You are on page 1of 16

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOLOGI SEL

ANALISA PROFIL HEAT-ACID STABLE PROTEINS PADA SERUM


MENGGUNAKAN SDS-PAGE

Tanngal
Nama
NIM
Kelompok
PJ ASISTEN

: 26 November 2014
: Alvita Khoridatul Bahiya
: 135090107111011
:5
: Regina Putri

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN, KULTUR JARINGAN, DAN


MIKROTEHNIK
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Dasar Teori
Asam amino jika bergabung dengan ikatan kovalen dan ikatan peptida maka
akan menjadi protein. Ikatan peptida adalah ikatan amida yang dibentuk antara
ikatan asam karboksilat asam amino yang satu dengan gugus amina asam amino
yang lain. Setiap asam amino mengandung paling tidak satu gugus amina dan satu
gugus asam karboksilat. Dan juga mungkin dapat terjadi ikatan peptida antara
gugus asam karboksilat valin dengan gugus amina glisin sehinga akan
menghasilkan valilglisin. Sedangkan protein dapat terbentuk dari ratusan asam
amino yang berhubungan dengan ikatan peptida untuk membentuk sebuah rantai
peptida. Ikatan peptida yang mengikat asam-asam amino dalam molekul protein
disebut dengan ikatan primer, dimana terdapat satu gugusan asam amino bebas
pada ujung yang satu dan satu gugusan karboksil pada ujung yang lain (Lis,2001).
Protein memiliki sifat yang berbeda-beda tergantung dengan jumlah dan jenis
asam amino yang membentuk molekul protein tersebut. Dan juga tergantung pula
dengan struktur dan urutan asam amino yang terdapat dalam rantai molekul protein.
Berdasarkan dengan besarnya molekul protein maka protein dalam air tidak
berbentuk larutan murni, melainkan merupakan suatu dispersi koloidal molekul
protein tidak dapat melalui membran semipermiabel, tetapi protein dapat
menimbulkan tekanan osmosa, yaitu dapat menimbulkan suatu potensial pada
membran semipermiabel (Winarno,2007).
Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama,
sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif apabila
ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai titik isolistrik
yang berbeda-beda. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif,
sedangkan di bawah titik isolistrik, protein bermuatan positif. Titik isolistrik pada
albumin adalah pada pH 4,55-4,90 (Khopkar,2007).
Denaturasi merupakan suatu proses dimana ikatan-ikatan terpecah-pecah
sepeti pada ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya
lipatan molekul protein. Denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya
perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul.
Denaturasi pada protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi
pada struktur sekunder dan tersier protein. Denaturasi yang umum ditemui adalah
proses presipitasi dan koagulasi protein. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat
panas dan alkohol. Redenaturasi adalah denaturasi protein yang berlangsung
secara reveresibel (Girinda,2000).
Analisa profil pita protein serum menggunakan metode SDS-PAGE. Terdapat
tiga tahapan yakni preparasi sampel, pembuatan gel (stacking gel dan separating
gel) dan running gel. Sampel serum debanyak 15 l ditambah dengan 15 l RSB
(reducing sample buffer) didenaturasi pada air dengan suhu 100oC selama 5 menit.
Sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumuran masing-masing dengan jumlah
yang sama. Running dilakukan pada tegangan arus listrik sebesar 30 mA dan 130 V

selama 1-2 jam. Proses running dihentikan jika warna penanda (tracking dye)
berada pada kurang lebih 0,5 cm dari batas bawah casting gel. Gel kemudian
dipindahkan pada wadah dan dituangi dengan pewarna (staining) selama 30-60
menit sambil digoyang. Gel kemudian direndam dalam larutan destaining selama 30
menit. Gel didokumentasi menggunakan scanner (Fatchiyah, dkk, 2012).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk menganalisa adanya heatacid stable protein pada serum menggunakan SDS-PAGE.

BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum kali ini yang berjudul Analisa Profil Heat-Acid Stable Pada Serum
Menggunakan SDS-PAGE di lakukan pada hari selasa tanggal 26 November
2014 yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Kultur jaringan,dan
mikrotehnik,. Jurusan Biologi,. Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijay,. Malang.
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tabung eppendorf,
mikropipet dan tip, water bath, electrophoresis aparatus, dan refrigerated centrifuge.
Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikumkali ini meliputi serum, asam
asetat 0,2M, reducing sampel bufer (RSB), phosphat buffer pH 7,4, kertas lakmus,
reagen-reagen untuk SDS-PAGE, coomise staining dan destening.
2.3 Cara Kerja
Disiapkan Electrophoresis apparatus, kemudian disiapkan 5 buah tabung
eppendorf dan label dengan angka 1,2,3, dan 4. Diambil serum sebanyak 10 l dan
dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf 1 dan ditambahkan 20 l phosphat dan 30
l RSB. Diambil serum sebanyak 1000 l menggunakan mikropipet dan
dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 2, kemudian dimasukkan dalam water bath
suhu 100C selama 5 menit. Sentrifus tabung eppendorf 2 pada 27.000 g selama
15 menit. Diambil 30 l supernatan dan dipindahkan ke tabung eppendorf 3,
kemudian tambahkan 30 l RSB. Ditambahkan 30 ml phosphat bufer ke dalam
tabung eppendorf 2 dan homogenkan dengan cara pipeting. Diatur pada pH
(digunakan kertas lakmus) menggunakan 200 l asam asetat 0,2 M, diinkubasi
pada suhu ruang selama 30 menit. Disentrifus tabung eppendorf 2 pada 27.000 g
selama 15 menit. Diambil 30 l supernatan dan dipindahkan ke dalam tabung
eppendorf 4 dan ditambahkan 30 l RSB. Dimasukkan tabung eppendorf 1,2,3 dan
4 ke dalam water bath 100 selama 5 menit. Diaplikasikan 20 l ke dalam semuran
gel elektroforesis. Sesudah gel diwarnai dengan coomassie, diamati posisi atau pita
(band) protein yang berbentuk dan dibandingkan dengan kontrol (sebelum
perlakuan panas dan asam pada tabung eppendorf 1).

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Analisa Prosedur
Serum yang digunakan pada praktikum ini adalah serum manusia (human)
dan serum rat (tikus). Prosedur pertama yang dilakukan yaitu Menyiapkan 5 tabung
reaksi sebagai tempat larutan, setelah itu serum diambil sebanyak 10 l dan
dimasukkan tabung eppendorf 1 ditambahkan 20 l pohosphat bufer dan 30 l
RSB untuk mempertahankan stabilitas protein, setelah protein telarutkan serum
diambil 50 l dimasukkan ke tabung 2 dan dimasukkan water bath 100C selama 5
menit untuk menguji protein terhadap ketahanan suhu tinggi. Kemudian tabung 2
disentrifugasi 13.000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan protein yang stabil
dan yang telah terdenaturasi atau untuk memisahkan protein yang tahan panas dan
tidak tahan panas. Supernatan 30 l dipindah ke tabung 3 ditambah 30 l RSB
untuk mempertahankan stabilitas protein yang stabil. Ditambah 30 l phosphat
bufer ke tabung 2 dan di pipeting untuk menstabilkan pH protein dan
menghomogenkan. Diatur pada pH 5 menggunakan 200 l asam asetat 0,2 M
diinkubasi di suhu ruang selama 30 menit, hal ini bertujuan untuk mengkondisikan
larutan pada kondisi asam dan menfasilitasi terjadinya reaksi optimal pada suhu
ruang, setelah diperoleh protein tahan panas dengan asam dan tahan panas tidak
tahan asam, tabung 2 disentrifugasi pada 27.000 g selama 15 menit untuk
memisahkan protein yang terdenaturasi dan yang stabil. Dihasilkan supernatan
dengan protein tahan panas dan asam dan pelet dengan protein tahan panas dan
tidak tahan asam. 30 l supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung 4 kemudain
ditambah 30 l RSB untuk mempertahankan stabilitas protein yang stabil, diperoleh
protein yang tahan panas dan asam stabil. Tabung 1,3 dan 4 dimasukkan water
bath 100 C selama 5 menit untuk mengkondisikan protein dalam suhu yang tinggi.
20 l diaplikasikan ke dalam sumuran gel elektroforesis untuk mewarnai gel dengan
comassie, setelah comassie mewarnai gel, posisi atau pita protein yang terbentuk
diamati dan dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Prinsip yang digunakan pada
elektroforesis yaitu memisahkan protein berdasarkan berat molekul dengan
menggunakan matriks penyangga akrilamid. Protein terseparasi dalam medan listrik
dilanjutkan dengan pewarnaan, penghilangan warna dan pembilasan gel.
Pembacaan berat molekul dapat dilakukan dengan melihat pita yang terbentuk oleh
marker.

Gambar 1. Elektroforesis vertikal untuk analisis protein (Singgih, 2014).


Elektroforesis adalah suatu proses migrasi molekul bermuatan di dalam
suatu media yang bermuatan listrik, dimana kecepatan migrasinya tergantung pada
muatan, ukuran dan bentuk setiap molekul yang terlibat. Pada saat arus listrik
dibiarkan, molekul bermigrasi melalui media (biasanya berupa gel), molekul yang
kecil akan bermigrasi lebih cepat daripada yang besar, sehingga akan terjadi
pemisahan (Singgih, 2014).
Analisa profil pita protein serum menggunakan metode SDS-PAGE. Terdapat
tiga tahapan yakni preparasi sampel, pembuatan gel (stacking gel dan separating
gel) dan running gel. Sampel serum debanyak 15 l ditambah dengan 15 l RSB
(reducing sample buffer) didenaturasi pada air dengan suhu 100oC selama 5 menit.
Sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumuran masing-masing dengan jumlah
yang sama. Running dilakukan pada tegangan arus listrik sebesar 30 mA dan 130 V
selama 1-2 jam. Proses running dihentikan jika warna penanda (tracking dye)
berada pada kurang lebih 0,5 cm dari batas bawah casting gel (Fatchiyah, dkk,
2012). Gel kemudian dipindahkan pada wadah dan dituangi dengan pewarna
(staining) selama 30-60 menit sambil digoyang. Gel kemudian direndam dalam
larutan destaining selama 30 menit. Gel didokumentasi menggunakan scanner
(Fatchiyah, dkk, 2012).

3.2. Analisa Hasil


3.2.1. Hasil Pengamatan
Setelah melakukan praktikum didapatkan hasil pengamatan pada sampel
sebagai berikut:

Gambar 2. Hasil Pengamatan SDS-Page Protein


Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan. Dari perlakuan H1
diperoleh beberapa protein dengan berat molekul 15 kDa, 17 kDa, 25 kDa, 76 kDa
dan 99 kDa. Untuk perlakuan H3 diperoleh beberapa protein dengan berat molekul
15 kDa, 17 kDa, 25 kDa, 76 kDa, 80 kDa, 95 kDa dan 125 kDa. Pada perlakuan
H4s diperoleh hanya 2 protein dengan berat molekul 85 kDa dan 95 kDa. Pada
perlakuan H4p ditemukan beberapa protein dengan berat molekul 25 kDa, 85 kDa,
100 kDa, dan 125 kDa. Sedangkan untuk perlakuan R1 diperoleh protein dengan
berat molekul 25 kDa dan 95 kDa, untuk pelakuan R3 diperoleh protein dengan
berat molekul sebesar 25 kDa, 65 kDa, 80 kDa, 95 kDa, dan 100 kDa. Pada
perlakuan R4s diperoleh protein dengan berat molekul 80 kDa, dan 95 kDa, lalu
pada perlakuan R4p ditemukan protein dengan berat molekul 17 kDa, 25 kDa, 76
kDa, 85 kDa, dan 95 kDa. Pada perlakuan M tidak terlihat adanya pita protein, yang
mana hal ini ditunjukkan dengan adanya band band biru yang nampak usai
pewarnaan dengan menggunakan CBB.

Gambar 3. SDS-Page Protein pada manusia (Abcam,2014).


SDS (sodium dodecyl sulfat) merupakan detergen anionik, yang apabila
dilarutkan molekulnya memiliki muatan negatif dalam range pH yang luas. Fungsi
utama SDS pada metode SDS-PAGE (SDS-Polyacrylamide gel electrophoresis)
yaitu untuk memberikan muatan negatif pada protein yang akan dianalisis, selain itu
SDS dapat mendenaturasi protein, mempermudah menyamakan kondisi, dan
menyederhanakan protein (bentuk, ukuran, dan muatan). Muatan negatif SDS akan
menghancurkan sebagian stuktur kompleks protein dan secara kuat tertarik ke arah
anoda bila ditempatkan pada suatu medan listrik (Anam,2009).
Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)
adalah suatu teknik pemisahan molekul-molekul protein berdasarkan perbedaan
berat masing-masing. Prinsip dari SDS PAGE adalah dengan memanfaatkan
perbedaan kemampuan migrasi masing-masing molekul protein. Kemampuan
migrasi tiap molekul akan berbeda disebabkan perbedaan berat molekul protein
(Davis,2004: Campbell,2002). Terdapat perbedaan metode elektroforesis dengan
mtode SDS- PAGE. Elektroforesis menggunakan gel agarosa sebagai medium.
SDS-PAGE menggunakan gel berupa gel poliakrilamid. Sifat dari gel agarosa nontoxic sementara pada gel poliakrilamid adalah neurotoxic atau bersifat racun syaraf.
Gel agarosa memiliki pori yang lebih besar daripada gel poliakrilamid. Selain gel,
komponen yang digunakan dalam metode SDS-PAGE dan elektroforesis juga
berbeda. Komponen yang digunakan dalam SDS-PAGE antara lain adalah SDS
(Sodium Dodecyl Sulfate) dan gel poliakrilamid (Seidman & Moore 2000).
Elektroforesis gel merupakan elektroforesis yang menggunakan gel sebagai
fasediam untuk memisahkan molekul-molekul seperti DNA dan protein menjadi pitapita yang masing-masing terdiri atas molekul-molekul dengan panjang yang sama.
Elektroforesis gel merupakan teknik memisahkan suatu makromolekul dengan cara
memberi gaya pada makromolekul tersebut untuk melewati medium berisi gel yang
dibantu dengan tenaga listrik. Elektroforesis gel memisahkan berdasarkan laju

perpindahannya melewati suatu gel di bawah pengaruh medan listrik. Media atau
gel yang dapat digunakan yaitu agarose gel (elektroforesis DNA) dan poliakrilamid
gel (elektroforesis protein). Laju pergerakan molekul dipengaruhi oleh ukuran
molekul, konsentrasi gel, bentuk molekul, densitas muatan, pori-pori gel, voltase,
dan larutan buffer elektroforesis (Martin, 2006).
Protein dengan berat molekul 151,4 kDa diduga sebagai heat shock protein.
Heat shock protein merupakan protein yang disintesis untuk melindungi sel dari
kerusakan. Menurut Park dkk., (2003) heat shock protein dengan berat 151,4 kDa
merupakan oxygen-regulated protein 150 (ORP-150), protein ini memiliki berat
molekul berkisar antara 150-170 kDa jika dianalisa dengan menggunakan SDSPAGE. Oxygen-regulated protein 150 (ORP-150) dikenal juga sebagai glucoseregulated protein (GRP170) dan Hyou1 yang merupakan anggota dari family protein
heat shock 70 yang pembentukannya di retikulo endoplasma dan mitokondria. Heat
shock protein adalah suatu protein yang dihasilkan karena adanya heat shock
response. Heat shock respon berfungsi sebagai tanggapan sel terhadap gangguan
yang bersifat fisiologik dan gangguan yang berasal dari lingkungan (Snoeck dkk.,
2011).
Pola pita protein sel mikrobia pada Poly Acrilamid Gel Eelectrophoresis
(PAGE) bersifat spesifik dan reprodusibel. Protein didenaturasi dengan
menggunakan panas atau deterjen, dan untuk menghasilkan subunit polipeptida
yang kemudian dapat dipisahkan dalam elektroforesis berdasarkan berat
molekulnya. Agar diperoleh hasil yang maksimal, maka kultur bakteri yang akan
dianalisis ditumbuhkan terlebih dahulu dalam medium kaya dan dilakukan
pemanenan sel pada akhir fase eksponensial atau awal fase stasioner (Laemli,200).
Pita-pita bisa terbentuk atau nampak disebabkan karena adanya sejumlah partikel
sampel yang tersangkut pada titik-titik tertentu dalam gel akibat adanya muatan
listrik pada sampel yang bergerak menuju katoda. Partikel yang memiliki berat
molekul sama akan terakumulasi di titik yang sama, sehingga membentuk beberapa
pita dengan panjang berbeda yang terpisah berdasarkan berat molekulnya
(Hames,2004).
Ketebalan pita yag berbeda tidak menunjukkan adanya berat molekul protein
yang berbeda tetapi jumlah protein yang termigrasi yang berbeda
kandungan/kuantitas proteinny, pita yang terbentuk dari pita protein menunjukkan
konsentrasi atau banyaknya protein yang memiliki berat molekul sama yang berada
pada posisi pita yang sama. Semakin tinggi konsentrasi sampel semakin tebal pita
yang terbentuk. Hal ini sejalan dengan prinsip pergerakan molekul bermuatan,yakni
molekul bermuatan dapat bergerak bebas di bawah pengaruh medan listrik, molekul
dengan muatan dan ukuran yang sama akan terakumulasi pada zona atau pita yang
sama atau berdekatan (Supriyadi, 2006).
Protein-protein tersebut dapat terpisah karena adanya proses separasi pada
protein memisahkan molekul-molekul protein menjadi pita-pita yang masing-masing
terdiri atas molekul protein dengan panjang yang sama. Protein dapat terpisah
dengan cara memberi gaya pada protein tersebut untuk melewati medium berisi gel
(poliakrilamid) yang dibantu dengan adanya listrik. Protein yang bermuatan listrik

ditempatkan pada medium berisi tenaga listrik. Molekul-molekul dari protein akan
bermigrasi menuju kutub positif atau kutub negatif berdasarkan muatan yang
terkandung di dalamnya. Pemisahan molekul protein berdasarkan pada tingkat
migrasi dan berat molekulnya dalam sebuah medan listrik (Wibowo,2010).
Cara mengidentifikasi jenis protein yang membentuk pita pada gel
elektroforesis yaitu dengan membandingkan posisi pita sampel dengan pita pada
jalur marker/standar yang telah diketahui berat molekulnya. Marker atau penanda
merupakan campuran molekul dengan ukuran berbeda-beda yang dapat digunakan
untuk menentukan ukuran molekul dalam pita sampel dengan meng-elektroforesis
marka tersebut pada lajur di gel yang paralel dengan sampel. Pita-pita pada lajur
marka tersebut dapat dibandingkan dengan pita sampel untuk menentukan
ukurannya. Jarak pita dari sumur gel berbanding terbalik terhadap logaritma ukuran
molekul (Martin,2006).
Metode SDS-PAGE telah dibuktikan mampu membedakan sejumlah besar
strain bakteri karena memiliki tingkat resolusi diskriminatif sampai level spesies dan
subspesies atau antar strain dalam satu spesies. Metode ini juga terbukti memiliki
kesesuaian dengan metode hibridisasi DNA-DNA. Nilai similaritas yang diperoleh
dari SDS-PAGE cenderung sama dengan nilai similaritas hasil hibridisasi DNA
sebesar 70 % (Towne & Cockayne,2005; Vandamme, 2006).

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa pada serum manusia (human) dan rat (tikus) didapatkan beberapa protein
dengan berat molekul seperti pada perlakuan H1 diperoleh beberapa protein
dengan berat molekul 15 kDa, 17 kDa, 25 kDa, 76 kDa dan 99 kDa. Untuk
perlakuan H3 diperoleh beberapa protein dengan berat molekul 15 kDa, 17 kDa, 25
kDa, 76 kDa, 80 kDa, 95 kDa dan 125 kDa. Pada perlakuan H4s diperoleh hanya 2
protein dengan berat molekul 85 kDa dan 95 kDa. Pada perlakuan H4p ditemukan
beberapa protein dengan berat molekul 25 kDa, 85 kDa, 100 kDa, dan 125 kDa.
Sedangkan untuk perlakuan R1 diperoleh protein dengan berat molekul 25 kDa dan
95 kDa, untuk pelakuan R3 diperoleh protein dengan berat molekul sebesar 25 kDa,
65 kDa, 80 kDa, 95 kDa, dan 100 kDa. Pada perlakuan R4s diperoleh protein
dengan berat molekul 80 kDa, dan 95 kDa, lalu pada perlakuan R4p ditemukan
protein dengan berat molekul 17 kDa, 25 kDa, 76 kDa, 85 kDa, dan 95 kDa.
4.2. Saran
Praktikum selanjutnya diharapkan agar praktikan lebih tertib lagi dalam
melaksanakan praktikum dan sebaiknya saat melakukan peraktikum atau
pengamatan dilakukan oleh semua praktikan agar semua praktikan dapat mengerti
tujuan dari praktikum tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil .A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2002. Biologi. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Davis, L., M. Kuehl, & J. Battey. 2004. Basic methods: Molecular biology. 2nd ed.
Appleton & Lang. Norwola.
Fatchiyah,. S. Widyarti, E. L. Arumningtyas., dan S. Permana. 2012. Buku Praktikum
Teknik Analisis Biologi Molekuler. Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas
Brawijaya.
Girinda, A. 2000. Biochemistry. Printia Hall. New York.
Khopkar S. 2007.Konsep Dasar Biokimia. Universitas Indonesia. Jakarta.
Lis Sopya,M.eng. Malcom P. Steven. 2001. Kimia Polimer. Erlangga. Jakarta.
Laemmli UK. 2000. Cleavage of Structural Proteins During the Assembly of The Head of
Bacteriophage T4. Nature.362-368.
Martin, R. 2006. Gel Electroforesis: Nucleid Acids . Oxford: Bros Scientific Publishers
Ltd.
Park, J., D. P. Easton., X. Chen., I. J. MacDonald., X. Y. Wang., and J. R. Subjeck.
2003. The Chaperoning Properties of Mouse grp170 , A Member of The Third
Family of hsp70 Related Proteins. Biochemistry 42: 14893-14902.
Seidman, L.A. & C.J. Moore. 2000. Basic laboratory for biotechnology: Textbook and
Laboratory Reference. Prentice Hall, Inc., New Jersey.
Singgih, Marlia, W.2014. Elektroforesis. School Of Pharmacy ITB pdf. Diakses tanggal
25 November 2014.
Snoeck, L. H. E. H., R. N. Cornelussen., Van Nieuwenhoven, R. S. Reneman., and Van
der Vusse. 2001. Heat Shock Protein and Cardiovascular Pathophysiology.
Physiological Rev ; 81(4): 1461-85.
Supriyadi. 2006. Keanekaragaman Genetik Populasi Wereng Hijau, Nephotettix
virescens Asal Wilayah Endemi dan Nonendemi Virus Tungro Padi. Disertasi.
Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Towner KJ, & Cockayne A, 2005. Molecular Methods for Microbial Identification and
Typing. Chapman & Hall. London.
Vandamme P, Pot B, Gillis M, De Vos P, Kersters K, & Swings J, 2006. Polyphasic
Taxonomy, a Concensus Approach to Bacterial Systematics. Microbiology
Review. 60:407-438.
Winarno, F.G. 2007. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

LAMPIRAN

You might also like