Professional Documents
Culture Documents
1|INTERPROFESSIONAL EDUCATION
penelitian yang dilakukan. Keuntungan IPE bagi mahasiswa adalah ( Zakka Zayd Zhullatullah
Jayadisastra dalam Buring et al, 2009):
1) Mendapatkan kemampuan negosiasi
2) Mendapatkan kemampuan kepemimpinan
3) Belajar tentang kerja sama tim
4) Meningkatkan kemampuan komunikasi
5) Dapat bertukar pengetahuan dan informasi
6) Dapat berbagi cara mengambil keputusan
7) Dapat mengatur/ menyelesaikan konflik
8) Dapat memberikan pelayanan kepada pasien dengan pasien sebagai pusatnya
9) Meningkatkan rasa percaya diri
10) Meningkatkan rasa mawas diri
11) Menumbuhkan rasa saling menghormati
12) Menumbuhkan rasa saling percaya antar profesi
13) Meningkatkan kualitas pelayanan
14) Membuat tim tenaga kesehatan kohesif/ berbaur karena menghilangnya stereotipe
15) Belajar sepanjang hayat
16) Mendewasakan diri
17) Kolaboratif dalam praktik
Studi Kasus
World Health Organization (WHO) menyatakan setiap menit seorang wanita
meninggal selama persalinan atau melahirkan. Nour (2008) dalam jurnal Review in Obstetric
and Gynecology juga menyatakan bahwa sekitar 529.000 perempuan meninggal akibat
kondisi yang berhubungan dengan kehamilan setiap tahunnya dan hampir semua yaitu 99%
dari kematian ibu, terjadi di negara berkembang. Indonesia sebagai berkembang masih
memiliki
angka
kematian ibu (AKI) yang cukup tinggi ( Dina Zakiyatul Fuadah Dalam
mengakses
pelayanan
Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
mempunyai
wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang
dimiliki, yang terdiri atas:
mewawancarai pasien;
menegakkan diagnosis;
3|INTERPROFESSIONAL EDUCATION
meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil
yang tidak ada apotek.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kewenangan lainnya
diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia. ( UURI no.29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran ).
Kewenangan seorang Bidan :
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang
meliputi:
a. pelayanan kesehatan ibu;
b. pelayanan kesehatan anak; dan
c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 10
(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan
pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan
masa antara dua kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelayanan konseling pada masa pra hamil;
b. pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c. pelayanan persalinan normal;
d. pelayanan ibu nifas normal;
e. pelayanan ibu menyusui; dan
f. pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berwenang untuk:
a. episiotomi;
b. penjahitan Iuka jalan lahir tingkat I dan II;
4|INTERPROFESSIONAL EDUCATION
pemberian imunisasi
Pasal 12
MENTERI
KESEHATAN
REPUBLIK
5|INTERPROFESSIONAL EDUCATION
INDONESIA NOMOR
1464/M EN
Pasal 29
(1) Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai:
a. pemberi Asuhan Keperawatan;
b. penyuluh dan konselor bagi Klien; c. pengelola Pelayanan Keperawatan; d. peneliti
Keperawatan;
c. e. pelaksana
tugas
berdasarkan
(1) Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya
kesehatan perorangan, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik;
b. menetapkan diagnosis Keperawatan;
c. merencanakan tindakan Keperawatan;
d. melaksanakan tindakan Keperawatan;
e. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan;
f.
melakukan rujukan;
konsultasi
Keperawatan
i.
j.
(2) Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya
kesehatan masyarakat, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat keluarga dan
kelompok masyarakat;
6|INTERPROFESSIONAL EDUCATION
j.
Pasal 31
(1) Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi Klien, Perawat
berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di tingkat individu dan keluarga
serta di tingkat kelompok masyarakat;
b. melakukan pemberdayaan masyarakat;
c.
7|INTERPROFESSIONAL EDUCATION
d. menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika profesi dan
ketentuan peraturan perundang-undangan. (UURI no 38 tahun 2014 tentang
Keperawatan )
Dengan dijelaskan diatas, Tenaga medis khususnya dalam bahasan ini adalah Dokter,
bidan dan Perawat memiliki wewenang yang berbeda beda tiap profesinya. Dalam
hubungannya dengan studi kasus tentang KIA, para tenaga medis tersebut harusnya dapat
bekerja sama dan melakukan kolaborasi antar profesi dimana pembagian tugas yang merata
dan tidak akan terjadi salah presepsi. Contohnya Bidan yang bertugas sebagai advokator
dalam kehamilan dan dapat berkonsultasi dengan dokter, Dokter bertugas sebagai
penanggungjawab dan pemberi komando dalam mendiagnosis lebih mengarah sedangkan
perawat sebagai promotor dan bertugas sebagai pemberi asuhan keperawatan yang
bekerjasama dengan seorang bidan dalam bekerjanya seperti disebutkan diatas.
Dampak dari kurangnya kerjasama antar tenaga kesehatan yang baik menjadikan
pemanfaatan fasilitas pelayanan yang harus diterima masyarakat tidak efektif dan efisien.
Hal tersebut didukung oleh Chopra et al, 1992 dalam penelitiannya menyatakan bahwa
komunikasi, kerjasama, dan kegagalan sistem pemberi pelayanan kesehatan adalah faktor
yang berkontribusi besar dalam terjadinya kesalahan pelayanan. Melalui kerjasama yang
baik antar profesi kesehatan dalam pelayanan kesehatan, maka pasien akan ditangani secara
holistik sehingga outcome perawatan dan kepuasan pasien akan meningkat (Dina Zakiyatul
Fuadah Dalam Remington,2006).
Kerjasama antara dokter dan perawat adalah hal yang sangat penting dalam
mengoptimalkan pelayanan kepadapasien (Dina Zakiyatul Fuadah Dalam Liaw, 2013; Way
et al., 2000). Melalui kerjasama yang baik dapat memfasilitasi adanya suatu solusi yang
tepat dan mampu menyelesaikan permasalahan bagi pasien (Dina Zakiyatul Fuadah Dalam
Drinka et al., 1996).
Pengembangan
pendidikan.
penerapan IPE dibeberapa negara, yaitu pada tatanan institusi sebanyak 10, 2% dokter,
16% perawat/bidan, 5,7% ahli gizi, serta tenaga kesehatan lainnya telah menerima
pembelajaran berbasis IPE. Pada tatanan universitas hasil dari survei dari 42 negara
8|INTERPROFESSIONAL EDUCATION
menyatakan bahwa sebanyak 24,6% sudah mendapatkan kurikulum IPE pada tahap
akademik. Sementara di Indonesia belum termasuk didalamnya, untuk itu perlu adanya
sosialisasi tentang metode pembelajaran IPE ini secara menyeluruh di seluruh instansi
pendidikan mengingat sekolah tinggi ilmu kesehatan merupakan penyedia utama calon
tenaga kesehatan yang nantinya diharapkan mempunyai kompetensi yang baik terutama
kemampuan untuk bekerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya.
STIKES Karya Husada Kediri merupakan institusi pendidikan tinggi swasta yang
menyelenggarakan pendidikan formal untuk sarjana dan diploma yang terdiri dari program
studi S1 Ilmu Keperawatan dan diploma keperawatan, kebidanan dan gizi belum terpapar
dengan metode pembelajaran IPE, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti
pada 26 Juli 2013 dalam penyelenggaraan pembelajaran antara keperawatan, kebidanan
dan gizi belum dilakukan secara interprofesi, sedangkan didalam kurikulum pembelajaran
terdapat kompetensi kolaborasi yang harus dicapai oleh mahasiswa dengan profesi lain,
namun dalam konteks pembelajaran belum ada salah satu prodi yang menyelenggarakan
kegiatan proses belajar dengan melibatkan profesi lain. Hasil wawancara dengan 6 dosen
pengajar yang ditemui dari ketiga program studi (keperawatan, kebidanan dan gizi),
menyatakan belum mengetahui tentang pembelajaran IPE. Melihat permasalahan tersebut
maka perlu adanya sosialisasi tentang pembelajaran IPE pada institusi ini karena mempunyai
kesempatan untuk dikembangkannya program tersebut. Sehingga perlunya inisisasi untuk
mencapai hal tersebut salah satunya dengan melakukan pelatihan pendidikan interprofesi
yang dilakukan pada mahasiswa keperawatan, kebidanan dan gizi diSTIKES Karya Husada
Pare Kediri. (Dina Zakiyatul Fuadah, 2014 )
Belajar interprofessional menyajikan banyak tantangan untuk organisasi pendidikan,
penyedia layanan kesehatan dan asosiasi profesional (Nisbet,Gillian : 2011 Dalam Jurnal
Gardner, Chamberlin, Heestand, & Stowe, 2002; Headrick, Wilcock, & Batalden, 1998).
Hambatan meliputi:
9|INTERPROFESSIONAL EDUCATION
Kurikulum kursus sudah penuh dan jadwal praktek klinik untuk setiap profesi
Kalender akademik dan jadwal yang saling bertentangan menawarkan sangat sedikit
kesempatan untuk kegiatan interprofessional (misalnya penempatan klinis)
Kurangnya ketersediaan staf akademik yang terlatih dan pengawas penempatan klinis
untuk memfasilitasi program interprofessional
Waktu dan sumber daya komitmen yang terlibat dalam membangun program
interprofessional
Kurangnya fasilitas dan sumber daya untuk memberikan kampus berbasis program
interprofessional misalnya ruang tutorial
Kesimpulan
(1) Kompetensi dalam pembelajaran IPE, meliputi kompetensi pengetahuan, ketrampilan,
sikap , dan kemampuan kerja tim.
(2) Alternatif metode pembelajaran yang mungkin untuk penerapan IPE, adalah metode
pembelajaran yang bisa didesign secara komprehensif dan kolaboratif meliputi kuliah,
diskusi tutorial, skills laboratorium, field study, KKN, kepaniteraan, praktik klinik. Selain hal
tersebut penumbuhan proses belajar bersama bisa dilakukan pada saat orientasi mahasiswa
baru dan dalam kegiatan organisasi mahasiswa.
(3) Topik yang menarik untuk penerapan IPE, meliputi topik-topik yang memungkinkan
untuk mengembangkan kerja tim seperti konsep kolaborasi, masalah kesehatan global,
masalah bencana upaya promotif dan preventif , pelayanan klinis dan komunitas.
(4) Penerapan IPE diharapkan suatu proses yang berkesinambungan yang dimulai sejak
mahasiswa baru, saat pendidikan tahap akademik dan tahap profesi.
10 | I N T E R P R O F E S S I O N A L E D U C A T I O N
(5) Karakteristik dosen ideal dalam memfasilitasi pembelajaran IPE adalah memahami
konsep IPE, memahami kompetensi tiap profesi kesehatan, memiliki pengalaman kolaborasi,
inovatif, jiwa pemimpin, dan komunikatif.
(6) Indikator keberhasilan program IPE yaitu adanya bagian khusus coordinator program IPE,
standar pencapaian hasil belajar, adanya standar evaluasi, yang dituangkan dalam standaar
iput, proses dan output.
(7) Persiapan untuk pelakasanaan IPE komitmen antar institusi pendidikan profesi
kesehatan, fasilitator yang kompeten dan paham IPE, fasilitas fisik, bagian khusus untuk
mengkoordinir program IPE, standar pelaksanaan program IPE, modul pembelajaran dan
standar evaluasi program. Hal ini diperkuat dengan adanya kekuatan regulasi dan
kekuatan hukum.
(8) Hambatan dalam pelaksanaan IPEadalah dari ego masing masing profesi, beragamnya
birokrasi dan kurikulum di tiap institusi pendidikan profesi kesehatan, fasilitas fisik dan
konsep pembelajaran yang belum jelas, paradigma terhadap profesi kesehatan , kekaburan
identitas dan peran masing masing profesi, belum adanya kejelasan paying hokum tiap
profesi kesehatan, serta budaya . (Mariyono Sedyowinarso dkk, 2011 )
11 | I N T E R P R O F E S S I O N A L E D U C A T I O N
DAFTAR PUSTAKA
Lestari, Endang . 2011 . menumbuhkan keterampilan kepemimpinan dan teambuilding serta penghargaan terhadap profesi lain melalui interprofessional
education . Dalam jurnal Educating Health Professionals in Community Setting: What
Students Value . vol 3.hal 91-92. 2001
12 | I N T E R P R O F E S S I O N A L E D U C A T I O N