You are on page 1of 45

DISLOKASI HIP JOINT

Lusy Herawati Alwi


C111 10 325
Pembimbing : dr. Budiman
Suvervisior : Prof. Dr. dr. Chairuddin Rasyid ,P.hd.
Sp.B, Sp.OT FICS

IDENTITAS PASIEN

Nama
: Tn. M
Umur
: 33 tahun
Alamat
: Tulang Bawang
Pekerjaan : Wirawasta
Agama
: Islam
Masuk RS IBSI : 17 Agustus 2014

ANAMNESIS (Autoanamnesa)
Tanggal 20 Agustus 2014
Keluhan Utama : Panggul kiri
belakang
Anamnesis terpimpin: dirasakan
sejak 1 bulan yang lalu sebelum
masuk rumah sakit akibat
kecelakaan lalu lintas.

Mekanisme Trauma :
Tiga bulan yang lalu pasien mengalami
kecelakaan antara motor dengan motor
dan
keduanya
saling
bertabrakan
dengan kecepatan tinggi 80 km/jam.
Pasien mengaku terpental ke kiri sejauh
3m hingga jatuh ke selokan dengan
panggul
kiri
menghantam
dinding
selokan . Pasien merasakan ada
pembengkakan di panggul kiri belakang.
Pasien mengaku pinsan saat kecelakaan.

Sesaat setelah terjatuh pasien mencoba


berdiri namun tidak sanggup karena merasa
nyeri pada panggul kiri belakangnya. Setelah
kecelakaan di bawa ke tukang urut hingga
belasan kali dan berhenti pergi ke tukang urut
sejak 2 minggu yang lalu karena masih
merasa ada benjolan pada panggul kiri
belakang yang terasa nyeri disekitarnya dan
terpincang-pincang saat berjalan. Hal ini yang
kemudian membawa pasien datang berobat ke
RS IBSI.
Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga
yang menderita gangguan perdarahan,
hipertensi dan diabetes mellitus.
Riwayat Terdahulu : -

PEMERIKSAAN FISIK, 20
Agustus 2014
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit
sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 80x/mnt
RR : 20 x/mnt
Suhu : 36,8 o C

Status Generalis
Kepala
Bentuk : Normal
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Isokor, refleks pupil (+), sklera tidak
kuning, konjungtiva palpebra tidak tampak
pucat, palpebra tak tampak bengkak
Telinga : Simetris, liang lapang, sekret (-)
Mulut : Bibir tidak pucat, tidak kering, gusi
tak berdarah, lidah tak nampak kotor

Leher
Inspeksi : Simetris, tak tampak
benjolan, JVP tak tampak.
Palpasi : trakea di tengah, tidak
terdapat pembesaran KGB dan
kelenjar tiroid
Thoraks
- Inspeksi : Bentuk simetris
- Palpasi : Tidak ada pembesaran
KGB supraklavikula dan aksila

Paru-Paru
Inspeksi : Pernafasan simetris kiri dan kanan, tidak ada
benjolan abnormal,
Palpasi : Fremitus vokal kanan = kiri, KGB aksila tak ada
pembesaran.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara vesikuler normal, suara nafas tambahan
(-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat
Palpasi : Ictus tak teraba
Perkusi : Batas kanan : ICS 4, sternal kananBatas kiri : ICS
5, midklafikula kiri
Auskultasi : Bunyi jantung murni, frekuensi normal,
regular, bunyi jantung
tambahan (-)

Abdomen
Inspeksi : Perut datar, simetris.
Palpasi : Hepar tak teraba, lien tidak
teraba, ginjal tak teraba nyeri tekan
(-), KGB inguinal tak ada
pembesaran.
Perkusi : Suara timpani
Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas
Superior : Oedem (-)
Inferior : Oedem (-)

Status Lokalis Ekstremitas Inferior regio coxae


sinistra:

(tgl 20 Agustus 2014 , persiapan


operasi)
Pemendekan pada tungkai kiri
Tungkai atas kiri nampak flexi, serta
keseluruhan tungkai kiri tampak adduksi
dan endorotasi
Warna kulit sama dengan daerah sekitar
Terdapat benjolan pada panggul kiri
belakang yang keras

(hari ke1, post operasi)


Nyeri tekan : (-) pada pelvis sinistra
Nyeri sumbu : (-) pada pelvis sinistra
Suhu kulit hangat
Krepitasi (-)
Neurovaskuler
Sensibilitas : Rangsangan raba (+)
A.dorsalis pedis : Teraba (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Labolatorium , 18 Agustus 2014
Darah Rutin
Hb : 15,5g/dL (13,5 18 g/dL)
LED : 5 mm/jam (0-10 mm/jam)
Leukosit : 9.100 (4.500-10.700)
Trombosit : 253.000 (150.000-400.000)

Hitung jenis :

Basofil : 0 (0-1 %)
Eosinofil : 1 (1-3%)
Batang : 0 (2-6%)
Segmen : 56 (50-70%)
Limfosit :37 (20-40%)
Monosit :6 (2-8%)
Masa perdarahan :2 (1-7 menit)
Masa pembekuan :10 (9-15 menit)

Kimia darah
Ureum : 14 (10-40 mg/dL)
Kreatinin : 0,8
(0,7-1,3 mg/dL)
SGOT : 46
(6-30 U/L)
SGPT : 79
(6-45 U/L)
Glukosa darah sewaktu : 100 mg/dL
(70-200 mg/dL)

Urin Lengkap
Warna : Kuning (Kuning)
Jernih : Jernih
(Jernih) Berat
Jenis : 1.020 (1.005-1.030)
pH : 6
(5-8)
Leukosit : 100/uL (-)
Protein : 25 mg/dl

Radiologi
Ekpertise Foto Pelvis PA:
Nampak adanya dislokasi caput
femoris sinistra posterosuperior

DIAGNOSIS KERJA
Dislokasi caput femur posterior
sinistra

PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa
Antibiotik
Analgetik
2. Tindakan
Skeletal Traksi
Reposisi dislokasi

PROGNOSIS
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

Diskusi

PENDAHULUAN
Dislocasi panggul adalah suatu
keadaan dimana terjadi perpindahan
permukaan caput femoris terhadap
acetabulum. Dislocasi terjadi ketika
caput
femoris
keluar
dari
acetabulum.
Kondisi
ini
dapat
congenital atau didapat (acquired)
Trauma
ortopedik

kegawatdaruratan

anatomi

EPIDEMIOLOGI
Dislocasi panggul posterior merupakan
dislocasi yang paling sering terjadi.
Dislocasi
panggul
posterior
terjadi
sebanyak 90% dari kasus, sedangkan
dislocasi
panggul
anterior
terjadi
sebanyak 10% dari seluruh kasus dislocasi
panggul traumatik.
Klasifikasi lokasi : dislocasi posterior,
dislocasi anterior, dan dislocasi pusat
(central)

DISLOCASI POSTERIOR
Mekanisme Cedera
Empat dari lima dislocasi panggul traumatik
adalah
dislocasi
posterior.
Biasanya
dislocasi ini terjadi dalam kecelakaan lalu
lintas bila seseorang yang duduk di dalam
mobil terlempar ke depan sehingga lutut
terbentur pada dashboard. Femur terdorong
ke atas dan caput femoris keluar dari
acetabulum, seringkali terjadi fracture pada
acetabulum (fracture-dislocasi).

Dislocasi tipe iliac:


- Panggul flexi, adduksi, endorotasi.
-Extremitas yang terkena tampak
memendek.
-Trochanter major dan bokong di
daerah yang mengalami dislocasi
terlihat menonjol.
-Lutut extremitas yang mengalami
dislocasi tampak menumpang di paha
sebelahnya

Dislocasi tipe ischiatic:


-Panggul flexi.
-Panggul sangat beradduksi
sehingga lutut di extremitas
yang mengalami dislocasi
tampak menindih di paha
sebelahnya.
-Extremitas bawah tampak
dalam posisi endorotasi yang
ekstrim.
-Trochanter major dan
bokong di daerah yang
mengalami dislocasi terlihat
menonjol.

Jika salah satu tulang panjang


mengalami fracture (biasanya
femur), dislocasi panggul seringkali
tidak terdiagnosis. Pedoman yang
baik adalah dengan pemeriksaan
pelvis dengan pemeriksaan
radiologis. Tungkai bawah juga harus
diperiksa untuk mencari apakah
terjadi cedera syaraf ischiadicus.

Cedera neurovaskular pada dislocasi


panggul posterior dapat memberikan
gambaran sebagai berikut:

Nyeri di panggul, bokong, dan tungkai


bawah bagian posterior.
Hilangnya sensasi di tungkai bawah dan
kaki.
Hilangnya kemampuan dorsoflexi (cabang
peroneal) atau plantarflexi (cabang tibial).
Hilangnya deep tendon reflex di
pergelangan kaki.
Hematoma lokal.

Klasifikasi
Epstein dan Thompson (1951)
Tipe I : Dislocasi sederhana, dengan atau
tanpa fragmendi dinding posterior acetabulum.
Tipe II : Dislocasi dengan fragmen besar
di dinding posterior acetabulum.
Tipe : Dislocasi dengan kominusi
dinding posterioracetabulum.
Tipe IV : Dislocasi dengan fracture dasar
(lantai) acetabulum.
Tipe V : Dislocasi dengan fracture caput
femoris, yang diklasifikasikan menurut Pipkin
(1957).

A) Tipe I: Garis fracture berada di bawah


fovea, B) Fragmen fracture meliputi fovea, C)
Sama seperti tipe I dan II, namun disertai
dengan fracture collum femoris, D) Fracture
caput femoris dan acetabulum dalam bentuk
apapun.

radiologi
Pada foto anteroposterior (AP), caput
femoris terlihat keluar dari
acetabulum dan berada di atas
acetabulum. Segmen atap
acetabulum atau caput femoris
dapat ditemukan patah dan bergeser.
Foto oblik dapat digunakan untuk
mengetahui ukuran fragmen. CT
scan adalah cara terbaik untuk
melihat fracture acetabulum atau
17

tatalaksana
Dislocasi harus direduksi secepat mungkin di
bawah anestesi umum. Reduksi harus
dilakukan dalam waktu 12 jam sejak
terjadinya dislocasi.41 Pada sebagian besar
kasus dilakukan reduksi tertutup, namun jika
reduksi tertutup gagal sebanyak 2 kali maka
harus dilakukan reduksi terbuka untuk
mencegah kerusakan caput femoris lebih
lanjut.13 Sebelum melakukan reduksi,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan
neurovaskular.

Indikasi reduksi tertutup:


- Dislocasi dengan atau tanpa defisit
neurologis jika tidak ada fracture.
- Dislocasi yang disertai fracture jika
tidak terdapat defisit neurologis.
Kontraindikasi reduksi tertutup:
- Dislocasi panggul terbuka.

Berikut ini adalah beberapa teknik yang


dapat digunakan untuk mereduksi dislocasi
panggul posterior sederhana (tipe I Epstein).

Manuver Allis

Manuver Stimson

Maneuver Bigelow

Teknik Whistler
Panggul yang mengalami
dislocasi
direlokasikan
menggunakan
lengan
operator untuk mengangkat
dan memanuver tungkai
yang mengalami dislocasi
ketika
bahu
operator
diangkat. Tangan operator
bertumpu
pada
paha
kontralateral.
Seorang
asisten atau tangan lain
operator
melakukan
kontratraksi pada tibia atau
fibula.

Traksi longitudinal
Pasien dibaringkan
dalam posisi supine,
kemudian seorang
asisten melakukan
traksi lateral,
sementara operator
melakukan traksi
longitudinal. (Gambar
dapat dilihat di
halaman berikutnya)

Leg-crossing maneuver
Kadang-kadang dislocasi dapat direduksi
dengan cara membujuk pasien untuk
perlahan-lahan menyilangkan tungkai
yang mengalami dislocasi ke arah
tungkai sebelahnya (adduksi) dan
kemudian lakukan traksi lembut ketika
asisten memandu caput femoris kembali
ke posisi semula dengan melakukan
tekanan di sebelah anterior.

Teknik fulcrum
Pasien dibaringkan dalam
posisi supine, lalu lutut
operator diletakkan di
bawah lutut pasien di sisi
yang
mengalami
dislocasi. Lutut operator
digunakan sebagai titik
tumpu untuk mengungkit
caput
femoris
agar
kembali
masuk
ke
acetabulum

Manuver East Baltimore Lift


Pasien dibaringkan dalam posisi
supine. Operator berdiri di sisi
panggul yang mengalami dislocasi.
Extremitas bawah pasien diflexikan
hingga panggul dan lutut
membentuk sudut 900.

DAFTAR PUSTAKA
Drake RL, Vogl W, Mitchell A. Grays Anatomy for Student. Edisi ke-1. Philadelphia: Elsevier;
2005. Hal 48-58.
Platzer, Werner. Color Atlas of Human Anatomy, Vol. 1: Locomotor System. Edisi ke-5. 2004. Hal
198.
Salomon L, Ganz R, Leunig M, Monsell F, Learmonth I. The hip. Dalam: : Salomon L, Warwick D,
Nayagam S. Apleys System of Orthopaedic and Fractures. Edisi ke-9. London; 2010. Hal 498503.
Barlow TG. Early diagnosis and treatment of congenital dislocation of the hip. J Bone Joint
Surg;1962. 44B: 292301.
Catterall A. Assessment of adolescent acetabular dysplasia. In Recent Advances in Orthopaedics
6 (ed. A. Catterall), Churchill Livingstone, Edinburgh; 1992.
Harcke T, Kumar J. The role of ultrasound in the diagnosis and management of congenital
dislocation and dysplasia of the hip. J Bone Joint Surg; 1993. 73A: 6228.
Jones DA. Principles of screening and congenital dislocation of the hip. Ann R Coll Surg Engl;
1994. 76: 24550.
Wynne-Davies R. Acetabular dysplasia and familial joint laxity: two aetiological factors in
congenital dislocation of the hip. J Bone Joint Surg; 1970. 52B: 70416.
Yamamuro T, Ishida K. Recent advances in the prevention, early diagnosis and treatment of
congenital dislocation of the hip in Japan. Clin Orthop Relat Res; 1984. 184: 3440.
Lavelle DG. Fractures and dislocations of the hip. Dalam: Canale ST, Beaty JH. Campbells
Operative Orthopaedics. Edisi ke-11. Philadelphia: Elsevier; 2009. Hal 3286-98.

You might also like