You are on page 1of 6

EVI ROKHAYATI/ HUBUNGAN ANTARA NEUTROPENIA DAN MORTALITAS

Hubungan antara Neutropenia dan Mortalitas pada Neonatus dengan Sepsis,


dengan MengendalikanPengaruh Umur Gestasi dan Berat Badan lahir
The Relationship between Neutropenia and Mortality in Neonatus with Sepsis,
While Controlling for the Effect of Gestational Age and Birth Weight
Evi Rokhayati
Puskesmas Margaharja, Ciamis

ABSTRACT
Background. Sepsis in neonates (newborns) remains a major cause of public health concern. Sepsis
may cause neutropenia due to hematological system dysfunction, which suggests poor prognosis.
Decreased neutrophil function will increase mortality in neonates. In addition, the health care cost
implication of residual symptoms in children who survive is quite high.This study aimed to estimate
the association between neutropenia and mortality in neonates with sepsis.
Methods. A prospective cohort study was conducted at Dr. Moewardi Hospital, Surakarta. A sample of
85 neonates was selected by consecutive sampling, i.e. all of the newborns aged <1 month at the
Pedicatric Intensive Care Unit at this hospital during April 2011 to July 2011 period were taken as the
study subjects. The dependent variable was time to mortality. The independent variabel was
neutropenia. The confounding factors were gestational age (prematurity) and low birth weight. The
association between neotropenia and time to mortality while controlling for gestational age and birth
weight was analyzed by Cox-regression model on SPSS 17.0
Results. The sample consisted of 54 (63.5%) male and 31 (36.5%) female newborns. There were 40
(47.10%) newborns with gestational age <37 weeks, and 45 (52.90%) with weight <2500g. As many as
44 (51.80%) newborns experienced neutropenia while 41 (48.20%) did not experience neutropenia.
The death toll of these newborns was 27 (31.80%). Cox regression analysis showed a weak association
between neotropenia and mortality, and it was not statistically signficant (Hazard Ratio = 1.28; 95% CI
0.55 to 2.94; p=0.568). This estimate has controlled for the effects of gestational age and birth weight.
Prematurity showed strong association with the risk of mortality in neonates with sepsis (HR = 3.12;
95% CI 1.07 to 9.68; p=0.037).
Conclusion. Neutropenia and in addition low birth weight show weak and unreliable predictors for
mortaity in neonates with sepsis. Prematurity shows a strong and reliable predictor for mortality in
neonates with sepsis.
Key words: sepsis, neutropenia, mortality, neonates.

PENDAHULUAN
Sepsis merupakan masalah yang belum dapat
terselesaikan pada neonatus/ bayi baru lahir (BBL).
Sepsis sering menimbulkan kematian. Apabila bayi
dapat bertahan hidup akan terjadi gejala sisa dan
biaya yang dikeluarkan untuk perawatan sepsis cukup
mahal (Aminullah, 2008). Sepsis dapat
menyebabkan neutropenia karena disfungsi sistem
hematologi sehingga timbul gangguan pada sumsum
tulang dalam memproduksi neutrofil serta
ketidakseimbangan antara ekstravasasi dan produksi.
Funke meneliti bahwa sebanyak 38% neonatus

dengan sepsis akan terjadi neutropenia. Neutropenia ini berhubungan dengan prognosis yang buruk,
dimana penurunan fungsi neutrofil akan
meningkatkan risiko kematian pada neonatus (Funke,
2000; Aird, 2003).
Banyak aspek selular tidak berfungsi pada sepsis
dan ditandai dengan aktivasi yang berlebihan atau
penurunan fungsi. Aktivasi yang berlebihan
berhubungan dengan sel utama yang merespons cepat
oleh rangsangan kedua, misalnya aktivasi berlebihan
dari neutrofil yang menghasilkan produk toksik yang
menyebabkan kerusakan sel. Contoh lain adalah
penurunan fungsi akan menyebabkan kegagalan
39

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011

neutrofil untuk memfagosit dan mengusir patogen


yang masuk (Remick, 2007).
Neutrofil merupakan komponen penting dalam
respons pertahanan tubuh dalam menghadapi infeksi.
Pada pasien neutropenia dan disfungsi neutrofil akan
meningkatkan risiko bertambahnya komplikasi
infeksi. Hal ini dikarenakan respons neutrofil
bermanfaat pada pasien dalam membantu
mengeradikasi fokus infeksi, seperti yang terlihat pada
Gambar 1 (Remick, 2007).

Gambar 1. Mekanisme neutrofil pada keadaan darah


normal dan sepsis (Sumber: Remick, 2007)

Kebanyakan penelitian mengenai hitung jenis


leukosit pada neonatus mengacu pada penelitian
Manroe et al. seperti dikutip Chiesa et al. (2004).
Penelitian itu dilakukan pada 108 neonatus dengan
rancang bangun potong lintang, yang menyatakan
bahwa hitung jenis leukosit pada neonatus
tergantung pada umur. Penelitian mengenai
hubungan neutropenia pada sepsis dengan risiko
kematian banyak dibahas pada pasien anak dengan
penyakit keganasan.
Penelitian di Indonesia masih jarang dilakukan
pada neonatus. Penelitian pada neonatus yang ada
dilakukan secara retrospektif, dengan subjek semua
pasien yang dirawat di ruang intensif neonatus tanpa
melihat diagnosis dari pasien. Rahardjani dan
Paramita (2010) melaporkan bahwa neutropenia pada
neonatus dapat meningkatkan risiko kematian 3 kali
lebih besar daripada tanpa neutropeni (OR= 2.93;
CI95 % 1.77 hingga 7.30; p = 0.004).
Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian
ini bertujuan menentukan hubungan antara neu40

tropenia dan kejadian mortalitas pada neonatus yang


terdiagnosis sepsis.
SUBJEK DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kohor prospektif
untuk mengetahui hubungan antara neutropenia dan
mortalitas pada neonatus dengan sepsis di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Pengambilan sampel dilakukan
secara konsekutif , yaitu semua neonatus sepsis yang
dirawat di kamar bayi risiko tinggi yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi dalam periode waktu
penelitian digunakan sebagai subjek penelitian.
Kriteria inklusi yaitu semua neonatus dengan diagnosis sepsis yang dirawat di kamar bayi risiko tinggi
RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan April
2011 Juli 2011, dan usia < 1 bulan. Sedangkan
subjek dengan pemeriksaan hitung jenis neutrofil
dilakukan pada usia > 1 bulan, terdapat penyakit
keganasan, terdapat penyakit imunodefisiensi,
penggunaan kortikosteroid yang lama, menolak
mengikuti penelitian akan dieksklusi.
Data pasien dicatat meliputi identitas pasien,
usia, jenis kelamin, tanggal masuk, jenis dan tempat
persalinan, umur kehamilan, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium selama perawatan. Pasien
diikuti perkembangannya sampai keluar dari ruang
rawat bayi risiko tinggi dalam keadaan hidup atau
meninggal. Dilakukan pencatatan lama perawatan.
Kriteria neutropenia pada penelitian ini yaitu
neutropenia berdasarkan usia neonatus menggunakan
tabel hitung jenis neutrofil dari Monroe et al., di mana
pada usia > 120 jam kadar neutrofil absolut yang
rendah < 5400/L. Untuk kriteria sepsis neonatal bila
neonatus dengan FIRS/ SIRS disertai gejala sepsis yang
lain yaitu kesulitan minum, letargi, muntah coklat,
diare, oligouri, kejang, pucat, kuning, sianosis, apnea,
distres respirasi, tanda dehidrasi, tanda pertumbuhan
janin terhambat (PJT/IUGR), mottled skin, sklerema,
omfalitis, hepatosplenomegali, distensi abdomen dan
pengisian kapiler >2 detik, disertai dengan kultur
darah ditemukan kuman atau adanya peningkatan
CRP(C-Reactive Protein)> 10 mg/L.
Faktor risiko sepsis juga dilihat, dimana faktor
risiko mayor yaitu adanya ketuban pecah >24 jam,
ibu demam saat intrapartum >38 oC, ketuban berbau,
korioamnionitis, frekuensi denyut jantung bayi (DJJ)

EVI ROKHAYATI/ HUBUNGAN ANTARA NEUTROPENIA DAN MORTALITAS

> 160x per menit. Faktor risiko minor yaitu ketuban


pecah >12 jam, ibu demam saat intrapartum >37.5
C, leukosit ibu > 15.000, nilai APGAR menit 1< 5,
BBLSR< 1500 gram, usia gestasi <37 minggu,
kehamilan ganda, keputihan, tersangka infeksi
saluran kemih dan lekosituria. Dilakukan sepsis workup bila didapatkan 2 faktor risiko minor dan 1 faktor
risiko mayor.
Karakteristik dasar sampel berskala kontinu,
yaitu lama rawat inap (hari) dan hitung neutrofil,
dideskripsikan dalam jumlah (n), mean, dan SD.
Karakteristik sampel berskala kategorikal, yaitu jenis
kelamin, tempat lahir, prematur (<37 minggu), berat
badan lahir rendah (<2500g), neutropenia (<5400),
cara persalinan, dideskripsikan dalam frekuensi (n)
dan persen. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
neutrepnia. Variabel terikat adalah kematian dan
waktu menuju kematian. Hubungan antara neutropenia dan waktu menuju kematian dianalisis dengan
model regresi Cox. Kekuatan hubungan disajikan
dalam Hazard Ratio (HR) dengan Confidence Interval 95%.
HASIL-HASIL
Neonatus yang terdiagnosis pasti sepsis sebanyak 85
orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
penelitian serta keluarga setuju untuk ikut dalam
penelitian. Karakteristik dasar subjek yang
diperlihatkan pada Tabel 1. Jumlah subjek penelitian
dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan yaitu 63.50 % dan 36.50 %. Neonatus
yang lahir di RSUD Dr. Moewardi sebanding dengan
neonatus yang lahir di luar Rumah sakit, yaitu sebesar
48.20 % dan 51.80 %. Begitu pula jumlah neutrofil
pada neonatus saat terdiagnosis pasti sepsis sebanding
antara yang neutropenia (< 5400/uL) dan yang tidak
neutropenia yaitu 51.80 % dan 48.20 %.
Usia gestasi sebanding antara prematur dengan
yang aterm yaitu 47.1 % dan 52.9 %. Neonatus
berat badan lahir rendah (BBLR) terlihat sebanding
dengan berat badan lahir cukup yaitu 52.9 % dan
47.1 %. Cara persalinan neonatus secara spontan
lebih banyak dibandingkan secara operasi sesar yaitu
65.9 % dan 34.1 %. Sedangkan jumlah neonatus

yang hidup lebih banyak dibandingkan yang


meninggal yaitu 68.2 % dan 31.8 %.
Tabel 1. Karakteristik dasar sampel dalam data kategorikal
(n=85)
Variabel
Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
Tempat Lahir
- Partus dalam
- Partus luar
Usia gestasi
- < 37 minggu
- 37 minggu
Berat badan lahir
- < 2500 gram
- 2500 gram
Jumlah neutrofil
- Neutropenia
- Tidak neutropenia
Cara persalinan
- Spontan
- Operasi sesar
Outcome (hasil)
- Mati
- Hidup

54
31

63. 50
36. 50

41
44

48. 20
51. 80

40
45

47. 10
52. 90

45
40

52. 90
47. 10

44
41

51. 80
48. 20

56
29

65. 90
34. 10

27
58

31. 80
68. 20

Tabel 2 memperlihatkan karakteristik dasar


subjek penelitian yaitu lama rawat dan jumlah
neutrofil. Lama rawat neonatus sepsis berkisar 3 hari
sampai 38 hari dengan mean 15 hari. Jumlah
neutrofil neonatus sepsis berkisar antara 158 sampai
38095 dengan mean 6868.
Tabel 2. Karakteristik dasar sampel dalam data kontinu
(n=85)
Variabel
Lama rawat (hari)
Neutrofil

Mean
15 .56
6868.84

SD
Min
8.61
3.00
5789.54 158.00

Maks
38.00
38095.00

Tabel 3 menunjukkan bahwa kematian pada


kelompok neonatus dengan neutropenia (40.90%)
lebih banyak dibandingkan tanpa neutropenia
(22.00%). Neonatus sepsis dengan neutropenia
memiliki risiko untuk meninggal 2.46 kali lebih besar
dibandingkan dengan tidak neutropenia, dengan
hubungan yang secara statistik mendekati signifikan
(OR= 2.46; p= 0.061). Estimasi hubungan tersebut
belum mengontrol pengaruh umur gestasi dan berat
badan lahir.

41

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011

Tabel 3. Hasil analisis bivariat dengan uji chi kuadrat


tentang hubungan neutropenia dengan risiko kematian
neonatus dengan sepsis.
Variabel
Neutropenia
Tidak
neutropenia

Kematian
Ya (%) Tidak (%)
18
26
(40.90)
(59.10)
9
32
(22.00)
(78.00)

Total
OR
p
(%)
44
2.46 0.061
(100.00)
41
(100.00)

Gambar 2 menampilkan grafik Kaplan Meier


tentang kelangsungan hidup neonatus sepsis dengan
dan tanpa neutropenia. Probabilitas kelangsungan
hidup menurun menurut waktu. Neonatus yang
tidak neutropenia (garis lurus) memperlihatkan
probabilitas kelangsungan hidup yang lebih tinggi
dibandingkan neonatus sepsis dengan neutropenia
(garis putus-putus).

normal, tetapi peningkatan risiko tersebut secara


statistik tidak signifikan (HR= 1.88; CI95 % 0.63
hingga 5.56; p= 0.257). Artinya, baik neutropenia
maupun BBLR bukan merupakan prediktor
kematian neonatus dengan sepsis yang bisa
diandalkan.
Temuan yang menarik, hubungan yang kuat dan
secara statistik signifikan ditunjukkan oleh
prematuritas dan kematian neonatus sepsis.
Neonatus sepsis yang lahir prematur memiliki risiko
untuk mengalami kematian 3 kali lebih besar
daripada lahir aterm (HR= 3.12; CI95 % 1.07 hingga
9.68; p= 0.037). Artinya, prematuritas merupakan
prediktor yang kuat (HR? 3.00) dan dapat
diandalkan (p<0.05) tentang kematian neonatus
dengan sepsis.
Tabel 4. Hasil analisis regresi Cox tentang hubungan antara
neutropenia dengan risiko kematian neonatus dengan sepsis
Variabel
Neutropenia (<5400)
BBLR (<2500 g)
Prematur (<37 minggu)
n observasi = 85
2 log likehood = 206.37
p= 0.044

HR

1.28
1.88
3.12

0.568
0.257
0.037

CI 95 %
Batas Batas
bawah atas
0.55 2.94
0.63 5.56
1.07 9.68

PEMBAHASAN

Gambar 2. Kaplan Meier tentang kelangsungan hidup


neonatus sepsis dengan dan tanpa neutropenia

Tabel 4 menyajikan hasil analisis multivariat,


yakni model regresi Cox, tentang hubungan antara
neutropenia dan waktu menuju mortalitas pada
neonatus sepsis, dengan mengontrol pengaruh
prematuritas dan BBLR. Hasil analisis menunjukkan,
neonatus sepsis dengan neutropenia memiliki risiko
untuk meninggal 1.28 kali lebih besar daripada tidak
neutropenia, tetapi peningkatan risiko tersebut secara
statistik tidak signifikan (HR= 1.28; CI95 % 0.55
hingga 2.94; p= 0.568). Hal yang serupa terlihat
pada hubungan BBLR dengan kematian. Neonatus
sepsis dengan BBLR <2500gram memiliki risiko
meninggal 1.88 kali lebih besar daripada berat lahir
42

Sepsis pada neonatus merupakan infeksi yang bersifat


invasif dengan ditandai ditemukannya bakteri dalam
cairan tubuh. Sepsis masih menjadi masalah yang
belum dapat terselesaikan, dikarenakan sepsis
seringkali menimbulkan kematian (Aminullah,
2008).
Penyebab kematian pada neonatus di negara
berkembang yaitu penyakit infeksi (42 %), asfiksia
dan trauma lahir (29 %), kurang bulan dan BBLR
(10 %), kelainan bawaan (14 %) dan sebab lain (4
%). Kematian neonatus merupakan komponen utama
kematian bayi, yaitu angka yang dipakai sebagai
indikator kemajuan di suatu negara (Data sistem
Kesehatan Nasional) (Kosim, 2010).
Pada penelitian ini subjek yang diambil adalah
neonatus yang terdiagnosis sepsis. Pemilihan subjek
berdasarkan klinis ditemukan adanya tanda-tanda
sepsis disertai dengan hasil pemeriksaan kultur darah

EVI ROKHAYATI/ HUBUNGAN ANTARA NEUTROPENIA DAN MORTALITAS

yang positif atau adanya peningkatan kadar CRP,


kemudian dilakukan pemeriksaan hitung jenis
neutrofil untuk mengetahui adanya neutropenia atau
tidak.
Tabel 3 menunjukkan bahwa kematian pada
kelompok neonatus dengan neutropenia (40.90%)
lebih banyak dibandingkan tanpa neutropenia
(22.00%). Keseluruhan angka kematian karena sepsis pada neonatus sebesar 32.93% di RS Dr.
Moewardi Surakarta. Data hasil penelitiaan ini
menunjukkan perlunya penatalaksanaan sepsis yang
lebih cepat dan tepat, misalnya dengan pemberian
antibiotik yang optimal sesuai dengan pola kuman
dan pencegahan infeksi nosocomial, untuk
menurunkan angka kematian tersebut
Jumlah leukosit neonatus, indeks neutrofil, laju
endapan darah, secara tunggal atau gabungan dengan
uji lain dapat dipakai sebagai alat diagnostik sepsis
neonatal. Jumlah total neutrofil lebih sensitif
daripada jumlah total leukosit dalam mendiagnosis
sepsis neonatal. Derajat neutropenia untuk
memprediksi sepsis neonatal sesuai dengan umur.
Adanya neutropenia merupakan indikator sepsis neonatal yang lebih baik dibandingkan dengan
neutrofilia (Zulfikri, 2004).
Penurunan jumlah neutrofil dapat terjadi pada
neonatus yang menderita sepsis. Neutropenia tersebut
dapat terjadi akibat disfungsi sistem hematologi,
sehingga terjadi gangguan pada sumsum tulang
dalam memproduksi neutrofil, yang akan
menyebabkan ketidakseimbangan ekstravasasi dan
produksi (Funke, 2000; Aird, 2003).
Pada Tabel 3 berdasarkan distribusi silang
dengan perhitungan kasar, tidak terlihat adanya
kecenderungan yang jelas mengenai hubungan antara
neutrofil dengan kematian. Secara umum baik
neonatus sepsis dengan neutropenia maupun tidak
neutropenia kebanyakan hidup. Namun apabila
dilihat berdasarkan kematian, memang terlihat
bahwa pasien yang mati kebanyakan mengalami neutropenia, sedangkan pasien yang hidup kebanyakan
tidak mengalami neutropenia.
OR sebesar 2.46 dalam analisis bivariat
menunjukkan bahwa neonatus sepsis dengan neutropenia memiliki risiko kematian 2.46 kali lebih besar
dibandingkan pasien yang tidak neutropenia.
Penghitungan kasar tersebut memperlihatkan

kemiripan dengan hasil penelitian sebelumnya yang


meneliti risiko kematian pada semua pasien yang
mengalami neutropenia tanpa melihat diagnosis
pasien. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
neutropenia dapat menyebabkan risiko kematian
neonatus sebesar 2.93 kali dibandingkan neonatus
yang tidak neutropenia (Raharjan dan Paramita,
2010). Tetapi estimasi hubungan tersebut tidak valid,
karena tidak mengontrol pengaruh faktor perancu
yang penting, misalnya prematuritas dan BBLR.
Hasil analisis multivariat dengan regresi Cox
menujukkan bahwa hubungan antara neutropenia
dan kematiaan neonatus sepsis lemah dan secara
statistik tidak signifikan. Neonatus dengan neutropenia memiliki risiko untuk meninggal 1.28 kali
lebih besar daripada tidak neutropenia (HR = 1.28;
CI 95 % 0.55 hingga 2.94; p = 0.568). Artinya,
neutropenia bukan merupakan prediktor yang bisa
diandalkan untuk memprediksi kematian neonatus
dengan sepsis.
Menurut Wilar (2010), berat badan lahir rendah
(pertumbuhan janin terhambat) dan prematuritas
merupakan faktor prediktor angka kejadian mortalitas
pada neonatus dengan sepsis neonatorum. Hasil
analisis dari penelitian ini menunjukkan terdapat
hubungan yang lemah antara kematian neonatus sepsis dan BBLR dan secara statistik tidak signifikan
(HR= 1.88; CI 95 % 0.63 hingga 5.56; p = 0.257).
Artinya, BBLR bukan merupakan prediktor yang bisa
diandalkan untuk memprediksi kematian neonatus
dengan sepsis.
Penelitian ini mendukung hipotesis bahwa
terdapat hubungan antara kematian neonatus sepsis
dan prematuritas (Wiar, 2010). Hasil analisis
menemukan terdapat hubungan yang kuat dan secara
statistik signifikan antara prematuritas (<37 minggu)
dan kematian pada neonatus sepsis (HR= 3.12; CI95
% 1.07 hingga 9.68; p= 0.037). Artinya,
prematuritas merupakan prediktor yang kuat (HR?
3.00) dan dapat diandalkan (p<0.05) untuk
memprediksi kematian neonatus dengan sepsis.
Menurut Wilar (2010), usia gestasi
berhubungan dengan angka kejadian mortalitas pada
sepsis neonatorum, disebabkan karena defisiensi imun
pada prematuritas atau karena lamanya waktu
perawatan rumah sakit bayi prematur sehingga
meningkatkan risiko infeksi nosocomial. Bayi kurang

43

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011

bulan (prematur) sering mempunyai masalah antara


lain ketidakstabilan suhu, kesulitan pernafasan,
kelainan gastrointestinal dan nutrisi, imaturitas hati,
imaturitas ginjal, imaturitas imunologis, kelainan
neurologis, kelainan kardiovaskular, kelainan
hematologis dan gangguan metabolisme (Damanik,
2008). Semua faktor tersebut dapat memberikan
kontribusi terjadinya risiko kematian pada bayi
prematur.
Kelebihan penelitian ini validitas kesimpulan
estimasi dengan cara menggunakan analisis
multivariat, yakni model regresi Cox, dalam
mengestimasi kekuatan hubungan antara neutropenia dan kematian pada neonatus dengan sepsis,
dengan mengontrol pengaruh faktor perancu
potensial (potential confounding factor), yaitu
prematuritas dan BBLR. Sepengetahuan penulis
tidak ada penelitian serupa sebelumnya yang
menggunakan teknik analisis multivariat untuk
mengontrol pengaruh faktor perancu.
Akan lebih baik apabila di masa mendatang
dilakukan penelitian dengan mengontrol lebih
banyak faktor perancu penting, misalnya faktor risiko
dari ibu yang dapat menimbulkan infeksi pada
neonatus. Di samping itu perlu dilakukan penelitian
dengan jumlah subjek yang lebih besar lagi untuk
mendapatkan hasil estimasi yang secara statistik
signifikan.
Penelitian ini menyimpulkan terdapat
hubungan yang lemah antara kematian neonatus sepsis dan neutropenia maupun berat badan lahir
rendah. Implikasi klinis dari penelitian ini, baik neutropenia maupun BBLR tidak dapat digunakan
sebagai prediktor yang bisa diandalkan untuk
kematian neonatus dengan sepsis. Tetapi hasil analisis
penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan
yang kuat dan secara statistik signifikan antara
prematuritas (<37 minggu) dan kematian pada
neonatus sepsis. Prematuritas merupakan prediktor
yang kuat dan dapat diandalkan untuk memprediksi
kematian neonatus dengan sepsis (HR = 3.12; CI
95% 1.07 hingga 9.68; p=0.037).

44

DAFTAR PUSTAKA
Aird WC (2003). The hematologic system as a marker
of organ dysfunction in sepsis. Mayo Clin Proc,
78: 869 81.
Aminullah A (2008). Sepsis pada bayi baru lahir,
dalam Sholeh K, Ari Y, Rizalya D, Gatot IS, Ali
U. Buku ajar Neonatologi. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. hal. 170-87.
Chiesa C, Panero A, Osborn JF, Simonetti AF, Pacificu
L (2004). Diagnosis of neonatal sepsis : A clinical
and laboratory challenge. Clinical Chemistry, 50
(2): 279 87.
Damanik SM (2008). Klasifikasi bayi menurut berat
lahir dan masa gestasi. Dalam Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A,
penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi
pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia. hal. 1130.
Funke A (2000). Frequency, natural course, and
outcome of neonatal neutropenia. Pediatrics,
106: 45 51.
Kosim MS, Rini AE, Suromo L (2010). Faktor risiko
air ketuban keruh terhadap kejadian sepsis
awitan dini pada bayi baru lahir. Sari Pediatri,
12(3): 135-41.
Rahardjani KB, Paramita OD (2010). Association
between neutropenia and mortality rate in
neonatal intensive care unit (NICU). Paediatr
Indonesia, 50(2) Supplement: 208.
Remick DG (2007). Biological perspective,
pathophysiology of sepsis. The American Journal
of Pathology, 170(5).
Wilar R, Antolis Y, Tatura SNN, Gunawan S. 2010.
Jumlah trombosit dan mean platelet volume
sebagai faktor prognosis pada sepsis neonatorum.
Sari Pediatri, 12 (1): 53-7.
Zulfikri (2004). Diagnosis sepsis neonatal. Sari
Pediatri, 6(2): 81-4.

You might also like