Professional Documents
Culture Documents
A. Husni Tanra
Bagian Anestesiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Ujungpandang
PENDAHULUAN
Gangguan cairan dan eletrolit dapat membawa penderita dalam kegawatan
yang kalau tidak dikelola dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan kematian.
Usaha pemulihan kembali volume serta komposisi cairan dan elektrolit tubuh
dalam kondisi yang normal disebut resusitasi cairan dan elektrolit.
Penyebab utama gangguan cairan dan elektrolit adalah diare, muntahmuntah, peritonitis, ileus obstruktif, puasa, terbakar, atau karena pendarahan yang
banyak.
Tiap penyakit memiliki gangguan tersendiri sehingga sasaran terapinya juga
berbeda. Agar terapi cairan dan elektrolit kena pada sasarannya, diperlukan selain
pengatahuan tentang patofisiologi penyakit, juga patofisiologi dari cairan dan
elektrolit tubuh kita.
Di bawah ini akan dibahas tentang dasar-dasar terapi cairan dan elektrolit
agar sasaran terapi sesuai dengan kebutuhan penderita.
* Pria
: 60% BB
2
Simposium Sehari Penanganan Cairan & Elektrolit serta Pemberian Nutrisi Parenteral
* Wanita
: 55% BB
*
Dibawakan pada Simposium Sehari Cairan dan Elektrolit , di Makassar, 10 November
2001.
** Kepala Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
Secara anatomis, cairan tubuh kita dibagi atas dua kompartemen, yakni :
Cairan intraseluler (intracellular fluid = ICF) : 40% BB.
Cairan ekstraseluler (extracellular fluid = ECF) : 20% BB.
Kedua kompartemen tersebut di atas dipisahkan oleh dinding sel yang
bersifat semipermeabel, artinya permeabel terhadap air tetapi tidak atau kurang
permeabel terhadap elektrolit maupun zat -zat lainya.
Selanjutnya cairan ekstraseluler sendiri terbagi atas cairan interstisial
(interstitial fluid) (15% BB) yaitu cairan yang berada diantara sel, dan cairan
intravaskuler (intravascular fluid) (5% BB) yaitu cairan yang berada dalam
pembuluh darah. Keduanya dipisahkan oleh dinding kapiler yang terdiri dari
selapis endotel. Oleh karena itu zat-zat dengan molekul kecil seperti : air,
elektrolit, dan glukosa mudah melewati dinding kapiler tersebut, sedangkan zatzat dengan molekul besar seperti koloid, protein plasma, atau eritrosit tidak dapat
melewati dinding kapiler tersebut.
Sebenarnya masih adalagi kompartemen cairan yang oleh karena jumlahnya
relatif kecil dan tidak banyak berperan dalam perubahan cairan tubuh sehingga
secara fungsional dapat diabaikan dalam perhitungan jumlah cairan tubuh; cairan
tersebut adalah cairan transeluler (transcellulair fluid) ( 2% BB) misalnya
cairan serebrospinal, cairan dalam sendi (sinovia), cairan dalam korpus vitreum,
cairan dalam traktus biliar, cairan pleura, cairan peritoneal, dan lain-lain.
Jadi secara anatomis cairan tubuh dibagi atas : (lihat gambar 1)
Cairan intraseluler
: 40 % BB.
Cairan ekstraseluler
: 20 % BB, yang terdiri dari :
cairan interstisial
: 15 % BB.
: 2 % BB.
Walaupun jumlah cairan intravaskuler atau cairan plasma hanya 5% dari BB,
namun peranannya amat penting dalam mempertahankan hemodinamik tubuh kita.
Dengan mengetahui struktur anatomi cairan tubuh tersebut di atas, maka
dengan mudah dimengerti bahwa :
3
Simposium Sehari Penanganan Cairan & Elektrolit serta Pemberian Nutrisi Parenteral
Cairan intraseluler
Cairan ekstraseluler
Dextrose 5%
!
40%
20 L
5%
15%
4L
Ringer laktat
NaCl 0,9%
Koloid
Protein plasma
Darah
!
12
L
!
!
Interstisiel
Intravaskuler
2. Pemberian cairan kristaloid isotonis, seperti Ringer laktat atau NaCl 0,9%
fisiologis akan mudah melewati dinding endotel kapiler tetapi tidak mudah
melewati dinding sel. Jadi pemberian infus cairan tersebut akan berakhir di
ruang interstisial.
3. Pemberian cairan koloid, plasma, atau darah akan menetap di dalam
intravaskuler, sebab tidak dapat melewati dinding endotel kapiler kecuali dalam
keadaan patologis misalnya pada keadaan kombutsio. Jadi dalam keadaan
normal cairan ini akan menetap dan menambah volume intravakuler untuk
jangkah waktu yang lama.
154 mEq/L
153 mEq/L
153 mEq/L
200 mEq/L
cations
anions
cations
anions
Na+ 142
Cl103
HCO3- 27
SO4-
Na+ 144
Cl114
HCO3- 30
SO43
PO4--
K+
K+
Ca++
4
5
Organicacids
5
K+
Ca++
4
5
Organicacids
5
Mg++ 40
Na+
10
Mg++
Proteins 16
Mg++
Proteins 1
PLASMA
INTERSTITIEL
FLUID
cations
150
200
anions
HPO4-SO4HCO
HCO3- 10
Proteins 40
INTRASEL
FLUID
Simposium Sehari Penanganan Cairan & Elektrolit serta Pemberian Nutrisi Parenteral
1 mol Na2SO4
1 mol Glukosa
Walaupun besar molekul glukosa lebih besar dari Na2SO4 namun tekanan
osmotik yang ditimbulkan oleh 1 mol Na2SO4 lebih besar dari 1mol glukosa. Jadi
tekanan osmotik ditentukan oleh banyaknya partikel yang larut bukan tergantung
pada besar molekul yang terlarut. Perbedaan komposisi ion antara cairan
intraseluler dan ekstraseluler dipertahankan oleh dinding sel yang bersifat
semipermiabel. Kedua kompartemen tersebut memiliki tekanan osmotik yang sama
sekitar 300 milliosmol.
Meskipun total tekanan osmotik suatu larutan merupakan penjumlahan
tekanan dari masing-masing zat terlarut dalam suatu larutan, namun Effective
Osmotic Pressure tergantung dari partikel-partikel yang tidak dapat melewati
suatu dinding yang bersifat semipermeabel. Itulah sebabnya protein yang terlarut
dalam plasma yang tidak melewati dinding kapiler merupakan faktor penentu
Effective Osmotic Pressure antara plasma (cairan intravaskuler) dengan cairan
interstisiel. Tekanan osmotik yang ditimbulkan oleh protein yang tidak dapat
melewati dinding kapiler inilah yang disebut Colloid Osmotic Pressure. Dengan
kata lain tekanan onkotik dalam plasma ditentukan oleh konsentrasi protein yang
larut dalam plasma.
Oleh karena Na+ merupakan ion yang terbanyak dalam cairan ekstraseluler,
maka Na+ memegang peranan terpenting dalam menentukan tekanan osmotik
cairan ekstraseluler. Disamping itu zat-zat seperti protein dan glukosa yang tidak
bebas melewati dinding sel juga akan menambah Effective Osmotic Pressure.
Air secara bebas melewati dinding sel sehingga Effective Osmotik
Pressure antara kedua kompartemen tersebut dianggap sama sehingga setiap
keadaan mengganggu atau mengubah Effective Osmotik Pressure kedua
kompartemen akan menghasilkan redistribusi air antara keduanya. Air akan
mengalir atau berpindah dari tekanan osmotik rendah ke tekanan osmotik yang
tinggi sampai pada gilirannya yang kedua kompartemen tersebut memiliki
Effective Osmotic Pressure yang sama.
Jadi bila terjadi kenaikan Effective
Osmotic Pressure pada cairan ekstraseluler yang biasanya akibat dari naiknya
konsentrasi Na+ (hipernatremia) akan menyebabkan mengalirnya air dari
intraseluler ke ekstraseluler, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi seandainya
terjadi kehilangan volume cairan ekstraseluler tanpa perubahan konsentrasi maka
hampir tidak akan terjadi perpindahan air, yang terjadi hanyalah perubahan volume
cairan ekstraseluler saja (1,4,7).
Istilah tekanan osmotik harus dibedakan dengan tekanan onkotik (oncotic
pressure atau colloid osmotic pressure).
Tekanan osmotik suatu larutan
tergantung atas banyaknya partikel yang terlarut, jadi semakin kecil partikelnya
semakin banyak yang dapat terlarut, semakin tinggi tekanan osmotik yang
ditimbulkannya. Sebagai contoh misalnya mannitol memiliki berat molekul yang
6
Simposium Sehari Penanganan Cairan & Elektrolit serta Pemberian Nutrisi Parenteral
Hipervolemik :
* Overload :
- Pemberian cairan isotonis, koloid, plasma atau darah
yang
berlebihan.
* Intoksikasi air :
- Pemberian cairan hipotonis yang berlebihan.
1. Perubahan Volume
Apabila seorang mendapat infus berupa cairan elektrolit yang isotonis
misalnya NaCl 0,9% fisiologis atau Ringer laktat, maka yang berubah atau
bertambah adalah volume cairan ekstraseluler saja.
Sebaliknya bila tubuh
seseorang kehilangan cairan isotonis misalnya pada diare, ileus obstruktif,
peritonitis dan lain-lain; maka yang berubah atau berkurang adalah volume
ekstraseluler sebab cairan yang hilang pada keadaan tersebut di atas dianggap
isotonis.
Dengan kata lain tidak akan terjadi perpindahan cairan dari ruang
intraseluler ke intraseluler sepanjang osmolaritas kedua kompartemen tersebut
tetap sama. Lain halnya bila penderita mendapat infus yang banyak dengan cairan
hipotonis misalnya air atau Dextrose 5% (glukosa bila telah mengalami
metabolisme tinggal air), maka akan terjadi perubahan volume baik volume cairan
ekstraseluler maupun volume cairan intraseluler, sebab air akan mengalir dari
ekstraseluler masuk ke dalam intraseluler sampai terjadi kesamaan tekanan
osmotik. Dengan kata lain baik cairan ekstraseluler maupun intraseluler terjadi
perubahan volume (lihat gambar 3).
Cairan intraseluler
Cairan ekstraseluler
140 mEq
140 mEq
30 ltr
15 ltr
+ 3 L Ringer Laktat
Normal
+3L
Dextrose 5%
Cairan intraseluler
C.ekstraseluler
C.ekstraseluler
Cairan intraseluler
140 mEq
140 mEq
130 mEq
130 mEq
30 ltr
18 ltr
32 ltr
16 ltr
8
Simposium Sehari Penanganan Cairan & Elektrolit serta Pemberian Nutrisi Parenteral
2. Perubahan Konsentrasi
Berbeda dengan keadaan di atas, apabila seseorang mendapat infus air atau
glukosa 5% (glukosa setelah masuk dalam tubuh akan mengalami metabolisme
sehingga tinggal air saja), maka akan terjadi perubahan konsentrasi zat yang
terlarut, khususnya Na+.
Turunnya konsentrasi Na+ dalam ekstraseluler akan
menurunkan osmolaritas cairan tersebut sehingga air akan mengalir dari ruang
ekstraseluler ke ruang interstisiel sampai terjadi keseimbangan kembali.
Oleh karena ion Na+ merupakan ion yang terbanyak dalam cairan
ekstraseluler, maka selain Na+ merupakan ion penentu tekanan osmotik, juga ion
Na+ merupakan penentu perubahan konsentrasi sehingga dikenal istilah
hiponatremia atau hipernatremia.
Normal konsentrasi ion Na+ dalam cairan ekstraseluler sebanyak 140 mEq,
maka disebut hipernatremia bila konsentrasi ion Na+ lebih dari 140 mEq dan
sebaliknya hipernatremia bila konsentrasi ion Na+ kurang dari 140 mEq.
Hiponatremia dapat dikoreksi dengan menggunakan rumus seperti di
bawah ini. Contoh, konsentrasi Na+ = 130 mEq berarti terjadi defisit sebanyak 10
mEq. Untuk mengembalikan konsentrasi Na+ menjadi normal dibutuhkan : 0,6 x
BB x 10 mEq. Jika BB = 50 kg, maka dibutuhkan Na + sebanyak = 0.6 x 50 x 10
mEq = 300 mEq.
3. Perubahan Komposisi
Perubahan komposisi itu dapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi
osmolaritas cairan ekstraseluler. Sebagai contoh, misalnya kenaikan konsentrasi
K+ dalam darah dari 4 mEq menjadi 8 mEq, tidak akan mempengaruhi osmolaritas
cairan ekstraseluler, tetapi sudah cukup menganggu otot jantung. Demikian pula
halnya dengan gangguan ion kalsium, dimana pada keadaan hipokalsemia (kadar
Ca kurang dari 8 mEq), sudah akan timbul kelainan klinik tetapi belum banyak
menimbulkan perubahan osmilaritas.
10
Simposium Sehari Penanganan Cairan & Elektrolit serta Pemberian Nutrisi Parenteral
Natrium keluar dari tubuh bersama urine dan keringat, hanya sedikit yang keluar
bersama faeces.
Kebutuhan Kalium perhari 1-2 mEq/kgBB. Kadar kalium dalam plasma
berkisar 3,5-5 mEq/L, yang distribusinya terutama dalam cairan intraseluler.
Kalium sebagian besar keluar tubuh bersama urine dan sebagian kecil hilang
bersama faeces. Kadar Kalium dalam plasma sangat dipengaruhi oleh keadaan
asam basa dalam tubuh.
Keadaaan asidosis menyertai hiperkalemia dan sebaiknya keadaan alkalosis
menyertai hipokalemia.
Konsentrasi K+ sangat mempengaruhi otot jantung,
terutama pada penderita yang mendapat digitalis, sebab akan memudahkan
timbulnya fibrilasi ventrikel sampai henti jantung (cardiac arrest), baik pada
hiperkalemia maupun pada hipokalemia.
Oleh karena itu pemberian kalium dosis tinggi harus memenuhi beberapa
persyaratan, yakni ; produksi urine harus cukup, diberikan perinfus dengan
kecepatan tidak melebihi 20 mEq/jam, dan tidak lebih 200 mEq dalam 24 jam
(4,5,6,7).
Contoh Perhitungan Kebutuhan Cairan Maintenance
Penderita dengan BB = 65 kg membutuhkan :
jumlah air / 24 jam
= 65 x 35 ml = 2.000 ml
jumlah Na / 24 jam
= 65 x 2 mEq = 130 mEq
jumlah K / 24 jam
= 65 x 1 mEq =
65 mEq
Pemberian kalium pascabedah dapat ditunda sampai hari ke 3 jika pada
waktu itu penderita belum dapat intake oral. Dengan demikian untuk hari I dan II
pascabedah cukup diberikan air 2.000 ml dan Na 130 mEq. Natrium sebanyak
130 mEq dapat diperoleh dari 1.000 ml Ringer Laktat dan sisanya 1.000 ml lagi
dari Dextrose 5%. Jadi perbandingan Dextrose 5% dan Ringer Laktat adalah 2 : 2
= 2.000 ml dengan jumlah tetesan :
2.0
ml x 20 tetes
_____________ = 27,7 tetes/menit = 28 tetes/menit
24 x 60
Umumnya 1 ml cairan melalui infus set biasa setara dengan 20 tetes,
sedangkan transfusi set setara dengan 16 tetes dan infus pediatrik (microdrips)
setara dengan 60 tetes.
Dehidrasi
Perdefinisi dehidrasi berarti kekurangan atau defisit air saja tetapi dalam
praktek keadaan ini hampir tidak pernah ditemukan, sebab setiap keadaan
12
Simposium Sehari Penanganan Cairan & Elektrolit serta Pemberian Nutrisi Parenteral
dehidrasi, selain kehilangan air juga senantiasa disertai dengan kehilangan elektrolit
utamanya ion natrium. Jadi dehidrasi berarti defisit air dan elektrolit.
Secara anatomis dehidrasi berarti defisit cairan ekstraseluler utamanya
cairan interstisiel yang pada gilirannya diikuti dengan berkurangnya cairan
intravaskuler. Oleh karena cairan interstisiel merupakan bantalan dari jaringan dan
mukosa, maka gejala yang menonjol akibat defisit cairan interstisiel adalah
gangguan kulit dan mukosa dengan gejala :
Turgor kulit yang jelek
Mata cekung
Ubun-ubun cekung (pada bayi dan anak)
Mukosa bibir dan kornea kering
Selanjutnya, jika defisit cairan interstisiel diikuti dengan defisit cairan
intravasculer maka gejala selain gangguan kulit dan mukosa juga disertai dengan
gangguan hemodinamik . Gejala gangguan hemodinamik berupa :
Hipotensi
Takikardi
Vena-vena mengkerut (kolaps)
Capillary refilled time memanjang
Oligouri
Syok (renjatan)
Etiologi dari suatu dehidrasi dapat disebabkan oleh karena intake air dan
garam yang kurang atau oleh karena output air dan garam terlalu banyak.
1). Intake kurang :
Tidak minum dan makan .
2). Output yang banyak :
Penguapan via kulit dan paru -paru : - Febris yang tinggi
- Berkeringat banyak
Diuresis yang banyak
Muntah-muntah
Diare
Translokasi air dan elektrolit pada : - Ileus obstruktif
- Peritonitis
Pada keadaan ileus obstruktif dan peritonitis, walaupun tak nampak adanya
cairan elektrolit yang keluar dari tubuh, namun dehidrasi berat dapat terjadi akibat
banyak cairan dan elektrolit yang mengalami perpindahan tempat (translokasi).
Pada kasus ileus obstruktif, translokasi cairan dan elektrolit terjadi pada lumen
usus yang dapat mencapai 5-8 liter. Sedangkan pada peritonitis, translokasi cairan
dan elektrolit terjadi dalam peritoneum. Seperti diketahui bahwa luas peritoneum
13
Simposium Sehari Penanganan Cairan & Elektrolit serta Pemberian Nutrisi Parenteral
Tergantung dari jenis cairan yang hilang maka dehidrasi dapat dibedakan
atas dehidrasi isotonis, dehidrasi hipertonis, dan dehidrasi hipotonis (lihat tabel 1).
Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang, maka
dehidrasi dapat dibagi atas :
1. Dehidrasi ringan (defisit 4% BB)
Tanda-tanda interstisiel minimal, sedangkan tanda-tanda intravaskuler belum
nampak.
2. Dehidrasi sedang (defisit 8% BB)
Tanda-tanda interstisiel jelas disertai tanda-tanda intravaskuler yang minimal.
3. Dehidrasi berat (defisit 12% BB)
Tanda-tanda interstisiel dan intravaskuler semakin jelas.
4. Syok (defisit lebih dari 12% BB)
Tabel 1. Jenis-jenis dehidrasi dan penyebabnya.
Dehidrasi isotonis, misalnya pada :
Ileus obstruktif
Peritonitis
Diare
Berkeringat banyak
Fistel usus
Dan lain-lain
Dehidrasi hipertonis, misalnya pada :
Febris yang tinggi
Puasa
Trakeostomi tanpa humadifikasi
Hiperelementasi lama
Poliuri
Dan lain-lain
Dehidrasi hipotonis, misalnya pada :
Rehidrasi dengan Dextrose 5%
yang belum cukup
Gangguan reabsorpsi Na
14
Simposium Sehari Penanganan Cairan & Elektrolit serta Pemberian Nutrisi Parenteral
Perlu ditekankan disini bahwa perkiraan defisit di atas tidak perlu harus
tepat, sebab yang penting adalah adanya pedoman atau patokan untuk segera
memulai tindakan. Yang terpenting dari segalanya adalah pemantauan (monitoring)
yang ketat tentang keadaan penderita selama terapi dilakukan (7).
Contoh kasus :
Seorang laki-laki umur 35 tahun dengan BB = 50 kg menderita peritonis
dan mengalami dehidrasi berat. Bagaimana resusitasi cairannya ?.
Caranya :
1. Pemilihan jenis cairan adalah Ringer laktat oleh karena yang terjadi adalah
dehidrasi isotonis.
2. Jumlah perkiraan defisit = 12% BB (dehidrasi berat). Jadi jumlah defisit = 50
kg x 12% = 6 liter = 6.000 ml.
3. Teknik pemberian cairan adalah :
a) Setengah (50%) dari 6.000 ml (3.000 ml) diberikan dalam 8 jam pertama.
Sedangkan 50% sisanya (3.000 ml) diberikan dalam 16 jam berikutnya.
b) Agar gangguan hemodinamik cepat teratasi maka 1 jam pertama diberikan 20
ml/kgBB, maka dalam 1 jam pertama diberikan = 20 ml x 50 = 1.000 ml.
RESUSITASI
BAKAR
CAIRAN
DAN
ELEKTROLIT
PADA
LUKA
Kalau luka bakar luasnya 20% pada orang dewasa dan kurang dari 10%
pada anak-anak, maka umumnya tidak diperlukan resusitasi cairan. Resusitasi
cairan dan elektrolit dilakukan bila luas luka bakar lebih dari 20% pada orang
dewasa atau lebih dari 10% pada anak-anak.
Berbagai formula yang dapat dipakai antara lain :
a. Elektrolit + koloid + dextrose :
Evans (1952)
Brooke (1953)
Mount Vermon
Elektrolit
1 ml/kgBB/% NaCl 0,9%
1,5 ml/kgBB/% Ringer Laktat
-
Koloid
1 ml/kgBB/%
0,5 ml/kgBB/%
2,5 ml/kgBB/%
Dextrose 5%
2.000 ml
2.000 ml
2.000 ml
pada luka bakar lebih dari 70% adalah 0,5 ml/kgBB/% luka bakar
Setelah 48 jam :
Setelah 48 jam, apabila kehilangan akut (acut loss) sudah diatasi, maka
tubuh masih kehilangan plasma melalui luka-luka bakar. Dan ini harus diganti
disamping kebutuhan cairan seharinya. Untuk memperhitungkan jumlah cairan
yang menguap tadi dapat digunakan formula : (25 + % luas luka bakar) x m2 luas
permukaan tubuh = perkiraan jumlah cairan yang menguap perjam dalam mililiter.
Contoh : luas luka bakar 50% dengan luas permukaan tubuh 1,7 m2 maka
penguapan = (25 + 50) x 1,7 = 125 ml/jam atau 24 x 125 = 3.000 ml/24 jam.
Monitoring resusitasi :
Monitoring ketat sangat diperlukan pada 24 jam pertama untuk mengetahui
apakah resusitasi cairan yang dilakukan cukup atau tidak. Tekanan darah, nadi,
dan utamanya produksi urine (0,5 - 1 ml/kgBB/jam) merupakan parameter yang
obyektif.
KESIMPULAN
Prinsip dasar terapi cairan dan elektrolit adalah :
1. Pemahaman tentang anatomi cairan tubuh yang terdiri atas cairan intraseluler
dan cairan ekstraseluler dengan komposisi elektrolit yang berbeda.
2. Penambahan atau pengurangan cairan dan elektrolit tubuh ditujukan untuk
mengembalikan volume cairan dan komposisi elektrolit kebatas yang normal.
17
Simposium Sehari Penanganan Cairan & Elektrolit serta Pemberian Nutrisi Parenteral
18
Simposium Sehari Penanganan Cairan & Elektrolit serta Pemberian Nutrisi Parenteral
Daftar Rujukan
1. Scribner BH. Fluid and Electrolyte Balance. University Book Store, University of
Washington, Seattle, Revision; 1969: 4326.
2. Ahlgen EW. Rational Fluid Theraphy for Children. ASA refresher courser in
Anaesthesiology; 1979 : 1.
3. Messmer K. Surgery Under Hemodilution, Post Operative Autoblood Transfusion. Medical
post graduate, 1979; 15 : 6.
4. Vigilio RW.
139.
5. Massion WH.
Effect of Counterpressureon
Anaesthesiology, September 1981; 55 : 3.
Haemodymanic
During
Shock.
6. Masud ZK.
Crystalloid versus Colloid Fluid Theraphy in Hemorrhagic Shock.
Anaesthesiology, September 1981; 55 : 3.
7. Wirjoatmojo K.
Mengatasi Perdarahan dalam Pembedahan dengan Cairan. Makalah
Simposium Cairan Tubuh, Universitas Airlangga; 1970.
19
Simposium Sehari Penanganan Cairan & Elektrolit serta Pemberian Nutrisi Parenteral