You are on page 1of 24

STATUS MEDIK

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RSAL Dr. MINTOHARDJO
ANAMNESIS ( 21 April 2011)
I.

IDENTITAS
Nama Pasien

: Ny. S

Umur

: 38 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Satus

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat Rumah

: Karet Pasar Baru BRT II No. 26RT 11/05 Jakarta Pusat

No. Rekam Medis : 04.30.75


Masuk RSAL tanggal 21 April 2011
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 21 April 2011, pk 13.30 WIB.
II.

KELUHAN UTAMA
Sakit perut sebelah kanan bawah sejak pagi hari sebelum masuk RS.

III.

KELUHAN TAMBAHAN
-

IV.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien Ny. S, datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan keluhan sakit perut kanan bawah sejak
pagi hari SMRS. 1 hari SMRS sakit perut dirasakan melilit dan terus menerus di sekitar uluhati dan
pusat. Pasien mengeluh tidak nafsu makan dan terasa mual sejak perut terasa sakit, tetapi tidak
sampai muntah. Demam dirasakan sumeng-sumeng. Pagi hari SMRS sakit perut terasa semakin
lama semakin berat terpusat pada perut kanan bawah terutama apabila pasien berjalan dan batuk.
Pasien mengatakan bahwa sakitnya berkurang apabila membungkuk. Pasien belum buang air besar
sejak kemarin. BAB tidak pernah berdarah dan BAB sebelumnya normal tidak bermasalah. Pasien
tidak mempunyai riwayat sakit maag dan sedang tidak mengalami ataupun akan menstruasi.
Haidnya selalu teratur dan tidak pernah merasakan nyeri saat menstruasi. BAK lancar dan tidak ada

nyeri ataupun darah.


IV.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Tidak pernah mengalami trauma atau
operasi di daerah perut. Tidak ada riwayat penyakit maag, darah tinggi, alergi, asam urat, dan
kencing manis. Gangguan menstruasi dan keputihan berlebihan tidak ada
V.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami hal serupa. Ibu pasien menderita kencing manis
dan ayahnya menderita darah tinggi.
VI.

RIWAYAT KEBIASAAN

Pasien jarang berolahraga, jarang makan makanan berserat dan jarang minum air putih. Pasien
memiliki kebiasaan merokok minimal 2 bungkus sehari dan minum alkohol sejak SMA.
VII.

RIWAYAT PENGOBATAN

OS belum mengkonsumsi obat-obatan dan saat ini tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
PEMERIKSAAN FISIK ( 21 April 2011, pk 13.30 WIB)
A.

Status Generalis

Keadaan Umum
- Kesadaran

: Compos Mentis

- Kesan sakit

: Tampak sakit sedang

- Pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), sesak (-)


- Keadaan gizi

: Baik

- Bentuk badan

: Piknikus

Data Antopometri
- Berat badan

: 55 kg

- Tinggi badan

: 158 cm

Tanda Vital
- Frekuensi nadi

: 90 x /m teratur, isi cukup

- Tekanan darah

: 130/70 mmHg

- Frekuensi Napas

: 24x/m, teratur

- Suhu tubuh

: 36 C

Kulit

: kuning langsat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak ada efloresensi yang bermakna,

tidak

ada jaringan parut maupun hipo/hiperpigmentasi.

Kepala

: normocephali, wajah simetris, ekspresif, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak ada
deformitas.

Rambut

: warna hitam, distribusi merata, cukup lebat, dan tidak mudah dicabut.

Mata

: sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, gerak bola mata normal ke segala arah,

refleks

cahaya langsung dan tidak langsung +/+.

Telinga

: normotia, sekret -/-, tidak ada nyeri tekan maupun nyeri tarik.

Hidung

: deviasi septum (-), pernafasan cuping hidung (-), sekret -/-.

Bibir

: simetris, tidak kering, tidak sianosis.

Gigi-geligi

: jumlah lengkap, dan higien baik.

mukosa, lidah : normal, tidak hiperemis, tidak kotor.


Leher

: tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, massa (-), tidak teraba pembesaran
kelenjar tiroid.

Thorax

: Inspeksi
Palpasi

: bentuk dada normal, simetris, ictus cordis tidak terlihat


: gerak dada simetris saat bernafas, vocal fremitus simetris sama kuat,
teraba ictus cordis pada garis midsternalis ICS V, sudut

angulus

subcostae >90.
Perkusi

: hemithorax kanan dan kiri sonor, batas jantung dalam batas normal.

Auskultasi

: suara navas vesikuler, tidak ada ronkhi maupun wheezing, bunyi

jantung

1 dan 2 reguler, tidak terdapat murmur maupun gallop.

Abdomen

: lihat status lokalis

Ekstremitas

: akral hangat di keempat ekstremitas, tidak ada efloresensi bermakna, tidak ada

oedem,

dan dapat bergerak aktif.


B. STATUS LOKALIS REGIO ABDOMEN
Inspeksi

: Abdomen simetris, agak buncit, tidak terdapat jaringan parut, striae (+),
dan tidak ada pelebaran vena.

Auskultasi

: Bising usus (+) normal, arterial bruit (-), venous hum (-)

Palpasi

: Nyeri tekan Mc. Burney (+), defans muskular (-), nyeri lepas (+) di
kuadran kanan bawah, Rovsing sign (-), Blumberg sign (-), tidak teraba
pembesaran hepar, tidak teraba pembesaran lien, tidak teraba massa
abdomen, unduasi (-).

Perkusi

: timpani seluruh abdomen, nyeri ketok titik Mc. Burney (+).

Pemeriksaan khusus seperti Psoas sign (+), Obturator sign (-), Rectal toucher nyeri tekan

(+) pada jam 11.


C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HEMATOLOGI
Hb

: 13,3 g/dL

Ht

: 39 %

Leukosit

: 9,700 mm3

Trombosit : 399,000 /mm3


Eritrosit

: 4,81 juta/mm3

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Foto polos abdomen
- USG
E. RESUME
Perempuan 38 th datang dengan keluhan sakit perut sebelah kanan bawah sejak pagi hari
sebelum masuk RS. 2 hari SMRS di sekitar uluhati dan pusat. Anoreksia (+), nausea (+), vomiting
(-), demam (+) Pagi hari SMRS sakit perut terpusat pada perut kanan bawah terutama saat berjalan
dan batuk, berkurang posisi membungkuk. BAB (-) 3hari. BAK (+) normal. Status generalis dalam
batas normal.
Pada status lokalis regio abdomen
Inspeksi

: Abdomen simetris, agak buncit, tidak terdapat jaringan parut, striae (+),
dan tidak ada pelebaran vena.

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Palpasi

: Nyeri tekan Mc. Burney (+), defans muskular (-), nyeri lepas (+) di
kuadran kanan bawah, Rovsing sign (-), Blumberg sign (-)

Perkusi

: Nyeri ketok titik Mc. Burney (+).


Psoas sign (+), Obturator sign (-), Rectal toucher nyeri tekan (+) pada jam 11.

F. DIAGNOSIS BANDING
- Batu ureter kanan
- Salphingitis
- Limfadenitis mesenterika
G. DIAGNOSIS KERJA

- Appendisitis akut
H. PENATALAKSANAAN
Konservatif :
- Bed rest total posisi fowler
- Diet lunak rendah serat
- IVFD RL 1000ml/24 jam
- Antibiotik broad spectrum (sefalosporin gen. III)
- Ranitidin 2 x 1 ampul
Observasi TTV
Operatif : Appendictomy ( 21 April 2011)
1. Pasien posisi supine di atas meja operasi dengan spinal anasthesi
2. Desinfeksi lapangan operasi
3. Tutup dengan duk steril
4. Cari titik Mc. Burney dari SIAS-Umbilicus 1/3 lateral
5. Insisi kutis subkutis secara tajam
6. Insisi fascia camperi dan scarpae secara tumpul
7. Aponeurosis m. Obliqus Abdominis Eksternus dibuka secara tumpul sesuai arah
seratnya, lebarkan dengan hak. Perdarahan dirawat.
8. M. Obliqus Abdominis Internus dibuka secara tumpul sesuai arah seratnya,
lebarkan

dengan hak. perdarahan dirawat.


9. Gunting m. Transversus Abdomini, lebarkan dengan hak. Perdarahan dirawat.
10. Peritoneal fat disingkirkan dengan kassa basah.
11. Peritoneum diangkat dengan 2 pinset chirrurgis, potong sedikit dengan gunting,
lebarkan dengan hak.
12. Eksplorasi, cari caecum.
13. Keluarkan caecum dengan kassa basah.
14. Pegang ujung appendiks dengan kocher
15. Mesoappendiks diklem-jahit-gunting, gunting sampai pangkal appendiks
16. Klem pangkal appendiks
17. Potong pangkal appendiks dengan pisau yang diberi bethadine
18. Jahit bagian distal sisa appendiks.
19. Ikat appendiks dengan mesoappendiks.
20. Jahit tabac sac.

21. Pangkal appendiks dibenam di tabac sac, ikat tabac sac.


22. Jahit lagi (overhecting) di atas tabac sac.
23. Peritoneum diangkat dengan 2 pinset, lalu jahit feston, klem di ujung-ujung
dengan

kocher lalu jahit dengan chromic.


24. Lihat perdarahan m. Transversus Abdominis, jahit simpul biasa. Rawat

perdarahan.
25. M. Obliqus Abdominis Internus dijahit satu-satu, simpul. Rawat perdarahan.
26. Apponeurisis m. Obliqus Abdominis Eksternus jahit jelujur.
27. Luka operasi jahit lapis demi lapis.
28. Tutup luka dengan kassa.
29. Operasi selesai.
Instruksi post-operasi
- Bed rest
- Tidak melakukan aktifitas berat
- Diet lunak
- Antibiotik Ceftriaksone 2mg I.v selama 5 hari
- Analgetik
- Luka jangan terkena air selama 1 minggu, ganti verban setiap hari.
I. KOMPLIKASI
- Sepsis
- Appendisistis perforata
- Appendisitis kronis
- Abses periappendikular
J. PROGNOSIS
- Ad vitam

: ad bonam

- Ad sanationam

: ad bonam

- Ad functionam

: ad bonam

FOLLOW UP
22 April 2011
Subjektif

:
Luka bekas operasi masih terasa sakit

Objektif

Nafsu makan meningkat, tapi minum dan makan bertahap

BAK lancar, BAB belum

TSS/CM

TD : 120/80 mmHg, N : 80x/m, S : 36 C, P : 20x/m

Kepala

: normocephali

Mata

: CA -/-, SI -/-

THT

: normotia

Leher

: KGB tak teraba membesar

Paru-paru

: SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Jantung

: BJ I, II Reg, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

: supel, agak buncit, tympani, BU (+) normal, tampak luka

bekas operasi

terbalut verban. Rembesan darah (-), nanah (-), nyeri

(+).

Ekstremitas

: akral hangat di keempat ekstremitas.

Assesment :

Hari ke-1 post appendictomy

Planning :

Ceftriaxone 2mg lkI V

Analgetik

TINJAUAN PUSTAKA
APPENDISITIS
PENDAHULUAN
Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermivormis dan merupakan kegawatdaruratan
bedah abdomen yang paling sering ditemukan.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung dengan panjang kurang lebih 10 cm (3-15
cm), berpangkal di caecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (Tinea libera, tinea colica,
dan tinea omentum.

Memiliki beberapa jenis posisi yaitu :


1.Ileocecal
2.Antecaecal
3.Retrocaecal
4.Hepatica
5.Pelvica
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung
dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis
(cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya
merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki
limfonodi kecil.
Appendiks dipersarafi oleh persarafan parasimpatis yang berasal dari cabang N. Vagus dan

persarafan simpatis yang berasal dari N. Thoracalis X. Perdarahan appendiks berasal dari A.
Appendicularis yang merupakan arteri tanpa kolateral, sehingga jika arteri ini tersumbat, appendiks
akan mengalami ganggren.
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak
terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari
bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa
terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan
lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis
collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama
dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle)
dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior
digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks
Appendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir ini normalnya dicurahkan
ke dalam lumen lalu mengalir ke dalam caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks
tampakya berperan dalam terjadinya appendicitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks adalah
IgA, yang berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi.
Apendiks memiliki topografi yaitu pangkal appendiks terletak pada titik Mc Burney.
Garis Monroe

Garis

Titik Mc Burney

Titik Lanz

: 1/6 bagian dari SIAS dekstra pada garis antara SIAS dekstra dan SIAS

1/3

antara

bagian

dari

umbilicus
SIAS

dengan
dekstra

SIAS

pada

garis

dekstra
Monroe

sinistra
Garis Munro

: Pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital dari pertengahan

SIAS

dekstra dengan simfisis.

ETIOLOGI
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor
pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
I.

Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan

lymphoid

mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya

sub
1%

diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.


II.

Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.

Bakteri

yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus,

Lacto-bacilus,
III.

Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.

Kecenderungan familiar
Hal

ini

dihubungkan

dengan

terdapatnya

malformasi

yang

herediter

dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.
IV.

Faktor ras dan diet


Faktor

ras

berhubungan

dengan

kebiasaan

dan

pola

makanan

sehari-hari.
PEMBAGIAN APPENDICITIS:

Appendicitis acuta tanpa perforasi (Simple Appendicitis Acuta).

Appendicitis acuta dengan perforasi:

- Lokal peritonitis.
- Abses.
- Pritonitis umum.

Appendicitis kronika.

PATOFISIOLOGI
Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai

keterbatasan

oleh

menyebabkan

mukus

tersebut

sehingga

makin

menyebabkan

peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di
seikum dan peningkatan

flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi

pencetus radang di mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi

apendisitis

komplit, yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi

oleh

berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen

apendiks

atau mengganggu motilitas normal apendiks.


Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik

hipoksia,

menyebabkan

karena terjadi trombosis

pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan
tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda

perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam,

setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus

dinding.

Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan


didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks

akan
nyeri

supuratif akut. Bila kemudian

yang diikuti dengan gangrene. Stadium

ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk

jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat
menimbulkan keluhan berulang diperut kanan

bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat

meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

GAMBARAN KLINIS
I. ANAMNESIS
Keluhan utama appendicitis:
Sakit perut : tahap awal terjadi hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi sehingga nyeri viseral
dirasakan diseluruh perut (epigastrium dan regio umbilikal). Tahap lanjut nyeri somatik dirasakan

dikuadran kanan bawah perut (Mc Burney). Anorexia, mual, muntah, demam, obstipasi, diare.
II. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
- tidak ditemukan gambaran spesifik.
- kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
- penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses periapendikuler.
2. Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan
adanya rasa nyeri.
3. Perkusi
- terdapat nyeri ketok pekak hati (jika terjadi peritonitis pekak hati ini hilang karena bocoran
usus maka udara bocor).
4. Auskultasi
- sering normal
- peristaltic dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata pada keadaan lanjut
- bising usus tidak ada (karena peritonitis).
5.

Rectal Toucher

- tonus musculus sfingter ani baik


- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
- pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunsi diagnosis dalah nyeri
terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
6.

Uji Psoas

Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau
fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang
meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

7.

Uji Obturator

Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak apendiks.

III. Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah
operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis

Gejala

Tanda

Laboratorium

Manifestasi
Adanya migrasi nyeri
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
Shift to the left

Total poin

Skor
1
1
1
2
1
1
2
1
10

Keterangan Alvarado score:


- Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin
- Modified Alvarado score (kalan et al) tanpa observasi of Hematogram :
1-4 : dipertimbangkan appendicitis akut
5-6 : possible appendicitis tidak perlu operasi
7-9 : appendicitis akut perlu pembedahan
Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
1-4 : observasi
5-6 : antibiotika
7-10 : operasi dini
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.
- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi
saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis)
tampak:
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kananbawah tak tampak

- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak


- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
- Appendicogramhasil positif bila : non filling partial filling mouse taicut off.
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada
wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

c.Bariumenema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan
sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak
adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum;
pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan appendicitis.
DIAGNOSIS BANDING

Gastroenteritis : pada gastroenteritis terdapat mual, muntah dan diare yang mendahului rasa
sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan.
Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.

Demam dengue : demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis, disini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang
meningkat.

Limpadenitis mesenterika : limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau
gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual,
nyeri tekan perut samar, terutama kanan.

Kelainan ovulasi : folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah
timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam,
tetapi mungkin dapat mengganggu selama 2 hari.

Infeksi panggul : salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendicitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina,
akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan, pada gadis dapat dilakukan colok
dubur jika perlu untuk diagnosis banding.

Kehamilan diluar kandungan : hampir selalu ada riwayat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan
timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada
kuldosentesis didapatkan darah.

Kista ovarium terpuntir : timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba
massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina atau colok rektal. Tidak
terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan diagnosis.

Urolitiasis pielum/ureter kanan : adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke
inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.

PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan
yang baik adalah appendiktomi. Terapi selalu operatif karena lumen yang terobstruksi tidak akan
sembuh dengan antibiotika saja. Appendicitis akut tanpa ruptura diterapi dengan appendiktomi
segera setelah evaluasi medis selesai. Ruptura appendicitis dengtan peritonitis lokal atau flegmon
dioperasi setelah resusitasi awal untuk memperbaiki cairan serta elektrolit yang hilang. Ruptura
appendicitis dengan penyebaran pada peritonitis membutuhkan resusitasi cairan yang lebih luas,
tetapi pasien harus menjalani operasi secara normal dalam 4 jam untuk mencegah berlanjutnya
kontaminasi peritoneum.
Ruptura appendicitis dengan pembentukan abses periapendiks dapat diterapi secara akut
dengan operasi, tetapi berkaitan dengan morbiditas yang meningkat. Jika gejala sudah berlangsung
beberapa hari mereda berkaitan dengan massa kuadran kanan bawah, terapi awal nonoperatif
dengan resusitasi cairan, istirahat usus,dan dosis besar antibiotika yang tepat, mungkin dapat
dilakukan drainase abses dengan bimbingan USG. Jika tanda-tanda vital, leukositosis dan tanda-

tanda abdomen makin berkembang, drainase abses dapat diindikasikan, diikuti oleh terapi
konservatif. Disarankan appendiktomi dilakukan setelah 3 bulan.
Sebelum operasi
a.Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih
belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun
bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan
hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik.
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan
antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

c. Operasi

1. Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)


2. Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)
3. Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)
Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud
Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid

4. Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di
dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar,
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posii Fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan
operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi
usus kembali normal.
Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30
menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat
diangkat dan pasien diperbolehkan pulang

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang
terdiri atas kumpulan appendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Massa appendiks terjadi bila appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau
dibungkus oleh omentum dan/lekuk usus halus. Pada massa periappendikuler yang pendinginannya
belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti
peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periappendikuler yang masih bebas
disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyakit tersebut. Pada anak selamanya dipersiapkan
untuk operasi dalam waktu 2-3hari saja.

Pasien dewasa dengan massa periappendikuler yang terpancang dengan pendinginan


sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotika sambil diawasi suhu tubuh,
ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periappendikular
hilang, dan leukosit normal. Penderita boleh pulang dan appendictomy efektif dapat dikerjakan 2-3
bulan kemudian agar pendarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.
Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya
angka leukosit.
Appendiktomy direncanakan pada infiltrat periappendikuler tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotika kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob. Baru setelah keadaan tenang yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan appendiktomy.
Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau
berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainage saja dan appendiktomy dikerjakan setelah 6-8
minggu kemudian. Jika ternyata tiak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan jasmani dan
laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses dapat dipertimbangkan membatalkan
tindakan bedah
Adanya fekalit dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil) dan keterlambatan diagnosis
merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi appendiks. Dilaporkan insiden perforasi
60% pada penderita diatas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insiden perforasi
pada orangtua adalah gejalanya samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi appendiks
berupa penyempitan lumen dan arteriosclerosis. Insiden tinggi pada anak disebabkan pleh dinding
appendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif, sehingga memperpanjang waktu diagnosis,
dan proses pendinginan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum
anak belum berkembang.
Perbaiki keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan
positif serta kuman anaerob dan pemasangan pipa nasogastric perlu dilakukan sebelum
pembedahan. Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yag panjang supaya dapat dilakukan
pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah,
begitu pula pembersiha kantung nanah. Akhir-akhir ini mulai banyak dilaporkan pengelolaan
appendicitis perforasi secara laparoskopi appendiktomy. Keuntungannya lama rawat lebih pendek
dan secara kosmetik lebih baik. Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu
dianjurkan pemasangan penyalir subfacia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah
dipastikan tidak ada infeksi.

APPENDICITIS REKURENS
Diagnosis appendicitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kiri kanan bawah yang mendorong dilakukan appendictomy, dan hasil patologi
menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan appendicitis akut pertama kali
sembuh spontan. Namun, appendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya aserangan lagi sekitar 50%. Incidens appendicitis
rekurens adalah 10% dari spesimen appendictomi yang diperiksa secara patologik. Pada
appendicitis recurens biasanya dilakukan appendictomi karena sering penderita datang dalam
serangan akut.
APPENDICITIS KRONIK
Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat ; riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan
mikroskopik dan keluhan menghilang setelah appendictomi.
Kriteria mikroskopik appendicitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding appendiks,
sumbatan parsial atau total lumen appendiks, adanya jaringan parut atau ulkus lama di mukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens appendicitis kronik antara 1-5%.
MUKOKEL APPENDIKS
Mukokel appendiks adalah dilatasi kistik dari appendiks yang berisi musin akibat adanya
obstruksi kronik pangkal appendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril,
musin akan tertimbun tanpa terinfeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh
kistadenoma yang dicuriai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan
timbul tanda appendicitis akut. Pengobatan dengan appendiktomi.
PROGNOSIS
Dengan diagnosa yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit
ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi
komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.

DAFTAR PUSTAKA
1.

R Sjamsuhidajat. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : penerbit buku

kedokteran EGC. 2005


2. Condon RE (et al). Appendicitis. Dalam : David C.Sabiston,Jr, ed. The Biological Basis of
modern Surgical Practice. 14th edition. USA : W.B. Sauders Company. 1991 : 884-897
3. Schwartz, Shires&Spencer. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi6. Cetakan pertama. Jakarta
: penerbit buku kedokteran EGC.2000
4. Lawrence WW. Appendix. Dalam : Gerard MD&Lawrence WW,ed. Current Surgical
Diagnosis&Treatment. 12th edition. USA:Lange Medical books/The Mcgraw-Hill companies,Inc.
648-653
5. Lally Kevin P (et al). Appendix. Dalam : Courtney M. Townsend, Jr (et al),ed. Sabiston textbook
of surgery The Biological Basis of Modern Surgical practice. 17th edition. USA : Elsevier Inc. 2004
: 1381-1397.
6. Jaffe BM & David HB. The appendix. Dalam : F.Charles Brunicardi (et al),ed. Schwartzs
principles of surgery. 8th edition. USA : The McGraw-Hill Companies,Inc. 2005 : 1119-1135

LAPORAN KASUS
APPENDISITIS akut

Pembimbing :
Dr. Tito, Sp. OT

Penyusun :
Dwi Putri Arlina (030.06.077)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT
DR. MINTOHARDJO
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
Mei 2011

You might also like