You are on page 1of 21

1

REFERAT
Appendisitis

Pembimbing :
Dr. daddy carol Sp.B
Disusun Oleh :
Dimas Adi Bayu Dewo

030.07.348

BEDAH
RSUD KOTA BEKASI

Daftar isi

Pendahuluan

Anatomi fisiologi

Definisi

Epidemiologi

Etiologi

Patofisiologi

Gejala klinis

Diagnosa

Pemeriksaan penunjang

10

Diagnosa banding

14

Komplikasi

16

Prognosis

17

Kesimpulan

18

Daftar pustaka

19

BAB I

A. PENDAHULUAN
Appendiks vermiformis atau biasa dikenal dengan umbai cacing dengan panjang antara
(5-15 cm) dengan bagian proksimal melekat pada permukaan posteromedial dari caecum dekat
dengan perbatasan antara ileum dan caecum. Namun, posisi appendiks pada caecum sangat
bervariasi: di bawah atau di belakang sekum (retrocaecal); preileal, atau lebih rendah dari pelvis,
bias juga terletak dekat dengan ovarium, tuba falopi dan ureter. Lapisan submukosa dari
appendiks memiliki folikel kelenjar getah bening. Ketika kelenjar ini memperbesar akibat respon
terhadap infeksi, lapisan submukosa yang bengkak ini dapat memblokir lumen apendiks.(1)

BAB II
Tinjauan Pustaka

E. Anatomi fisiologi

Secara anatomi appendiks sering disebut juga dengan appendiks vermiformis atau umbai
cacing terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Dari topografi anatomi, letak pangkal
appendix berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis imajiner antara umbilicus dan SIAS
kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan. Appendiks terletak posteromedial dari caecum sekitar
1 inch (2,5 cm) di bawah batas ileocaecal, panjangnya berkisar dari 0,5 inch (12mm) sampai 9
inch (22 cm). Appendiks adalah suatu evaginasi dari caecum, organ ini memiliki lumen yang
relatif kecil, sempit dan tidak teratur yang disebabkan banyaknya folikel limfoid di dalam
dindingnya. Meskipun struktur umumnya sama dengan struktur usus besar, appendiks
mengandung lebih sedikit kelenjar usus, yang lebih pendek, dan tak memiliki taenia coli.(2)
Pada janin appendiks terletak lebih lateral tapi seiring perkembangan dinding lateral
caecum posisinya menjadi lebih medial. Posisi appendiks lebih bervariasi daripada organ
lainnya. Paling sering (75% kasus) terletak di belakang caecum. appendiks biasanya cukup bebas
dalam posisi ini meskipun kadang-kadang terletak di bawah peritoneal caecum. Pada sekitar 20%
kasus, apendiks terletak tepat di bawah caecum atau menggantung ke panggul. Yang lebih
jarang, appendiks terletak di depan atau di belakang ileum terminal, atau terletak di depan
caecum.(3)
Mesenterium appendiks, yang terdapat arteri apendikular cabang dari arteri ileokolika,
turun melalui bagian belakang ileum sebagai lipatan segitiga (Gambar 61). Lapisan peritoneal
plainnya, melalui lipatan ileocaecal, lewat ke appendiks atau ke dasar caecum dari depan ileum.
lipatan ileocaecal disebut lipatan tanpa pembuluh Treves meskipun, pada kenyataannya, sering
mengandung pembuluh darah dan jika terpotong, membuktikan bahwa lipatan ini jauh dari kata
tanpa pembuluh darah.(2)
Arteri apendikular merupakan pasokan vascular utama dari appendiks. Arteri apendikular
berjalan di tepi mesenterium apendikular dan kemudian ke bagian distal, lalu di sepanjang
dinding appendiks. Infeksi akut appendiks dapat menyebabkan trombosis pada arteri ini yang
kemudian berkembang menjadi gangrene dan kemudian terjadi perforasi. Hal ini berbeda dengan

kolesistitis akut, di mana pasokan vaskular dari hepar dari sisi kolateralnya mencegah
terbentuknya gangren dari kandung empedu bahkan jika arteri cysticus menjadi thrombosis.(2)

Appendicectomy biasanya dilakukan melalui sayatan otot membelah di fossa iliaka


kanan (lihat ' sayatan perut ' , halaman 62 ) . Jika appendiks tidak segera terlihat, dapat ditelusuri
dengan menelusuri taeniae coli sepanjang sekum, kemungkinan appendiks terletak di dasar
caecum. Bila caceum terletak ekstraperitoneal mungkin sulit untuk membawa appendiks ke arah
insisi, pada kasus seperti ini dapat dilakukan mobilisasi caecum dengan menggores peritoneum
pada bagian yang hampir avascular yaitu di bagian lateral dan bawahnya. Lapisan mesenterium
berisi pembuluh apendiks, diikat dan dipisahkan, pangkal appendiks diikat, appendiks diangkat
dan sisa pangkalnya dimasukan ke caecum .

Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga berhubungan
dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini secara
normal dialirkan ke appendix dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan
pada patogenesis appendicitis. Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan
bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan

oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu Ig A. Immunoglobulin ini sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi.

B. Definisi
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, Organ ini
ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Pada awalnya Organ ini
dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi, tetapi saat ini diketahui bahwa
fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi
immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid.
Seperti organ-organ tubuh yang lain, appendiks atau usus buntu ini dapat mengalami
kerusakan ataupun ganguan serangan penyakit. Hal ini yang sering kali kita kenal dengan nama
Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis). Appendicitis adalah suatu peradangan pada
appendix. Peradangan ini pada umumnya disebabkan oleh infeksi yang akan menyumbat
appendix.

C. Epidemiologi

Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam penggunaan seharihari. Adanya penurunan jumlah kasus yang bermakna dalam 50 tahun terakhir ini mungkin juga
berhubungan dengan meningkatnya kebersihan lingkungan dan makanan. Appendisitis lebih
sering terjadi pada populasi perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan, pengamatan
dikaitkan dengan tingginya insiden infeksi enterik di daerah padat penduduk.
Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya saja pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu
menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30
tahun, insiden lelaki lebih tinggi.

D. Etiologi
Etiologi appendisitis masih belum jelas, berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai factor pencetus
disamping hyperplasia jaringan limfe, fecalith, tumor apendiks, dan cacing ascaris yang
menyumbat lumen appendiks. Kebiasaan diet mungkin berperan (konsumsi serat yang kurang)
sebagai etiologi dari penyakit ini yang sangat umum terjadi di Negara-negara barat, tetapi jarang
terjadi di Afrika. Konsumsi sayur-sayuran hijau dan makanan tinggi serat dapat mencegah
terjadinya appendicitis obstruktif. Pada pasien usia lanjut ada beberapa bukti bahwa asupan
kronis obat-obatan anti inflamasi non-steroid dapat meningkatkan risiko terjadinya appendicitis.
(1)

Apendisitis akut merupakan infeksi bacteria. Berbagai hal berperan sebagai factor pencetusnya.
Sumbatan lumen apendiks merupakan factor yang diajukan sebagai factor pencetus disamping
hyperplasia jaringan limfe fekalit, tumor apendiks, dan cacing ascaris dapat pula Apendisitis akut
adalah penyakit bedah mayor yang palin sering terjadi.

Penyebab lain diduga dapat menimbulkan appendiks ialah erosi mukosa apendiks karena parasit
E. hystolytica. Penelitian menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal , yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya fungsi
kuman flora kolon biasa.

E. Patofisiologi
Perkembangan appendisitis berhubungan dengan pembengkakan jaringan limfoid di
submukosa dalam menanggapi infeksi virus atau bakteri yang kemudian berkembang menjadi
peradangan. Adanya gangren atau perforasi dikaitkan dengan kehadiran faecolith yang
menyebabkan obstruksi pada lumen appendiks. Sekitar 50 % dari kasus appendisitis dengan
gangren atau appendisitis perforasi terkait dengan faecolith dibandingkan dengan appendicitis
tanpa komplikasi. Secara keseluruhan, sekitar 20% dari semua pasien dengan apendisitis akut
mengalami perforasi pada saat operasi. Jumlah ini meningkat pada usia ekstrem (di bawah 5 dan
di atas 60 tahun ).(1)
Appendisitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada appendiks.
Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara lain sumbatan lumen
appendiks oleh feses yang terperangkap dalam lumen appendiks mengalami penyerapan air dan
terbentuklah fekolith yang akhirnya menjadi kausa sumbatan. Adanya obstruksi berakibat mukus
yang diproduksi tidak dapat keluar dan menumpuk di dalam lumen appendiks.
Obstruksi lumen appendiks juga dapat disebabkan oleh penyempitan lumen akibat infeksi
,Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman
tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi yang menyebabkan hiperplasia jaringan limfoid
submukosa. Hal ini terjadi akibat dari invasi kuman E.Coli dari lumen ke lapisan mukosa,
submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis sehingga terjadilah
peritonitis local kanan bawah, suhu tubuh mulai naik.

Obstruksi juga dapat diakibatkan oleh parasit, seperti cacing ascaris yang masuk ke
dalam lumen appendiks dan menyebabkan obstruksi dari lumen. Yang selanjutnya prosesnya
akan berlanjut dengan reaksi inflamasi.
F. Gejala klinis
Pada sebagian besar pasien dengan appendisitis akut, nyeri dimulai di wilayah pusat
dengan nyeri yang kolik (mungkin dari obstruksi lumen appendiks). Setelah beberapa lama nyeri
bergeser ke perut kuadran kanan bawah (titik McBurney) sebagai akibat dari appendiks yang
meradang mengiritasi peritoneum parietal. Namun tidak semua pasien mengalami pergeseran
dari rasa sakit dan rasa nyeri dapat mulai dengan rasa tidak nyaman di kuadran kanan bawah.
Pasien biasanya melaporkan gerakan atau batuk menginduksi nyeri yang tajam. Mual dan
muntah adalah gejala umum dan anoreksia hampir terjadi pada semua kasus. Sekitar 20 % dari
pasien mengalami diare dan hal ini dapat menyebabkan misdiagnosis dengan gastroenteritis.
Pada anak-anak, penting untuk bertanya tentang sakit tenggorokan atau Flu-like
Syndrome yang sering menyertai adenitis mesenterika. Pada pasien wanita khususnya harus
ditanya tentang gejala disuria, frekuensi dan urin yang berbau tajam karena infeksi saluran kemih
sering menyebabkan nyeri perut dibagian bawah. Demikian juga, kebiasaan menstruasi sangat
penting untuk ditanyakan apakan sering terasa nyeri saat menstruasi. Jika pasien terlambat
menstruasi patut dicurigai adanya kehamilan ektopik. sakit pada pertengahan siklus dapat
menunjukkan bahwa rasa sakit adalah karena ovulasi (mittelschmerz) dan gejala keputihan dapat
mengarah pada penyakit radang panggul.(1)
Pasien dengan apendisitis akut biasanya takikardia, pireksia ringan dan nyeri perut. Suhu
yang sangat tinggi ( > 39 C ) menunjukkan kemungkinan pembentukan abses atau diagnosis
lain seperti sebagai penyakit infeksi virus. Dapat juga meminta pasien untuk batuk dan melihat
ekspresi wajahnya. Jika batuk menunjukan ekspresi sakit yang jelas, pasien harus diminta untuk
menunjukkan lokasi nyeri maksimal. Pada appendicitis akut pasien menunjuk ke fossa iliaka
kanan. Tonsil juga harus diperiksa terutama pada anak-anak, dikaitkan faringitis dapat
berhubungan dengan adenitis mesenterika. Titik nyeri maksimal pada palpasi ada pada titik
McBurney (titik Antara dua per tiga atas atau sepertiga bawah dari garis imajiner yang
menghubungkan umbilikus dan spina iliaca anterior superior). Namun, pada pasien dengan letak

appendiks retrocaecal rasa sakit mungkin jauh lebih terasa lebih lateral dari titik McBurney, dan
pada letak appendiks dekat pelvis letak rasa sakit mungkin lebih rendah dan hampir di garis
tengah. Tentu saja, dengan appendiks letak retrocaecal, nyeri mungkin hanya terdeteksi oleh
pemeriksaan colok dubur. Nyeri tekan pada perut kuadran kanan bawah ditemukan pada sekitar
90 % dari pasien dengan apendisitis akut, jika appendiks mengalami perforasi dan menyebabkan
peritonitis umum, daerah nyeri meluas melampaui kuadran kanan bawah. Nyeri lepas dapat
ditimbulkan dengan menekan lembut titik McBurney dan kemudian melepaskan tekanan secara
mendadak, amati wajah pasien untuk tanda-tanda nyeri. Pemeriksaan palpasi pada fossa iliaca
kanan dengan hati-hati untuk mencari adanya massa juga penting, dapat menunjukkan adanya
kemungkinan abses appendiks atau massa appendiks (phlegmon) yang dibentuk dari omentum
yang melilit appendiks yang meradang . Hal ini juga dapat menunjukkan beberapa kemungkinan
penyakit lainnya seperti karsinoma caecum perforasi atau Penyakit Crohn disease. Pemeriksaan
rektal harus selalu dilakukan dan memunculkan nyeri di sebelah kanan.(1)
Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada
komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,7-38,3C.
G. Diagnosa
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil membungkuk dan memegang
perut. Penderita tampak kesakitan berat. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik,
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan
bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendicular.
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu nyeri
tekan di titik Mc.Burney dan juga perabaan hangat, penekanan pada titik Mc Burney ini
merupakan tanda kunci diagnosis appendisitis akut. Nyeri lepas atau Rebound tenderness (nyeri

lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen
kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan
yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Kalau appendiks terletak retrocaecal, tanda-tanda
abdomen anterior ini tidak begitu terlihat, dan penderita mengeluh perasaan nyeri di pinggang
atau perasaan nyeri jauh di dalam pelvis. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada,
yang ada adalah nyeri pinggang.
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata.
4. Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan rektum dalam keadaan ini biasanya akan mengungkapkan adanya nyeri
tekan sepanjang sisi kanan kubah rectum. Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-11.
Jika cukup besar mungkin dapat teraba. Pada appendicitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas
sewaktu dilakukan colok dubur.
5. Tanda-Tanda Khusus
a. Psoas Sign
Dilakukan dengan rangsangan m.psoas dengan cara penderita dalam posisi terlentang, tungkai
kanan lurus ditahan pemeriksa, penderita disuruh hiperekstensi atau fleksi aktif. Psoas sign (+)
bila terasa nyeri di abdomen kanan bawah
b. Rovsing Sign
Perut kiri bawah ditekan, akan terasa sakit pada perut kanan bawah

c. Obturator sign
Dilakukan dengan meminta pasien tidur terlentang, lalu dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi
sendi panggul. Obturator sign (+) jika terasa nyeri di perut kanan bawah
d. Blumberg sign
Dilakukan dengan melepas dengan tiba-tiba penekanan pada kontralateral titik McBurney. Positif
jika terasa sakit pada titik daerah perut kanan bawah.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis ringan pada kebanyakan kasus appendisitis
sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada appendisitis perforasi atau pada kasus dengan
komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
- Pemeriksaan urin : sedimen dapat normal atau terdapast eritrosit, leukosit lebih dari normal bila
appendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan ini juga sangat
membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal
yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis .
2. Radiografi abdomen konvesional
Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan yang murah dan praktis namun pada kasus
appendicitis akut tanpa komplikasi akurasi diagnostiknya terbatas atau bahkan tidak bermakna.
Namun jika terdapat komplikasi perforasi dapat ditemukannya gambaran Free Air Sickle. Tandatanda ileus paralitik juga ditemukan bila terjadi peritonitis setelah perforasi terjadi.(1)

Pemeriksaan Barium enema tanpa persiapan dilakukan untuk memperlihatkan lumen


usus. Lumen appendiks yang terisi sempurna dengan barium, dapat menyingkirkan kemungkinan
appendisitis. Pengisian parsial dapat disebabkan oleh apendisitis segmental atau obstruksi oleh
partikel makanan.
3. CT Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan
komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses. Gambaran yang bisa ditemukan adalah
penebalan dinding, lumen yang terisi cairan, stria pada jaringan lemak, serta penebalan fascia
(gambar-2) Flegmon akan tampak sebagai mass jaringan yang lunak. Dapat juga diidentifikasi
adanya fecolith yang lebih kecil. CT-multislice dengan waktu scanning yang lebih pendek dan
meminimalkan efek pernafasan, akan meningkatkan detail gambar.

4. USG
Pemeriksaan USG cukup bermanfaat terutama pada pasien wanita untuk membedakan
antara abses appendiks atau massa pada appendiks. Juga bermanfaat untuk menyingkirkan

diagnosis banding pada pasien wanita seperti kehamilan ektopik. Pada appendisitis akut akan
ditemukan bayangan appendiks yang dilatasi (lebih dari 7mm), noncompressable, dengan tebal
dinding lebih dari 3mm, lumen terisi cairan (fluid-filled), dan bias ditemukan fecolith. Appendiks
dengan letak retrocaecal sulit diidentifikasi dengan USG.

4. Barium Enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan
sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
5. Laparoscopi

Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam
abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah
pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada
appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendicitis.
6. MRI
MRI mempunyai kemampuan lebih di dalam membedakan struktur jarinagn lunak, dan tanpa
efek radiasi peng-ion, tetapi penggunaan pada apendisitis akut sangat jarang dilakukan, bahkan
tidak diperlukan. MRI bisa berguna untuk kasus-kasus inflamasi kronis untuk membedakannya
dengan malignitas. MRI dapat mengidentifikasi perubahan-perubahan seperti yang terlihat
dengan CT-Scan atau USG seperti penebalan dinding, cairan intralumen, edema sekitar apendiks,
maupun ascites

I.

Diagnosa Banding
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit perlu dipertimbangkan menjadi diagnosis

banding.

Gastroenteritis, pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Demam dan lekositosis
kurang menonjol disbanding appendisitis akut.
Demam Dengue, demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Disini
didapatkan hasil tes positif untuk rumple leede, trombositopenia dan hematokrit yang meningkat.
Limfadenitis Mesenterika, limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis dan
gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama di bagian kanan disertai dengan mual, nyeri
tekan perut samar terutama di bagian kanan.
Kelainan Ovulasi, folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis nyeri yang sama pernah
dialami. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin
dapat mengganggu dalam 2 hari.
Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan appendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi dari appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul
pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi pada saluran kemih. Pada colok vagina, akan
timbul nyeri hebat dipanggul jika uterus diayunkan.
Kehamilan Ektopik, hamper selalu ada riwayat terlambat menstruasi dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar Rahim dengan perdarahan, akan
timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada
pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis
didapatkan darah.
Kista Ovarium terpuntir, timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba
massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal. Tidak
terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membantu diagnosis.

Endometriosis eksterna,

endometrium di luar Rahim akan memberikan keluhan nyeri di

tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat tersebut karena tidak
ada jalan keluar.
Urolithiasis pielum / ureter kanan, batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik
dari pinggang ke perut menajalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan
penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi , menggigil, nyeri
kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria.
Penyakit saluran cerna lainnya, penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di
perut, seperti diverticulitis meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,
pankreatitis, diverticulitis colon, obstruksi ileum proksimal, perforasi colon, demam tifoid
abdominalis, karsinoid, dan mukokel appendiks.
J. Penatalaksanaan
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih
belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah diulang secara
periodik. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri didaerah kanan
bawah dalam 12 jam setelah timbul keluhan.
b. Antibiotik
Antibiotic spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena. Jenis antibiotika
profilaksis yang digunakan dalam bedah apendiks adalah golongan sefalosporin yaitu
seftriakson.

c. Operasi apendektomi
Pembedahan dikerjakan apabila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai.
Suhu tubuh tidak melebihi 38oC, produksi urin berkisar 1-2ml/Kg/jam. Nadi dibawah 120 kali
per menit. Bila diagnosis appendicitis akut telah ditegakkan, maka harus segera dilakukan
appendektomi. Hal ini disebabkan perforasi dapat terjadi dalam waktu <24 jam. Pada kasus
appendisitis dengan komplikasi perforasi appendiktomi dilanjutkan dengan tindakan laparotomy.

L. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering terjadi pada appendisitis adalah appendisitis gangren atau
pun appendisitis perforata. Hal ini dapat dihindari dengan diagnose awal dan terapi yang tepat.
Berikut komplikasi yang dapat terjadi pada appendisitis.
Massa periappendikuler, massa appendiks terjadi bila appendisitis gangrenosa atau
mikro perforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa
periappendikuler yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh
rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
periapendikuler yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut.
Selain itu, operasi masih mudah. Pada anak selamanya dipersiapkan untuk operasi dalam waktu
2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikuler yang terpancang dengan
perdindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotic sambil diawasi
suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa
periappendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan appendektomu elektif
dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan seminim
mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan
kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
meningkatnya leukosit.

Appendisitis perforata, adanya fekalith dalam lumen umur (anak kecil atau orang tua),
dan keterlambatan diagnosis, merupakan factor yang berperan dalam terjadinya perforasi
appendiks . dilaporkan insidens perforasi 60% pada penderita di atas usia 60 tahun. Factor yang
meemngaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejala yang samar,
keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi appendiks berupa penyempitan lumen dan
arteriosclerosis. Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding appendiks yang masih tipis,
anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan
kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum
berkembang.
M. PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit ini sangat kecil yaitu kurang dari 1 %. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas lebih dari 50 % bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat
terjadi bila apendiks tidak diangkat.

BAB III
Kesimpulan
Appendisitis adalah penyakit yang umum kita jumpai pada praktek sehari-hari, penyakit ini
dapat dialami oleh segala jenis umur dan usia namun lebih sering pada usia dewasa muda. Inti
causa dari penyakit ini disebabkan oleh infeksi ataupun obstruksi langsung pada lumen

appendiks vermiformis sehingga terjadi reaksi peradangan pada organ ini. Diagnosis harus
ditegakan secara dini dan tindakan harus segera dilakukan. Keterlambatan diagnosis
menyebabkan penyulit perforasi dengan segala akibatnya.

BAB IV
Daftar Pustaka
1. Cuschieri, Alfred. Clinical Surgery second edition. USA: Massachusetts. 2003. Hal 402404.
2. Ellis, Harold. Clinical anatomy eleventh edition. USA: Massachusetts. 2006. Hal 79-81.

3. De Jong, Wim dan Sjamsuhidayat, R. Buku ajar ilmu bedah.Indonesia: Jakarta. 2004. Hal

639-645.

You might also like