You are on page 1of 15

PRESENTASI KASUS

ASMA AKUT RINGAN PADA ASMA INTERMITTEN DAN COMMUNITY


ACQUIRED PNEUMONIA (CAP)

Diajukan kepada :
dr. Indah Rahmawati, Sp.P

Disusun oleh :
Destiatpin Sofyaningrum (G4A014012)
Yanuary Tejo B.
(G4A014013)
Anna Rumaisya A.
(G4A014021)

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2014

LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
ASMA AKUT RINGAN PADA ASMA INTERMITTEN DAN COMMUNITY
ACQUIRED PNEUMONIA (CAP)

Disusun oleh :
Destiatpin Sofyaningrum (G4A014012)
Yanuary Tejo B.
(G4A014013)
Anna Rumaisya A.
(G4A014021)

Telah dipresentasikan pada


Tanggal,

Januari 2015

Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati, Sp.P

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. Misyati
Usia
: 42 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status
: menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
:Tanggal masuk : 05 Januari 2015
Tanggal periksa : 07 Januari 2015
No. CM
: 00633443

II.

SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas dirasakan sejak 5 hari yang lalu sebelum pasien masuk ke
IGD RSMS. Sesak nafas dirasakan disertai bunyi ngik. Sesak nafas tersebut
hilang timbul, pasien mengeluhkan sesak setiap hari dan terasa lebih berat
pada dini hari sehingga mengganggu saat beraktivitas dan tidur. Saat sesak
pasien masih bisa dapat berbicara kalimat. Sesak napas timbul saat cuaca
dingin dan hujan serta saat pasien banyak melakukan aktivitas. Selain sesak
pasien juga mengeluhkan demam disertai batuk berdahak, dahak bercampur
dengan buih yang berwarna putih, darah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu

3.

a. Riwayat keluhan serupa


b. Riwayat mondok
c. Riwayat OAT
d. Riwayat hipertensi
e. Riwayat kencing manis
f. Riwayat asma
g. Riwayat alergi
Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa
b. Riwayat mondok
c. Riwayathi pertensi
d. Riwayat kencing manis
e. Riwayat asma
f. Riwayat alergi

: sesak nafas 8 bulan yang lalu


: 05-04-2014
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

4.

Riwayat Sosial Ekonomi


a. Community
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang
lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga
dekat baik. Pasien mengakui tidak memiliki tetangga yang memiliki
keluhan yang sama dengan pasien.
b. Home
Rumah pasien terdiri dari 4 kamar tidur dengan ukuran sedang, 1 ruang
tamu, 1 ruang dapur, dan 2 kamar mandi. Rumah pasien berdinding
tembok, lantai terbuat dari keramik. Dalam kesehariannya pasien sering
memasak dengan menggunakan kompor gas.
c. Occupational
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Aktivitas pasien setiap hari
hanya bekerja di dalam rumah saja.
d. Personal habit
Pasien mengaku makan 3 kali sehari dengan sayuran dan kadang bersama
dengan telur atau daging. Pasien juga tidak mempunyai riwayat alergi dan
tidak pernah merokok.

3. OBJEKTIF
1.

Pemeriksaan Fisik
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Keadaan Umum
Kesadaran
BB
TB
IMT
Vital sign
- Tekanan Darah
- Nadi
- RR
- Suhu
Status Generalis

: sedang
: compos mentis, GCS = 15 E4M6V5
: 61 kg
: 157 cm
: 24,74
: 120/80 mmHg
: 100 x/menit
: 28 x/menit
: 36,7 oC

1) Kepala
- Bentuk
: mesochepal, simetris
- Rambut
: warna hitam, tidak mudah dicabut,
Distribusi merata, tidak rontok
- Nyeri tekan : (-)
2) Mata

3)

4)

5)

6)

7)

- Palpebra
: edema (-/-) ptosis (-/-)
- Konjungtiva
: anemis (-/-)
- Sclera
: ikterik (-/-)
- Pupil
: reflek cahaya (+/+),isokor
- Exopthalmus
: (-/-)
- Lapang pandang
: tidak ada kelainan
- Lensa
: keruh (-/-)
- Gerakmata
: normal
- Tekanan bola mata
: nomal
- Nistagmus
: (-/-)
Telinga
- otore (-/-)
- deformitas (-/-)
- nyeri tekan (-/-)
Hidung
- Nafas cuping hidung (-/-)
- deformitas (-/-)
- discharge (-/-)
Mulut
- Bibir sianosis (-)
- Bibir kering (-)
- Lidah kotor (-)
Leher
- Trakhea
: deviasi trakhea (-/-)
- Kelenjar lymphoid
: tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid
: tidak membesar
JVP
: nampak,tidak kuat angkat
Dada
a) Paru
- Inspeksi
: bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
retraksi (-), jejas (-)
- Palpasi
: vocal fremitus kanan =kiri Gerakan kanan= kiri
- Perkusi
: hipersonor pada lapang paru kiri dan kanan
- Auskultasi : suara dasar vesikuler kanan=kiri, Suara tambahan

wheezing di bagian apex kedua lapang pandang paru.


b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordisnampakpada SIC V LMC sinistra
- Palpasi : ictus cordisteraba di SIC V LMC sinistra,
tidakkuatangkat
- Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas
: SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah : SIC IV LPSD
Batas jantung kiri bawah : SIC V LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen

2.

- Inspeksi
: datar
- Auskultasi
: bising usus (+) normal
- Perkusi
: tympani,tes pekak sisi (-), pekak beralih (-)
- Palpasi
: supel, hepar dan lien tidak teraba
9) Ekstrimitas
- Superior
: deformitas (-), jaritubuh (-/-), edema (-/-)
- Inferior
: deformitas (-), jaritubuh (-/-), edema (-/-)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah lengkap (dilakukan di RSMS) 6 Januari 2014
Darah lengkap
Hemoglobin

: 13.8 g/dl

Leukosit

: 18990 / uL

Hematokrit

: 40 %

Eritrosit

: 5.3 10^6/uL

Trombosit

: 356.000/uL

Hitung Eosinofil : 108/uL


Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu: 111

IV.

Natrium

: 137

Kalium

: 5.6

Clorida

: 100

ASSESSMENT
1. Diagnosis Klinis:
Asma Akut Ringan Pada Asma Intermitten
CAP

V.

PLANNING
1.

Terapi
a. Farmakologi
- IVFD D 5% 20 tpm
- Inj. Aminofilin 1,5 amp/ 8 jam iv
- Inj. Ranitidin 2x1 amp iv
- Po Levofloxaxin 1x1 tab
- Inj. Dexamethasone 3x1 amp iv
- Po. Ambroxol 3x1 tab
- Ventolin Nebule 6
- Flixotide 4
- Seretide diskus 2x250 mg

b. Non Farmakologi
- Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit asma, pengobatan, dan
komplikasinya.
- Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh,
bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan
- Edukasi tentang kebersihan lingkungan rumah, seperti menghindari
faktor pencetus seperti debu atau asap.
- Obat-obatan, manfaat serta efek sampingnya
- Cara mencegah perburukan
- Menghindari pencetus
- Penyesuaian aktivitas.
2.

Usulan Pemeriksaan Penunjang


Faal paru
1) Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP/)
2) Uji bronkodilator

3.

Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya pajanan
d. Riwayat timbulnya penyakit atau gejala
e. Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, TB Paru
f. Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru
kronik lainnya
g. Rencana pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK
h. Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan
aktivitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan
depresi/ cemas
i. Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama menantu dan
cucu berhenti merokok dan mengurangi pemakaian tungku
j. Dukungan dari keluarga
k. Monitoring terhadap gejala klinis dan fungsi paru

4.

Prognosis
Ad vitam
Ad fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penegakan Diagnosis
Asma Akut Ringan pada Asma Intermitten dan Community Acquired Pneumonia
(CAP)
1.

Anamnesis
Penegakan diagnosis asma akut ringan pada asma intermitten dari pasien
adalah keluhan sesak nafas yang semakin memberat. Sesak nafas dirasakan
sejak 5 hari yang lalu sebelum pasien masuk ke IGD RSMS. Sesak nafas
dirasakan disertai bunyi ngik. Sesak nafas tersebut hilang timbul, pasien
mengeluhkan sesak setiap hari dan terasa lebih berat pada dini hari sehingga
mengganggu saat beraktivitas dan tidur. Saat sesak pasien masih bisa dapat
berbicara kalimat. Sesak napas timbul saat cuaca dingin dan hujan serta saat
pasien banyak melakukan aktivitas.
Penegakan diagnosis untuk CAP adalah dari anamnesis didapatkan
keluhan batuk, sesak nafas, demam. Hal ini dibuktikan dengan hasil
pemeriksaan fisik dimana hasil pemeriksaan nadi 100 x/menit, dan respiratory
rate 28 x/menit.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Vital sign
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg , Nadi
- RR
: 28 x/menit, Suhu : 36,7 oC
b.

: 100 x/menit

Pulmo

Inspeksi

: bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),


retraksi (-), jejas (-)

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: vocal fremitus kanan =kiri Gerakan kanan= kiri


: hipersonor pada lapang paru kiri dan kanan
:suara dasar vesikuler kanan=kiri, Suara tambahan

wheezing di bagian apex kedua lapang pandang paru.


3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (dilakukan di RSMS) 6 Januari 2014
Darah lengkap
Hemoglobin

: 13.8 g/dl

Leukosit

: 18990 / uL (H)

Hematokrit

: 40 %

Eritrosit

: 5.3 10^6/uL

Trombosit

: 356.000/uL

Hitung Eosinofil

: 108/uL

Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu : 111
Natrium

: 137

Kalium

: 5.6 H

Clorida

: 100

Pemeriksaan foto rongent thorax masih menunggu hasil, pasien memiliki foto
rongen thorax namun disimpan di rumah.
A. Tindak Lanjut Penanganan Pasien

Tujuan penatalaksanaan Asma adalah untuk mengurangi gejala, mencegah


eksaserbasi berulang, mencegah penurunan faal paru dan meningkatkan kualitas
hidup penderita. Penatalaksanaan asma secara umum meliputi edukasi, obat
obatan, terapi oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
pasien asma. Tujuan edukasi pada pasien asma mengenal perjalanan penyakit dan
pengobatan, melaksanakan pengobatan yang maksimal, mencapai aktivitas optimal
dan meningkatkan kualitas hidup. Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan
dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti penatalaksanaa asma sebagai berikut :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (air flow limitation) irreversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan
terkontrol bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
4.
5.
6.
7.

diperlukan)
Variasi harian APE kurang dari 20%
Nilai APE normal atau mendekati normal
Efek samping obat minimal (tidak ada)
Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal
dalam waktu satu bulan (asma terkontrol, lihat program penatalaksanaan).
Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk
mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat 3
faktor yang perlu dipertimbangkan :
a. Medikasi (obat-obatan)
b. Tahapan pengobatan
c. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)

Obat-obatan Pengontrol Asma :


1. Glukokortikoid Inhalasi

Adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol


asma.

Berbagai

penelitian

menunjukkan

penggunaan

steroid

inhalasi

menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,


mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki
kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten
(ringan sampai berat). Steroid inhalasi ditoleransi dengan baik dan aman pada
dosis yang direkomendasikan.
2. Glukokortikoid Sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan
sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten berat (setiap hari atau selang
sehari), tetapi penggunaannya terbatas mengingat risiko efek sistemik. Harus
selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka
panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang. Jangka panjang lebih
efektif menggunakan steroid inhalasi dari pada steroid oral selang sehari. Jika
steroid oral terpaksa harus diberikan misalnya pada keadaan asma persisten
berat yang dalam terapi maksimal belum terkontrol (walau telah menggunakan
paduan pengoabatn sesuai berat asma), maka dibutuhkan steroid oral selama
jangka waktu tertentu. Hal itu terjadi juga pada steroid dependen. Di Indonesia,
steroid oral jangka panjang terpaksa diberikan apabila penderita asma persisten
sedang-berat tetapi tidak mampu untuk membeli steroid inhalasi, maka
dianjurkan pemberiannya mempertimbangkan berbagai hal di bawah ini untuk
mengurangi efek samping sistemik. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan
saat memberi steroid oral :
gunakan prednison, prednisolon, atau metilprednisolon karena mempunyai
efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada

otot minimal
bentuk oral, bukan parenteral
penggunaan selang sehari atau sekali sehari pagi hari

3. Golongan Agonis beta-2 kerja lama


Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol
dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya
agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan

mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi


penglepasan mediator dari sel mast dan basofil. Kenyataannya pada pemberian
jangka lama, mempunyai efek antiinflamasi walau kecil. Inhalasi agonis beta-2
kerja lama yang diberikan jangka lama mempunyai efek protektif terhadap
rangsang bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis beta-2 kerja lama,
menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik dibandingkan preparat oral.
Perannya dalam terapi sebagai pengontrol bersama dengan
glukokortikosteroid inhalasi dibuktikan oleh berbagai penelitian, inhalasi
agonis beta-2 kerja lama sebaiknya diberikan ketika dosis standar
glukokortikosteroid inhalasi gagal mengontrol dan, sebelum meningkatkan
dosis glukokortikosteroid inhalasi tersebut. Karena pengobatan jangka lama
dengan agonis beta-2 kerja lama tidak mengubah inflamasi yang sudah ada,
maka sebaiknya selalu dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi.
Penambaha agonis beta-2 kerja lama inhalasi pada pengobatan harian dengan
glukokortikosteroid inhalasi, memperbaiki gejala, menurunkan asma malam,
memperbaiki faal paru, menurunkan kebutuhan agonis beta-2 kerja singkat
(pelega) dan menurunkan frekuensi serangan asma.
4. Golongan Agonis beta-2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan
prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja
(onset) yang cepat. Formoterol mempunyai onset cepat dan durasi yang lama.
Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian inhalasi mempunyai onset
yang lebih cepat dan efek samping minimal/ tidak ada. Mekanisme kerja
sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas,
meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah
dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan
pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exerciseinduced asthma. Penggunaan agonis beta-2 kerja singkat direkomendasikan bila
diperlukan untuk mengatasi gejala. Kebutuhan yang meningkat atau bahkan
setiap hari adalah petanda perburukan asma dan menunjukkan perlunya terapi
antiinflamasi. Demikian pula, gagal melegakan jalan napas segera atau respons

tidak memuaskan dengan agonis beta-2 kerja singkat saat serangan asma adalah
petanda dibutuhkannya glukokortikosteroid oral..
Seretide adalah obat yang digunakan untuk terapi reguler untuk penyakit
obstruktif saluran nafas yang reversibel, mencakup asma, termasuk bronkitis
dan emfisema. Kandungan dalama seretid adalah Salmeterol xinafoate dan
fluticasone propionate. Dosisi yang diberikan untuk penyakit obstruksi saluran
napas yang reversibel yaitu, anak 12 tahun 1 inhalasi Diskus Seretide 100,
250, atau 500, anak > 4 tahun 1 inhalasi Diskus Seretide 100 dan untuk PPOK
Dewasa 1 inhalasi Diskus Seretide 250 atau 500. Semua dosis diberikan 2 kali
sehari. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan seretide yaitu
tidak untuk terapi gejala asma akut dan penanganan awal asma, TB paru,
gangguan kardiovaskuler berat, DM, hipokalemia yang tidak diterapi,
tirotosikosis. Lakukan pengawasan berkala terhadap laju pertumbuhan pada
anak yang mendapat terapi jangka panjang. Efek samping yang dapat terjadi
dalam penggunaan obat ini adalah serak atau disfonia, sakit kepala, kandidiasis
mulut dan tenggorokan, iritasi tenggorokan, palpitasi, tremor, bronkospasme
paradoksikal, artralgia.
Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat
fatal atau mengancam jiwa. Seringnya serangan asma menunjukkan penanganan
asma sehari-hari yang kurang tepat. Dengan kata lain penanganan asma
ditekankan kepada penanganan jangka panjang, dengan tetap memperhatikan
serangan asma akut atau perburukan gejala dengan memberikan pengobatan
yang tepat. Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam
penanganan serangan akut (lihat tabel 6). Langkah berikutnya adalah
memberikan pengobatan tepat, selanjutnya menilai respons pengobatan, dan
berikutnya memahami tindakan apa yang sebaiknya dilakukan pada penderita
(pulang, observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan ventilator, ICU.
Langkah-langkah tersebut mutlak dilakukan, sayangnya seringkali yang
dicermati hanyalah bagian pengobatan tanpa memahami kapan dan bagaimana
sebenarnya penanganan serangan asma. Penanganan serangan yang tidak tepat
antara lain penilaian berat serangan di darurat gawat yang tidak tepat dan

berakibat pada pengobatan yang tidak adekuat, memulangkan penderita terlalu


dini dari darurat gawat, pemberian pengobatan (saat pulang) yang tidak tepat,
penilaian respons pengobatan yang kurang tepat menyebabkan tindakan
selanjutnya menjadi tidak tepat. Kondisi penanganan tersebut di atas
menyebabkan perburukan asma yang menetap, menyebabkan serangan berulang
dan semakin berat sehingga berisiko jatuh dalam keadaan asma akut berat
bahkan fatal.

BAB III
KESIMPULAN
1. Penyakit asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari.

2. Penegakan diagnosis dengan menggunakan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Diagnosis kasus pasien ini adalah Asma akut ringan pada asma intermitten dan
CAP.
3. Pengobatan utama menggunakan glukokortikoid golongan kortikosteroid. Dapat
ditambahkan antiinflamasi dan antibiotik jika terdapat indikasi infeksi.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 Edisi ke-3. MediaAesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Jakarta:1216-28
Mangunnegoro H, Widjaja A, Sutoyo DK, Yunus F. Asma pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2004.
Jakarta:41-79
Sundaru H. Asma bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid IIedisi ketiga.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001.Jakarta:21-32

You might also like