Professional Documents
Culture Documents
LABORATORIUM LINGKUNGAN
MODUL IV
SEDIMENTASI TIPE 2
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
(1006680663)
Mikaela Antoinette
(1006680865)
(1006773912)
Riris Kusumaningsih
(1006660964)
Tanggal Praktikum
: 18 Oktober 2012
Asisten
Tanggal disetujui
Paraf
Nilai
Page 1
2. Ruang Lingkup
Batch settling test
mengevaluasi
karakteristik
pengendapan dari flokulen tersuspensi yang terdapat di badan air maupun dalam proses
pengolahan air.
3. Landasan Teori
3.1 Pengertian Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dari cairan menggunakan pengendapan secara
gravitasi dimana aliran pada kondisi yang relatif tenang akan membuat padatan
mengendap akibat gaya gravitasi. Jika prasedimentasi ditujukan untuk mengendapkan
partikel diskrit (pasir, kerikil kecil dll), maka sedimentasi ditujukan untuk menyisihkan
suspended solid (partikel tersuspensi) dan sebagian kecil dissolved solid (partikel
terlarut). Namun demikian, sebelum disisihkan, partikel-partikel ini diproses sehingga
partikel yang ukurannya kecil dan sukar mengendap menjadi bergabung satu dengan
lainnya lewat proses flokulasi. Proses flokulasi menghasilkan partikel gabungan yang
cukup berat untuk mengendap di bak sedimentasi. Suspensi padat ini, atau partikel,
penting untuk dibuang dari air untuk beberapa alasan. Beberapa alasan diantaranya
meliputi : alasan keamanan dan estetika, penyebaran penyakit, dan terakhir karena adanya
bahan beracun yang ada sebagai partikel atau dapat diserap oleh partikel. Pada umumnya,
sedimentasi digunakan pada pengolahan air minum, air limbah, dan pada pengolahan air
limbah tingkat lanjutan.
Page 2
Page 3
berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter. Bak berbentuk
bujur sangkar umumnya mempunyai lebar 10 hingga 70 meter dan kedalaman 1,8 hingga
5,8 meter. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter,
panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter. (Reynold and
Richards, 1996)
Bak sedimentasi ideal tersusun oleh empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan,
zona lumpur, dan zona outlet.
Ditinjau dari jenis partikel yang diendapkan, bak sedimentasi dibedakan menjadi
untuk prasedimentasi dan untuk sedimentasi.
1. Prasedimentasi
Prasedimentasi (disebut juga plain sedimentation atau sedimentasi I) dimaksudkan
untuk mengendapkan partikel diskret atau partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret
adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di
dalam air.
Prasedimentasi hanya diperlukan apabila dalam air baku terdapat partikel diskret atau
partikel kasar atau lumpur dalam jumlah yang besar. Pengendapan dilakukan dalam bak
berukuran besar (biasanya membutuhkan waktu detensi selama 2 hingga 4 jam) dalam
Page 4
aliran yang laminer, untuk memberikan kesempatan lumpur mengendap tanpa terganggu
oleh aliran. Pengendapan berlangsung secara gravitasi tanpa penambahan bahan kimia
sebelumnya.
Kecepatan pengendapan dapat dihitung dengan rumus Stokes sebagai berikut:
.(3.2.1)
Atau
.(3.2.2)
dengan:
Vs = kecepatan pengendapan, m/det
Sg = Specific gravity
s= densitas massa partikel, kg/m3
= densitas massa liquid, kg/m3
g = percepatan gravitasi, m/detik2
v = viskositas kinematik, m2/detik
= viskositas absolut, N.detik/m2
Bak sedimentasi ideal. Sebuah aliran horizontal dalam bak sedimentasi menunjukkan
karakteristik, yang secara umum digunakan untuk melukiskan cara pengendapan partikel
diskrit :
a. aliran melalui bak terdistribusi merata melintasi sisi melintang bak
b. partikel terdispersi merata dalam air
c. pengendapan partikel yang dominan terjadi adalah type I
Sebuah bak sedimentasi ideal dibagi menjadi 4 zona (lihat Gambar 3.2.3), yaitu:
a. zona inlet : Dalam zona ini aliran terdistribusi tidak merata melintasi bagian melintang
bak; aliran meninggalkan zona inlet mengalir secara horisontal dan langsung menuju
bagian outlet
b. zona pengendapan : Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horisontal ke arah outlet,
dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel diskret tergantung pada
besarnya kecepatan pengendapan.
c. zona lumpur : Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia
akan tetap disana
d. zona outlet : Dalam zona ini, air yang partikelnya telah terendapkan terkumpul pada
Page 5
2. Sedimentasi
Sedimentasi dimaksudkan untuk menyisihkan partikel/suspended solid dalam air
dengan cara mengendapkannya secara gravitasi. Jenis partikel yang diendapkan adalah
partikel flokulen, yaitu partikel yang dihasilkan dari proses koagulasi-flokulasi. Ciri
partikel flokulen adalah partikel yang selalu mengalami perubahan ukuran dan bentuk
selama proses pengendapan berlangsung.
Mekanisme sedimentasi adalah sebagai berikut:
a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi.
b. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran yang makin
besar, sehingga kecepatan pengendapannya makin besar.
c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran air dalam
bak harus laminer. Untuk tujuan ini, digunakan indikator bilangan Reynold (NRe) dan
bilangan Froud (NFr).
d. Aliran air yang masuk pada inlet diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall / perforated baffle untuk meratakan aliran
ke bak pengendap dengan kecepatan yang rendah. Diusahakan agar inlet bak langsung
menerima air dari outlet bak flokulator.
e. Air yang keluar melalui outlet diatur sedemikian, sehingga tidak mengganggu flok
yang telah mengendap. Biasanya dibuat pelimpah (weir) dengan tinggi air di atas weir
yang cukup tipis (1,5 cm).
Page 6
Gambar 3.2.4 Bak sedimentasi berbentuk segi empat: (a) denah, (b) potongan
memanjang
b. lingkaran (circular) - center feed. Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet
bak di bagian tengah bak, kemudian air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet di
sekeliling bak, sementara partikel mengendap ke bawah. Secara tipikal bak persegi
mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1 3 : 1.
Gambar 3.2.5 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran center feed: (a) denah, (b)
potongan melintang
c. lingkaran (circular) - periferal feed. Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling
lingkaran dan secara horisontal mengalir menuju ke outlet di bagian tengah lingkaran,
sementara partikel mengendap ke bawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe
periferal feed menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed,
walaupun center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak
lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang.
Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan peralatan
pengumpul lumpurnya lebih sederhana.
Gambar 3.2.6 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran periferal feed: (a) denah, (b)
potongan melintang
Page 7
(a)
(b)
Page 8
B. Berdasarkan bentuknya :
-
bulat
persegi panjang
C. Berdasarkan bahannya :
-
lebih praktis
menghemat bahan
menghemat ruang.
Kekurangan :
- zona pengendapan efektif lebih kecil (bulat : 60- 80 % , panjang : 85-90%)
- sering terjadi short circuiting air limbah keluar tangki lebih cepat daripada waktu
detensi yang seharusnya
tangki empat persegi panjang : pada sisi masukan dilengkapi scraper yang mendorong
lumpur masuk ke hopper.
Gambar berikut adalah skema tangki sedimentasi berbentuk bulat dan persegi
panjang.
Page 9
1. Cara Batch
Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena sedimentasi batch paling
mudah dilakukan pengamatan penurunan ketinggian. Mekanisme sedimentasi batch
pada suati silinder/tabung bisa dilihat pada gambar berikut:
Page
10
2. Cara Semi-Batch
Pada proses sedimentasi ini, hanya ada cairan keluar saja atau cairan masuk saja.
Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau cairan bening yang
keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch bisa dilihat pada gambar berikut :
Page
11
3. Cara Kontinyu
Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan cairan bening yang dikeluarkan
secara kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan konstan. Mekanisme
sedimentasi kontinyu bisa dilihat pada gambar berikut :
Keterangan :
A : cairan bening
B : zona konsentrasi seragam
Page
12
Page
13
Sedimentasi tipe III (sedimentasi setelah proses pengolahan biologis seperti activated
sludge atau oxidation ditch): pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antarpartikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap
digester atau sludge drying bed): terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang
terjadi karena berat partikel
Kedalaman
Page
14
adanya interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa
partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga
kecepatan pengendapan partikel konstan.
Gaya impelling dinyatakan dalam persamaan :
F1 = (s ) g V
Dimana :
F1 = gaya impelling
s = densitas massa partikel
= densitas massa liquid
V = volume partikel
g = percepatan gravitasi
Gaya drag
Keterangan :
Tidak ada perubahan bentuk, ukuran
partikel, dan penggabungan partikel
padatan selama proses pengendapan
Page
15
Keterangan :
Ukuran partikel berubah menjadi
besar/aglomerasi semakin menuju
dasar (mengendap)
Page
16
Gambar 3.5.5 Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif
Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan percobaan
laboratorium secara batch menggunakan column settling test. Pengamatan dilakukan
terhadap tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh adalah hubungan antara
tinggi lumpur dengan waktu.
a. Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap
(diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam
aplikasi pada bak prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini
mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung secara individu (masingmasing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar partikel.
Page
17
b. Sedimentasi II
Bak sedimentasi II merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi yang relatif
mudah mengendap (karena telah menggabung menjadi partikel berukuran besar). Tetapi
partikel ini mudah pecah dan kembali menjadi partikel koloid. Teori sedimentasi yang
dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe II
karena teori ini mengemukakan bahwa
pengendapan
partikel
berlangsung
akibat
mudah
mengendap. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada grit chamber
adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan
partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak terjadi
interaksi antar partikel.
b. Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang
berfungsi untuk mengendapkan lumpur sebelum air limbah diolah secara biologis.
Meskipun belum terjadi proses kimia (misal koaguasi- flokulasi atau presipitasi),
namun pengendapan di bak ini mengikuti pengendapan tipe II karena lumpur yang
terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat kandungan komponen
lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi).
c. Final clarifier
Bak sedimentasi II (final clarifier) merupakan bagian darii bangunan pengolahan
air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel lumpur hasil proses biologis
(disebut juga lumpur biomassa). Lumpur ini relatif sulit mengendap karena sebagian
besar
tersusun
oleh
bahan-bahan
organik volatil.
Teori
sedimentasi
yang
dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe III
Page
18
dalam
jangka
waktu
yang
lama
akan
.(1)
Diasumsikan partikel berbentuk bola, maka kecepatan pengendapan (vs):
(2)
Kemudian berdasarkan hukum Stokes untuk aliran laminar (Re < 1), subtitusikan nilai
Cd ke persamaan diatas, diperoleh
Page
19
(3)
Partikel akan dapat mengendap jika kecepatan pengendapan (vs) lebih besar dari
beban permukaan yang disebut surface loading atau overflow rate (OR). Karena waktu
detensi dari pengendapan partikel sama dengan waktu yang dibutuhkan aliran air yang
mengalir dari inlet bak sedimentasi menuju outlet maka overflow rate data
dinyatakan dengan :
OR = H/t = Q / A (4)
dimana :
H : Kedalaman bak sedimentasi (m)
t : Waktu detensi (hari)
Q : Debit (m3/hari)
A : Luas permukaan bak (m2)
Jika OR > vs, maka waktu yang dibutuhkan partikel untuk mengendap (mencapai
zona lumpur di dasar bak sedimentasi) lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan
partikel air untuk mencapai outlet bak. Sehingga hanya sebagian partikel yang akan
mengendap. Menurut Droste (1997) karena diasumsikan semua partikel terdistribusi
sempurna di kedalaman inlet bak sedimentasi, maka hanya partikel yang memasuki zona
pengendapan pada kedalaman H yang akan mengendap, dimana H<H. Maka fraksi
partikel yang mengendap adalah:
FR = vs / OR = H/ H (5)
Atau
FR = (vs . A) / Q (6)
dimana :
OR : Overflow Rate (m3/m2 hari)
Q : Debit (m3/hari)
A : Luas bak sedimentasi (m2)
FR : Fraction removed
Page
20
Pada sedimentasi tipe 2, OR tidak bisa ditentukan secara analitis melainkan harus
menggunakan Batch settling tests. Pada Batch settling test, sampel harus dicampur merata
di dalam kolom dengan kondisi temperature yang konstan. Lalu sampel diambil melalui
beberapa titik pada kolom dan diukur tingkat penyisihan partikelnya (percent removal
atau R). Tingkat penyisihan diplot dengan kurva terhadap kedalaman (H) dan waktu
detensi (t). Kemudian OR dihitung pada berbagai variasi waktu detensi atau waktu
pengendapan dimana kurva R memotong sumbu x.
Berdasarkan persamaan (5) FR dapat dihitung berdasarkan kedalaman antara dua
kurva iso-concentration yang berbanding lurus dengan kecepatan pengendapan.
Kemudian menurut Droste (1997), total removal untuk setiap iso-concentration curves
dapat dihitung dengan persamaan berikut:
R = FR0+ FRi = FR0 + FRi (7)
dimana :
R : Total removal (%)
FR 0 : Fraksi yang tersisihkan sepenuhnya (%)
FRi : Fraksi yang terisihkan sebagian (%)
di : Kedalaman rata-rata yang dicapai fraksi partikel pada waktu t
D : Kedalaman efektif unit sedimentasi
Page
21
Batch settling test (kolom transparan yang dilengkapi dengan lubang lubang
pengambilan sampel) dengan ketinggian minimal 2 meter.
Pompa
Alat alat lain yang dibutuhkan untuk pengukuran TSS (lihat Modul Praktikum
Laboratorium Lingkungan)
Alat alat lain yang dibutuhkan praktikum jartest (lihat Modul Praktikum
Laboratorium Lingkungan)
Jerigen atau tanki besar dengan volume 62 liter atau beberapa jerigen dengan
volume 5 liter
b. Bahan
Sampel air 62 liter (sampai kolom sedimentasi hampir penuh terisi air)
Koagulan
Bahan - bahan lain yang dibutuhkan untuk pengukuran TSS (lihat Modul
Praktikum Laboratorium Lingkungan)
5. Prosedur Percobaan
Mengisi beberapa
buah jerigen
dengan sampel air
yang akan diuji
Tambahkan koagulan
dengan dosis optimum
(70 ppm) ke dalam
masing-masing
jerigen (sesuai dengan
volume), kemudian
homogenkan
Page
22
Masingmasing sampel
pada beaker
glass tersebut
kemudian diuji
TSS nya
Masing-masing
beaker glass
ditandai dengan
label, waktu
pengambilan serta
titik kran keberapa
Sampel disaring
dengan
menggunakan
saringan fiber
glass vakum
Ambil saringan
yang digunakan
dengan hati-hati
dan letakkan di
dalam cawan
Masukkan ke dalam
oven dengan suhu
105oC dalam waktu
1 jam
Masukkan ke
desikator untuk
didinginkan
selama 30 menit
Page
23
6. Pengolahan Data
6.1 Data Pengamatan
Tabel 6.1 Data Pengamatan
Waktu
10
20
30
45
60
75
90
No cawan
No keran
25
66.7220
66.7230
28
60.8014
60.8036
76
74.7152
74.7179
21
64.6505
64.6562
32
64.2744
64.2762
22
56.0070
56.0085
19
63.6944
63.6970
67.7228
67.7248
30
54.8038
54.8084
23
67.3892
67.3916
12 a
64.1149
64.1170
12
62.3331
62.3390
26
52.5308
52.5312
67.4701
67.4764
10
60.7454
64.7228
11 a
65.6452
65.6518
33
68.2605
68.2680
57.3589
57.3636
17
70.6228
70.6235
31
62.4525
64.8812
15
66.1944
66.2016
11
54.7461
54.7466
15 a
60.5673
60.5730
65.6300
65.6374
24
63.8610
63.8660
1b
62.4525
62.4602
14
54.4480
54.4492
13
55.8422
55.8434
18
67.8560
67.8573
20
59.5156
59.5770
29
62.8062
62.8088
27
68.2466
68.2480
16
63.6300
63.6322
53.2882
53.2900
60.9296
60.9302
Page
24
10
20
30
45
60
75
No cawan
No keran
TSS
25
66.7220
66.7230
10
28
60.8014
60.8036
22
76
74.7152
74.7179
27
21
64.6505
64.6562
57
32
64.2744
64.2762
18
22
56.0070
56.0085
15
19
63.6944
63.6970
26
67.7228
67.7248
20
30
54.8038
54.8084
46
23
67.3892
67.3916
24
12 a
64.1149
64.1170
21
12
62.3331
62.3390
59
26
52.5308
52.5312
67.4701
67.4764
63
10
60.7454
64.7228
39774
11 a
65.6452
65.6518
66
33
68.2605
68.2680
75
57.3589
57.3636
47
17
70.6228
70.6235
31
62.4525
64.8812
24287
15
66.1944
66.2016
72
11
54.7461
54.7466
15 a
60.5673
60.5730
57
65.6300
65.6374
74
24
63.8610
63.8660
50
1b
62.4525
62.4602
77
14
54.4480
54.4492
12
13
55.8422
55.8434
12
18
67.8560
67.8573
13
20
59.5156
59.5770
614
29
62.8062
62.8088
26
27
68.2466
68.2480
14
16
63.6300
63.6322
22
53.2882
53.2900
18
90
Page
25
60.9296
60.9302
Waktu
(Menit)
20 cm
60 cm
100cm
140 cm
180 cm
10
10
22
13.2
9.4
18
20
15
20
2.14
1.875
30
21
2.63
45
11.25
3.75
7.2
60
15
10.4
75
18
12
12
13
14
90
22
14
22
18
Waktu
(Menit)
20 cm
60 cm
100cm
140 cm
180 cm
10
55
40
57
18
20
32
77
90
91
30
68
82
86
88
45
49
83
67
68
86
60
32
77
64
53
82
75
18
45
45
41
36
90
36
18
73
Page
26
100
80
60
20
0
0
20
40
60
80
100
Waktu (menit)
6.2.5 Plot Nilai penyisihan TSS yang didapat dari data percobaan
(Kertas Milimeter Blok)
Page
27
7. Analisa
7.1 Analisa Praktikum
Praktikum Sedimentasi Tipe 2 ini bemaksud untuk memahami proses pemisahan zat
padatcair dari flokulen tersuspensi yang terdapat dalam proses pengolahan air minum
dan air limbah, sedangkan tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
karakteristik pengendapan/sedimentasi dari sampel air yang di representasikan dalam
grafik penghilangan padatan tersuspensi (suspended solids removal) terhadap waktu
detensi (detention time) dan beban permukaan (overflow rate). Batch settling test
umumnya digunakan untuk mengevaluasi karakteristik pengendapan dari flokulen
tersuspensi yang terdapat di badan air maupun dalam proses pengolahan air karena
sedimentasi batch paling mudah dilakukan pengamatan penurunan ketinggian skala
laboratorium.
Sampel yang digunakan pada praktikum ini diambil dari danau resapan UI yang
terletak di seberang Restoran Mang Engking, dekat Asrama UI. Danau resapan UI adalah
danau yang dibuat untuk difungsikan menjadi danau resapan di kawasan UI, dimana
danau resapan ini berguna untuk meresapkan air hujan sehingga dapat mengurangi runoff (limpasan permukaan). Aliran yang melewati danau tersebut berasal dari danau Salam
yang mempunyai kecepatan aliran cukup tinggi karena letak danau ini paling tinggi
daripada danau-danau lainnya.
Pada praktikum Sedimentasi Tipe 2 ini, sebagian tahap prosedur telah dikerjakan
oleh para asisten yaitu dalam melakukan percobaan Jar Test untuk mendapatkan dosis
optimum koagulan. Dari hasil percobaan tersebut, didapatlah nilai kekeruhan sebesar 8.64
NTU, dosis optimum koagulan sebesar 70 ppm dan konsentrasi awal TSS adalah 22
mg/L.
Pada hari pelaksanaan praktikum, praktikan dibriefing terlebih dahulu oleh asisten.
Praktikum ini dibagi menjadi beberapa shift. Pertama- tama, beberapa praktikan,
diutamakan laki-laki melakukan persiapan praktikum, dimana praktikan mengambil air
sampel dalam jerigen dengan volume 5 lt. Karena dosis optimum koagulan adalah 70 ppm
dan volume satu jerigen adalah 5 lt, maka parktikan harus menimbang koagulan seberat
350 mg untuk setiap jerigennya. Diketahui bahwa koagulan yang dipakai adalah tawas,
dimana tawas ini kurang efektif dalam menggumpalkan partikel koloid, pada pH yang
tidak optimal dapat menyebabkan kebutuhan dosis yang berlebih, kinerja substansial
menurun pada suhu yang lebih rendah, buruk dalam menarik padatan tersuspensi organic,
dan akan bereaksi dengan baik tergantung pada pencampuran yang cepat. Sedangkan saat
Page
28
praktikum, praktikan tidak cepat dalam melakukan pengocokan, sehingga tawas yang
ditambahkan ke jerigen sedikit yang bereaksi dengan partikel koloid sehingga sedikit
yang mengendap dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengendap. Lalu, praktikan
memasukkan koagulan ke dalam jerigen. Kemudian mengocok jerigen tersebut agar air
sampel dalam jerigen dapat tercampur semua (homogen). Namun, dengan cara seperti ini,
kemungkinan besar sampel belum terhomogen dengan merata, dikarenakan praktikan
kurang kuat atau kurang lama dalam mengocok jerigen. Setelah praktikan merasa cukup
dalam menghomogenkan sampel, praktikan memasukkan sampel tersebut ke dalam
kolom pengendapan setinggi 180 cm. Kolom pengendapan ini berbentuk silinder dengan
luas permukaan lingkaran. Seperti yang kita ketahui bahwa silinder tidak mempunyai
sudut siku-siku, sehingga partikel koloid tidak ada yang menempel pada siku-siku
tersebut. Bandingkan jika kolom pengendapan yang berbentuk persegi yang mempunyai 4
sudut siku-siku, dengan adanya sudut ini memungkinkan partikel berada atau menempel
pada sudut tersebut. Jadi kolom berbentuk silinder dianggap paling efektif karena ia tidak
mempunyai sudut sehingga partikel koloid tidak ada yang menempel pada siku-siku
tersebut . Sampel yang dimasukkan 60 liter atau sampai kolom sedimentasi tersebut
terisi penuh. Setelah itu, memompa sampel dan diamkan selama 10 menit.
Setelah 10 menit, beberapa praktikan perwakilan dari setiap kelompok yang
berjumlah 5 orang masuk ke dalam laboratorium untuk melakukan percobaan TSS.
Pertama, masing-masing praktikan mengambil beaker glass yang telah ada label
nomornya. Lalu, praktikan menuju tempat titik sampel masing-masing yang berjumlah
lima titik, karena dalam kolom pengendapan terdapat 5 buah keran setinggi 20 cm, 60 cm,
100 cm, 140 cm, dan 180 cm. Setelah praktikan siap pada posisi masing-masing,
praktikan membuka keran sampel dengan hati-hati karena sambungan keran pipa tidak
kuat. Pada saat pengambilan sampel, tangan kiri memegang keran pipa dan tangan kanan
memegang beaker glass atau sebaliknya. Posisi tangan yang membuka katub keran pada
saat pengambilan sampel juga harus memegang pipa dengan tujuan untuk menahan
sambungan pipa pada saat jari membuka katub keran. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi
gaya geser yang berlebihan yang dapat membuat sambungan antara pipa dan kolom
menjadi rusak.
Setelah praktikan mengambil sampel dari kolom pengendapan sebanyak 100 ml,
praktikan melakukan percobaan TSS. Pertama, parktikan mengambil kertas filter yang
terdapat dalam cawan yang telah disediakan. Kemudian, meletakkan kertas filter dengan
Page
29
posisi yang benar ke dalam pompa vakum yang telah disiapkan oleh asisten sebelumnya.
Setelah pompa vakum terpasang dengan baik, praktikan menghidupkan alat pompa
vakum, lalu memasukkan sampel tadi ke dalam pompa vakum. Pada saat memasukkan
sampel, diusahakan untuk memasukkannya pada bagian tengan pompa vakum untuk
meminimalisir adanya sampel yang menempel di dinding. Setelah itu, membilas beaker
glass dengan air suling untuk memastikan tidak ada lagi sampel yang tertinggal di beaker
glass, kemudian menuangkannya ke dinding pompa vakum untuk memastikan tidak ada
sampel yang menempel di dinding vakum, lakukan sebanyak 3 kali bilas.
Total suspended solid (TSS) didefinisikan sebagai residu dari padatan total yang
tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2m atau lebih besar dari ukuran
partikel koloid. Untuk mengukur berapa kandungannya, digunakan kertas filter yang
masih berada di alat pompa vakum diambil dengan menggunakan pinset dan secara hatihati agar kertas tidak sobek. Kertas tersebut telah berisi partikel-partikel yang berasal dari
sampel dan tak dapat lolos saringan karena partikel-partikel tersebut berukuran lebih dari
2 m dan tertahan di kertas filter. Sampel yang tertahan di kertas filter ini digunakan
dalam perhitungan total suspended solid.
Setelah diambil, kertas filter ini dimasukkan ke dalam cawan. Catat nomor cawan
beserta waktu pengambilan sampel. Setelah itu, cawan tadi diletakkan di atas meja dan
ditutup dengan tissue, cawan ini belum bisa dimasukkan ke dalam oven karena masih
menunggu percobaan lainnya hingga menit ke 90. Ulangi langkah-langkah diatas untuk
percobaan TSS pada menit ke 20, 30, 45, 60, 75, dan 90 menit.
Setelah semua percobaan hingga menit ke-90 telah dilakukan, semua cawan
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 1 jam. Pemanasan ini bertujuan
untuk menghilangkan air sepenuhnya sehingga menyisakan padatan tersuspensi saja.
Dengan suhu tersebut, maka air akan menguap seluruhnya sedangkan residu
tersuspensinya akan tetap tersisa di dalam cawan.
Setelah dikeluarkan dari dalam oven, semua cawan bersama filter dan residu
dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan selama 20 menit. Kemudian tahapan
terakhir adalah menimbang cawan bersama filter dan residu sehingga diperoleh nilai total
suspended solid nya.
Page
30
Dari hasil yang didapat pada percobaan Sedimentasi Tipe 2, menunjukkan bahwa adanya
kesalahan sehingga data tersebut tidak dapat digunakan dalam pengolahan data.
Kesalahan data ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, baik dari praktikan, proses
praktikum, dan alat yang digunakan. Dari data yang salah ini, praktikan mencoba untuk
mencari nilai-nilai yang seharusnya dengan cara melakukan interpolasi agar didapatlah
nilai yang bersesuaian sehingga dapat dibuat grafik isoremoval. Namun, usaha praktikan
ini tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Hasil dari interpolasi ini pun
nilainya masih tidak bersesuaian, sehingga data ini memang tidak bisa untuk dibuat grafik
isoremoval.
Page
31
Jika mengacu pada grafik yang benar, hasil dari percobaan ini akan mendapat sebuah
grafik isoremoval, dimana dari grafik ini dapat digunakan untuk mencari besarnya
penyisihan total TSS pada waktu tertentu. Grafik isoremoval juga dapat digunakan untuk
menentukan nilai OR (Overflow Rate) dan Waktu detensi (td) bila diinginkan
pengendapan tertentu. Overflow rate adalah kecepatan pengendapan, sedangkan waktu
detensi adalah lamanya waktu pengendapan. Hasil yang diperoleh dari kedua grafik ini
adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium (secara batch). Pada dasarnya,
percobaan laboratorium dimaksudkan untuk mendapatkan nilai parameter tertentu yang
akan digunakan sebagai dasar disain bangunan sedimentasi (aliran kontinyu) setelah
dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi,
faktor scale up yang digunakan umunya adalah 1.75 dan untuk overflow rate, faktor scale
up yang digunakan pada umumnya adala 0.65 ( Reynold and Richards, 1996)
Page
32
Page
33
masih ada bubuk koagulan yang menempel di kertas, dan mungkin ada beberapa yang
jatuh ke lantai.
-
Saat dilakukan pengocokan sampel, praktikan kurang kuat dan kurang lama dalam
mengocok sehingga sampel dengan koagulan kurang bereaksi dan sedikit membentuk
flok-flok. Selain itu, akibat pengocokan yang kurang baik ini, sampel yang
dimasukkan ke dalam kolom pengendapan tidak homogen, ada yang bereaksi dengan
koagulan dan ada yang belum bereaksi.
Saat memasukkan sampel ke dalam kolam pengendapan, mungkin ada sampel yang
tumpah karena kolom yang cukup tinggi meskipun telah dibantu dengan tangga,
namun karena kondisi permukaan kolom yang sangat berdekatan dengan atap
sehingga praktikan mengalami kesusahan dalam menuangkan sampel ke dalam kolom
pengendapan.
Sampel yang telah dimasukkan tidak diaduk lagi dengan mixing pada kolam
pengendapan sehingga akan berpengaruh terhadap TSS yang diukur karena flok-flok
yang terbentuk tidak optimal akibat kurangnya koagulan dalam bereaksi dengan air
sampel dan pengendapan yang terjadi tidak optimal.
Praktikan kurang berhati-hati saat membuka keran untuk mengambil sampel pada
titik-titik kedalaman yang telah ditentukan, sehingga ada keran yang terbuka dengan
mendadak dan mengakibatkan ada air yang tumpah. Kemungkinan air yang tumpah
ini akan mempengaruhi jumlah padatan yang ada di titik itu dan titik-titik lainnya
untuk waktu selanjutnya.
Praktikan kurang teliti dalam mengambil sampel sebanyak 100 ml untuk uji TSS
dalam gelas beaker. Kurang atau lebih dari volume yang seharusnya akan
berpengaruh dalam jumlah kandungan TSS karena semakin banyak volume air sampel
maka semakin banyak pula kandungan padatan di dalamnya.
Saat melakukan percobaan TSS, praktikan tidak membilas sampel yang ada di beaker
glass dan pompa vakum, sehingga memungkinan masih adanya air sampel yang
menempel di dinding beaker glass dan pompa vakum.
Penggunaan alat pompa vakum yang berbeda, sehingga keefektifan alat pun
menghasilkan nilai tss yang berbeda.
Cawan yang terlalu lama dibiarkan di udara terbuka (walaupun ditutupi dengan
tissue) dan cawan yang ditempatkan tanpa alas, beratnya akan berubah karena cawan
porselen ini rentan terhadap sentuhan dan debu.
Page
34
Praktikan kurang teliti dalam melakukan penimbangan terhadap berat TSS sehingga
berat yang ditimbang kurang prestisi. Selain itu dalam pencatatan data yang didapat,
praktikan tidak rapih dalam menuliskannya sehingga saat akan melakukan pengolahan
data, praktikan mengalami kesulitan karena datanya sangat aneh dan kacau. Ini
mungkin disebabkan ada beberapa praktikan yang salah menuliskan data.
Perbedaan kualitas sampel air sedimentasi akibat adanya perbedaan waktu praktikum
( pengujian TSS awal diukur sehari sebelum praktikum sedimentasi )
8. Kesimpulan
Hasil praktikum yang didapat tidak sesuai dengan teori dan literature yang ada karena
terdapat banyak faktor kesalahan saat praktikum sehingga data yang dihasilkan pun
menjadi salah.
Proses praktikum sedimentasi tipe 2 ini, tidak berjalan dengan efektif. Terlihat dari
pengkoordinasian antar praktikan yang kurang baik dalam melakukan prktikum
sehingga dalam menuliskan hasil data percobaan ada yang berbeda jauh
9. Saran
Harus ada manajemen SDM yang jelas dalam praktikum ini, jadi dikoordinir siapa
saja praktikan yang terlibat dan deskripsi tugasnya secara jelas. Sehingga jika terjadi
kejanggalan dalam data, ada yang bisa mempertanggungjawabkan hasil tersebut, dan
ia dapat menjelaskan atau membenarkannya.
Ditekankan kepada praktikan untuk lebih serius, lebih hati-hati, dan lebih teliti dalam
melakukan proses praktikum dari awal persiapan hingga pencatatan hasil percobaan.
Page
35
Pemilihan koagulan yang lebih efektif agar proses penggumpalan flok-flok cepat
terjadi dan cepat terjadi pengendapan
11. Lampiran
Page
36