You are on page 1of 14

TANAMAN NYAMPLUNG

(Calophyllum inophyllum L.)


TUGAS MATA KULIAH AGROFUEL

Disusun Oleh :
Arsy Yulifa Hapsari

(H0713032)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Nyamplung merupakan tanaman yang banyak tumbuh di sepanjang pantai
di seluruh Indonesia. Tanaman nyamplung atau nama latinnya Calophyllum
inophyllum L. merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Timur dan Pantai
India tetapi banyak tumbuh di daerah tropis khususnya di negara kepulauan
sekitar Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Tanaman nyamplung termasuk
ke dalam famili mangosteen seperti halnya tanaman manggis. Sebutan tanaman
ini berbeda-beda untuk setiap daerahnya misalnya untuk daerah jawa, tanaman
ini disebut nyamplung. Semarak manfaat buah nyamplung saat ini adalah
dimanfaatkan untuk penggunaan biofuel.
Pemaparan Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi dalam diskusi di Pusat
Penelitian Ekonomi-LIPI pada tahun 2004, dinyatakan bahwa pada tahun 1970,
konsumsi energi primer hanya sebesar 50 juta SBM (Setara Barel Minyak).
Tiga puluh satu tahun kemudian, tepatnya tahun 2001 konsumsi energi primer
telah menjadi 715 juta SBM atau mengalami pertumbuhan yang luar biasa
yaitu sebesar 1330% atau pertumbuhan rata-rata periode 1970-2001 sebesar
42.9%/tahun. Pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa cadangan energi
yang semakin menipis terutama BBM. Persentase konsumsinya terhadap total
pemakaian energi final merupakan yang terbesar dan terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 1990 konsumsi BBM sebesar 169.168 ribu SBM,
angka ini adalah 40.2 % dari total konsumsi energi final. Sepuluh tahun
kemudian, pada tahun 2000, konsumsinya meningkat menjadi 304.142 ribu
SBM, dimana proporsi konsumsinya pun turut meningkat menjadi 47.4 %.
Semakin meningkatnya pemakaian BBM seperti pemaparan diatas,
sehingga persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin
menipis. Hal yang di khawatirkan terhadap kejadian ini adalah melakukan
impor BBM karena persediaan BBM dengan penggunaan masyarakat yang
tidak seimbang. Energi alternatif merupakan salah satu solusi yaitu penggunaan
Bahan Bakar Nabati (BBN) dari minyak nabati. Salah satunya adalah

pemanfaatan dari biji tanaman nyamplung ini. Maka dari itu, pengembangan
nyamplung perlu dilakukan dengan budidaya yang baik karena tujuannya
adalah peningkatan produksi buah. Saat ini, pengembangan nyamplung masih
kurang intensif sehingga masih perlu banyak informasi dan mengkaji tentang
tanaman nyamplung ini.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana budidaya tanaman nyamplung yang baik ?
b. Bagaimana pemanfaatan tanaman nyamplung sebagai biofuel ?
c. Apakah kelebihan dan kelemahan minyak nyamplung ?
d. Bagaiman cara membuat minyak dari biji nyamplung ?
3. Tujuan
a. Mengenal dan mengetahui budidaya tanaman nyamplung yang baik.
b. Mengetahui pemanfaatan tanaman nyamplung sebagai biofuel.
c. Mengetahui kelebihan dan kelemahan minyak nyamplung.
d. Mengetahui cara pembuatan minyak nyamplung.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Budidaya Tanaman Nyamplung
1. Morfologi Nyamplung
Pohon nyamplung adalah tumbuhan berukuran medium dengan tinggi
pohon bisa mencapai 8-20 meter bahkan ada yang mencapai 30-35 meter.
Tinggi batang bebas cabang mencapai 21 meter dengan diameter mencapai
0.8 meter. Batang pohon berwarna abu-abu hingga putih dengan
percabangan

mendatar.

Akar

tunggang,

bulat

dan

coklat

(Martawijaya et al 2005).
Daun nyamplung merupakan daun tunggal, berbentuk oval dengan
ujung meruncing, tebal dan berwarna hijau tua mengkilap serta tidak
berbulu.

Bunga nyamplung biasanya muncul diketiak, umumnya tidak

bercabang tetapi kadang-kadang bercabang yang terdiri dari 3 bunga pada


setiap cabangnya, Bunga nyamplung berwarna putih dengan diameter 2 cm,
jumlah kelopak empat buah, memiliki benang sari banyak, tangkai putik
membengkok, kepala putik bentuk perisai (Friday and Okano 2006).
Buah nyamplung berbentuk seperti peluru dengan ujung berbentuk
lancip dengan panjang 25-50 mm. Kulit luar buah berwarna hijau selama
masih bergantung di pohon dan berubah menjadi kekuningan atau
kecoklatan setelah matang. Daging buah tipis dan lambat laun akan menjadi
keriput, rapuh dan mengelupas dimana di dalamnya terdapat sebuah inti
berwarna kuning terutama jika sudah dijemur. Biji nyamplung berukuran
cukup besar dengan ukuran diameter

2-4 cm.

Biji nyamplung dapat

diperoleh dengan membersihkan kulit dan sabut dari biji

nyamplung.

Dalam

nyamplung

setiap

kg

terdapat

100-200

biji

(Friday and Okano 2006).


2. Cara budidaya Nyamplung
Tanaman ini dapat tumbuh ditepi sungai atu pantai yang berudara
panas dengan ketinggian hingga 200 m dari permukaan laut. Nyamplung
dapat berfungsi sebagai wind brake. Tanaman ini tumbuh subur di dalam

hutan-hutan tropis di indonesia. rBudidaya tanamna nyamplung meliputi:


persyaratan tumbuh, perbenihan, pengujian dan perlakuan pendahuluan,
penyimpanan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen.
a. Persyaratan Tumbuh
Tumbuh pada wilayah pantai berpasir yang marginal dari toleran
terhadap kadar garam serta pada tanah yang mengandung liat.
Berdrainase baik, Ph 4 sampai dengan 7,4. tumbuh baik pada
ketinggian tempat 0-200 mdpl, bertipe curah hujan A dan B dengan
curah hujan 1000-3000 mm/tahun, 4-5 bulan kering dan suhu rata-rata
18-33 derajat celcius. Iklim yang sesuai adalah dengan suhu sedang
sampai basah dan tidak cocok pada kondisi sangat dingin.
b. Perbenihan
Tanaman nyamplung dapat diperbanyak secara alami

dengan

menggunakan biji. Biji yang akan digunakan untuk perbanyakan


tanaman harus disiapkan 6 bulan sebelum penanaman.

Biji yang

berjatuhan dikumpulkan dari sekitar pohon nyamplung yang berbuah


dua kali dalam setahun. Selanjutnya buah tersebut disimpan, disortir
dan dibuang sabutnya.

Ekstraksi buah nyamplung ini dengan

ekstraksi basah. Setelah 20-24 minggu setelah germinasi, tanaman


nyamplung siap dipindahkan dan ditanam di lapang. Media yang
digunakan untuk proses pembibitan. Benih nyamplung memiliki kulit
dengn tempurung yang keras sehingga perlu dilakukan pendahuluan
sebelum pengujian yaitu dengan mengecambahkan benih dalam media
campuran pasir dan tanah (1:1) menggunakan wadah baik plastik atau
kayu ditempatkan di bawah naungan atau rumah kaca yang ditutp
dengan selembar plastik bening.
c. Penanaman
Penanaman terdiri dari penyiapan lahan, pemasangan ajir dan
pembuatan lubang hitam. Penanaman biasanya dilaksanakan pada
akhir musim kemarau (bila curah hujan sudah merata atau frekuensi
hujan cukup tinggi). Jarak tanam apabila nyamplung ditanam di pantai

yang landai adalah 50m dari bibir pantai. Pola tanam yang digunakan
adalah secara monokultur atau campuran dengan jenis tanaman lain.
Sistem tumpang sari menggunakan jenis tanaman semusim seperti:
jagung, semangka dan kacang-kacangan.
d. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi: penyulaman (tanaman yang
cacat, tidak tumbuh normal dan mati), penyiangan (baik pada akhir
musim penghujan), pengendalian gulma (secara manual dan kimiawi),
pemupukan (jenis pupuk yang digunakan pupuk organik dan
anorganik). Pupuk organik meliputi pupuk kandang dan pupuk hijau.
Pupuk organik meliputi: urea, TSP, KCL atau NPK dengan komposisi
sesuai hara dan pengendalian hama dan penyakit.
e. Panen
Nyamplung dapat dipanen saat umur lima tahun. Buah nyamplung
yang siap panen mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Warna buah
kuning sampai merah, Buah berumur tiga bulan dari awal terbentuk
sampai tua, Buah akan jatuh bila buah sudah tua (buah yang jatuh
akan menghasilkan minyak yang baik). Cara memanen buah dapat
dilakukan dengan cara memanjat dengan menggunakan tangga atau
bisa juga dengan menggunakan alat atau wadah bambu yang dipasang
di ujungnya. Pohon nyamplung yang berumur 7 tahun, dapat
memproduksi buah sebanyak 5-20 kg. Setelah umur 10-15 tahun,
sebanyak 25-50 kg, dan pada umur 20 tahun menghasilkan buah 200
kg setiap tanaman. Dari satu kilogram buah nyamplung, setelah
diperas akan menghasilkan minyak sebanyak 0,06 kg. Pohon
nyamplung biasanya berproduksi sampai umur 50 tahun.
B. Pemanfaatan Nyamplung Sebagai Biofuel
Pemanfaatan nyamplung sebagai biofuel dapat menjadikan salah satu
solusi dari krisisnya energi di Indonesia saat ini. Menurut Peraturan Presiden
No. 5 Tahun 2006, energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh
teknologi yang berasal dari energi terbarukan maupun energi tak terbarukan,

yaitu energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara alamiah tidak
akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain :
panas bumi, biofuel, aliran air sungai, panas surya, angin, biogas, ombak laut
dan suhu kedalaman laut.
Minyak nyamplung sebagai biofuel ini memanfaatkan bagian biji tanaman
nyamplung. Biofuel dari tanaman nyamplung dapat berupa biodiesel dan
minyak tanah. Biodiesel atau dapat disebut Bahan Bakar Diesel adalah metil
ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi
kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel
(Vicente dkk 2005). Biodiesel ini dihasilkan dari proses destilasi bertingkat
yang kemudian dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel. Minyak
nyamplung juga merupakan bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah.
Alternatif ini diharapkan masyarakat bahwa harga minyak tanah yang lebih
murah, mudah didapatkan dan dapat diusahakan sendiri serta ramah
lingkungan.
Bustoni et al (2008) melaporkan bahwa biji nyamplung dapat diolah
menjadi biodiesel dengan tingkat rendemen yang cukup tinggi (40-73%).
Pemanfaatan

tanaman

Nyamplung

sebagai

biodiesel

pertama

kali

diperkenalkan oleh Fathur Rahman dan Aditya Prabhaswara dari SMAN 6


Yogyakarta pada Lomba Karya Tulis SMA Wisata Iptek 2007 yang diadakan
oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Hasil penelitian mereka
menunjukkan kandungan minyak tanaman Nyamplung 50-70 % dan
mempunyai daya bakar selama 11,3 menit , dua kali lebih besar dari m. tanah
yang hanya 5,6 menit. Kebutuhan minyak nyamplung untuk mendidihkan air
hanya 0,4 ml sementara minyak tanah 0,9 ml (Dephut 2008), hal ini sangat
menjanjikan di masa yang akan datang sebagai bahan subsitusi minyak yang
berasal dari fosil.
Apabila diasumsikan 2,5 kg biji nyamplung akan menghasilkan 1 liter
minyak nyamplung. Memenuhi kebutuhan biodiesel tahun 2025 sebanyak
720.000 kilo liter atau membutuhkan 5,1 juta ton biji nyamplung dengan ini
membutuhkan paling tidak 254.000 ha tanaman nyamplung. Produksi biji

nyamplung dapat mencapai 100 kg per pohon ( Dweek and Meadows 2002).
Proses pengepresan 100 kg biji dapat dihasilkan 17,5 kg minyak. Menurut
Sahirman (2009) juga melakukan perancangan proses produksi biodiesel dari
biji nyamplung dimana proses degumming sangat menentukan kualitas dari
minyak nyamplung. Hasil pengujian biodiesel nyamplung dilakukan oleh
Badan Litbang Kehutanan (2008) menghasilkan: 1). Seluruh parameter kualitas
telah sesuai dengan kualisifikasi biodiesel menurut SNI 04-7182-2006 dengan
rendemen konversi as. Lemak bebas (FFA) menjadi metal ester 97,8 %, 2) uji
kelayakan atas kinerja permesinan, biodiesel nyamplung dapat digunakan
untuk kendaraan bermotor sebesar 100 %, tanpa campuran solar, 3) dari segi
lingkungan, biodiesel nyamplung bebas dari polutan.
Pengembangan minyak nyamplung tidaklah membutuhkan investasi yang
mahal. Bahkan kajian analisis ekonomi pada pembangunan Hutan Tanaman
Rakyat (HTR) yang menyebutkan bahwa dalam 1 ha diperlukan 1 orang tenaga
kerja, pengusahaan tanaman nyamplung seluas 254 ribu hektar akan dapat
menyerap 254 ribu tenaga kerja. Hal ini budidaya tanaman nyamplung
mempunyai banyak manfaat yang meliputi potensi nyamplung sebagai tanaman
rehabilitasi hutan dan lahan, sebagai alternatif biofuel, serta meningkatkan
pemberdayaan masyarakat.
Kelebihan minyak nyamplung diantaranya: memiliki rendemen minyak
nyamplung yang tinggi (jarak pagar 40-60%, sawit 46-54% dan nyamplung 6065%), pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan kebutuhan
pangan, memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan minyak tanah,
mempunyai kompetitif dimasa depan antara lain biodiesel nyamplung dapat
digunakan sebagai pencampur solar dengan komposisi tertentu, bahkan dapat
digunakan 100% dengan pengolahan yang tepat, untuk mendapatkan 1 liter
miyak nyamplung hanya dibutuhkan 2,5 kg biji nyamplung dibandingkan
dengan jarak membutuhkan 4 kg untuk 1 liter minyak jarak, selain itu juga
menghasilkan gliserin sebagai hasil sampingan (10%) dan juga menghasilkan
stearin (coklat putih) sebesar 5%, mempunyai produktifitas lebih tinggi dari
pada jarak dan kelapa sawit. Tanaman nyamplung dapat menghasilkan biji

mencapai 20 ton/ha/tahun, sedangkan jarak hanya 5 ton/ha/tahun dan sawit


menghasilkan 6 ton/ha/tahun (Bustoni dkk. 2008). Adapun dibalik kelebihankelebihan minyak nyamplung tersebut tentu ada kelemahannya Kelemahan
minyak nyamplung adalah kapilaritasnya rendah dan viskositas tinggi yang
tidak sebagus minyak tanah dibutuhkan kompor yang lebih rendah dengan
sumbu lebih pendek dibandingkan kompor biasa. Sehingga menurut penelitian
Jimmy (2012), bahwa minyak nyamplung cocok digunakan pada kompor biasa
atau kompor tekan daripada kompor sumbu dengan penurunan titik nyala
minyak sebesar 55 derajat celcius yang awalnya 65 dejat celcius. Penurunan
titik nyala api dengan cara penambahan bahan aditif etanol dan etil laktat
dengan perbandingan 1:1 dalam campuran minyak nyamplung dan etanol.
C. Pemrosesan Minyak Biji Nyamplung
Pemrosesan minyak biji nyamplung diawali dengan pengupasan dan
pengeringan, ekstraksi atau pengepresan (crude oil), degumming (refined oil),
eksterifikasi dan transesterifikasi.
1. Pengeringan dan Pengupasan
Biji nyamplung yang sudah dipanen, dikeringkan hingga mencapai
kadar air sekitar 12%. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan
penjemuran sinar matahari atau mesin pengering. Apabila sinar matahari
cukup terik, maka pengeringan berlangsung selama 2 3 hari. Selanjutnya
biji dipisahkan dari tempurungnya. Tempurung atau cangkang biji
nyamplung mencapai 30% berat total. Setelang pengupasan cangkang
maka diperoleh rendemen biji sebesar 70%. Biji dimasukan kedalam
karung goni dan ditutup rapat. Karung berisi biji nyamplung di simpan
didalam gudang dengan suhu 26 27 oC dan kelembapan sekitar 60
70%. Penyimpanan dilakukan apabila terdapat rentang waktu yang cukup
panjang antara pemanenan dan pengolahan biji nyamplung.
2. Ekstraksi atau pengepresan
Biji nyamplung setelah dikeringkan dan dikupas, diperas dengan
alat pengepres hingga keluar minyaknyadengan ekstraksi minyak dari biji
nyamplung. Biji dihancurkan, dikukus selama 10 menit kemudian dipres

dengan tekanan 20 ton/in2. Minyak yang dihasilkan disaring dan


didiamkan 24 jam untuk mengendapkan kotoran yang terikut selama
pengepresan (Ketaren 2005).
Pengepresan dapat dilakukan dengan dua macam mesin pres, yaitu:
Mesin pres hidrolik manual dan mesin pres ekstruder (sistem ulir). Mesin
pres hidrolik memerlukan energi yang lebih kecil namun produksi
minyaknya dalam satu hari juga kecil. Sedangkan mesin pres ekstruder
memerlukan energi yang lebih besar dengan produksi minyak lebih
banyak. Rendemen minyak yang dihasilkan dari proses press adalah 2030%. Residu proses pres berupa ampas / bungkil biji yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan briket. Minyak yang keluar
dari mesin pres berwarna hitam/gelap karena mengandung kotoran dari
kulit dan senyawa kimia seperti : alkoloid, fosfatida, karotenoid, khlorofil,
dll. Setelah proses ekstraksi ini akan didapatkan minyak nyamplung
mentah (crude oil), tetapi pada tahap ini miyak nyamplung belum dapat
digunakan untuk biodiesel.
3. Degumming
Degumming bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang ada di
dalam minyak. Minyak disaring dengan alat penyaring vakum pada
kondisi hangat. Hasil proses penyaringan dilakukan degumming dengan
cara ditimbang 500 gram minyak kemudian dipanaskan di atas hotplate
hingga mencapai suhu 80oC sambil diaduk dengan menggunakan
magnetik stirrer. Ditambahkan larutan asam fosfat konsentrasi 20%
sebanyak 0,2 - 0,3% (v/w) dan diaduk selama 15 menit. Kemudian minyak
dimasukkan dalam corong pemisah 500 ml dan ditambahkan air hangat
dengan cara penyemprotan. Corong pemisah digoyang sebentar agar air
menyebar mengikat gum lalu didiamkan agar air dengan gum yang terikat
turun dan terpisah dari minyak. Penyemprotan air dilakukan sampai air
buangan pada kisaran pH 6,5 - 7. Minyak hasil proses degumming
dikeringkan dengan pemanasan pada suhu 80oC disertai vakum selama 20

menit dilanjutkan dengan pengeringan vakum selama 10 menit


(Sudradjat dkk 2007).
4. Proses esterifikasi
Proses eksterifikasi dilakukan apabila kadar FFA dalam minyak
cukup tinggi. Proses esterifikasi perlu dilakukan sebelum proses
transesterifikasi untuk mencegah pembentukan sabun dari FFA apabila
dilakukan proses transesterifikasi secara langsung. Proses esterifikasi
dilakukan dengan cara menambahkan metanol dalam perbandingan molar
20:1 (metanol : minyak) dengan menggunakan HCl 1% sebagai katalis.
Pereaksian dengan metanol disertai dengan pemanasan 60 derajat celcius
selama 1 jam dan pengadukan. Proses eksterifikasi dan transeksterifikasi
adalah sama hanya saja proses eksterifikasi ini dilakukan sebanyak dua
kali. Eksterifikasi dipengaruhi oleh: pengaruh suhu ( suhu yang digunakan
60 derajat celcius), pengaruh rasio mol (molekul) ( rasio mol metanol
minyak 6:1), pengaruh konsentrasi katalis (NaOH 1%) dan optimasi proses
esterifikasi.
5. Proses Transeksterifikasi
Proses pereaksian minyak hasil degumming dengan metanol
dengan perbandingan molar 6:1 (metanol : minyak) dengan menggunakan
katalis NaOH / KOH 0,5% dan dipanaskan pada suhu 60 derajat Celcius
selama 30 menit sambil di aduk. Selanjutya dilakukan pengendapan
selama 3 4 jam untuk memisahkan gliserol. Pemisahan gliserol dapat
dipercepat dengan menggunakan metode sentrifugasi. Air yang terbentuk
di bawah permukaan biodiesel dicuci dengan menggunakan asam asetat
glacial 0,01% kemudian dicuci dengan menggunakan air hangat suhu
60oC. Sisa methanol yang masih ada diuapkan. Proses transesterifikasi
mengubah trigliserida menjadi metal ester, sedangkan FFA akan
mengalami reaksi penyabunan dan terikut bersama gliserol.
Sebanyak 200 ml minyak nyamplung hasil esterifikasi dimasukkan
dalam labu bermulut ganda 500 ml, ditambahkan metanol dengan rasio

mol tertentu dan didalam metanol dilarutkan NaOH teknis Labu mulut
ganda dipasang pada kondensor untuk mengkondensasi uap metanol agar
masuk kembali ke dalam erlemeyer. Reaksi dilakukan pada suhu 60derajat
celsius selama 1 jam. Setelah proses transesterifikasi selesai, campuran
dimasukkan dalam corong pemisah, kemudian diendapkan semalam.
Setelah 7-12 jam gliserol akan mengendap pada bagian bawah corong
pemisah sehingga mudah untuk dipisahkan. Biodiesel yang terbentuk
selanjutnya dicuci dengan air panas sampai pH netral dan dikeringkan
dengan pemanasan pada suhu 80derajat celsius disertai vakum selama 20
menit dilanjutkan dengan pengeringan vakum pada suhu 90 derajat celcius
selama 10 menit (Sudradjat 2007).

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
a. Salah satu manfaat tanaman nyamplung khuusnya bagian bijinya yaitu
dapat digunakan untuk pembuatan biofuel berupa biodiesel sebagai
energi alternatif saat ini.
b. Nyamplung dapat berbuah apabila sudah umur 7 tahun dapat
memproduksi buah sebanyak 5-20 kg. Setelah umur 10-15 tahun,
sebanyak 25-50 kg, dan pada umur 20 tahun menghasilkan buah 200 kg
setiap tanaman.
c. Kelebihan minyak nyamplung diantaranya: mempunyai rendemen yang
tinggi, produktifitas yang tinggi dibandingkan minyak jarak dan kelapa
sawit, tidak berkompetisi dengan kebutuhan pangan, memiliki daya bakar
dua kali lebih lama dibanding minyak tanah, untuk mendapatkan 1 liter
minyak nyamplung cukup menggunakan 2,5 kg biji nyamplung dan
lainnya.
d. Kelemahan minyak nyamplung diantaranya: memiliki kapilaritasnya
rendah dan viskositas tinggi sehingga hasil minyak nyamplung tidak
sebagus minyak tanah.
e. Proses minyak biji nyamplung meliputi: pengupasan dan pengeringan,
pengepresan atau ektraksi, eksterifikasi dan transeksterifikasi.
2. Saran
Sebaiknya dilakukan pengembangan tanaman nyamplung ini dengan
budidaya yang baik sehingga meningkatkan produksi buah dan pemanfaatan
biofuel yang nantinya akan menjadi biodiesel.

DAFTAR PUSTAKA

Bustomi, Sofyan, dkk 2008. Nyamplung (Calophyllum Inophy llum L.)


Sumber Energi Biofuel Yang Potensial. Jakarta: Badan Litbang
Kehutanan.
Departemen Kehutanan (Dephut) 2008. Tanaman Nyamplung sebagai
Sumber Energi Bofuel. Www. Indonesia.go.id Diakses tanggal 12
Desember 2014.
Dweek, A.C, and Meadows, T. 2002. Tamanu (Callophylum inophyllum)
the Africa, Asia Polynesian and Pasific Panacea. Int J. Cos. Sci, 24:18.
Friday, J.B. and Okano, D 2006. Callophyllum inophyllum (kamani)
Species
Profiles
for
Pasific
Island
Agro
Forestry.
http://www.traditionaltree.org akses tanggal 12 Desember 2014.
Jimmy 2012. Penggunaan Minyak Nyamplung Sebagai Bahan Bakar
Alternatif Pengganti Minyak Tanah. Jurnal Teknik Kimia Vol. 6 No. 2.
Ketaren, S 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:
UI-Press..
Litbang 2008. Siaran Pers. Jakarta:Litbang Pusat Informasi Kehutanan.
Martawijaya,A.,I.Kartasujana, K.Kadir dan S.A. Prawira 2005. Atlas Kayu
Indonesia. Jilid I. Bogor:Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Sahirman 2009. Perancangan Proses Produksi Biodiesel dari Minyak Biji
Nyamplung.
Disertasi.
Sekolah Pascasarjana.Bogor:Institut
Pertanian Bogor.
Sudradjat,R, Sahirman, dan Setiawan 2007. Pembutan Biodiesel dengan Biji
Nyamplung. Jurnal Penelitian Hasil Hutan.
Vicente, G., Martinez, M., Aracil, J., Esteban, A 2005. Kinetics of
Sunflower Oil Methanolysis, Ind. Eng. Chem. Res. 44, 5447-5454.
.

You might also like