You are on page 1of 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumber daya
manusia dan kualitas hidup (Fauzan, 2012). Menurut Anggraeni (2010) status
gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.
Sebagai contoh adalah terjadinya gizi kurang merupakan akibat dari keadaan
tidak seimbangnya konsumsi makanan dalam tubuh seseorang (Anggraeni
dan Aviarini , 2010).
Status Gizi Anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh
derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan
dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Suharjo,
1996 dalam Prasetio et al., 2011), dan dikategorikan berdasarkan standar
baku WHO-NCHS dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB.
B. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Penilaian penilaian secara tidak langsung yaitu survey konsumsi
makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Sedangkan penilaian secara
langsung dibagi menjadi 4 penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan
biofisik (Supariasa et al., 2001).
1. Antropometri
Penilaian status gizi pada balita dapat dilakukan pengukuran dengan
antropometri,

Antropometri

berasal

dari

kata anthropos dan metros. Anthoropos artinya tubuh dan metros artinya
ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh. Pengertian ini bersifat
sangat umum sekali. Ditinjau dari sudut pandang gizi maka antopometri
gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, et
al., 2001).
Jenis parameter antropometri diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentua status gizi. Kesalahan


pada penentuan status umur akan menyebabkan interpretasi status gizi
menjadi salah. Hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan yang
akurat, tidak berarti apabila tidak disertai dengan penentuan umur
yang tepat. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang
digunakan adalah tahun umur penuh (Completed Year) dan bagi anak
umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed Month)
(Supariasa, et al., 2001).
b. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan
paling sering digunakan. Berat badan menggambarkan jumlah protein,
lemak, air, dan mineral pada tulang. Berat badan seseorang sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : umur, jenis kelamin,
aktifitas fisik, dan keturunan. Berat badan merupakan salah satu
ukuran antropometri yang memberikan gambaran masa tubuh (otot dan
lemak) (Supariasa, et al., 2001).
Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa
persyaratan:
1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain.
2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
3) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg
4) Skala mudah dibaca.
5) Cukup aman untuk menimbang anak balita.
Alat yang memenuhi persyaratan dan dianjurkan untuk menimbang
anak balita adalah dacin (Supariasa, et al., 2001).
c. Tingggi Badan
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan
tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi
badan, tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap
masalah defisiensi gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat
gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup

lama. Pengukuran tinggi badan untuk balita yang sudah dapat berdiri
dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrotoa (Microtoise) yang
mempunyai ketelitian 0,1 cm (Supariasa, et al., 2001).
d. Lingkar Lengan Atas (LILA)
Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu
(Prasekolah), tetapi kurang sensitive pada golongan lain terutama
orang dewasa. Alat yang digunalan merupakan suatu pita pengukur
berupa fiberglass atau jenis kertas tertentu berlapis plastik. LILA
memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan
lemak bawah kulit. LILA mencerminkan cadangan energi, sehingga
dapat mencerminkan :
1) Status KEP pada balita
2) KEK pada ibu WUS dan ibu hamil: resiko bayi BBLR
Kesalahan pengukuran LILA (ada berbagai tingkat ketrampilan
pengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan,
mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada
LILA dari pada tinggi badan. Ambang batas pengukuran LILA pada
bayi umur 0-30 hari yaitu 9,5 cm. sedangkan pada balita yaitu < 12,5
cm (Supariasa, et al., 2001).
Antopometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan
jumlah air dalam tubuh. Indeks antropometri yang umum digunakan untuk
menilai status gizi balita adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
serta lingkar lengan atas menurut umur (LILA/U) (Anggraeni dan Aviarini
, 2010).
Indeks Antropometri dijabarkan sebagai berikut:
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang yag memberikan
gambaran massa tubuh. Massa tubh sangat sensitif terhadap perubahanperubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi,
menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang

dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat


labil (Supariasa, et al., 2001).
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi

badan

menurut

antropometri

yang

menggambarkan

pertumbuhan skeletal. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat


badan, relative tidak sensitive terhadap kekurangan gizi dalam waktu
yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan
Nampak dalam waktu yang relative lama. Berdasarkan karakteristik
tersebut, maka indeks ini menggambarkn status gizi masa lalu. Beaton
dan Bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks (TB/U) disamping
menggambarkan status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya
dengan status sosial ekonomi (Supariasa, et al., 2001).
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Pada
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan denga kecepatan tertentu. Indeks BB/TB
merupakan indicator yang baik untuk menilai status gizi saat ini
(sekarang). Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap
umur (Supariasa, et al., 2001).
Dari berbagai jenis indeks tersebut, untuk menginterpretasikan
dibutuhkan ambang batas, penentuan ambang batas diperlukan
kesepakatan para ahli gizi. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara
yaitu persen terhadap median, persentil dan standar deviasi unit. Standar
deviasi unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara
ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan (Supariasa et
al., 2001).
Rumus perhitungan Z skor adalah :

Tabel 2.1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak berdasarkan
Indeks

Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 1995 Tahun 2010


Tabel 2.2. Kategori Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks
(BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometri WHO-NCHS)
Indeks Antropometri
No.
Anak

BB/U

TB/U

BB/TB

Keterangan

Baik

Pendek

Gemuk

Kronis-Gemuk

Lebih

Pendek

Gemuk

Kronis-Gemuk

Baik

Normal

Gemuk

Gemuk

Tidak kronis
gemuk

Lebih

Normal

Gemuk

Lebih

Normal++

Normal
gizi

baik,

tidak

akut/kronis

Lebih

Normal

Gemuk

Gemuk

Lebih

Normal

Normal

Baik

Baik

Pendek

Normal

Kronis

Baik

Normal

Normal

gizi baik,
akut/kronis

10

Baik

Normal

Normal

Baik

11

Kurang

Pendek

Normal

Kronis
akut

12

Kurang

Normal

Normal

Baik

13

Baik

Normal

Kurus

Akut

14

Baik

Normal++

Kurus

Tidak
akut

15

Kurang

Pendek

Kurus

Kronis-Akut

16

Kurang

Normal

Kurus

Tidak
akut

17

Kurang

Normal

Kurus

Akut

Sumber: Depkes RI, 2004

tidak

tidak

kronis

kronis

2. Pemeriksaan Fisik-Klinis
Pemeriksaan fisik-klinis merupakan metode yang sangat penting
dalam menilai status gizi masyarakat. Metode ini diddasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan
zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial
tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ
yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa, et
al., 2001).
Penggunaan metode ini umumya untuk survei klinis secara cepat
(rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat
gizi. Disamping itu pula digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi
seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) atau
gejala (symptomp) atau riwayat penyakit (Supariasa, et al., 2001).

Tabel 2.3 Gejala Fisik yang Diduga Berkaitan dengan Malnutrisi dengan
Keadaan Normal
Keadaan Normal

Tanda yang Berhubungan dengan


Malnutrisi

Rambut: berkilat, tak mudah lepas

Kehilangan sinarnya yang berkilat,


kering, tipis, tanda bendera (signoda
bendera), mudah lepas

Muka: warna sama, halus, tampak


sehat, tidak bengkak

Depigmentasi, flek hitam di bawah


mata, membengkak, pembesaran
kelenjar parotis, nasolabial seboroik

Mata: bercahaya, bersih, tidak ada


luka, kelembaban tidak tampak,
pembuluh darah sclera

Konjungtiva puat, injeksi


konjungtiva, bercak bitot, palpebritis
angularis, konjungtiva kering,
kornea kering, keraomalasia,
jaringan parut kornea, injeksi
sekeliling kornea

Bibir: halus, tidak ada


pembengkakan

Cheilosis, fisura angularis, jaringan


parut sekitar sudut bibir

Lidah: halus, tidak ada


pembengkakan, merah

Membengkak, scarlet, kasar,


magenta, halus, kemerahan,
papiLILA atrofi, hipertropi
hiperemik

Gigi: tidak ada lubang, tidak ada rasa


nyeri

Tanggal, erupsi, tidak normal,


tanda-tanda fluorosis,, berlubang

Gusi: sehat, merah, tidak ada


pendarahan, tidak ada
pembengkakan

Mudah berdarah, penarikan gusi

Wajah: tidak ada pembengkakan

Pembesaran kelenjar gondok,


kelenjar parotis

Kulit: bersih, tidak ada


pembengkakan, tidak ada bercakbercak

Kerin, keratosis folikularis,


membengkak, ambaran dermatosis
peLILAgra, despimentasi, petechiae,
jaringan lemak bawah kuli
berkurang atau hilang

Kuku: kemerahan, keras

Kolanika, rapuh

Otot dan rangka: tonus otot baik,


dapat lari dan jalan tanpa rasa sakit

Wasted, kraniotabes, pembesaran


epifise, fontanel tetap membuka,
blew-legs, pendarahan
musculoskeletal, tidak bias berjalan
dengan baik

System kardiovaskular: ritme dan


denyut jantung normal, tidak ada
murmur, tekanan darah normal

Takikardi, pembesaran jantung,


ritme tidak normal, kenaikan
tekanan darah

System gastrointestinal: tidak ada


massa yang teraba

Hepatomegali, splenomegali,
(biasanya ada penyakit lain)

Sistem saraf: stabil, refleks normal

Tidak teriritasi, parasesia, pada


keadaan berat tidak bisa berjalan,
reflex lutut dan umit menurun atau
hilang

Sumber: Supariasa et al., 2001


3. Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan
gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga,
dan individu serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi
makanan tersebut. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan
kekurangan zat gizi. Survei konsumsi dapat dilakukan dengan cara
mewawancarai setiap responden. (Fauzan, 2012).

Metode yang digunakan untuk pengukuran konsumsi dibedakan


menjadi dua, yaitu bersifat kualitatif, seperti dietary history dan frekuensi
makanan; dan bersifat kuantitatif, seperti recall 24 jam, penimbangan
makanan, food record, dan metode inventaris. Hasil pengukuran ini dapat
digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan tingkat
kecukupan konsumsi gizi mayarakat sebagai dasar perencanaan program
gizi dan pendidikan gizi (Supariasa, et al., 2001).
a. Metode Recall 24 jam
24 hour Food Recall (recall 24 jam) merupakan metode yang
paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu dengan meminta
responden untuk mengingat seluruh makanan yang dikonsumsi dalam
24 jam sebelumnya. Hal penting yang perlu diketahui bahwa
dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat
kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif maka
jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan
menggunakan alat Ukuran Rumah Tangga (URT) seperti sendok, gelas,
piring dan lain-lain atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan seharihari (Supariasa, et al., 2001).
Petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat
(gram). Dalam menaksir/memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram)
pewawancara menggunakan alat bantu seperti contoh URT atau dengan
menggunakan model dari makanan (food model). Setelah itu
menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan
Daftar

Komposisi

Bahan

Makanan

(DKBM).

Selanjutnya

membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang diAnjurkan


(DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.
Sebelum melakukan perhitungan Tingkat Konsumsi Energi (TKE)
individu, dilakukan perhitungan BB ideal dan AKG individu (energi).
Perhitungan tersebut sebagai berikut:
BB ideal (untuk anak 1-5 tahun) = (Umur dalam tahun x 2) + 8
AKG individu (energi)

x Energi Standar

x 100%

TKE individu

Kriteria :
Baik

: > 100% AKG

Sedang

: 80-90% AKG

Kurang

: 70-80% AKG

Defisit

: < 70% AKG

Perhitungan Tingkat Konsumsi Protein (TKP) juga didahului


dengan perhitungan AKG individu (protein). Perhitunan tersebut sebagai
berikut:
AKG individu (protein)
TKP individu

x Protein Standar
x 100%

Kriteria:
Lebih : > 100% AKG
Baik

: 80-100% AKG

Kurang : < 80% AKG

b. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)


Food Frequency Methode adalah untuk memperoleh data tentang
frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama
periode tertentu seperti hari, minggu, bulan dan tahun. Frekuensi
konsumsi bahan pangan dapat digunakan untuk melihat kebiasaan
makan seseorang. Metode ini dapat dilakukan dengan cepat baik diisi
sendiri oleh responden atau dengan wawancara. Disamping itu tidak
merepotkan responden disbanding metode lainnya. (Supariasa, et al.,
2001).
Langkah-langkah pelaksanaan metode frekuensi makanan yaitu:

1) Responden diminta member tanda pada daftar makanan yang


tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan
ukuran proporsinya.
2) Melakukan rekapitulasi tentang penggunaan jenis bahan makanan
terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat gizi
tertentu selama periode tertentu pula (Supariasa et al., 2001).

You might also like