
c. Pipet Ukur dan Filler
d. Tabung reaksi dan rak tabung reaksi
e. Sendok
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum pemeriksaan boraks adalah
sebagai berikut :
a. Sampel (Cireng)
b. Pereaksi 1 boraks
c. Pereaksi 2 boraks (Curcuma)
d. Aquades
3. Cara Kerja
Ambil sampel yang telah dihaluskan sebanyak 1 g di dalam gelas
ukur
E. Hasil
muntah, mencret, dank ram perut. Oleh karena itu berdasarkan peraturan
Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dilarang menggunakan
boraks sebagai bahan campuran dan pengawet makanan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
1. Faktor Internal
a. Jumlah sampel
Dalam praktikum ini jumlah sampel ditentukan 1 gram. Pengambilan
sampel yang kurang atau lebih akan menentukan hasil praktikum
b. Penambahan aquades
Dalam praktikum ini penambahan aquades yaitu sebanyak 3 ml.
penambahan aquades yang kurang atau lebih akan berpengaruh pada
hasil praktikum
2. Faktor Eksternal
Faktor penjual. Tujuan dari penjual mempengaruhi hasil praktikum.
Penjual nakal menggunakan bahan tambahan boraks bertujuan untuk
memperindah tampilan makanan dan mendapat keuntungan.
(Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No : 2897.a/PD.670.320/L/10/07)
G. Kesimpulan
1. Pada uji boraks sampel yang positif mengandung boraks setelah diuji
kertas curcuma akan berubah warna kemerahan.
2. Sampel cireng positif mengandung boraks.
Daftar Pustaka
Depkes RI. 1988. Peraturan Menteri Kesehatan RI No : 722/Menkes/Per/IX/1988
Tentang Bahan Tambahan Pangan. DepKes RI : Jakarta.
Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No : 2897.a/PD.670.320/L/10/07
tentang Pedoman Pengambilan Sampel dalam Rangka Monitoring Hama
dan Penyakit Hewan Karantina pada Hewan dan Bahan Asal Hewan serta
Hasil Bahan Asal Hewan di Daerah Pemasukan/Pengeluaran dan Daerah
Penyebaran Esk Pemasukan.
Nurkholidah., Ilza, M., Jose, C. 2012. Analisis Kandungan Boraks pada Jajanan
Bakso Tusuk di Sekolah Dasar di Kecamatan Bangkinang Kabupaten
Kampar. Universitas Riau. Riau
Sugiyatmi, S. 2006. Analisis Faktor-Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik
Boraks dan Pewarna pada Makanan Jajanan Tradisional yang Dijual di
Pasar-pasar Dikota Semarang Tahun 2006. Universitas Dipenogoro.
Semarang.
Suhanda, Rikky. 2012. Higiene Sanitasi Pengolahan dan Analisa Boraks pada
Bubur Ayam yang dijual di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012.
Universitas Sumatra Utara. Medan.
Widyaningsih, Tri D dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada
Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Jakarta.
Lampiran 1
Dokumentasi