You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

TUJUAN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Imunologi II dengan menjelaskan mengenai malaria.
Untuk lebih memahami mengenai mekanisme dan pemeriksaan malaria dan dapat
mengaplikasikan cara pemeriksaannya pada praktek kerja sehari hari.
1.2.

LATAR BELAKANG

Malaria masih merupakan masalah penyakit endemik di wilayah Indonesia Timur khususnya
Nusa Tenggara Barat. Salah satu masalah yang dihadapi adalah kesulitan mendiagnosis
secara cepat dan tepat. Berdasarkan hasil evaluasi Program Pemantapan Mutu Eksternal
Laboratorium Kesehatan pada pemeriksaan mikroskopis malaria, yang dilakukan oleh Balai
Laboratorium Kesehatan Mataram, dari 19 laboratorium di NTB yang mengevaluasi
menggunakan preparat positif malaria, hanya 79% peteknik laboratorium yang dapat
membaca preparat dengan benar. Kepentingan untuk mendapatkan diagnosis yang cepat pada
penderita yang diduga menderita malaria merupakan tantangan untuk mendapatkan
uji/metode laboratorik yang tepat, cepat, sensitif, mudah dilakukan, serta ekonomis. Peranan
keendemikan (endemisitas) malaria, migrasi penduduk yang cepat, serta berpindah-pindah
(traveling) dari daerah endemis, secara tidak langsung mempengaruhi masalah diagnostik
laboratorikmaupun terapi malaria. Perubahan gambaran morfologi parasit malaria, serta
variasi galur (strain), yang kemungkinan disebabkan oleh pemakaian obat antimalaria secara
tidak tepat (irasional), membuat masalah semakin sulit terpecahkan bila hanya mengandalkan
teknik diagnosis mikroskopis. Ditambah lagi rendahnya mutu mikroskop dan pereaksi
(reagen) serta kurang terlatihnya tenaga pemeriksa, menimbulkan kendala dalam memeriksa
parasit malaria secara mikroskopis yang selama ini merupakan standar emas (gold standard)
pemeriksaan laboratoris malaria.
BAB II
ISI
A. Pengertian
Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.
Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali.
penyakit menular ini sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis atau kawasan tropika
yang biasa namun apabila diabaikan dapat menjadi penyakit yang serius. Parasit penyebab
malaria seperti malaria jenis Plasmodium falciparum merupakan malaria tropika yang sering
menyebabkan kematian. Ia adalah suatu protozoa yang dipindahkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Anopheles betina terutama pada waktu terbit dan terbenam matahari.
Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan lebih dari 2 miliar atau 42%
penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya tidak kurang
dari 1 hingga 2 juta penduduk meninggal karena penyakit yang disebarluaskan nyamuk

Anopheles. Penyakit malaria juga dapat diakibatkan karena perubahan lingkungan sekitar
seperti adanya Pemanasan global yang terjadi saat ini mengakibatkan penyebaran penyakit
parasitik yang ditularkan melalui nyamuk dan serangga lainnya semakin mengganas.
Perubahan temperatur, kelembaban nisbi, dan curah hujan yang ekstrim mengakibatkan
nyamuk lebih sering bertelur sehingga vector sebagai penular penyakit pun bertambah dan
sebagai dampak muncul berbagai penyakit, diantaranya demam berdarah dan malaria.
B. Penyebab Penyakit Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh bibit penyakit yang hidup di dalam darah manusia. Bibit
penyakit tersebut termasuk binatang bersel satu, tergolong amuba yang disebut Plasmodium.
Kerja plasmodium adalah merusak sel-sel darah merah. Dengan perantara nyamuk anopheles,
plasodium masuk ke dalam darah manusian dan berkembang biak dengan membelah diri.
Ada empat macam plasmodium yang menyebabkan malaria:
Falciparum, penyebab penyakit malaria tropika. Jenis malaria ini bisa menimbulkan
kematian.
Vivax, penyebab malaria tersiana. Penyakit ini sukar disembuhkan dan sulit kambuh.
Malaria, penyebab malaria quartana. Di Indonesia penyakit ini tidak banyak ditemukan.
Ovale, penyebab penyakit malaria Ovale. Tidak terdapat di Indonesia.
Penyebab lain terjadinya penyakit malaria, yaitu
a) Parasit
Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua macam siklus kehidupan
yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.
a. Siklus aseksual dalam tubuh manusia
Sikus dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual, dan siklus ini terdiri dari :
Gambar 1 : siklus hidup parasit malaria
Siklus di luar sel darah merah
Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati yang disebut
hipnosoit. Hipnosoit merupakan suatu fase dari siklus hidup parasit yang nantinya dapat
menyebabkan kumat / kambuh atau rekurensi (long term relapse). Plasmodium vivax dapat
kambuh berkali-kali bahkan sampai jangka waktu 3 4 tahun. Sedangkan untuk Plasmodium
ovale dapat kambuh sampai bertahun-tahun apabila pengobatannya tidak dilakukan dengan
baik. Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit yang masuk ke eritrosit (fase eritrositer)
Fase dalam sel darah merah
Fase hidup dalam sel darah merah / eritrositer terbagi dalam :
a) Fase sisogoni yang menimbulkan demam
b) Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penularan penyakit bagi
nyamuk vektor malaria. Kambuh pada Plasmodium falciparum disebut rekrudensi (short term
relapse), karena siklus didalam sel darah merah masih berlangsung sebagai akibat pengobatan
yang tidak teratur. Merozoit sebagian besar masuk ke eritrosit dan sebagian kecil siap untuk
diisap oleh nyamuk vektor malaria. Setelah masuk tubuh nyamuk vektor malaria, mengalami
siklus sporogoni karena menghasilkan sporozoit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk

ditularkan kepada manusia.


Gambar 2 : eritrosit yang terinfeksi parasit malaria
b. Fase seksual dalam tubuh nyamuk
Fase seksual ini biasa juga disebut fase sporogoni karena menghasilkan sporozoit, yaitu
bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada manusia. Lama dan
masa berlangsungnya fase ini disebut masa inkubasi ekstrinsik, yang sangat dipengaruhi oleh
suhu dan kelembaban udara. Prinsip pengendalian malaria, antara lain didasarkan pada fase
ini yaitu dengan mengusahakan umur nyamuk agar lebih pendek dari masa inkubasi
ekstrinsik, sehingga fase sporogoni tidak dapat berlangsung. Dengan demikian rantai
penularan akan terputus
b)

Nyamuk Anopheles

Gambar 3 : Nyamuk Anopheles


Penyakit malaria pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles vektor betina. Di
seluruh dunia terdapat sekitar 2000 spesies nyamuk Anopheles, 60 spesies diantaranya
diketahui sebagai vektor malaria. Di Indonesia terdapat sekitar 80 jenis nyamuk Anopheles,
22 spesies diantaranya telah terkonfirmasi sebagai vektor malaria. Sifat masing-masing
spesies berbeda-beda tergantung berbagai faktor seperti penyebaran geografis, iklim dan
tempat perkembangbiakannya. Semua nyamuk vektor malaria hidup sesuai dengan kondisi
ekologi setempat, contohnya nyamuk vektor malaria yang hidup di air payau (Anopheles
sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah (Anopheles aconitus) atau di mata air
(Anopheles balabacensis dan Anopheles maculatus). Nyamuk Anopheles hidup di daerah
iklim tropis dan subtropis, tetapi juga bias hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini
jarang ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2500 meter dari permukaan laut.
Tempat perkembangbiakannya bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi menjadi
tiga ekosistem yaitu pantai, hutan dan pegunungan. Biasanya nyamuk Anopheles betina
vektor menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbang
(flight range) antara 0,5 3 km dari tempat perkembangbiakannya. Jika ada angin yang
bertiup kencang, dapat terbawa sejauh 20 30 km. Nyamuk Anopheles juga dapat terbawa
pesawat terbang, kapal laut atau angkutan lainnya dan menyebarkan malaria ke daerah yang
semula tidak terdapat kasus malaria. Umur nyamuk Anopheles dewasa dialam bebas belum
banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3 -5 minggu. Nyamuk Anopheles
mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan nyamuk betina diatas permukaan
air akan menetas menjadi larva, melakukan pergantian kulit (sebanyak 4 kali) kemudian
tumbuh menjadi pupa dan menjadi nyamuk dewasa. Waktu yang dibutuhkan untuk
perkembangan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2 5 minggu tergantung
spesies, makanan yang tersedia, suhu dan kelembaban udara.
c) Manusia yang rentan terhadap infeksi malaria
Secara alami penduduk di suatu daerah endemis malaria ada yang mudah dan ada yang tidak
mudah terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya ringan. Perpindahan penduduk dari dan
ke daerah endemis malaria hingga kini masih menimbulkan masalah. Sejak dulu, telah

diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti
di daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah
lain belum mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi.
d) Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan penyakit malaria di suatu daerah.
Adanya danau, air payau, genangan air di hutan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan
dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit
malaria karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk vektor
malaria.
e) Iklim
Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam penularan penyakit malaria.
Biasanya penularan malaria lebih tinggi pada musim kemarau dengan sedikit hujan
dibandingkan pada musim hujan. Pada saat musim kemarau dengan sedikit hujan, genangan
air yang terbentuk merupakan tempat yang ideal sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk
vektor malaria. Dengan bertambahnya tempat perkembangbiakan nyamuk, populasi nyamuk
vektor malaria juga bertambah sehingga kemungkinan terjadinya transmisi meningkat.
C. Penularan dan Penyebaran
Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat, sebagian besar melalui
gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah manusia dapat terhisap oleh nyamuk,
berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, dan ditularkan kembali kepada orang sehat yang
digigit nyamuk tersebut. Jenis-jenis vektor (perantara) malaria yaitu:
Anopheles Sundaicus, nyamuk perantara malaria di daerah pantai.
Anopheles Aconitus, nyamuk perantara malaria daerah persawahan.
Anopheles Maculatus, nyamuk perantara malaria daerah perkebunan, kehutanan dan
pegunungan.
Penularan yang lain adalah melalu transfusi darah. Namun kemungkinannya sangat kecil.
Cara penularan penyakit malaria dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu :
1. Penularan secara alamiah (natural infection)
Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis
dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vector penyebar malaria di
Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang
telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan
menjelang malam hari. Beberapa vector mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah
malam dan menjelang pajar. Setelah nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang
mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu
membentuk ookinet di perut nyamuk yang kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan
membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit
tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam
tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu
menjadi sakit.
2. Penularan tidak alamiah (not natural infection)
a. Malaria bawaan
Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi

melalui tali pusat atau plasenta (transplasental)


b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.
c. Secara oral
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung (P.gallinasium), burung dara
(P.relection) dan monyet (P.knowlesi).
D. Tanda-tanda Terjadinya Penyakit Malaria
Tanda-tanda yang terjadi pada penyakit malaria dimulai dengan dingin dan sering sakit
kepala. Penderita menggigil atau gemetar selama 15 menit sampai satu jam. Dingin diikuti
demam dengan suhu 40 derajat atau lebih. Penderita lemah, kulitnya kemerahan dan
menggigau. Demam berakhir serelah beberapa jam. Penderita mulai berkeringat dan suhunya
menurun. Setelah serangan itu berakhir, penderita merasa lemah tetapi keadaannya tidak
mengkhawatirkan
E. Gejala Klinis dan Masa Inkubasi Malaria
Keluhan dan tanda klinis, merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosa malaria. Gejala
klinis ini dipengaruhi oleh jenis/ strain Plasmodium imunitas tubuh dan jumlah parasit yang
menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala klinis dikenal sebagai
waktu inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit
dalam darah disebut periode prepaten.9
1. Gejala klinis
Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria), yaitu:
a. Periode dingin. Mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan
gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung
15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
b. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas
badan tetap tinggi dapat mencapai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala,
terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai
dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur
turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melaksanakan pekerjaan seperti biasa. Di daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi,
sering kali orang dewasa tidak menunjukkan gejala klinis meskipun darahnya mengandung
parasit malaria. Hal ini merupakan imunitas yang terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang.
Limpa penderita biasanya membesar pada serangan pertama yang berat/ setelah beberapa kali
serangan dalam waktu yang lama. Bila dilakukan pengobatan secara baik maka limpa akan
berangsur-berangsur mengecil. Keluhan pertama malaria adalah demam, menggigil, dan
dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Untuk
penderita tersangka malaria berat, dapat disertai satu atau lebih gejala berikut: gangguan
kesadaran dalam berbagai derajat, kejang-kejang, panas sangat tinggi, mata atau tubuh
kuning, perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan, nafas cepat, muntah terus-

menerus, tidak dapat makan minum, warna air seni seperti the tua sampai kehitaman serta
jumlah air seni kurang sampai tidak ada.
2. Masa inkubasi
Masa inkubasi dapat terjadi pada :
a. Masa inkubasi pada manusia (intrinsik)
Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing Plasmodium. Masa inkubasi pada inokulasi
darah lebih pendek dari infeksi sporozoid. Secara umum masa inkubasi Plasmodium
falsiparum adalah 9 sampai 14 hari, Plasmodium vivax adalah 12 sampai 17 hari,
Plasmodium ovale adalah 16 sampai 18 hari, sedangkan Plasmodium malariae bisa 18 sampai
40 hari. Infeksi melalui transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah parasit
yang masuk dan biasanya bisa sampai kira-kira 2 bulan.
b. Masa inkubasi pada nyamuk (ekstrinsik)
Setelah darah masuk kedalam usus nyamuk maka protein eritrosit akan dicerna oeleh enzim
tripsin kemudian oleh enzim aminopeptidase dan selanjutnya karboksipeptidase, sedangkan
komponen karbohidrat akan dicerna oleh glikosidase. Gametosit yang matang dalam darah
akan segera keluar dari eritrosit selanjutnya akan mengalami proses pematangan dalam usus
nyamuk untuk menjadi gamet (melalui fase gametogenesis). Adapun masa inkubasi atau
lamanya stadium sporogoni pada nyamuk adalah Plasmodium vivax 8-10 hari, Plasmodium
palsifarum 9-10 hari, Plasmodium ovale 12-14 hari dan Plasmodium malariae 14-16 hari.
F. Diagnosa Malaria
Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis malaria didasarkan pada manifestasi klinis
(termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (Plasmodium) di dalam
darah penderita. Manifestasi klinis demam seringkali tidak khas dan menyerupai penyakit
infeksi lain (demam dengue, demam tifoid) sehingga menyulitkan para klinisi untuk
mendiagnosis malaria dengan mengandalkan pengamatan manifestasi klinis saja, untuk itu
diperlukan pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosis sedini mungkin. Secara
garis besar pemeriksaan laboratorium malaria digolongkan menjadi dua kelompok yaitu
pemeriksaan mikroskopis dan uji imunoserologis untuk mendeteksi adanya antigen spesifik
atau antibody spesifik terhadap Plasmodium. Namun yang dijadikan standar emas (gold
standard) pemeriksaan laboratorium malaria adalah metode mikroskopis untuk menemukan
parasit Plasmodium di dalam darah tepi. Uji imunoserologis dianjurkan sebagai pelengkap
pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey
epidemiologi dimana pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dilakukan. Sebagai diagnosa
banding penyakit malaria ini adalah demam tifoid, demam dengue, ISPA. Demam tinggi, atau
infeksi virus akut lainnya.
G. Bahaya Penyakit Malaria
1. Rasa sakit yang ditimbulkan sangat menyiksa si penderita
2. Tubuh yang sangat lemah, sehingga tidak dapat bekerja seperti biasa
3. Dapat menimbulkan kematian pada anak-anak dan bayi
4. Perkembangan otak bisa terganggu pada anak-anak dan bayi, sehingga menyebabkan
kebodohan.

H.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya


Pewarnaan mikroskopik dengan pewarnaan giemsa sampai saat ini masih merupakan baku
emas pemeriksaan malaria. Walaupun demikian hasil pembacaannya hannya dapat dipercaya
jika dilakukan oleh seorang yang berpengalaman. Selain untuk menegakan diagnosis,
pemeriksaan mikroskopik dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan hal ini
tidak dapat diterapkan dengan uji cepat malaria maupun teknik PCR. Kekurangannya adalah
subjektivitas pemeriksa, terutama dalam hal mendiagnosis infeksi campuran atau infeksi
dalam jumlah parasit yang rendah. Selain itu pada infeksi P.falciparum yang stadium
lanjutnya berada di kapiler alat dalam (sekuestrasi), parasit tersebut sulit ditemukan dalam
darah tepi hingga memerlukan pemeriksaan serial darah ( 3 kali dalam 48 jam ) untuk
memastikan ada tidaknya parasit.
Konsentrasi parasit malaria dalam darah cukup merata sehingga pengambilan darah rutin
dapat dilakukan pada ujung jari atau tumit kaki (pada bayi). Morfologi parasit yang optimal
dapat dilihat dengan membuat sediaan darah yang diwarnai giemsa yang diambil dari ujung
jari segera. Akhir akhir ini darah vena dengan antikoagulan lebih sering digunakan sebagai
bahan pemeriksaan. Hal yang harus diperhatikan adalah jumlah darah yang diambil harus
sesuai dengan volume antikoagulannya. Jika digunakan tabung komersial yang berisis
antikoagulan maka tabung tersebut harus diisi penuh dengan darah penderita (sesuai dengan
batasnya ). Hal tersebut untuk menghindari ketidaktepatan rasio darah dan antikoagulan yang
dapat mempengaruhi morfologi parasit malaria.
Jika pembuatan sediaan darah yang mengandung antikoagulan dilakukan 24 jam setelah
pengambilan darah maka jumlah parasit dapat berkurang sampai 50% dan morfologi parasit
sudah berubah. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera (< 1jam) membuat sediaan darah
tipis dan tebal dari darah dengan antikoagulan tersebut. Bahkan jika dilakukan setelah 6 jam
pengambilan darah jumlah parasit mulai berkurang.
Morfologi malaria terlihat optimal pada sediaan darah tipis yang diwarnaai giemsa, tetapi
sensitifitasnya rendah. Dengan menggunakan sediaan darah tebalsensitivitas sediaan darah
mikroskopik akan meningkat sampai 10 kali disbanding sediaan darah tipis. Hal ini yang
perlu diperhatikan adalah lamanya pewarnaan yang optimal, yaitu 30 menit dengan giemsa 3
%. Pewarnaan cepat dengan giemsa yang lebih tinggi tidak dianjurkan, karena jika jumlah
parasit rendah dalam darah, sering kali parasit yang ada tidak terwarnai.
Prinsip : mewarnai apusan darah menggunakan pewarna giemsa agar sel eritrosit yang
terinfeksi parasit mlaria dapat terlihat kelainan morfologinya.
Cara kerja :

Gambaran mikroskopik :
Gambar 4 : gambar mikroskopik parasit malaria
Interpretasi hasil :
+ : 1-10 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop

++ : 11-100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop


+++ : 1-10 parasit stadium aseksual per 1 lapang pandang mikroskop
++++ : 11-100 parasit stadium aseksual per 1 lapang pandang mikroskop
Sedangkan perhitungan secara kuantitatif dapat dilakukan baik pada sediaan darah tebal
maupun sediaan darah tipis. Jumlah parasit stadium aseksual (cincin, trofozoit, dan skizont)
dan aseksual (gametosit) biasanya dihitung secara terpisah.
Pada sediaan darah tebal parasit dihitung berdasarkan jumlah leukosit per mikro liter darah;
jika tidak diketahui biasanya diasumsikan leukosit penderita berjumlah berjumlah 8000/Ul,
dengan rumus berikut.
Jumlah parasit stadium aseksual x jumlah leukosit /Ul
200
Sedangkan perhitungan parasit dalam sediaan darah tipis perlu diketahui jumlah eritrosit per
Ul darah. Jika nilai ini tidak diketahui, diasumsikan penderita mengandung eritrosit
5.000.000/Ul (laki-laki) atau 4.500.000 / Ul (wanita). Jumlah parasit kemudian dihitung
paling sedikit dalam 25 lapangan pandang mikroskopik atau total parasit/Ul dihitung dengan
rumus sebagai berikut.
Jumlah parasit stadium aseksual x
jumlah eritrosir/Ul
Total eritrosit dalam 25 lapang pandang
Pada sediaan darah tipis dapat juga dihitung proporsi atau presentase eritrosit yang terinfeksi
dengan rumus sebagai berikut.
Jumlah parasit stadium aseksual dalam 25 lapang pandang x 100%
Total eritrosit dalam 25 lapang pandang mikroskopik
Pemeriksaan dengan mikroskopik flouresensi
Sensitivitas diagnosis malaria pada sediaan darah dapat ditingkatkan dengan menggunakan
zat flouresensi yang dapat berikatan dengan parasit. Asam nukleat dalam inti akan berikatan
dengan zat tersebut dan akan berflouresensi jika disinari dengan sinar UV yang mempunyai
panjang gelombang tertentu. Mula-mula digunakan acridine orange (AO) dan benzothio
carboxypurine (BCP). Keduanya dieksitasi panjang gelombang 490 nm dan akan
berfloursensi dengan warna kehijauan atau kekuningan.
Acridine orange dapat digunakan langsung pada sediaan darah di kaca objek atau dengan
menggunakan capillary tubes yang bagian dalamnya dilapisi oleh zat wrana acridine orange.
Pada waktu sentrifugasi, capillary tubes yang berisi darah pasien dan terdiri dari berbagai sel,
yaitu leukosir, trombosit dan eritrosit akan terpisah. Parasit malaria akan terkonsentrasi
dibawah berbagai lapisan sel, terutama dibagian atas lapisan eritrosit dan kadang kadang
ditemukan dalam lapisan trombosit dan leukosit. Parasit dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop flouresensi.
Tekhnik kawamoto menggunakan filter yang dapat mengeksitasi panjang gelombang 470-490
nm sehingga pada waktu cahaya melewati sediaan darah yang diwarnai acridine orange,
parasit akan terlihat berflouresensi. Dalam hal ini digunakan sinar matahari yang kuat atau
lampu halogen sebagai sumber cahaya.
Walaupun acridine orange merupakan zat yang berfluoresensi kuat, tetapi zat ini akan

berikatan dengan asam nukleatsemua jenis sel hingga flouresesnsinya menjadi tidak spesifik.
Jika metode ini digunakan untuk mendiagnosis malaria, si pembaca harus dapat membedakan
dengan flouresesnsi yang disebabkan oleh inti sel lain.
Zat flouresensi lain yaitu benzothiocarboxypurine (BCP) untuk mewarnai asam nukleat
parasit dapat digunakan langsung pada sediaan darah tebal atau suspense darah yang sudah
dilisiskan zat warna ini tida cepat pudar seperti acridine orange.
Diagnosis malaria dengan menggunakan zat berflouresensi merupakan suatu cara yang harus
dipelajari dan memerlukan pengalaman sehingga hingga aplikasi ini dapat diaplikasikan
dengan cepat dan tepat. Kekurangan cara ini adalah tidak dapat membedakan berbagai
macam spesies plasmodium karena tanda spesifik yang terdapat dalam sitoplasma darah
merah tidak akan terwarnai. Morfologi sel darah merah yang terinfeksi dan tanda spesifik
yang timbul pada infeksi berbagai plasmodium tetap diperlukan untuk menegakan diagnosis.
Pemeriksaan dengan rapid test.
Secara umum terdapat 3 macam antigen yang digunakan dalam malaria rapid test, yaitu
histidine rich protein-2 ( HRP-2 ), lactate dehydrogenase (LDH), dan aldolase. HRP-2
merupakan protein yang larut air dan disekresikan oleh berbagai stadium aseksual dan
gametosit muda P.falciparum. protein ini tidak ditemukan pada spesies plasmodium lain
hingga sangat spesifik untuk menegakan diagnosis P.falciparum. sedangkan enzim (pLDH
dan aldolase) merupakan antigen yang ditemukan dalam glikolitik pathway parasit malaria,
namun sudah terdapat kit dengan LDH yang spesifik untuk P.vivax yaitu pvLDH.
Prinsip :imunokromatografi cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa. Pada
beberapa titik dikertas selulosa diletakan antibody monoclonal terhadap antigen malaria yang
spesifik sehingga pada penderita positif akan terjadi reaksi antigen antibody yang
tervisualisasi dalam bentuk garis.
Cara kerja:
Gambar 5 : Rapid test kit
Cara kerja :
1. Kit disimpan pada suhu ruang selama 30 menit.
2. 10 sampai 15 l darah EDTA diambil menggunakan mikropipet dan diletakkan dalam
lubang sampel.
3. Hasil akan dibaca setelah 10-15 menit (terbentuk garis merah muda)
Interpretasi hasil

Garis yang paling atas (garis pertama) merupakan garis kendali (kontrol).

Garis dibawahnya (garis kedua) merupakan garis uji untuk Plasmodium vivax.

Garis yang terbawah (garis ketiga) adalah garis uji untuk Plasmodium falciparum.

Bila hasil uji negative, maka hanya pada garis kendali ( control) saja yang terbentuk garis
merah muda.

Bila hasil uji untuk Plasmodium falciparum positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis
uji terbawah akan berwarna merah muda, sedangkan garis tengah tidak terlihat.

Bila untuk Plasmodium vivax positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis uji kedua
saja yang terlihat .
Metode Dip-Stick
Teknik dip-stick mendeteksi secara imuno-enzimatik suatu protein kaya histidine II yang
spesifik parasit (immuno enzymatic detection of the parasite spesific histidine rich protein II).
Tes spesifik untuk plasmodium falciparum telah dicoba pada beberapa negara, antara lain di
Indonesia. Tes ini sederhana dan cepat karena dapat dilakukand alam waktu 10 menit dan
dapat dilakukan secara massal. Selain itu, tes ini dapat dilakukan oleh petugas yang tidak
terampil dan memerlukan sedikti latihan. Alatnya sederhana, kecil dan tidak
memerlukanaliran listrik. Kelemahan tes dip-stick ini adalah :

Hanya spesifik untuk plasmodium falciparum (untuk plasmodium vivax masih dalam
tahap pengembangan)

Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif)

Antigen yang masih beredar beberapa hari setelah parasit hilang masih memberikan
reaksi positif.

Gametosit muda (immature) bukan yang matang (mature), mungkin masih dapat
dideteksi.

Biaya tes ini cukup mahal.


Walaupun demikian tes yang sederhana dan stabil dapat digunakan untuk pemeriksaan
epidemiologi dan operasional. Hasil positif palsu (false positive) yang disebabkan oleh
antigen residual yang beredar dan oleh gametosit muda dalam darah biasanya ditemukan pada
penderita tanpa gejala (asimptomatik). Jadi seharusnya tidak mengakibatkan over treatment
sebab tes ini digunakan untuk menunjang diagnosis klinis pada penderita dengan gejala.
Prinsip pemeriksaan : imunokromatografi cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa.
Pada beberapa titik dikertas selulosa diletakan antibody monoclonal terhadap antigen malaria
yang spesifik sehingga pada penderita positif akan terjadi reaksi antigen antibody yang
tervisualisasi dalam bentuk garis.
Prosedur :
1. Serum diletakan di tabung ependorff kurang lebih 200 Ul.
2. Dip-stick dimasukan ke tabung ependorff.
3. Reaksi ditunggu hingga kira-kira 10 menit.
4. Hasil bias dibaca.
Gambar 6 : dip-stick kit
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
Diagnosis parasit berdasarkan asam nukleat menggunakan molekul DNA reporter untuk
mendeteksi rangkaian DNA atau RNA spesifik yang dimiliki parasit tertentu. tes ini sangat
spesifik dan sensitif, dapat mendeteksi hingga minimal 2 parasit, bahkan 1 parasit / L darah.
Prinsip : menggunakan siklus termal yaitu menaikan dan menurunkan suhu secara teratur
hingga didapat sekuens DNA / RNA yang diinginkan dengan menggunakan 2 primer
oligonukleotida yang berbeda. Kelemahan tes ini adalah :

Penyediaan DNA dan RNA sangat rumit


Alat yang diperlukan untuk hibridisasi rumit
Alat untuk amplifikasi PCR dan deteksi hasil amplifikasi sangat canggih dan mahal
Metode ini membutuhkan waktu lebih lama (>24 jam)
Tidak dapat membedakan stadium aseksual dan seksual
Tidak dapat dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif
Sementara keuntungan utama pada teknik PCR adalah dapat mendeteksi dan mengidentifikasi
infeksi ringan dengan sangat tepat dan dapat dipercaya. Hal ini penting untuk studi
epidemiolgi dan eksperimental, tetapi tidak penting untuk meningkatkan penanganan malaria
tanpa komplikasi.
I. Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Malaria
Memutus rantai penularan dengan memilih mata rantai yang paling lemah. Mata rantai
tersebut adalah penderita dan nyamuk malaria. Seluruh penderita yang memiliki tanda-tanda
malaria diberi pengobatan pendahuluan dengan tujuan untuk menghilangkan rasa sakit dan
mencegah penularan selama 10 hari. Bagi penderita yang dinyatakan positif menderita
malaria setelah diuji di laboratorium, akan diberi pengobatan secara sempurna. Bagi orangorang yang akan masuk ke daerah endemis malaria seperti para calon transmigran, perlu
diberi obat pencegahan.
Obat obat antimalaria,diantaranya :
1. Klorokuin
Klorokuin adalah bentuk sintetik 4-aminokuinolin, diproduksi dalam bentuk garam fosfat
untuk pemberian secara oral. Ekskresi klorokuin melalui urin dengan mas paruh 3-5 hari,
namun waktu paruh eliminasi terminal mencapai 1-2 bulan. Klorokuin bersifat skizontosida
darah yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium pafa manusia dan gametosida
terhadap P.vivax, P.ovale dan P.malariae. Mekanisme kerja klorokuin adalah menghambat
polimerisasi produk sisa hemoglobin (heme) menjadi hemozoin di dalam vakuol pencernaan
parasit sehingga menghilangkan toksisitas parasit karena pembentukan heme bebas.
2. Kina dan Kuinidin
Kina mulai dipakai sebagai OAM sejak tahun 1632. Obat ini merupakan alkaloid kinkona
yang dibuat dari ekstrak pohon kinkona di Amerika Selatan. Kuinidin adalah dekstrorotatori
stereoisomer dari kina.
Mekanisme kerja kina sebagai OAM belum sepenuhnya dipahami, diduga menghambat
detoksifikasi heme parasit dalam vakuola makanan.
3. Proguanil
Proguanil adalah suatu biguanid yang dimetabolisme dalam tubuh (melalui enzim CYP2C19)
menjadi bentuk aktif sikloguanil. Sikloguanil menghambat pembentukan asam folat dan asam
nukleat, bersifat skizontosida darah yang bekera lambat, skizontosida jaringan terhadap
P.falcifarum, P.vivax, P.ovale, dan sporontosida.

4. Tetrasiklin
Tetrasiklin bersifat skizontosida darah untuk semua spesies plasmodium yang bekerja lambat,
skizontosida jaringan untuk P.falcifarum.
5. Klindamisin
Obat ini menghambat fase awal sintesis protein. Klindamisin bersifat skizontosida darah yang
bekerjalambat terhadap P.falciparum dan harus diberikan dalam kombinasi dengan OAM lain
seperti kina atau klorokuin.
F. Tindakan-tindakan Pencegahan:
1. Usahakan tidur dengan kelambu, memberi kawat kasa, memakai obat nyamuk bakar,
menyemprot ruang tidur, dan tindakan lain untuk mencegah nyamuk berkembang di rumah.
2. Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah endemis malaria.
3. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar
rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak.
4. Memperbanyak jumlah ternak seperti sapi, kerbau, kambing, kelinci dengan
menempatkan mereka di luar rumah di dekat tempat nyamuk bertelur.
5. Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah dan parit. Atau dengan
memberi sedikit minyak pada air yang tergenang.
6. Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman kering atau pengeringan
sawah secara berkala
7. Menyemprot rumah dengan DDT.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.
Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali.
Terdapat beberapa parasit yang dapat menyebabkan penyakit malaria, yaitu plasmodium
falciparum, vivax, malaria dan ovale. Parasit ini menggunakan nyamuk sebagai hospes
definitifnya, yaitu nyamuk Anopheles. Gejala klinis penyakit ini terdiri dari 3 tahap, yaitu
periode dingin, periode panas dan periode berkeringat.
Penularan penyakit ini bias secara alami, yaitu melalui gigitan langsung nyamuk anopheles
dan secara tidak alami yaitu secara bawaan dan secra mekanik. Diagnosanya dapat dilihat
dari manifestasi klinis yaitu terjadinya demam, imunnoserologi yaitu ditemukannya antigen
HRP-2, pLDH dan aldolase dan lewat pemeriksaan mikroskopik yaitu melihat morfologi sel
darah merah yang terinfeksi dan melihat asam nukleat pada parasit. Malaria ini dapat
menyebabkan rasa sakit, gangguan otak hingga menyebabkan kematian.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan lima metode, yaitu yang pertama menggunakan
mikroskopik cahaya dengan melihat morfologi eritrosit yang terinfeksi, yang kedua
menggunakan mikroskop flouresensi dengan melihat asam nukleat yang terdapat diparasit,
yang ketiga dengan menggunakan metode rapid test yaitu identifikasi antigen yang terdapat
pada serum sampel, yang keempat menggunakan dip-stick yaitu identifikasi antigen parasit
malaria yang terdapat dalam serum sampel, yang kelima dengan menggunakan PCR yaitu

dengan menggandakan sekuens DNA/RNA yang spesifik dengan menggunakan primer


oligonukleotida yang spesifik pula lalu dibaca menggunakan elektroforesis.

DAFTAR PUSTAKA
http://malariana.blogspot.com/2008/11/malaria-diagnosis.html (Diakses pada tanggal 08
April 2012

http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/malaria.htm (Dikses pada tanggal 08


april 2012

Depkes RI, Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor, Direktorat Jenderal PPM-PL,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2001.

Day 1998. Nyamuk Penular Malaria, Dalam Jurnal Data dan Informasi Kesehatan,
Pusdatin, Depkes RI, Jakarta 2003.

Nugroho, Agung. 2010. Malaria Dari Molekuler ke Klinis.Jakarta : EGC

You might also like