Professional Documents
Culture Documents
PPV : perdarahan pervaginam, yaitu cairan yang keluar dari vagina melebihi 500ml
Lokea purulenta :
- cairan/sekret/darah yang keluar setelah partus karena mengecilnya uterus ,Terjadi
karena infeksi berbau busuk
- Lokea : lapisan desi dua basalis yang dilepaskan dari dinding uterus
STEP 2
1. Mengapa pasien mengeluh demam serta perdarahan dari jalan lahir sejak 5hari yang
lalu ?
2. Apa saja kelainan pada masa nifas yang berhubungan dengan skenario ?
3. Apa tindakan awal yang dilakukan dokter untuk menghentikan perdarahan ?
4. Apa yang dimaksud masa nifas dan bagaiman fisiologinya ?
5. Apa hubungan gejala dengan pasien melahirkan ditolong dukun beranak ?
6. Mengapa dokter memberikan obat parasetamol & menyarankan banyak minum ?
7. Kenapa setelah dirawat 2hari pasien kembali demam ?
8. Mengapa pada PPV ditemuka cairan berwarna merah kuning keruh serta berbau ?
9. Apa terapi yang diberikan dokter sesuai dengan diagnosis pasien ?
10. Apa px. Laboratorium yang bisa disarankan ?
11. Interpretasi dari px. VT ginekologis ?
12. Interpretasi dari TTV ?
13. Apa saja jenis-jenis lokea ?
14. Interpretasi px. Abdomen, KU ?
15. Apa hubungan usia, P6A0 dengan keluhan ?
16. DDs (etiologi,klasifikasi,gejala klinis, patofisiologi, px. Penunjang, komplikasi,
prinsip penatalaksanaan, tanda-tanda kegawatan) !
STEP 3
1. Apa yang dimaksud masa nifas dan bagaimana fisiologinya ?
Obstetri Williams
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya.
Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong
oleh dukun dari luar rumah sakit.
(Tietjen, L; Bossemeyer, D, & McIntosh, N, 2004).
4. Apa saja kelainan pada masa nifas yang berhubungan dengan skenario ?
Ada empat masalah yang mungkin timbul selama masa nifas, yaitu :
1. Perdarahan postpartum
2. Infeksi nifas
3. Tromboembolisme
4. Depresi postpartum
1. Perdarahan postpartum
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas
pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting
dari infeksi traktus urinarius
2. Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya.
Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong
oleh dukun dari luar rumah sakit.
(Tietjen, L; Bossemeyer, D, & McIntosh, N, 2004).
14. Apa tindakan awal yang dilakukan dokter untuk menghentikan perdarahan ?
15. Mengapa dokter memberikan obat parasetamol & menyarankan banyak minum ?
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja menghambat
sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP) . Parasetamol digunakan secara luas di
berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi
dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas. (Lusiana Darsono
2002)
Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah digunakan sejak
tahun 1893 (Wilmana, 1995). Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik,
tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung
(Sartono,1993).
Parasetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan asetosal, meskipun secara
kimia tidak berkaitan. Tidak seperti Asetosal, Parasetamol tidak mempunyai daya kerja antiradang, dan
tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat antipiretika, dapat digunakan baik
Asetosal, Salsilamid maupun Parasetamol.
Farmakokinetik
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum puncak dicapai dalam 30-60
menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak
berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian
diekskresi melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil benzokuinon
yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis normal bereaksi dengan
gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan
sulfhidril dari protein hati.(Lusiana Darsono 2002)
Farmakodinamik
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang
diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol dan Fenasetin tidak digunakan
sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang lemah.
Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan
pernapasan dan keseimbangan asam basa.(Mahar Mardjono 1971)
Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan siklooksigenase. Parasetamol
menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu.
Setiap obat menghambat siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase
pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi obat antipiretik yang
kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada
siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri ringan sampai sedang.
Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini
menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung
prostaglandin. Obat ini menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa prostaglandin,
tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula
peningkatan suhu oleh sebab lain, seperti latihan fisik. (Aris 2009)
Indikasi
Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan demam dan nyeri sebagai antipiretik dan
analgetik. Parasetamol digunakan bagi nyeri yang ringan sampai sedang.(Cranswick 2000)
Kontra Indikasi
Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif terhadap obat ini. (Yulida 2009)