Professional Documents
Culture Documents
Adegan I
Setting, sebuah ruang keluarga. Meja kursi dan perabot lainnya menunjukkan bahwa pemiliknya adalah
orang berada. Lampu fade in. Seorang BAPAK duduk di kursi sambil membaca Koran. Tiba-tiba keluar
Sisi dari dalam kamar sambil berusaha menahan muntah. Begitu ibunya keluar, Sisi langsung berlari ke
kamar mandi, muntah-muntah. Lalu keluar dokter dari dalam kamar Sisi menemui BAPAK.
Bapak
: silahkan diminum dulu, Dok. Bagaimana Dok keadaan anak saya? Sakit apa
dia?
Dokter
Bapak
Dokter
: Oh, Itu wajar Pak. Biasa. Karena dalam triwulan pertama akan terasa mualmual.
Bapak
Dokter
: Begini Pak. Dalam bulan-bulan pertama ini, dia akan sering merasa mual. Jadi
bapak tidak perlu khawatir kalau bulan-bulan ini dia sering muntah-muntah.
Nanti bulan-bulan berikutnya, ya sekitar bulan kelima atau keenam, rasa mualnya
akan hilang kok.
Bapak
Dokter
Bapak
Dokter
: Betul Pak.
Bapak
Dokter
: kok inalillahi? Kan sebentar lagi jadi kakek. Oh iya Pak, sepertinya kandungan
puteri bapak lemah, jadi harus banyak istirahat. Jangan sampai kelelahan, apalagi
banyak pikiran. Nanti bisa keguguran. Ini Pak.. Ini saya beri vitamin.
Bapak
Dokter
Bapak
: (seakan tersadar) oh iya, iya. Terima kasih, Dok. Nanti saya transfer seperti
biasanya.
(dokter keluar ruangan. Saat BAPAK akan duduk, Sisi keluar dari kamar mandi dan langsung menuju
kamar. Namun sebelum masuk kamar sudah dipanggil BAPAK.)
Bapak
Ibu
Bapak
(SISI duduk)
Bapak
Ibu
Bapak
Ibu
: Pi!
Bapak
Ibu
Bapak
ibu
bapak
ibu
Bapak
Ibu
: sudahLAH pi. Kita bicarakan ini besok saja. Biarkan dia istirahat. Sudah nak.
Kamu tidur istirahat saja dulu.
Bapak
: Kamu juga mi, tidak bisa mendidik anak, anak salah masih dibela. Kamu kan
lebih banyak di rumah, lebih banyak bersama anak ini, kok ya bisa-bisanya
sampai kecolongan!
Ibu
Bapak
Ibu
Bapak
Ibu
Bapak
: Sibuk apa? Arisan, piknik, sibuk kesana kemari dengan kelompok arisanmu itu.
Atau jangan-jangan arisan cuma alasan.
Ibu
: maksud papi?
Bapak
: arisan cuma alasan agar kamu bisa keluar dengan pacar lamamu kan?
Ibu
: jangan sembarangan ya. Aku arisan ya arisan. Papi sendiri? Setiap hari pulang
malam. Kencan dengan sekretarismu itu kan?
Bapak
Ibu
Bapak
: aku meeting
Ibu
Bapak
: sudahlah. Lihat anak mu ini, hamil! Harusnya kamu yang sering di rumah bisa
mengaawasi anak.
Ibu
Bapak
: Bagaimana apanya?
sisi
Bapak
: sisi!
Ibu
: lihat. Itu Gara-gara papi. bisanya Cuma marah-marah. Ini salah, itu salah.
Bapak
Ibu
: sisi!
Bapak
Ibu
: jangan maunya sendiri. Papi juga punya tanggung jawab. Cepat kejar dia.
Bapak
Ibu
Bapak
: perempuan dulu.
Ibu
: laki-laki dulu.
Bapak
:perempuan.
Ibu
: laki-laki.
Bapak
: perempuan.
Ibu
Adegan II
Sebuah taman. Dua orang pelacur duduk-duduk sambil ngrumpi. Lampu fade in.
Mince
: Mbak, akhir-akhir ini orderan kok sepi ya? Harga kebutuhan naik, tapi
pendapatan gak naik-naik. Kayak peribahasa lebih besar anu dari pada anu.
Ratna
: halah, ngomong mu, sok yes. Namanya kehidupan itu seperti roda, kadang di
atas, kadang di bawah. Ada kalanya rejeki lancar, ada kalanya rejeki seret. Lha
kamu kok seenaknya sendiri, mau lancar terus.
Mince
: Ya tapi, waktu rejeki seret kayak gini, harga kebutuhan kayak beras, minyak,
bedak, lipstik, harusnya direm juga donk. Biar imbang.
Ratna
: Karepe dhewe. Jadi orang itu harus belajar nriman, jangan semau-maunya
sendiri.
Mince
: Nrimo ya nrimo, tapi eh mbak, gimana kalo aku nyari kerja sampingan?
Ratna
Mince
: wah, ide bagus itu. Nanti kalau ada langgananku atau langganan sampeyan lupa
gak bawa kondom, beli ke aku saja. Beli lima gratis cium, gimana?
Ratna
Mince
: wah, itu juga bisa. Nanti kondomnya kujual dengan sistem mlm. Sampean
maukan jadi downline ku?
Ratna
: Emoh!
Mince
: mau ya? Temen-temen sampean kan banyak. Mereka pasti juga gak selalu siap
kondom. Mereka nanti sampean jadikan downline, pasti keuntungannya
banyak. Kalau nanti sudah kaya, kita gak perlu menjual diri lagi. Cukup
ongkang-ongkang, uang datang sendiri.
Ratna
: emboh.
Ratna
Preman
: lho, kenapa? Suka-suka donk. Ini kan tempat umum. Eh, minta duit donk.
Mince
: datang-datang minta duit. Klo gaK minta duit, minta jatah, gak bayar lagi.
Preman
Ratna
Preman
: wah ya gak bisa begitu donk. Ini juga kebutuhan hidup, ya seperti kalian yang
butuh bedak dan lipstik setiap hari.
Ratna
: ya beda, bedak sama lipstik itu modal buat cari duit. Kalau itu?
Preman
: lho sama. Lha kalau ga ada ini, aku juga susah cari duit.
Ratna
: Susah bagaimana?
Preman
: kalau gak ada ini, terus ada orang lewat. he, minta uang! mereka malah
ketawa, gak takut. Tapi kalau ada ini hei minta uang pasti mereka mikir kalau
aku preman, langsung diberi daripada kena bogem.
Ratna
: ngawur. Kalo orangnya lari dulu, bagaimana kamu mengejarnya? Kayak gini?
(sambil menirukan gaya orang lari sambil mabok)
Mince
: sudahlah mbakyu, orang usaha kok dilarang. Udah mas, sampean ikut kerja
sama aku aja. Dijamin oke. Dan sampean bisa terus mabok.
Preman
: kerja apa?
Mince
: jualan kondom.
Preman
Mince
:Eits, jangan salah dulu. Sistemnya nanti pake MLM, sampean nanti jadi
downline ku. Terus nanti manfaatkan kemampuan sampean buat cari downline.
Preman
: kemampuan apa?
Mince
: seperti ini. Kalau ada orang lewat jangan minta duit, tapi Hei! Beli kondom
gak? Kamu jadi downline. Harus mau. Kalau gak mau awas! Gimana?
Preman
Ratna
Mince
: kalau sampean gak mau gak usah sinis donk. Namanya juga usaha.
Preman
Mince
: ya sabar donk, kalau aku sudah punya modal buat beli kondom nanti sampean
pasti kukabari.
Ratna
Sisi
: siapa kamu?
Preman
Ratna
Preman
Sisi
Preman
: lho gak tau ya? Kenalkan. Nicholas Supriman. Tapi orang-orang manggil aku
PREMAN.
Preman
Sisi
Preman
: he diam kalian.
Ratna
Preman
: awas ya!
Mince
: eh mas, coba bisnis yang tadi. Siapa tahu mau. Nanti aku cari utangan kalau dia
mau. (Ratna makin keras tertawa)
Preman
: ya udah, begini saja. Aku punya dagangan, eh, maksudku produk. Mau?
Sisi
: apa itu?
Preman
: kondom.
Sisi
: buat apa mas. Sudah terlambat. Sudah jadi kok baru ditawari kondom. Itu masih
ada gak?(sambil menunjuk botol minuman preman)
Preman
Sisi
: sudah buat aku saja. (merogoh saku nya. Mengeluarkan uang lima puluhan) ini,
beli lagi.
Preman
: edan. (melihat uang) wah rejeki nomplok. Cari modal lagi ah..
Mince
Preman
: Gak usah!
Minta
: Minta!
Preman
: Gak Usah!
Mince
Preman
Sisi
: Sisi.
Ratna
Sisi
: (menggelengkan kepala)
Ratna
Sisi
Ratna
Sisi
Ratna
Sisi
: (mengangguk.)
Ratna
: orang tuamu?
Sisi
: sibuk
Ratna
: pacar?
Sisi
Ratna
: sudahlah, gpp. Dulu aku juga begitu waktu SMA. Tapi aku bisa bertahan. Buat
apa ditangisi. Yang sudah terjadi biarlah terjadi.
Sisi
Ratna
: (mengangguk)
Sisi
: terus, kandunganmu?
Ratna
: yah, mau bagaimana lagi. Karena aku takut nanti anakku hidup sengsara
akhirnya kubuang.
Sisi
: maksudnya?
Ratna
Sisi
: sakit?
Ratna
Sisi
Ratna
Sisi
: setelah itu?
Ratna
: yah, karena aku tak punya keahlian, dan perutku butuh makan, apalagi yang
bisa kulakukan selain menjual diri.
Sisi
Ratna
: pulang kemana? Keluargaku terlalu malu punya anak seperti aku. Masih
baNYAK saudaraku yang lebih bisa diatur.
Sisi
Ratna
: Sudahlah, yang berlalu biarlah berlalu. Kalau kamu mau, kamu bisa seperti aku.
Sisi
: menjual diri?
Ratna
: bukan, tapi membuang itu. Jangan menjual diri kalau tidak terpaksa dan tak ada
tempat pulang.(terdiam) Jadi bagaimana?
Sisi
: dimana?
Ratna
: di sini saja.
Sisi
: di sini?
Ratna
: iya, masak ke rumah sakit. Ini, kuberi kamu pil aborsi. Dijamin dalam waktu 24
jam akan hilang janin dalam perutmu. Kamu bawa uang?
Sisi
: Cuma ini.
Ratna
: Sudah, gpp.
Sisi
: Mbak yakin?
Ratna
: mau ga?
Sisi
: iya. Tapi
Ratna
: sudah, cepat minum Anak-anak yang lain juga larinya ke aku kalau sudah
terlanjur jadi.
Sisi
Ratna
Mince
: Banyak mbak. Ni, ada kondom rasa nanas, kondom motif batik rasa gudeg, dll.
PREMAN
Ratna
PREman
Ratna
Preman
Ratna
Mince
Preman
: wah, gawat kamu! Nyawa orang buat mainan. Kalau begini aku gak ikut-ikut.
Ratna
: hei, kamu kan juga mau uangnya. Ayo bawa ke rumah sakit, sebelum terlambat.
Preman
Ratna
Mince
Ratna
Epilog
Setting rumah. Telepon bordering.
Ibu
Ayah
: Apa ?
Ibu
: Sisi, pi
Ayah
Lampu mati.
Tamat
Tentang penulis:
Nama lengkap: Alfanul Ulum Faisal Sahid
Alamat: Jl. Joyo Mulyo 343, Malang
email: auf_sahid@yahoo.co.id