You are on page 1of 11

ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

I. DEFINISI
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan
paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang
sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal
( Hudak, 1997 ).
Adult respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal napas mendadak
yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sulit untuk
membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak factor
predisposisi seperti syok karena perdarahan, sepsis, rudapaksa/trauma pada paru atau bagian
tubuh lainnya, pancreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi heroin, atau metadon.
Sindrom gawat napas akut juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik. Sindrom ini
merupakan sindrom klinik yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen di
arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. ARDS biasanya membutuhkan ventilasi
mekanik yang lebih tinggi dari tekanan jalan napas normal. Terdapat kisaran yang luas dari factor
yang berkaitan dengan terjadinya ARDS termasuk cedera langsung pada paru (seperti inhalasi
asap) atau gangguan tidak langsung pada tubuh (seperti syok)

II. PATOLOGI
Secara mikroskopis, paru tampak hitam kemerahan, beratnya bertambah, tidak
mengandung udara, dan hampir tidak mengembang. Potongan penampangan paru menunjukkan
peredaran, kongesti, dan edema, menyerupai hati. Perubahan paling awal dari segi histologis
adalah mikroemboli trombosit fibrin yang biasa terlihat dalam 6 jam pertama. Pada tahap
berikutnya didapatkan kongesti kapiler, edema interstitial, adema intra-alveoli, perdarahan intraalveoli, pembentukan membrane hialin, hipertrofil dan hyperplasia sel alveoli dan interstitial,
proliferasi fibroblast alveoli, dan pada tahap akhir idapatkan pengendapan kolagen yang luas
sehingga akhirnya terjadi fibrosis ( yusuf, 1996).

III. ETIOLOGI
Faktor-faktor etiologi yang berhubungan dengan ARDS:
Mekanisme
Etiologi
Kerusakan paru akibat inhalasi (mekanisme Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas
tidak langsung)

oksigen, aspirasi asam lambung, tenggelam,


sepsis (apapun penyebabnya), koagulasi
intravascular

tersebar

dan

pancreatitis

Obat-obatan

idiopatik.
Heroin dan salisilat.

Infeksi

Virus, bakteri, jamur, dan TB paru

Sebab lain

Emboli lemak, emboli cairan amnion,


emboli paru thrombosis, rudapaksa (trauma)
paru, keracunan oksigen, transfungsi massif,
kelainan metabolic (uremia), bedah mayor.

Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya
ARDS adalah ;
Sistemik :
Syok karena beberapa penyebab
Sepsis gram negative
Hipotermia
Hipertermia
Takar lajak obat ( Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone, Bleomisin )
Gangguan hematology ( DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal )
Eklampsia
Luka bakar

Pulmonal :
Pneumonia ( Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii )
Trauma ( emboli lemak, kontusio paru )
Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )
Pneumositis
Non-Pulmonal :
Cedera kepala
Peningkatan TIK
Pascakardioversi
Pankreatitis
Uremia

IV. PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI


Sindrom gagal napas pada klien dewasa (ARDS) selalu berhubungan dengan
penambahan cairan dalam paru. Sindrom ini merupakan suatu edema paru yang berbeda dari
edema paru karena kelainan jantung. Perbedaanya terletak pada tidak adanya peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologis, mula-mula terjadi kerusakan membrane
kapiler-alveoli, selanjutnya terjadi peningkatan permeabilitas endothelium kapiler paru dan
kapiler alveoli yang mengakibatkan terjadinya edema alveoli dan interstitial. Untuk mengetahui
lebih banyak mengenai edema paru pada ARDS, penting untuk mengetahui hubungan struktur
dan fungsi alveoli.
Membran alveoli terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel tipe 1 ( tipe A), sel penyokong yang
tidak menyokong mikrovili dan amat tipis. Sel tipe II 9 Tipe B) berbentuk hampir seperti kubus
dengan mikrovili dan merupakan sumber utama surfaktan alveoli. Sikat pemisah udara dan

pembuluh darah disusun dari sel Tipe I dan Tipe II dengan membrane basal endothelium dan sel
endothelium.
Bagian membran kapiler alveoli yang paling tipis mempunyai tebal 0,15 m. Sel
pneumosit Tipe I amat peka terhadap kerusakan yang timbulkan oleh berbagai zat yang
terinhalasi. Jika terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95% dari permukaan alveoli ini, akan
amat menurunkan keutuhan sakat pemisahan alveoli-kapilr. Pada kerusakan mendadak paru,
mula-mula terjadi peradangan interstisial, edema dan perdahan yang disertai dengan proliferasi
sel Tipe II yang rusak. Keadaan peradangan ini dapat membaik secara lambat atau membentuk
fibrosis paru yang luas.
Sel endotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada 60 sehingga
terjadi perembesaran cairan dan unsur-unsur lain darah ke dalam alveoli dan terjadi edema paru.
Mula-mula cairan berkumpul di interstisium dan jika kapasitas interstisium terlampaui alveoli
mulai terisi menyebabkan atelektrasis kongesti dan terjadi hubungan intrapulmoner.
Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivasi komplemen sebagai
akibat trauma, syok, dan lain-lain. Selanjutnya aktivasin komplemen akan menghasilkan C5a
yang menyebabkan granulosit teraktilasi dan menempel serta merusak endothelium
mikrovaskuler paru, sehingga meningkatan permeabilitas kapiler paru. Agregasi granulosit
neutrofil merusak sel endolelium dengan melepaskan protease yang menghancurkan struktur
protein seperti kolagen, elastin, dan fibronektin, dan proteolisis protein plasma dalam sirkulasi
seperti infaktor Hageman, Fibrinogen, dan komplemen.
Beberapa hal yang menyokong peranan granulosit dalam proses timbulnya ARDS adalah
fakta adanya granulositopenia yang berat pada binatang percobaan dengan ARDS karena
kumpulannya granulosit dalam paru.
Biopsi paru dari klien dengan ARDS menunjukkan juga adanya pengumpulan granulosit
yang tidak normal dalam parenkim paru. Granulosit yang teraktivasi mampu melepaskan ensim
proteolitik seperti elastase, kolagenase, dan oksigen radikal yang dapat menghambat aktivitas
antiprotease paru.

Endotoksin bakteri, aspirasi asma lambung dan intoksikasi oksigen dapat merusak sel
endothelium arteri pulmonalis dan leukosit neutrofil yang teraktivasi akan membesarkan
kerusakan tersebut. Histamin. Serotonin, atau bradikinin, dapat menyebabkan kontraksi sel
endothelium dan mengakibatakan pelebaran porus interseluler serta meningkatan permeabilitas
kapiler.
Adanya hipotensi dan pancreatitis akut yang menghambat produksi surfaktan dan
fosfolipase A. Selain itu, cairan edema terutama fibrinogen akan menghambat produksi dan
aktivitas surfaktan sehingga menyebabkan mikroagulabilitas dan asidisis, hemolisis, toksin
bakteri, dan lain-lain dapat merangsang timbulnya koagulasi intravascular tersebar.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke
jaringan interstitial dan alveoli, nenyebabkan edema paru dan etelektasis kongesti yang luas.
Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi kaku dan komplians paru menurun. Lapasitas
risidu fungsional juga menurun. Hipoksemia berat merupakan gejala penting ARDS dan
penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-venous, dan
kelainan difusi alveoli-kapiler akibat penebalan dinding alveoli-kapiler.
Peningkatan permeabilitas membrane alveoli-kapiler menimbulkan edema interstitial dan
alveolar serta atelektasis alveolar, sehingga jumlah udara sisa pada paru di akhir ekspirasi normal
dan kapasitas residu fungsional (FRC) menurun
Secara pathofisiologi terjadinya ARDS dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kerusakan sistemik

Pe perfusi jaringan

Hipoksia seluler

Pelepasan faktor-faktor biokimia

( enzim lisosom, vasoaktif, system komplemen, asam metabolic, kolagen, histamine )

Pe permiabilitas kapiler paru

Pe aktivitas surfaktan

Edema interstisial alveolar paru

Kolaps alveolar yang progresif

Pe compliance paru
Stiff lung
Pe shunting

Hipoksia arterial
Keterangan ;
Pergerakan cairan paru pada kasus ARDS :
Terjadi peregangan / deposisi dari mebran hialin
Intraalveolar Epithelial junction melebar
Terjadi edema interstisial, cairan intravascular keluar, protein keluar masuk ke
dalam alveoli

Endotel kapiler paru pecah


Eritrosit keluar dari intavaskuler masuk kedalam paru menyebabkan fenomena
frozzy sputum
V. KOMPLIKASI
Infeksi paru dan abdomen merupakan komplikasi yang sering dijumpai. Adanya edema
paru, hipoksia alveoli, penurunan surfaktan dan daya aktivitas surfaktan akan menurunkan daya
tahan paru terhadap infeksi.
Komplikasi PEEP yang sering adalah penurunan curah jantung, emfisema subkutis,
pneumothoraks dan pneumomediastinum.
Tingkat kemaknaan ARDS sebagai kedaruratan paru ekstrim dengan rata-rata mortalitas
50%-70% dapat menimbulkan gejala sisa pada penyembuhan, prognosis jangka panjang baik.
Abnormalitas fisiologik dari ringan sampai sedang yaitu abnormalitas obstruktif terbatas
(keterbatasan aliran udara), defek difusi sedang dan hipoksemia selama latihan. Hasil positif
pada pasien yang sembuh dari ARDS paling mungkin fungsi tiga dari kemampuan tim kesehatan
untuk melindungi paru dari kerusakan lebih lanjut selama periode pemberian dukungan hidup,
pencegahan toksisitas oksigen dan perhatian terhadap penurunan sepsis.
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :
Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )
Defek difusi sedang
Hipoksemia selama latihan
Toksisitas oksigen
Sepsis
VI. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran Klinis

ARDS/ALI merupakan suatu respons terhadap berbagai macam injuri atau penyakit yang
mengenai paru-paru baik itu secara langsung atau tidak langsung. Berbagai keadaan dan penyakit
dasar yang dapat menyebabkan timbulnya ARDS/ALI yaitu: Langsung antara lain: Aspirasi asam
lambung, Tenggelam, Kontusio paru, Pnemonia berat, Emboli lemak, Emboli cairan amnion,
Inhalasi bahan kimia dan Keracunan oksigen. Sedangkan Tidak langsung, terdiri dari Sepsis,
Trauma berat, Syok hipovolemik, Transfusi darah berulang, Luka bakar, Pankreatitis, Koagulasi
intravaskular diseminata dan Anafilaksis.
Sekitar 12-48 jam setelah penyebab atau faktor pencetus timbul, mula-mula pasien
terlihat sesak (takipnea) dan takikardia. Analisis gas darah (AGD) memperlihatkan hipoksemia
berat yang kurang respons dengan terapi oksigen Foto toraks memperlihatkan gambaran infiltrat
bilateral yang difus tanpa disertai oleh gejala edema paru kardiogenik.
VII. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
Karena pemeriksaan fisik sering kali tidak memberikan petunjuk, satu dari alat-alat
pengkajian yang kuat adalah kesadaran konstan terhadap penyebab ARDS. Perawat harus
mempertahankan tingkat kecurigaan yang tinggi, dan berusaha keras untuk terus mengkaji. Data
dasar yang penting harus dikumpulkan. Perubahan dan kecenderungan yang dapat merupakan
petunjuk dini keadaan abnormal fungsi paru-tanda vital, sensori dan GDA -harus dicatat.
Peningkatan frekuensi pernafasan secara bertahap tanpa gejala atau tanda penyerta mungkin
merupakan petunjuk dini.
Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan anamnesa klinis yang
tepat. Pemeriksaan laboraturium yang paling awal adalah hipoksemia, sehingga penting untuk
melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang tepat, kemudian
hiperkapnea dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir.

Pada permulaan, foto dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang terdapat
gambaran edema interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal umumnya dapat menaikkan
tekanan PO2 arteri ke arah yang masih dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya sesak nafas
bertambah, sianosis penderita menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di seluruh paru-paru.
Pada saat ini foto dada menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan tersebar luas. Pada saat
terminal sesak nafas menjadi lebih hebat dan volume tidal sangat menurun, kenaikan PCO2 dan
hipoksemia bertambah berat, terdapat asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis
respiratorik dan tekanan darah sulit dipertahankan.
Hasil laboraturium :
1. Analisa GDA : PaO2 sangat rendah (mis: 20 L/menit)
2. Tekanan atrium kiri rendah melalui kateter arteri pulmonal.
VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah ancaman hidup segera :
mengembangkan alveoli secara optimal untuk mempertahankan gas darah arteri, pengiriman
oksigen ke jaringan tak adekuat skunder terhadap ketidakmampuan paru untuk mengoksigenasi,
yang disebabkan oleh abnormalitas V/Q berat dan kebocoran. Tujuan yang kedua adalah untuk
meminimalkan tekanan vascular paru untuk mencegah atau menghambat kebocoran cairan pada
membrane kapiler alveolar.
Hampir semua pasien memerlukan ventilasi mekanis dan oksigen konsentrasi tinggi untuk
menghindari hipoksia jaringan yang berat. Pemberian Tekanan Positif Akhir Respirasi (PEEP)
dengan respirator volume merupakan langkah besar dalam keadaan penanganan ini. PEEP
membantu memperbaiki keadaan sindrom distress pernafasan dengan mengembangkan daerah
yang sebelumnya mengalami atelektasis, dan mengembalikan aliran cairan edema atelektasis dari
kapiler. Keuntungan lain dari PEEP adalah alat ini memungkinkan pasien untuk mendapatkan
FIO2 dalam konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini penting karena pada salah satu segi FIO2
yang tinggi umumnya diperlukan untuk mencapai PaO2 dalam kadar minimal dan pada segi lain
oksigen konsentrasi tinggi bersifat toksik terhadap paru-paru dan menyebabkan ARDS. Efek dari

PEEP adalah memperbaiki tekanan oksigen arterial dan memungkinkan penurunan FIO2. Bahaya
yang mungkin terjadi dalam penggunaan PEEP adalah pneumothoraks dan terganggunya curah
jantung karena tekanan yang tinggi. Pemantauan dan perhatian yang ketat ditujukan untuk
mencapai PEEP yang terbaik yaitu ventilasi pada tekanan akhir respirasi, yang menghasilkan
daya kembang paru-paru terbaik dan penurunan PaO2 dan curah jantung yang minimal.
Karena penimbunan cairan pada paru-paru merupakan masalah, maka pembatasan cairan dan
terapi diuretic merupakan tindakan lain yang penting dalam penanganan ARDS. Cairan diberikan
cukup untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat tanpa menimbulkan edema atau
memperberat edema paru.
Peranan kortikosteroid pada ARDS masih diperdebatkan. Kortikosteroid biasanya diberikan
dalam dosis besar, lebih disukai metilprednisolon 30mg/kgBB secara intravena setiap 6 jam.
Kortikosteroid umumnya diberikan pada renjatan septic.
Ventilasi mekanik dilakukan kalau timbul hiperkapnia , kalau PaO2 dengan pemberian O2 tidak
dapat dipertahankan tetap 60 mmHg, hipoksemia memburuk dan mencetuskan asidosis
metabolic, kalau penderita lelah dan tidak dapat mengatasi beban kerja nafas atau timbulnya
jeratan. Tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mengurangi kerja pernafasan , memperbaiki
oksigenasi arterial dan pemakaian O2 yang non toksik.
Dukungan nutrisi yang adekuat adalah penting dalam mengobati ARDS untuk memenuhi
kebutuhan normal. Jika terjadi malnutrisi akan berefek untuk menurunkan kemampuan pasien
untuk mempertahankan tingkat ventilasi yang tepat.
IX. PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN
Prioritas masalah keperawatan pada klien dengan ARDS menurut Doenges (2001) adalah
sebagai berikut :
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas
3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan

4. Cemas
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Pernapasan. Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.
Somantri, Irman. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Doenges E. Marilynn dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
http://nazran.wordpress.com/tag/ards/

You might also like