You are on page 1of 12

Sepsis Akibat Jamur pada Neonatal Intensive Care Unit Tingkat

III: Analisis retrospektif selama 10 tahun


Rita Silva1, Marta Grilo1,2, Susana Pissarra1,2, Hercilia Guimares1,2
Abstrak
Tujuan: sepsis pada neonatal yang disebabkan oleh jamur menyebabkan angka
mortalitas dan morbiditas yang besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengkarakterisasi epidemiologi lokal, menganalisis adanya faktor risiko, temuan
laboratorium, dan untuk menjelaskan terapi yang dilakukan dan efektivitasnya.
Metode: Dalam sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan di unit perawatan
intensif neonatal dari "Centro Hospitalar So Joo", Porto, Portugal, dipilih pasien
yang memiliki kultur darah positif untuk jamur antara tahun 2003 dan 2012.
Hasil: Dari total populasi 3.933 pasien, 15 (3,8 dalam setiap 1.000) mengalami sepsis
yang disebabkan oleh jamur. Sebelas (73,3%) pasien tersebut merupakan bayi
prematur dan 9 (60%) bayi dengan berat badan lahir sangat rendah. Semua pasien
terpasang kateter vena sentral, menerima nutrisi dan antibiotik spektrum luas secara
parenteral, dan sebagian besar secara invasif terventilasi (n = 14, 86,7%). Candida
spp., antara lain C. albicans (n = 7, 43,8%) dan C. parapsilosis (n = 9, 56,3%), adalah
agen diidentifikasi. Pasien diobati dengan liposomal amfoterisin B saja (n = 9, 60%)
atau dengan penambahan atau penggantian flusitosin, caspofungin, atau fluconazole.
Pengobatan pilihan pertama efektif pada 7 pasien (46,7%). Kematian terjadi pada
46,7% (n = 7).
Kesimpulan: Meskipun kejadian sepsis akibat jamur sesuai dengan apa yang
dijelaskan dalam literatur, dimana angka mortalitasnya lebih tinggi. Ratio C. albicans
dan C. parapsilosis juga memiliki hasil yang sama dengan laporan lainnya. Faktor
risiko yang lazim dan dapat dimodifikasi pada sepsis akibat jamur ditemukan pada
kasus yang diteliti. Hasil penelitian ini perlu diperhatikan dalam usaha pencegahan
sepsis akibat jamur di unit perawatan intensif neonatal.
Kata kunci
Sepsis, fungemia, Candida, neonatus, bayi, prematur, berat badan lahir rendah.

Pengantar
Sepsis adalah penyakit infeksi sistemik yang sering menyerang bayi di unit
neonatal intensive care (NICU) di seluruh dunia (6,3 dari 1.000 yang tercatat) [1],
terutama pada bayi kurang bulan dan berat badan lahir rendah (BBLR). Dalam
beberapa penelitian, 21% sampai 36% dari pasien yang dirawat menderita sepsi akibat
bakteri ataupun jamur [2, 3]. Meskipun lebih jarang dibandingkan sepsis bakterial,
sepsis akibat jamur (dengan insiden antara 0,3% dan 6,7%) [4-8] dapat menyebabkan
angka kematian (19% sampai 36%) [2-6, 8, 9] dan morbiditas yang besar (57,2%) [5].
Dalam salah satu penelitian terhadap bayi berat badan lahir amat sangat rendah,
didapatkan kematian atau adanya gangguan perkembangan saraf yang diamati pada
73% pasien [5] yang terinfeksi.
Sepsis akibat jamur pada neonatal terjadi pada pasien yang sistem imunnya
belum matur atau dalam keadaan sakit berat karena kerentanan individu dan
perawatan kesehatan dengan perangkat dan prosedur invasif. Oleh karena itu,
sebagian besar kasus sepsis jamur terkait perawatan kesehatan infeksi. Candida spp.
adalah agen yang paling sering ditemukan (93% sampai 99%) [7, 10].
Diagnosis sepsis akibat jamur sering kali sulit untuk ditegakkan karena tidak
ada tes yang mudah, cepat, dan dapat diandalkan hingga saat ini, sehingga para dokter
harus mengenali tanda-tanda klinis dan berbagai temuan laboratorium yang
menunjang diagnosis sepsis akibat jamur. Meskipun kultur darah memiliki sensitivitas
rendah, namun masih menjadi gold standard untuk konfirmasi diagnosis sepsis akibat
jamur. Saat ini sedang dilakukan penyelidikan saat pada metode diagnostik tanpa
kultur dengan polymerase chain reaction (PCR) tes, tetapi mereka tidak sepenuhnya
memenuhi standar yang cukup [11]. Pencegahan dan penatalaksanaan tergantung pada
pengetahuan mengenai epidemiologi setempat, sehingga sangat penting untuk
memiliki data mengenai unit setempat.
Tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui jumlah kejadian sepsis
akibat jamur pada neonatus, di NICU pada "Centro Hospitalar So Joo", Porto,
Portugal, selama 10 tahun terakhir; untuk mengidentifikasi adanya faktor risiko; untuk
mengenali kelainan temuan pada klinis, laboratorium dan mikrobiologis; untuk
menganalisis pilihan pengobatan, faktor komorbiditas, dan hasil dari pengobatan.

Metode
Di antara pasien yang dirawat di NICU "Centro Hospitalar So Joo" (rumah
sakit Tingkat III di Porto, Portugal) antara 1 Januari 2003 dan 31 Desember 2012 (n =
3933), mereka yang didiagnosis sepsis akibat jamur dan telah dikonfirmasi melalui
kultur darah (n = 15) dipilih untuk analisis.
Informasi diperoleh dengan mengakses basis data digital departemen dan
statistik otomatis (untuk secara umum mengklasifikasikan pasien-pasien yang dirawat
di unit tersebut); dengan mengkonsultasikan laporan laboratorium mikrobiologi dari
kultur darah dan laporan kepulangan pasien untuk mengidentifikasi pasien-pasien
yang diikutsertakan; dan dengan konsultasi berkas rawat inap lengkap untuk
mengumpulkan data dari pasien yang diikutsertakan dalam penelitian, disertai data
mengenai infeksi dan hasil kultur jamur. Variabel yang diambil adalah: jenis kelamin,
usia kehamilan, berat badan lahir, terapi antibiotik, penggunaan ventilasi mekanik,
penggunaan kateter sentral, kelainan lain yang terkait, usia saat didiagnosis, riwayat
operasi sebelum diagnosis, agen yang didapatkan dari hasil kultur, antijamur yang
digunakan, durasi terapi, efektivitas terapi, lama perawatan di NICU, dan hasil klinis.
Sesuai dengan ketentuan WHO, pasien diklasifikasikan menurut usia kehamilan
sebagai prematur (usia kehamilan 32 sampai <37 minggu), sangat prematur (usia
kehamilan 28 sampai <32 minggu) dan amat sangat prematur (usia kehamilan <28
minggu). ICD 10 digunakan untuk mempertimbangkan berat badan lahir kurang dari
2.500, 1.500 dan 1.000 gram sebagai definisi BBLR, berat lahir sangat rendah
(BBLSR) dan berat lahir amat sangat rendah. Skor apgar yang rendah didefinisikan
sebagai skor Apgar kurang dari 7 pada menit ke-5 dari kehidupan. Sefalosporin
generasi ketiga atau 4 dan carbapenem sebagai antibiotik spektrum luas.
Kami beranggapan peningkatan protein C-reaktif jika >10 mg/L [12],
trombositopenia jika trombosit yang <100 x 109/L (100.000/uL); trombositopenia
berat jika trombosit <50 x 109/L (50.000/uL); dan leukositosis jika leukosit >15 x
109/L (15.000/uL).
Selama periode penelitian, spesimen darah dikumpulkan ke botol kultur kaldu
BACTECTM (Becton-Dilckinson): BACTECTM Peds / Plus F vial kultur atau
BACTECTM Mikosis IC / F vial kultur. Sistem BACTECTM 9240 atau 9000MB
(Becton-Dilckinson) digunakan untuk mendeteksi pertumbuhan kultur dari sample
darah. Semua kultur positif diperiksa dengan pewarnaan Gram dan disubkultur ke

media agar darah kuda. Isolat diidentifikasi menggunakan uji tabung kuman dan
teknologi sistem VITEK2TM (Biomerieux), dengan Kartu identifikasi ragi (YST).
Kami anggap "gagal terapi" jika hasil kultur positif setelah 7 hari terapi
dengan antijamur; atau pasien meninggal sebelum mendapatkan hasil kultur darah
yang negatif tetapi telah mendapatkan terapi setidaknya selama 24 jam [4, 5].
Kami menggunakan angka kematian umum, daripada angka kematian akibat
sepsis, karena pada pasien kritis sangat sulit untuk menilai penyebab kematian, karena
sangat subjektif, seperti yang dijelaskan oleh penulis lain [13].
Kami menggunakan IBM SPSS Statistik untuk Windows, Versi 21.0
(Armonk, NY: IBM Corp.) untuk melakukan statistik deskriptif: frekuensi, rerata,
median, range, dan standar deviasi. Penelitian ini disetujui oleh Komite Etika Rumah
Sakit kami.
Hasil
Antara Januari 2003 dan Desember 2012, 3933 pasien dirawat di NICU kami
(Tab. 1). Rerata lama tinggal di NICU adalah 12,0 hari. Lima ratus lima puluh tiga
diantaranya (14,1%) adalah bayi berat lahir sangat rendah dan 336 (8,5%) bayi yang
lahir sangat prematur. Delapan ratus delapan belas pasien (20,8%) menjalani operasi
dalam masa keperawatannya di NICU. Terdapat 549 (13,9%) pasien dengan tanda
klinis atau sudah dikonfirmasi menderita sepsis (baik akibat bakteri atau jamur). Lima
belas di antaranya (2,7%) telah dikonfirmasi menderita sepsis akibat jamur pada hasil
kultur darah (Tab. 2 dan Tab. 3). Dalam periode 10 tahun, kejadian kumulatif sepsis
akibat jamur pada neonatus (dikonfirmasi dengan kultur darah) adalah 3,8 per 1.000
penerimaan NICU.
Pasien dengan sepsis akibat jamur memiliki rerata (standar deviasi [SD]) lama
perawatan di NICU selama 70,4 hari ( 44,5). Sembilan (60%) pasien adalah lakilaki. Median (kisaran) umur kehamilan adalah 27 (23-39) minggu. Dua (13,3%)
merupakan bayi prematur, 2 (13,3%) sangat prematur, dan 9 (60%) amat sangat
prematur. Median (kisaran) dari berat lahir adalah 845 (450-2,340) gram. Lima belas
(100%) memiliki BBLR, 13 (86,7%) memiliki BBLSR dan 9 (60%) dengan berat
lahir amat sangat rendah. Sepuluh (66,7%) pasien lahir dengan persalinan
pervaginam. Skor Apgar yang rendah pada 7 (46,7%) pasien. Tiga belas pasien
(86,7%) menggunalan ventilasi mekanik invasif sebelum didiagnosis sepsis akibat
jamur.
4

Sepuluh (66,7%) pasien menjalani operasi sebelum didiagnosis, 5 (50%)


operasi daerah perut (untuk atresia duodenum, volvulus, hernia, dan necrotizing
enterocolitis), 2 operasi daerah toraks non-jantung (untuk atresia esofagus dan fistula
trakeo) dan 3 operasi perbaikan patent ductus arteriosus. Semua operasi perbaikan
patent ductus arteriosus terjadi sepsis dalam waktu kurang dari 48 jam sebelum
didapatkan hasil kultur darah positif jamur.

NICU: unit perawatan intensif neonatal, LPT: prematur; VPT: sangat prematur; EPT: sangat prematur; BBLR:
berat badan lahir rendah; VLBW: berat lahir sangat rendah; ELBW: berat lahir amat sangat rendah.

Semua pasien (n = 15, 100%) terpasang setidaknya satu kateter vena sentral
(CVC) selama rawat inap, 9 pasien (60%) terpasang selama lebih dari 21 hari, dan 4
pasien (26,7%) selama lebih dari 28 hari. Rata-rata (kisaran) lama pemakaian arteri
umbilikalis atau penempatan kateter vena adalah 8.3 (1-18) hari.
Pada kultur darah dengan hasil positif untuk jamur, 1 pasien tidak terpasang
CVC, enam menggunakan Broviac CVC, 6 lainnya dengan peripheral inserted
central catheter (PICC), dan 2 pasien dengan Broviac CVC bersamaan dengan
PICC. Sebagian besar pasien (5 dari 8) dengan Broviac CVC terpasang selama lebih
dari 10 hari. Rerata durasi pemasangan kateter intravena adalah 18,1 ( 14,4) hari.
Hanya 2 dari 8 pasien menggunakan Broviac CVC selama lebih dari 21 hari.
Diantara pasien dengan PICC, mayoritas (5 dari 8 pasien) terpasang selama lebih dari
10 hari, tetapi hanya 1 yang terpasang selama lebih dari 21 hari. Durasi rata-rata
terpasangnya kateter intravena adalah 11 (30/01) hari. Setelah didiagnosis, pelepasan
kateter intravena (kurang dari 2 hari setelah diagnosis ditegakkan) dilakukan pada 4
dari 8 PICC dan 1 dari 8 Broviac CVC. Semua pasien (n = 15, 100%) mendapatkan
nutrisi parenteral sebelum didiagnosis dan 7 pasien (46,7%) mendapatkan selama
lebih dari 21 hari.

Tiga belas (86,7%) pasien sebelumnya mendapatkan pengobatan dengan


antibiotik spektrum luas, terutama sefotaksim (n = 12, rata-rata [SD] durasi 15,5 [
7,0] hari) dan meropenem (n = 3, berarti [SD] durasi 7,3 [ 4,2 ] hari). Empat (30,8%)
pasien dirawat selama lebih dari 21 hari. Pada saat didiagnosis, 5 (33,3%) pasien
diobati dengan clotrimazole topikal dan / atau nistatin oral untuk kandidiasis
mukokutan (1 dari mereka tersebar merata dalam tubuh pasien). Kultur darah positif
untuk jamur terjadi pada rata-rata (SD) usia 31,9 ( 17,5) hari kehidupan.
Peningkatan protein C-reaktif setelah pemberian antijamur terjadi pada 12
(80%) pasien; 9 (60%) mengalami trombositopenia (trompositopenia berat pada 5 dari
mereka); dan 7 (46,7%) pasien didapatkan leukositosis. Hanya Candida spp. Yang
ditemukan pada kultur darah. Delapan (53,3%) pasien terinfeksi C. parapsilosis, 6
(40%) pasien dengan C. albicans, dan 1 (6,7%) dengan C. albicans awalnya kemudian
terinfeksi C. parapsilosis juga.
Semua pasien (n = 15, 100%) diobati dengan liposomal amfoterisin B, baik
dalam monoterapi (n = 9, 60%), atau dikombinasikan dengan flucytosin (n = 3),
dengan caspofungin (n = 1) atau dengan flukonazol (n = 1). Penggantian liposomal
amfoterisin B dengan caspofungin dan kemudian fluconazole terjadi pada 1 pasien.
Rerata (SD) durasi pengobatan dengan liposomal amfoterisin B adalah 18,4 ( 7,2)
hari, median (kisaran) durasi pengobatan adalah 10,7 (7-14) hari untuk flucytosin,
25,5 (25-26) hari untuk caspofungin dan 29 (28 -30) hari untuk flukonazol. Dalam 3
(20%) kasus, pengobatan antijamur diberikan sebelum hasil kultur darah didapatkan.
Pengobatan pilihan pertama tidak efektif pada 8 (53,3%) pasien. Dalam NICU kami,
pemeriksaan pada lokalisasi target organ (seperti mata, hati, dll) secara rutin
dilakukan di setiap pasien yang sudah dikonfirmasi menderita sepsis akibat jamur,
namun kami tidak menemukan adanya kelainan dalam pemeriksaan tersebut.
Kematian terjadi pada 7 (46,7%) pasien. Di antara yang tersisa, pada usia 18 bulan, 4
(50%) pasien mengalami gangguan perkembangan saraf (tuli, psikomotor delay, atau
cerebral palsy).
Diskusi
Insiden, seperti agen jamur yang teridentifikasi dalam penelitian kami, serupa
dengan yang dilaporkan insiden lain dalam jumlah yang lebih sedikit [4, 5, 8, 10].
Sesuai dengan beberapa penelitian lain, bayi baru lahir yang menderita sepsis akibat
jamur terutama bayi sangat prematur dan bayi berat lahir sangat rendah [2, 3, 5, 13],
7

dan sebagian besar bayi dengan berat lahir amat sangat rendah. Bayi dengan berat
lahir amat sangat rendah hampir selalu memiliki beberapa komorbiditas yang serius
(jantung, paru-paru, penyakit usus), dan menggunakan ventilasi mekanik, terpasang
CVCS dan mendapat nutrisi secara parenteral. Penggunaan meropenem sebelumnya,
yang bukan merupakan terapi lini pertama, menunjukkan infeksi serius sebelumnya
pada beberapa pasien.
Fakta bahwa sebagian besar pasien kami menjalani operasi (terutama perut)
sebelum diagnosis menunjukkan kemungkinan bahwa memasuki rangkaian dari ruang
operasi, keluar dari NICU, dan yang terpapar dalam waktu yang lama saat waktu
operasi dapat menyebabkan infeksi. Pembedahan telah dijelaskan dalam literatur
sebagai faktor predisposisi [10, 14].
Sebagian besar kasus kami memiliki faktor risiko yang umum pada sepsis
akibat jamur, yaitu penggunaan antibiotik spektrum luas sebelumnya dan PICC [6,
15], beberapanya dapat dimodifikasi. Pengurangan paparan terhadap beberapa faktor
risiko pada pasien yang sakit berat (keadaan kritis) sulit dilakukan, dokter
menggunakan pengetahuan ini untuk menilai kemungkinan terjadinya sepsis akibat
jamur, yang juga dipengaruhi oleh faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti
usia kehamilan dan berat lahir.
Pengobatan pilihan pertama ditemukan tidak efektif dalam 53,3%. Hal ini
disebabkan kriteria yang digunakan untuk menentukan efektivitas, ketidakmatangan
imunologi atau komorbiditas berat, disamping resistensi terhadap liposomal
amfoterisin B, meskipun belum ada penjelasan mengenai resistensi tersebut dalam
literatur terbaru [16]. Dalam penelitian kami, tes laboratorium untuk kerentanan
antijamur secara in vitro belum tersedia sehingga menghalangi penelitian kami
mengenai efektivitas antijamur.
Unit kami melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap infeksi jamur,
pada kenyataannya tidak didapatkan angka prevalensi yang lebih tinggi (2003 dan
2011) tanpa kejadian sepsis akibat jamur, yang menunjukkan ketidakefektifan
langkah-langkah isolasi.
Profilaksis flukonazol tidak dilakukan di setiap bayi BBLSR atau bayi berat
lahir amat sangat rendah, seperti yang disarankan oleh beberapa penulis [17, 18]
karena NICU kami tidak memenuhi syarat sebagai unit prevalensi tinggi, dan tidak
ada data yang cukup untuk mendukung praktek yang seperti itu ditampilkan dalam
2013 Cochrane review [19] dan dalam data terbaru lainnya [20]. Profilaksis
8

flukonazol hanya dilakukan pada kasus tertentu, setelah penilaian risiko individu.
Penelitian ini dan penelitian lebih lanjut dapat berkontribusi untuk meningkatkan
penilaian risiko ini.
Morbiditas yang diamati setara dengan penelitian [5] lainnya. Kematian di unit
kami (n = 7, 46,7%) lebih tinggi dibandingkan dalam penelitian lain (23,8% sampai
36%) [2, 5, 6], yang dapat dijelaskan adanya perbedaan kriteria inklusi (kita
memasukan semua pasien dan tidak mengecualikan pasien dengan kelainan
kongenital) dan oleh keragaman karakteristik NICU (rendahnya insiden membuat kita
berpikir bahwa hanya bayi yang sangat prematur atau yang sakit berat yang dapat
terinfeksi, dan mereka, dari awal, tidak mungkin dapat bertahan hidup), dan karena
kita menghitung angka kematian sederhana bukan angka kematian yang disebabkan
oleh sepsis.
Kami mengidentifikasi beberapa keterbatasan dalam studi ini, dimana hanya
sejumlah kecil kasus yang termasuk, penelitian yang bersifat retrospektif, dan fakta
bahwa populasi yang diteliti tidak mewakili semua NICUs nasional merupakan yang
paling penting.
Dalam penyelidikan kedepannya, beberapa keterbatasan dapat diatasi dengan
meningkatkan studi multicenter dengan mencocokkan kasus yang dipilih dengan
kontrol, dalam studi kasus kontrol.
Hasil penelitian ini menghimbau para dokter untuk lebih waspada terhadap
salah satu risiko yang terkait dengan penggunaan jangka panjang dari PICC dan
antibiotik spektrum luas, menyoroti kebutuhan untuk merealisasikan kebijakan NICU
(menciptakan protokol tertulis yang ketat tentang penggunaan akses vena sentral dan
antibiotik spektrum luas) dan untuk lembaga pengawasan dari infeksi nosokomial.
Karena ini adalah unit Tingkat III, dengan banyak pasien dengan komorbiditas berat,
termasuk bedah, sejumlah besar pasien dengan sakit berat sehingga sulit untuk
mengurangi paparan beberapa faktor-faktor risiko. Pengetahuan mengenai data lokal
sangat penting untuk menyesuaikan secara permanen pengawasan dan pencegahan
untuk mengurangi terjadinya komplikasi fatal ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cohen-Wolkowiez M, Moran C, Benjamin DK, Cotten CM, Clark RH, Benjamin
DK Jr, Smith PB. Early and late onset sepsis in late preterm infants. Pediatr Infect
Dis J. 2009;28(12):1052-6.
2. Stoll BJ, Hansen N, Fanaroff AA, Wright LL, Carlo WA, Ehrenkranz RA,
Lemons JA, Donovan EF, Stark AR, Tyson JE, Oh W, Bauer CR, Korones SB,
Shankaran S, Laptook AR, Stevenson DK, Papile LA, Poole WK. Late-onset
sepsis in very low birth weight neonates: the experience of the NICHD Neonatal
Research Network. Pediatrics. 2002;110(2 Pt 1): 285-91.
3. Stoll BJ, Hansen NI, Bell EF, Shankaran S, Laptook AR, Walsh MC, Hale EC,
Newman NS, Schibler K, Carlo WA, Kennedy KA, Poindexter BB, Finer NN,
Ehrenkranz RA, Duara S, Snchez PJ, OShea TM, Goldberg RN, Van Meurs KP,
Faix RG, Phelps DL, Frantz ID 3 rd, Watterberg KL, Saha S, Das A, Higgins RD;
Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human
Development Neonatal Research Network. Neonatal outcomes of extremely
preterm infants from the NICHD Neonatal Research Network. Pediatrics.
2010;126(3):443-56.
4. Ascher SB, Smith PB, Watt K, Benjamin DK, Cohen-Wolkowiez M, Clark RH,
Benjamin DK Jr, Moran C. Antifungal therapy and outcomes in infants with
invasive Candida infections. Pediatr Infect Dis J. 2012;31(5):439-43.
5. Benjamin DK Jr, Stoll BJ, Fanaroff AA, McDonald SA, Oh W, Higgins RD,
Duara S, Poole K, Laptook A, Goldberg R; National Institute of Child Health and
Human Development Neonatal Research Network. Neonatal candidiasis among
extremely low birth weight infants: risk factors, mortality rates, and
neurodevelopmental outcomes at 18 to 22 months. Pediatrics. 2006;117(1):84-92.
6. Benjamin DK Jr, Stoll BJ, Gantz MG, Walsh MC, Sanchez PJ, Das A, Shankaran
S, Higgins RD, Auten KJ, Miller NA, Walsh TJ, Laptook AR, Carlo WA,
Kennedy KA, Finer NN, Duara S, Schibler K, Chapman RL, Van Meurs KP,
Frantz ID 3rd, Phelps DL, Poindexter BB, Bell EF, OShea TM, Watterberg KL,
Goldberg RN; Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and
Human Development Neonatal Research Network. Neonatal candidiasis:

10

epidemiology, risk factors, and clinical judgment. Pediatrics. 2010;126(4):e86573.


7. Clerihew L, Austin N, McGuire W. Prophylactic systemic antifungal agents to
prevent mortality and morbidity in very low birth weight infants. Cochrane
Database Syst Rev. 2007(4):CD003850.
8. Montagna MT, Lovero G, De Giglio O, Iatta R, Caggiano G, Montagna O,
Laforgia N; AURORA Project Group. Invasive fungal infections in neonatal
intensive care units of Southern Italy: a multicentre regional active surveillance
(AURORA project). J Prev Med Hyg. 2010;51(3):125-30.
9. Rodriguez D, Almirante B, Park BJ, Cuenca-Estrella M, Planes AM, Sanchez F,
Gene A, Xercavins M, Fontanals D, Rodriguez- Tudela JL, Warnock DW, Pahissa
A; Barcelona Candidemia Project Study Group. Candidemia in neonatal intensive
care units: Barcelona, Spain. Pediatr Infect Dis J. 2006;25(3):224-9.
10. Peman J, Cantn E, Linares-Sicilia MJ, Rosell EM, Borrell N, Ruiz-Prez-dePipaon MT, Guinea J, Garca J, Porras A, Garca- Tapia AM, Prez-Del-Molino
L, Surez A, Alcoba J, Garca-Garca I. Epidemiology and antifungal
susceptibility of bloodstream fungal isolates in pediatric patients: a Spanish
multicenter prospective survey. J Clin Microbiol. 2011;49(12):4158-63.
11. White PL, Hibbitts SJ, Perry MD, Green J, Stirling E, Woodford L, McNay G,
Stevenson R, Barnes RA. Evaluation of a commercially developed semiautomated PCR-SERS assay for the diagnosis of invasive fungal disease. J Clin
Microbiol. 2014 Jul 16. [Epub ahead of print].
12. Hofer N, Zacharias E, Muller W, Resch B. An update on the use of C-reactive
protein in early-onset neonatal sepsis: current insights and new tasks.
Neonatology. 2012;102(1):25-36.Clerihew L, Lamagni TL, Brocklehurst P,
McGuire W. Candida parapsilosis infection in very low birthweight infants. Arch
Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2007;92(2):F127-9.
13. Leibovitz E. Strategies for the prevention of neonatal candidiasis. Pediatr
Neonatol. 2012;53(2):83-9.
14. Cotten CM, McDonald S, Stoll B, Goldberg RN, Poole K, Benjamin DK Jr;
National Institute for Child Health and Human Development Neonatal Research
Network. The association of third-generation cephalosporin use and invasive
candidiasis in extremely low birth- weight infants. Pediatrics. 2006;118(2):71722.
11

15. Pammi M, Holland L, Butler G, Gacser A, Bliss JM. Candida parapsilosis is a


significant neonatal pathogen: a systematic review and meta-analysis. Pediatr
Infect Dis J. 2013;32(5):e206-16.
16. Kaufman D, Boyle R, Hazen KC, Patrie JT, Robinson M, Donowitz LG.
Fluconazole prophylaxis against fungal colonization and infection in preterm
infants. N Engl J Med. 2001;345(23):1660-6.
17. Manzoni P, Stolfi I, Pugni L, Decembrino L, Magnani C, Vetrano G, Tridapalli E,
Corona G, Giovannozzi C, Farina D, Arisio R, Merletti
18. F, Maule M, Mosca F, Pedicino R, Stronati M, Mostert M, Gomirato G; Italian
Task Force for the Study and Prevention of Neonatal Fungal Infections; Italian
Society of Neonatology. A multicenter, randomized trial of prophylactic
fluconazole in preterm neonates. N Engl J Med. 2007;356(24):2483-95.
19. Austin N, McGuire W. Prophylactic systemic antifungal agents to prevent
mortality and morbidity in very low birth weight infants. Cochrane Database Syst
Rev. 2013;4:CD003850.
20. Benjamin DK Jr, Hudak ML, Duara S, Randolph DA, Bidegain M, Mundakel GT,
Natarajan G, Burchfield DJ, White RD, Shattuck KE, Neu N, Bendel CM, Kim
MR, Finer NN, Stewart DL, Arrieta AC, Wade KC, Kaufman DA, Manzoni P,
Prather KO, Testoni D, Berezny KY, Smith PB; Fluconazole Prophylaxis Study
Team. Effect of fluconazole prophylaxis on candidiasis and mortality in
premature infants: a randomized clinical trial. JAMA. 2014;311(17):1742-9.

12

You might also like