You are on page 1of 9

Edisi Khusus OAK

www.lpminstitut.com

INSTITUT NEWS
MENYUARAKAN KEBEBASAN, KEADILAN, DAN KEJUJURAN

FOTO: RAHMAT/INSTITUT

Orientasi Akademik dan


Kebangsaan (OAK)

Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi (FIDKOM) melaksanakan OAK satu hari lebih awal dari fakultas lain di lapangan parkir
FIDKOM, (8/9).

Kampus UIN, INSTITUT- Program


pengenalan almamater mahasiswa baru
tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Tahun ini program pengenalan almamater
dikelola oleh pihak fakultas berdasarkan
surat edaran rektor nomor : Un.01/R/
PP.009/1302/2011. Sedangkan tahun sebelumnya dikelola sepenuhnya oleh mahasiswa. Hal itu dijelaskan oleh Sudarnoto
Abdul Hakim selaku Pembantu Rektor
(Purek) Bidang Kemahasiswaan (8/9).
Alasan perubahan tersebut menurut Sudarnoto, agar lebih profesional dan fokus
ke akademik. Karena fokus mahasiswa
baru untuk kuliah, lanjutnya. Tidak
hanya itu pengenalan almamater juga dijadikan momentum untuk menanamkan
nilai-nilai kebangsaan. Hal tersebut juga
menjadi alasan perubahan nama progam
pengenalan almamater yang sebelumnya
bernama Program Pengenalan Studi dan
Almamater (PROPESA) menjadi Orientasi
Akademik dan Kebangsaan (OAK).
Selain itu, perubahan pengenalan akademik juga terjadi pada susunan kepanitiaan.
Saat ini pengenalan akademik dikelola
langsung oleh dekanat bukan mahasiswa.

Karena tahun ini BEMU (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas) telah dibekukan, sehingga tidak diperlukan rapat
workshop seperti tahun sebelumnya untuk
menentukan kepanitiaan OAK, hal ini disampaikan oleh Jafar Sanusi selaku Kepala
Bagian Kemahasiswaan.
Selain karena BEMU dibekukan, pihak
Rektorat menginginkan mahasiswa tidak
terlibat dalam masalah pengelolaan
keuangan, tambahnya. Jika keuangan
dipegang oleh mahasiswa akan membuat
masalah untuk mahasiswa itu sendiri,
ujarnya (8/9). Hal ini dapat membuat
efek negatif, seperti perebutan budget dan
anggaran yang tidak wajar, ini menjadi
permasalahan saat pembuatan laporan
keuangan. Jafar juga menambahkan
janganlah mahasiswa berfikir untuk mendapatkan uang, melainkan berfikir untuk
belajar dengan baik.
Perubahan tersebut menjadikan mahasiswa kurang mandiri dan kreatif, ungkap
Ahmad Nur Amin, Ketua Organizing Committe (OC) Fakultas Adab dan Humaniora
(FAH). Mahasiswa memang diperbolehBersambung ke hal. 6 kol. 2

Editorial
Menjadi Insan Akademis,
Mungkinkah?
Tak terasa, sudah dua kali Program
Pengenalan Studi dan Almamater
(PROPESA) yang berubah menjadi
Orientasi Akademik dan Kebangsaan
(OAK), diadakan tanpa Badan Eksekutif
Mahasiswa Universitas (BEMU). Bagi
mahasiswa lama, apapun penyebabnya,
kesannya tetap OAK makin amburadul.
Padahal, kegiatan seperti ini, bisa menjadi momentum untuk me-latih jiwa
leadership, good manager, dan kolektifitas.
OAK amburadul sekarang ini, merupakan rangkaian, tercederainya kegiatan
akademis kita. Jika masih yakin bahwa
mahasiswa bakal menjadi insan akademis, seharusnya perlu bimbingan yang
lebih serius, tidak bisa seenaknya, apalagi mengeneralisir atau menjudge dari
satu sudut pandang saja. Akademis tak
sekedar memberi tugas, lalu dapat nilai.
Akademis seharusnya mampu mempertimbangkan, mana prioritas, mana sempalan. Masih harus banyak belajar, baik
itu mahasiswa, ataupun dosen.
Momentum OAK sekarang, seyogyanya dapat menjadi salah satu cerminan dari sekian banyak cermin, apa itu
insan akademis sebenarnya? Apakah
sudah bisa dipanggil insan akademis?
Nampaknya, bisa diambil hipotesis,
jika saja propesa masih amburadul atau
makin amburadul, bahwa kita (mahasiswa dan dosen) masih belum dikatakan insan akademis. Dan pertanyaannya, apa kita masih ingin dipanggil insan
akademis?
Sudah banyak yang bosan sebenarnya dengan cara berintelektual di kampus ini. Ada banyak kepercayaan yang
membuat fanatisme konservatif. Bagi
seorang akademis, cara berintelektual
yang akademislah yang benar. Dan bagi
seorang aktivis, cara berintelektual yang
aktiflah yang benar. Begitu seterusnya.
Yang jelas, para pembimbing, yang diamanatkan, untuk mendidik mahasiswa,
dapat berlaku arif. Tidak perlu fanatisme
konservatif itu. Harus bisa melihat yang
seterang-terangnya. Kalau tidak, sama
saja dengan mahasiswanya.

INSTITUT NEWS

LAPORAN UTAMA

Edisi
September 2011

Kebijakan Anggaran OAK Merugikan Mahasiswa


tenda, ujarnya (8/9).
Sedangkan
menurut
Kasubag
Keuangan Fakultas Syariah dan Hukum
(FSH), Muhamad Noor, kebijakan anggaran yang dipegang oleh Dekanat adalah arahan dari Rektorat. Keuangan
sepenuhnya dipegang oleh Fakultas karena hal tersebut memang arahan dari
rektorat, tambahnya (8/9).

Dok. Pribadi

Kampus UIN, INSTITUT- Kebijakan


anggaran yang diterapkan dalam Orientasi Akademik dan Kebangsaan (OAK)
mahasiswa baru tahun ini dianggap merugikan mahasiswa. Kebijakan tentang
anggaran OAK yang dilimpahkan sepenuhnya kepada fakultas membuat mahasiswa yang menjadi pelaksana teknis kegiatan kebingungan.
Hal tersebut diungkapkan Presiden
BEM Fakultas Imu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Diding Mahpudin. Ia
menjelaskan pihaknya merasa kebingungan karena hingga satu hari menjelang
OAK dana yang dibutuhkan belum cair.
Secara keuangan kita dirugikan karena
sekarang keuangannya agak ngeribetin,
tukasnya (8/9).
Begitu juga pendapat presiden BEM
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK), Egi Abdul Wahid, saat ditemui
INSTITUT. Menurutnya hal itu tidak wajar bila melihat keadaan di kampus lain
dan kebiasaan di UIN dimana kebijakan
anggaran dibahas oleh mahasiswa.
Senada dengan Egi, Reksa Ardiansyah,
Presiden BEM Fakultas Ekonomi dan
Bisnis (FEB) menyatakan hal tersebut
sangat merugikan mahasiswa. Ia mengatakan, dalam kebijakan anggaran di FEB,
seluruh dana untuk Operasional OAK
dipegang oleh dekanat. BEM Cuma dapat anggaran untuk kesekertariatan dan

Reksa Ardiansyah, presiden BEM FEB yang menyatakan


kerugian mahasiswa dalam OAK

Sedangkan menurut Kabag Kemahasiswaan, Jafar Sanusi, dalam kebijakan


OAK mahasiswa memang dilibatkan
dalam kegiatan, namun tidak dalam
keuangan. Mahasiswa nggak boleh
pegang uang, tegasnya (20/8).
Namun menurut Ahmad Nur Amin,
ketua Organizing Committee (OC) OAK
Fakultas Adab dan Humaniora (FAH),
kebijakan anggaran yang dikeluarkan
oleh fakultas justru memperbesar anggaran. Hal itu bisa dilihat dengan besarnya biaya konsumsi yang dianggarkan
fakultas. Sedangkan jika mahasiswa yang
mengatur anggaran, hal-hal seperti itu dapat diminimalisir.
Dilain pihak, Egi menambahkan honorarium yang diberikan kepada steering
committee (SC) yang diisi pihak fakultas
tidak efektif, dan justru terkesan buangbuang uang. Ia juga mengungkapkan
bahwa dekanat kurang siap dalam menjalankan OAK.
Namun hal tersebut dibantah Farida
Hamid, Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan FKIK. Menurutnya, pihak
fakultas bukan tidak siap dalam melaksanakan OAK, namun memang terjadi
sedikit hambatan dalam penyelenggaraan
OAK. Kita sih suap-siap aja, tegasnya.
(Adit, Jaffry)

Salam Redaksi
Assalamualaikum wr. Wb
Salam INSTITUT
Semoga kesejahteraan selalu tercurah kepada kita semua. Kesejahteraan itu semakin bermunculan seiring munculnya tahun ajaran baru, terutama untuk bangsa ini. Mahasiswa baru, semangat baru, dan generasi intelektual pun kian berlanjut. Begitu indah
rasanya melihat wajah-wajah baru mahasiswa UIN Jakarta. Rasanya, gedung UIN Jakarta yang semegah ini, akan sia-sia bila tidak
dihiasi dengan keramaian para mahasiswanya.
Wajah baru, ide baru. Mahasiswa baru, perhiasan baru pula untuk bangsa ini. Dengan semangat ala pemuda, kita bentuk Indonesia yang lebih baru dan baik demi memajukan dunia pendidikan bangsa ini.
Melalui carik kertas di tangan Anda ini, sekaligus kami perkenalkan News Letter INSTITUT NEWS edisi OAK. Melalui pergulatan dengan waktu dan tenaga, kami suguhkan ini kepada Anda sekalian dengan tujuan memberikan informasi ter-update seputar
kampus. Perdebatan-perdebatan yang kami lakukan, hanya bertujuan untuk kemaslahatan bersama. Masalah-masalah yang kami
kira penting untuk diketahui, kami masukkan dalam edisi ini. Tentunya, yang menyangkut Propesa.
Permasalahan-permasalahan di dalamnya tentu bukan untuk menimbulkan konflik baru, tapi, untuk diselesaikan.mulai dari perbedaan manajemen di dalamnya, seperti perbedaan dalam struktur kepanitian. Jika flashback ke belakang, maka akan terlihat perbedaan suasana. Tahun lalu yang dimeriahkan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) beserta kampung UKM-nya, kini tidak ada.
Hal ini menjadi menarik saat diperbincangkan kenapa bisa berbeda. Selain itu, masih banyak lagi yang kami kulik dalam edisi ini.
Akhir kata, kami mengucapkan selamat datang kepada para mahasiswa baru UIN Jakarta. Sebagai penyalur lidah mahasiswa
UIN Jakarta, kami akan terus sajikan fakta-fakta yang ada di kampus tercinta ini.
Wassalamualaikum wr. wb

Edisi
September 2011

Agung, Fakultas
Eknonomi, Jurusan
Menejemen.

KATA MEREKA

Untuk kesan karena belum


OAK jadi nggak ada,
tapi kalau dilihat syaratsyaratnya bawa plastik
dan sebagainya, kayaknya kita terlalu
mengikuti budaya, mungkin dilihat dari
fungsinya nggak terlalu berfungsi. Lebih
baik membuat hal-hal yang lebih positif
dibanding suruh buat atribut
Ariani Iswindari, Fakultas Fisip, Jurusan Ilmu
Politik
Karena jurusan saya nggak
ribet, jadi ya biasa aja,
saya aja sekarang nyantai,
paling nyantai mungkin,
karena nggak disuruh bawa
apa-apa, hanya suruh bawa nameteks aja.
Tapi saya juga agak kecewa, seharusnya
OSPEK kan masa seru-seruan tapi ini
malah nyantai

Arif Darmawan Mahmud, Fakultas Psikologi

Untuk OAK pokoknya


Keren lah

Menurut Anda Tentang OAK


Tahun Ini?

Exciting sih (menyenangkan, red), Cuma agak


merepotkan karena
fakultas ekonomi peralatannya banyak. Tapi OAK menurut saya
itu sesuatu yang menarik, karena bisa
mengetahui apa yang belum kita ketahui
di bangku kuliah
Musiandi, Fakultas
Ushuludin, Jurusan
Tafsir Hadist

INSTITUT NEWS

Iin Inawati, Fakultas


Sains dan Teknologi,
Jurusan Agribisnis.
Sebenarnya Saintek sih
nggak terlalu ribet, jadi karena belum tahu ya dibawa

Rahayu Handayani,
Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, Jurusan
Pendidikan Bahasa
Inggris

Dwi Diana Septika,


Fakultas Adab dan
Humaniora, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab.

Sebenarnya sih seneng ada


acara seperti ini, jadi kita
bisa ngumpul-ngumpu, tapi kita sedikit
kerepotan , nggak kayak Ushuludin yang
simple

seneng aja

Pastinya asik ya walaupun


belum OAK, seniornya
juga flexsible ya, kalau kita
enak dia juga enak

Abdul Kholiq, Fakultas


Dirasat Islamiyah
Yang pertama ya bagus,
jadi OAK ya mengenalkan
biar tahu tujuan fakultas itu dan mau dibawa
kemana

Lilis Zuhriyah, Fakultas


Kesehatan dan Ilmu Kedokteran (FKIK), Jurusan Ilmu Keperawatan.
Seru sih, Mungkin karena
OAK penting ya buat mahasiswa baru, ya mungkin
buat kenal-kenalan aja

Deni Hidayat, Fakultas Ilmu Dakwah dan


Komunikasi, Jurusan
Komunikasi Penyiaran
Islam
Ya biasa aja sih, ya tapi
agak nggak jelas juga, kita
kan mahasiswa masa nyanyi-nyanyi
nggak jelas

Maris Wahidatul A,
Fakultas Syariah dan
Hukum, Jurusan Perbankan.
Bagus sih, soalnya di fakultas saya kayak seminar gitu,
jadi nggak pakai atribut
apa-apa
(Muji)

OPINI

INSTITUT NEWS

Edisi
September 2011

Relevankah Empat Pilar Kebangsaan dalam Membangun


Karakter Bangsa?
Ibnu Affan*

i tengah arus modernisasi,


globalisasi era teknologi dan
industri modern masyarakat Indonesia semakin terus terarah pada gaya
hidup yang cendrung materialis konsumtif dan hedonis. Di samping itu pula
kehidupan era teknologi industri dan
informasi global tidak saja mengubah
struktur berbagai kelembagaan hidup
yang bersifat fisik-kelembagaan. Namun
lebih dari pada itu keadaan ini pula
mengubah mentalitas serta cara berfikir
baik gaya hidup orang-perorang maupun
masyarakat pada umumnya. Tak bisa
dipungkiri keadaan ini juga menjerat
kaum intelektual.
Hal ini terasa timpang jika ada yang
mengatakan bahwa awal dari pendidikan
dan pengembangan karakter kebangsaan
Indonesia adalah dengan meyakini kebenaran empat pilar kebangsaaan, yang
belum lama ini tiap perguruan tinggi
mendeklarasikannya.
Pada dasarnya konsep ideologi empat
pilar kebangsaan berlandaskan pada
kecintaan terhadap bangsa dan negara
terhadap Pancasila, UUD 1945, semangat ke-bhinekaan dan negara kesatuan
republik Indonesia inilah yang menjadi
tumpuannya. Selain sebagai dasar pembentukan karakter bangsa, empat pilar
tersebut diharapkan juga sebagai pilar
penopang kebangkitan bangsa. Oleh karena itu, keempat elemen ini sangat vital
dalam membangun karakter bangsa.
Yang jadi pertanyaan, apakah aktualisasi dalam meyakini empat pilar itu
sudah berjalan seutuhnya? Jika pada
tataran masyarakat kebanyakan belum
mengenal empat pilar kebangsaan itu,
jangankan untuk mengetahui konsep

dasar dari empat pilar tersebut, salah


satu pilar saja belum tentu semua rakyat
Indonesia tahu, misalkan Pancasila.
Dalam konteks masyarakat seperti Indonesia yang multireligius dan multikultural ini, rasanya untuk menyusun serta
membangun materi dan metodologi pendidikan berkenegaraan yang berkarakter kuat pada setiap individunya tidak
bisa ditawar-tawar. Selain itu apakah
pendidikan pancasila kewarganegaraan
yang diajarkan sejak SD hingga tingkat
pendidikan tinggi masih relevan dan
terus menerus perlu dipertahankan serta
perlu disempurnakan dan dikembangkan
lebih lanjut?
Mengingat perubahan sosial yang
kerap terjadi, wacana dan praktik politik
di tanah air serta tantangan pendidikan
yang terus-menerus semakin kompleks,
tentu saja ini menjadi permasalahan kita
semua dalam menyikapi fenomena yang
ada. Apalagi jika dikatkan dengan perguruan tinggi yang terus mendeklarasikan
wacana empat pilar kebangsaan setiap
menerima mahasiswa barunya. Kembali
lagi ke persoalan sebelumnya, ironis jika
penguatan karakter pemuda Indonesia
akan terjadi karena pada dasarnya pendeklarasian empat pilar itu hanya sebatas
formalitas saja, tanpa mengedepankan
sisi substansinya, karena pendeklarasian
empat pilar itu hanya terjadi ketika penerimaan mahasiswa baru saja.
selanjutnya, program untuk penguatan karakter yang berkelanjutan kurang
terlaksana dengan baik. Alhasil, aktualisasi dan implementasi dari empat pilar
kebangsaan itu kian memudar, seiring
terus terjangkitnya masyarakat akan
sikap konsumtif, pragmatis, dan hedonis.

Wajar jika dengan kasus demikian


kehidupan kita menjadi keras, kaku,
dan tidak ramah. Nilai-nilai kehidupan
kebangsaan yang digaungkan oleh tiap
perguruan tinggi tentang menekankan
kesederhanaan, kelembutan, kewajaran,
pemurah, tenggang rasa, dan kesediaan
berkorban demi orang lain, secara perlahan tapi pasti akan hilang.
Sebagai gantinya mahasiswa khususnya yang disebut sebagai agent of change
akan lebih mementingkan pola pikir dan
pola perjuangan yang bersifat polarized
atau blok-blokan dan kubu-kubuan, pasti
terselip kepentingan yang tidak sesuai
dengan cita-cita dan nilai luhur yang terkandung dalam empat pilar kebangsaan
tersebut.
Pada konteks kekinian, bangsa ini
tidak boleh kehilangan arah dan harapan. Diperlukan pula koreksi secara
menyeluruh terhadap nilai-nilai yang
telah berjalan selama ini, masihkah
relevan atau tidak? Selain itu perlu juga
upaya rekonstruksi sosial pada setiap
insan yang terdidik baik di tataran pendidikan formal atau nonformal terhadap
nilai-nilai dari empat pilar kebangsaan
tersebut dengan cara memberi muatan
akan nilai-nilai baru dalam pendidikan
nasional ynag lebih kondusif.
Yang terpenting lagi, khususnya bagi
para pendidik perlu mengaktualisasi diri
agar dapat menjadi contoh para peserta
didik, selain itu perlu ditekankan pula kehidupan yang berdampingan agar tidak
terkotak-kotakan antara pendidik dan
peserta didik.
*Mahasiswa FAH jurusan tarjamah
semester 7 aktif di Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT

Sambungan
Orientasi Akademik dan Kemahasiswaan........
kan membuat konsep acara agar diserahkan ke pihak dekanat, namun keputusan
sepenuhnya ada di pihak dekanat. Konsep yang telah diajukan banyak yang dirubah, ujarnya saat ditemui INSTITUT di
lantai satu gedung FAH (8/9) .
Berbeda dengan Nur Amin, Reksa Ardiansyah selaku ketua BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) mengatakan konsep
acara berdasarkan kesepakatan pihak dekanat dan mahasiswa. BEM memberikan

konsep ke dekanat, tapi dekanat juga mempunyai konsep sendiri, lalu ada negosiasi
ke dekanat, sehingga ada penggabungan
konsep antara mahasiswa dan dekanat,
paparnya kepada INSTITUT(8/9).
Yang terpenting dari OAK menurut
Reksa, yaitu adanya kegiatan wajib berupa
pengenalan akademik dan seminar tentang
kebangsaan, selebihnya acara ditentukan
oleh mahasiswa. Wewenang kita dalam
teknis telah disetujui dekanat, hanya

masalah keuangan saja yang ditutupi, dan


kami tidak mempermasalahkan hal itu,
lanjutnya.

Dede Supriyatna, Presidium tim
Formatur Propesa 2010/11, mengatakan
keuntungan pengenalan akademis bila dipegang mahasiswa adalah agar mahasiswa
dapat belajar berdialektika menyatukan
hal berbeda secara dewasa (8/9). (Rahmat,
Umar, Ayu)

Edisi
September 2011

LAPORAN UTAMA

FOTO: TYA/INSTITUT

Persiapan OAK Kurang Matang

Sudarnoto Abdul Hakim, saat diwawancarai INSTITUT tentang ketidakadaan workshop pra- OAK, Kamis (8/9).

Kampus UIN, INSTITUT- Tidak


adanya workshop pra OAK (Orientasi
Akademik dan Kebangsaan) tahun ini
membuat kerancuan dalam persiapan
OAK di beberapa fakultas. Hal ini dijelaskan oleh Hairul Saleh, Divisi Acara
OAK Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi (FIDKOM), Kamis (8/9).
Kita (BEM FIDKOM, red) udah bikin
konsep acara, tapi setelah surat edaran
turun kita harus merombak ulang konsep
yang udah dibuat. Dan waktunya juga
sempit, ujar Hairul.
Padahal, menurut Novrizal Fahmi
sebagai salah satu civitas yang mengikuti
workshop tahun lalu menyatakan bahwa
adanya pra workshop sangat penting,
karena terdapat satu kesepakatan antara
mahasiswa dan rektorat.
Tahun ini kesepakatan hanya terjadi
sepihak antara rektorat dan dekanat.

Kita seperti hanya dijadikan pesuruh


saja, kita kan harus memutuskan segala
sesuatunya secara demokratis, tuturnya.
Senada dengan Nofrizal, Ridwan
Nurdiansyah,Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) RIAK periode 2010/11,
mengatakan bahwa UIN adalah satu
keluarga besar yang sedang menyambut
anggota keluarga barunya, sehingga
harus memutuskan segala sesuatu secara
bersama-sama, Kalau gini caranya berarti sudah cacatlah keluarga besar kita.
Selain hal tersebut, Surat Edaran Rektor tentang kegiatan OAK yang menyatakan bahwa kegiatan OAK diserahkan
sepenuhnya kepada pihak fakultas,
menyebabkan terdapat perbedaan konsep
acara OAK di masing- masing fakultas.
Seperti FIDKOM yang menyelenggarakan OAK mendahului fakultas- fakultas lainnya. Begitupun FITK yang diberi-

INSTITUT NEWS

kan kebebasan membuat konsep OAK,


tidak seperti fakultas- fakultas lain yang
sangat didominasi oleh keputusan pihak
dekanat. Tergantung bagaimana BEM
bernegosiasi dengan dekannya, ujar
Diding Mahpudin, Ketua BEM Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).
Kita nggak mau hanya dijadikan
pelaksana teknis saja, kalau pihak
dekanat mau buat konsep seperti yang
mereka mau silahkan buat panitia
sendiri. Kita tidak akan ikut campur,
ujar Diding Mahpudin menambahkan.
Hal ini berbeda dengan yang terjadi
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB),
menurut Reksa Ardiansyah, ketua BEM
FEB yang terpenting adalah esensi acara
propesa ini tetap ada, Selesaikan dulu
tugas sebagai anggota BEM, jangan lihat
propesa hanya dari uang.Walaupun kita
tidak munafik, uang tetap dibutuhkan.
Sedangkan menurut Purek III Bidang
Kemahasiswaan, Sudarnoto Abdul
Hakim, ada tidaknya workshop tidak
terlalu penting, Buat apa ada workshop?
Dalam perspektif universitas rasanya
tidak penting. Karena mahasiswa itu
milik fakultas. Finansial harus dikelola
negara dan fakultas adalah lembaga paling legal untuk mengelolanya, ujarnya.
Ia mengatakan bahwa para mahasiswa
baru dituntut untuk lebih mengenal akademiknya terlebih dulu, Biarkan mereka
(mahasiswa baru, red) jernih terlebih
dulu. Urusan pengenalan organisasi serta
UKM bisa nanti karena waktu masih
panjang. Tapi tidak sekarang.
Menanggapi protes dari sejumlah
BEM yang telah membuat struktur
kepanitiaan sebelum turunnya surat
edaran tersebut, Sudarnoto berkata,
Saya berterima kasih, tapi tidak perlu
kecewa karena pasti ada pahalanya
tersendiri. (Tya, Aam)

Pemimpin Umum:Khalisotussurur Sekretaris Umum: Egi Fajar Nur Ali Bendahara Umum:Rina Dwihana Fitriani
Pemimipin Redaksi:Muhammad Fanshoby Redaktur Pelaksana: Umar Mukhtar Artistik: Dika Irawan Penelitian & Pengembangan:
Hilman Fauzi, Abdul Kharis, Iswahyudi Perusahaan & Periklanan: Noor Rahma Yulia, Ibnu Afan, Fajar Ismail.
Koordinatur Liputan: Aditia Purnomo Reporter: Aam Mariyamah, Achmad Faruq A., Aditia Purnomo, Aditya Widya Putri, Aprilia Hariani, Ema
Fitriyani, Jaffry Prabu Prakoso, Kiky Achmad Rizqi, Makhruzi Rahman, Muhammad Umar, Muji Hastuti, Rahayu Oktaviani, Rahmat Komaruddin,
Rifki Sulviar, Trisna Wulandari Fotografer: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Dika, Rizqi, D.N Adit Editor: Oby, Umar, Lilis, Hilman,
Haris , Egi, Fajar, Rina Ilustrator: Omen, Trisna Alamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307,
Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan 15419. Telp: 085-697-091-557 Web: www.lpminstitut.com Email: lpminstitut@yahoo.com.

Setiap wartawan INSTITUT dibekali Tanda Pengenal serta tidak dibenarkan memberikan Insentif dalam bentuk apapun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.

INSTITUT NEWS

LAPORAN UTAMA

Edisi
September 2011

FOTO: IBNU/INSTITUT

Pengkerdilan Lembaga Kemahasiswaan


Di Balik Surat Edaran

Gedung Student Center adalah salah satu tempat lembaga kemahasiswaan yang tidak dilibatkan dalam OAK tahun ini(8,

Kampus UIN, INSTITUT Orientasi


Akademik dan Kebangsaan (OAK) UIN
Jakarta tahun ini berbeda dengan tahuntahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan
surat edaran rektor yang memutuskan
orientasi kemahasiswaan dilimpahkan
kepada tiap fakultas. Pelimpahan tersebut membuat lembaga kemahasiswaan
seperti Unit Kegiatan Mahasiswa UKM
tidak dilibatkan serta ketidakseragamannya antar fakultas.
Ketidakseragaman fakultas jelas terllihat pada pelaksaan jadwal OAK yang
tidak memasukan apel bersama, Misalnya seperti pembukaan OAK yang
tahun lalu diadakan dengan upacara
terpusat di kampus 3, jelas Tadjudin,
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (8/9).
Menurut ketua BEMF FKIK Egi Abdul Wahid, penyerahan kebijakan OAK
yang berbeda ini tidak menunjukan sikap
tegas tentang aturan atau arahan yang
diperintahkan Purek III kepada masingmasing fakultas. Purek III dirasa tidak
memberikan arahan jelas kepada fakultas
mengenai empat pilar kebangsaan yang
menjadi tema OAK kali ini, sehingga
pihak fakultas pun bingung memasukan

unsur tema kebangsaan tersebut. Ya seperti tidak ada kesiapan, tutur Egi.
Selain itu, Egi menuturkan bahwa latar
belakang rektor memutuskan Orientasi
kemahasiswaan dilimpahkan kepada
fakultas ialah karena tiga hal. Vacum
of power BEMU, masa transisi Student
Goverment (SG) dan anggapan OAK
tahun lalu yang dinilai kurang memiliki
unsur akademis.
Menurut Diding Mahpudin, ketua
BEMF Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK), kekosongan kekuasaan yang
terjadi pada mahasiswa UIN dengan
dibekukannya BEMU sejak tahun lalu
memang diyakini sebagai salah satu penyebab bedanya aturan OAK tahun ini.
Akan tetapi, Diding tidak sepakat
dengan alasan Purek III perihal OAK
tahun lalu kurang memiliki unsur akademis. Padahal dalam program Tarbiyah sendiri, kita memasukan tentang
keakademikan kampus, misalnya seperti
mengadakan acara pengenalan dan penggunaan perpustakaan Tarbiyah kepada
mahasiswa, terangnya.
Sementara itu Gartika Nurani Erawan,
ketua BEMF Psikologi mengatakan kecewa dengan kebijakan OAK kali ini yang

hanya melibatkan mahasiswa secara


teknis. Mahasiswa juga tidak mengetahui transparasi dana, padahal kan ini
uang mahasiswa juga, tuturnya ketika
ditemui di kantin Fakultas Psikologi.
Ia menambahkan, konsep acara tidak
sepenuhnya dilakukan oleh pihak fakultas, tetapi ada kerjasama antara BEMF.
Seperti materi empat pilar kebangsaan
itu konsep dari pihak fakultas, sedangkan BEMF membuat konsep acara
yang menyangkut pengenalan lembaga
kemahasiswaan, tambahnya
Sebagai panitia pusat propesa (sekarang OAK) tahun lalu dari pihak UKM,
Novrizal Fahmi mengatakan kebijakan
ini adalah sebagai pengkerdilan lembaga
kemahasiswaan. Lembaga kemahasiswaan seperti tidak memiliki peran.
Karena tahun ini UKM tidak dilibatkan,
maka UKM harus punya solusi kongkrit
untuk tetap eksis, tegasnya.
Senada dengan Fahmi, Diding berharap Lembaga kemahasiswaan agar
lebih vokal dan berperan aktif kedepannya demi tercapainya OAK yang lebih
berpihak pada mahasiswa.(April, Ema)

Edisi
September 2011

LAPORAN UTAMA

INSTITUT NEWS

Memunculkan Kembali Empat Pilar Kebangsaan


Kampus UIN, INSTITUT - Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin
Hidayat, mengeluarkan surat edaran
Nomor: Un.01/R/PP.009/1302/2011
tanggal 2 Agustus 2011 tentang program
orientasi mahasiswa baru, yang menghimbau kepada seluruh fakultas agar memasukkan materi kebangsaan ke dalam
masa orientasi mahasiswa baru.
Keputusan tersebut mengacu kepada
Deklarasi Seluruh Pemimpin Perguruan
Tinggi Negeri/Pemerintah dan Koordinator Perguruan Tinggi Islam (Kopertis)
seluruh indonesia. Dalam deklarasi
tersebut, menghasilkan tentang pengamalan pancasila, melaksanakan UndangUndang 1945 sebagai landasan hukum.
Selain itu, menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
melalui sistem pendidikan nasional, serta
menerima keniscayaan Bhineka Tunggal
Ika dan mewujudkan dalam kehidupan,
berbangsa dan bernegara.
Terkait keluarnya surat edaran ini,
Zaky Mubarok, dosen Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) mengatakan, wacana perlunya sosialisasi empat
pilar kebangsaan baru muncul belakangan ini, seiring dengan maraknya kasus
terorisme, dan berkembangnya kelompok radikal di perguruan tinggi, serta
menyebarnya pornografi di kalangan
mahasiswa.

Dia menambahkan, dalam sepuluh


tahun belakangan ini wacana tersebut
hilang. Jadi pada masa orde baru itu,
pancasila, undang undang dan lain sebagainya, yang menjadi jargon setiap hari,
dimasukkan di dalam materi-materi pela-

jaran, tapi modelnya bukan dialogis,


Setelah tahun 2010, baru muncul
berbagai arus radikalisme di perguruan
tinggi. Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) lalu mencoba untuk memunculkan kembali empat pilar kebangsaan
ini yang masih relevan dan harus terus
dikembangkan. Kemudian hal ini di-

respon oleh perguruan tinggi termasuk


kemendiknas.
Sudarnoto Abdul Hakim, Pembantu
Rektor (Purek) bidang kemahasiswaan
mengatakan, bangsa kita ini pilarnya
itu keropos-keropos. Karena itu, supaya
tidak keropos maka harus diperkuat
pilar-pilarnya, ini kewajiban kita bersama
sebagai bangsa. Jadi, lembaga pendidikan itu adalah lembaga yang paling
bersih dari intervensi politik dan sebagainya.
Ia pun berharap peran perguruan
tinggi agar membangun empat pilar
kebangsaan dengan caranya sendiri.
Momentumnya tepat, yaitu di masa
mahasiswa baru ini, katanya.
Menurut Zaky Mubarok, perlu pendekatan yang baru dalam memperkenalkan pilar kebangsaan in. Selain retorika,
juga harus mengundang mahasiswa berdialog, untuk memunculkan kesadaran
empat pilar kebangsaan yang dari hati,
bukan paksaan.
Akan tetapi Sudarnoto tidak menjamin kalau hal ini akan berjalan efektif
sehingga harus membutuhkan proses.
Pendidikan itu prosesnya panjang. Tapi
itu harus dilakukan dari awal, yang penting prosesnya sudah kita mulai duluan
dan benar secara proporsional, baru setelah itu kita evaluasi, ungkap Sudarnoto.
(Rizqi, Rahman)

You might also like