Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan mengaplikasikan penyakit ST Elevation
Myokardinal Infarcktion-STEMI
1.2.2
1.
2.
3.
4.
Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dari STEMI
Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi atau penyebab dari STEMI
Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi/WOC dari STEMI
Mahasiswa mampu membuwat Asuhan Keperawatan yang tepat pada pasien dengan kasus
STEMI
1.3 Manfaat
Dengan disusunya makalah ini di harapkan bisa menambah pengetahuan mahasiswa dan
bisa dijadikan bahan pembelajaran buat institusi umumnya dan mahasiswa khususnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. PENGERTIAN
Infark Miokard Akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan
tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan ini sebagian
besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh
terjadinya trombopsis, vasokonstriksi, dan reaksi inflamasi. Kadang-kadang sumbatan akut ini
dapat pula disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli atau vaskulitis.(Arif muttaqin,2009)
Myocardial Infark adalah kematian jaringan otot myokard. Myokard Infark merupakan
sumbatan total pada arteri koronaria. Sumbatan ini mungkin kecil dan focal atau besar dan difus.
Pembuluh yang sering terkana adalah koronaris kiri, percabangan anterior kiri dan arteri
circumflek.(faqih ruhyanudin,2007)
2. ETIOLOGI
1. Coronary Arteri Disease: aterosklerosis, artritis, trauma pada koroner, penyempitan arteri
koroner karena spasme atau desecting aorta dan arteri koroner.
2. Coronary artery emboli: infektive endokarditis, cardiac mycxoma, cardiopulmonal bypass
surgery, arteriography koroner.
3. Keleinan konginetal: anomali koronaria.
4. Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard: tirotoksikosis, hipotensi kronis,
keracunan karbon monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta.
5. Gangguan hematologi: anemia, hypercoagulabity, trombosis, trombositosis.
3. MANIFASTASI KLINIS
1. Nyeri dada menetap, nyeri dada bagian tengah dan epigastrium tidak hilang dengan istirahat atau
nitrat, nyeri menyebar secara luas : dapat menyebabkan aritmia, hipotensi, shock, gagal jantung.
2. Banyak keringat, kulit lembab dengan muka pucat
3. Tekanan darah menurun
4. Dyspnea, kelemahan dan membuat pingsan
5. Nausea dan vomiting
separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama tata laksana pra hospital pada
pasien yang di curigai STEMI antara lain:
Pengenalan gejala oleh pasien dan segara mencari pertolongan medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melekukan tindakan resusitasi
Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter
dan perawat yang terlatih
Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama
transportasi ke rumah sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan
pasien untuk menerima pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi kepada
masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tata laksana dini.
Tata laksana di ruang emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang di curigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkannyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi
reperfusi segara, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan
menghindari permulangan cepat pasien dengan STEMI.
TATALAKSANA UMUM
1. Oksigen
Oksigan harus diberikan pad a pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien
STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan
sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberika NTG
intravena.
3. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Dengan morfin, aspirin, penyekat beta, terapai reperfusi.
6. KOMPLIKASI
-
Disfungsi Ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan ketebalan
pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikular
dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hubungan bulan
atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.
Gangguan Hemodinamik
Gagal pamompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian utama di rumah sakit
pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung di s3 dan s4 gallop, pada pemeriksaan
rontgen sering dijumpai kongesti paru.
7. PATOFISIOLOGI
Stemi umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak ateroslerosik yang sudah ada sebelumnya.stenosis arteri koroner derajat tinggi
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak
al sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskuler,dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi
lipid.
8. ASKEP TEORI
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau compos mentis
(CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perusi sistem saraf pusat.
B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas seperti
tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga
dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan
vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh
ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium yang
kronis dapat timbul pada saat istirahat.
B2 (Blood)
Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya di daerah
substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi
nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi biasanya tidak ditemukan.
Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup yang disebabkan IMA.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa
komplikasi
Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran
B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis, menangis,
merintis, merenggang, dan menggeliat yang merupakan respons dari adanya nyeri dada akibat
infark pada miokardium. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat
istirahat maupun saat beraktivitas.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena itu, perawat perlu
memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA karena merupakan tanda awal syok
kardiogenik.
B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan
pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang merupakan tanda utama IMA.
B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan, kelelahan,
tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga teratur. perubahan postur tubuh.
Kaji higienis personal klien dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan melakukan
tugas perawatan diri.
Diagnosis Keperawatan
1.
Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan
kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium,
peningkatan produksi asam laktat.
2.
Aktual/risiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi,
irama, konduksi elektrikal.
3.
Actual/risiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru
tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut.
4.
Actual/risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunannya curah
jantung.
5.
Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan penurunan perfusi perifer akibat sekunder dari
ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium dengan kebutuhan.
6.
Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau perubahan
kesehatan.
7.
Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri
yang salah, perubahan peran.
8.
Istirahatkan klien,
3.
Berikan oksigen
tambahan dengan kanula nasal
atau masker sesuai dengan
indikasi,
4.
Manajemen lingkungan:
lingkungan tenang dan batasi
pengunjung.
5.
Ajarkan teknik relaksasi
pernapasan dalam pada saat
nyeri,
6.
Ajarkan teknik distraksi
pada saat nyeri,
Antiangina
(nitrogliserin);
7.
Lakukan manajemen
sentuhan.
Penghambat kalsium
seperti verapamil (calan),
diltiazem (prokardia)
Kolaborasi pemberian
terapi famakologis antikoagulan:
heparin
Kolaborasi pemberian
terapi farmakologis trombolitik.
Kolaborasi untuk
tindakan terapi nonfarmakologis:
CABG
indikasi;
Hindari dingin
Hindari
dinamik;