Professional Documents
Culture Documents
c)Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.
Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat
uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan
angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak
menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang
dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negaranegara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi
terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik,
eonomi, maupun bidang-bidang lain.
Masalah pemanfaatan kekayaan alam.
Pada masa orde lama : Konsep Bung Karno tentang kekayaan alam sangat jelas. Jika Bangsa
Indonesia belum mampu atau belum punya iptek untuk menambang minyak bumi dsb biarlah SDA
tetap berada di dalam perut bumi Indonesia. Kekayaan alam itu akan menjadi tabungan anak cucu di
masa depan. Biarlah anak cucu yang menikmati jika mereka sudah mampu dan bisa. Jadi saat
dipimpin Bung Karno, meski RI hidup miskin, tapi Bung Karno tidak pernah menggadaikan (konsesi)
tambang-tambang milik bangsa ke perusahaan asing. Penebangan hutan pada masa Bung Karno juga
amat minim.
Sistem pemerintahan
Orde lama : kebijakan pada pemerintah, berorientasi pada politik,semua proyek diserahkan kepada
pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme.
Persamaan kebijakan ekonomi pada masa orde lama, orde baru, dan reformasi.
1.
Setelah Indonesia Merdeka, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika zaman penjajahan namun
tetap saja ada terjadi ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan. Dalam 26 tahun masa
orde baru (1971-1997) rasio pendapatan penduduk daerah terkaya dan penduduk daerah termiskin
meningkat dari 5,1 (1971) menjadi 6,8 (1983) dan naik lagi menjadi 9,8 (1997). Ketika reformasi
ketimpangan distribusi pendapatan semakin tinggi dari 0,29 (2002) menjadi 0,35 (2006).
Sehingga dapat dikatakan bahwa kaum kaya memperoleh manfaat terbesar dari pertumbuhan
ekonomi yang dikatakan cukup tinggi, namun pada kenyataanya tidak merata terhadap masyarakat.
2. Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
Orde Lama: Walaupun kecil, korupsi sudah ada.
Orde Baru: Hampir semua jajaran pemerintah koruptor (KKN).
Reformasi: Walaupun sudah dibongkar dan dipublikasi di mana-mana dari media massa,media
elektronik,dll tetap saja membantah melakukan korupsi.
Hal ini menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat yang sulit untuk disembuhkan akibat praktikpratik pemerintahan yang manipulatif dan tidak terkontrol.
3. Kebijakan Pemerintah
Sejak pemerintahan orde lama hingga orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran negara
tetap ada pada Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin yang sangat kuat dalam
setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka seperti manusia setengah dewa). Namun
tiap-tiap masa pemerintahan mempunyai cirinya masing-masing dalam menjalankan arah kebijakan
anggaran negara. Hal ini dikarenakan untuk disesuaikan dengan kondisi: stabilitas politik, tingkat
ekonomi masyarakat, serta keamanan dan ketertiban.
Kebijakan anggaran negara yang diterapkan pemerintah selama ini sepertinya berorientasi pada
ekonomi masyarakat. Padahal kenyataannya kebijakan yang ada biasanya hanya untuk segelintir
orang dan bahkan lebih banyak menyengsarakan rakyat. Belum lagi kebijakan-kebijakan yang tidak
tepat sasaran, yang hanya menambah beban APBN. Bila diteliti lebih mendalam kebijakan-kebijakan
sejak Orde Baru hingga sekarang hanya bersifat jangka pendek. Dalam arti kebijakan yang ditempuh
bukan untuk perencanaan ke masa yang akan datang, namun biasanya cenderung untuk mengatur
hal-hal yang sedang dibutuhkan saat ini.
C. Berakhirnya Orde Lama
setelah turunnya presiden soekarno dari tumpuk kepresidenan maka berakhirlah orde
lama.kepemimpinan disahkan kepada jendral soeharto mulai memegang kendali.pemerintahan dan
menanamkan era kepemimpinanya sebagai orde baru konsefrasi penyelenggaraan sistem
pemerintahan dan kehidupan demokrasi menitipberatkan pada aspek kestabilan politik dalam rangka
menunjang pembangunan nasional.untuk mencapai titik-titik tersebut dilakukanlah upaya
pembenahan sistem keanekaragaman dan format politik yang pada prinsipnya mempunyai sejumlah
sisi yang menonjol.yaitu;
1]adanya konsep difungsi ABRI
2]pengutamaan golonga karya
3]manifikasi kekuasaan di tangan eksekutif
4]diteruskannya sistem pengangkatan dalam lembaga-lembaga pendidikanpejabat
5]kejaksaan depolitisan khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masca mengembang [flating
mass]
6]karal kehidupan pers
konsep diafungsi ABRI pada masa itu secara inplisit sebelumnya sudah ditempatkan oleh kepala staf
angkatan darat.mayjen A.H.NASUTION tahun 1958 yaitu dengan konsep jalan tengah prinsipnya
menegaskan bahwaperan tentara tidak terbatas pada tugas profesional militer belaka melainkan juga
mempunyai tugas-tugas di bidang sosial politik dengan konsep seperti inilah dimungkinkan dan
bahkan menjadi semacam kewajiban jikalau militer berpatisipasi dan bidang politik penerapan
konjungsi ini menurut pennafsiran militer dan penguasa orde baru memperoleh landasan yuridi
konstitusional di dalam pasal 2 ayat 1 UUD 1945 yang menegaskan majelis permusyawaratan rakyat.
http://aka99.wordpress.com/tag/sistem-pemerintahaan-orde-lama/
http://ahmadseptianariando.wordpress.com/2013/06/30/pemerintahan-masa-ordelama-orde-baru-reformasi-dan-otonomi-daerah/
Masa pemerintahan orde lama
Orde Lama adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia.Orde Lama berlangsung dari
tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesiamenggunakan
bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.Di saat
menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem
pemerintahan parlementer. Presiaden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia
menggunakan sistem ekonomi komando.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik
Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan
menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian
dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara
hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan
baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8
provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan
Brunei),Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua)
dan Nusa Tenggara.
Pada masa sesudah kemerdekaan, Indonesia menganut sistem multi partai yang
ditandai dengan hadirnya 25 partai politik. Hal ini ditandai dengan Maklumat Wakil
Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah tanggal 3
November 1945. Menjelang Pemilihan Umum 1955 yang berdasarkan demokrasi
liberal bahwa jumlah parpol meningkat hingga 29 parpol dan juga terdapat peserta
perorangan. Pada masa diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem
kepartaian Indonesia dilakukan penyederhanaan dengan Penpres No. 7 Tahun 1959
dan Perpres No. 13 Tahun 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan
dan pembubaran partai-partai. Kemudian pada tanggal 14 April 1961 diumumkan
hanya 10 partai yang mendapat pengakuan dari pemerintah, antara lain adalah
sebagai berikut: PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katholik, PERTI MURBA dan
PARTINDO. Namun, setahun sebelumnya pada tanggal 17 Agustus 1960, PSI dan
Masyumi dibubarkan.
Dengan berkurangnya jumlah parpol dari 29 parpol menjadi 10 parpol tersebut, hal
ini tidak berarti bahwa konflik ideologi dalam masyarakat umum dan dalam
kehidupan politik dapat terkurangi. Untuk mengatasi hal ini maka diselenggarakan
pertemuan parpol di Bogor pada tanggal 12 Desember 1964 yang menghasilkan
Deklarasi Bogor.
Secara umum, hubungan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan
Soekarno sebagai Presiden, sangat dinamis, bahkan kadang-kadang terjadi gejolak.
Hatta adalah pengkritik paling tajam sekaligus sahabat hingga akhir hayat
Soekarno. Dinamika hubungan Soekarno dengan Mohammad Hatta sangat
dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang berlaku pada saat itu. Moh. Mahfudz,
(1998:373-375) dalam Politik Hukum di Indonesia, secara lebih spesifik
menguraikan perkembangan konfigurasi politik Indonesia ketika itu sebagai berikut:
Pertama, setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, terjadi pembalikan
arah dalam penampilan konfigurasi politik. Pada periode ini konfigurasi politik
menjadi cenderung demokratis dan dapat diidentifikasi sebagai demokrasi liberal.
Keadaan ini berlangsung sampai tahun 1959, dimana Presiden Soekarno
menghentikannya melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada periode ini pernah
berlaku tiga konstitusi, yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950.
Konfigurasi politiknya dapat diberi satu kualifikasi yang sama, yaitu konfigurasi
politik yang demokratis. Indikatornya adalah begitu dominannya partai-partai
politik;
Kedua, konfigurasi politik yang demokratis pada periode 1945-1959, mulai ditarik
lagi ke arah yang berlawanan menjadi otoriter sejak tanggal 21 Februari 1957,
ketika Presiden Soekarno melontarkan konsepnya tentang demokrasi terpimpin.
Demokrasi Terpimpin merupakan pembalikan total terhadap sistem demokrasi
liberal yang sangat ditentukan oleh partai-partai politik melalui free fight (Yahya
Muhaimin, 1991:42, Bisnis dan Politik, Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980.
Jakarta : LP3ES).
Sejak zaman pergerakan nasional, hubungan Soekarno dengan Mohammad Hatta
yang seringkali disebut Dwitunggal, terjalin dengan baik. Sejak tahun 1930-an,
keduanya telah beberapa kali ditahan dan diasingkan oleh pemerintah kolonial
Belanda, karena dianggap berbahaya bagi pemerintahan kolonial. Pada masa
pendudukan Jepang, kedua tokoh ini mendapatkan pengakuan sebagai wakil-wakil
rakyat Indonesia. Pada saat penyusunan naskah Proklamasi, keduanya terlibat
dalam proses penyusunan naskah teks proklamasi kemerdekaan. Pada detik-detik
menjelang pembacaan naskah proklamasi, Soekarno menolak desakan para
pemuda untuk membacakan teks proklamasi lebih awal karena Mohammad Hatta
belum datang. Ketika itu, Bung Karno berkata: Saya tidak akan membacakan
Proklamasi kemerdekaan jika Bung Hatta tidak ada. Jika mas Muwardi tidak mau
menunggu Bung Hatta, silahkan baca sendiri, jawab Bung Karno kepada dr. Muwardi
salah satu tokoh pemuda pada waktu itu yang mendesak segera dibacakan teks
Proklamasi. Begitu percayanya Soekarno kepada Mohammad Hatta, pada tahun
1949, ia meminta agar Mohammad Hatta selain menjadi Wakil Presiden, sekaligus
juga menjadi Perdana Menteri.
Mohammad Hatta selalu menekankan perlunya dasar hukum dan pemerintahan
yang bertanggung jawab, karena itu Hatta tidak setuju ketika Presiden Soekarno
mengangkat dirinya sendiri sebagai formatur kabinet yang tidak perlu bertanggung
jawab, tidak dapat diganggu gugat, serta menggalang kekuatan-kekuatan
revolusioner guna membersihkan lawan-lawan politik yang tidak setuju dengan
gagasannya. Konflik ini mencapai puncaknya. Setelah pemilihan umum 1955,
Presiden Soekarno mengajukan konsep Demokrasi Terpimpin pada tanggal 21
Februari 1957 di hadapan para pemimpin partai dan tokoh masyarakat di Istana
Merdeka. Presiden Soekarno mengemukakan Konsepsi Presiden, yang pada
pokoknya berisi:
Sistem Demokrasi Parlementer secara Barat, tidak sesuai dengan kepribadian
Indonesia, oleh karena itu harus diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
Untuk pelaksanaan Demokrasi Terpimpin perlu dibentuk suatu kabinet gotong
royong yang angotanya terdiri dari semua partai dan organisasi berdasarkan
perimbangan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Konsepsi Presiden ini,
mengetengahkan pula perlunya pembentukan Kabinet Kaki Empat yang
mengandung arti bahwa keempat partai besar, yakni PNI, Masyumi, Nahdlatul
Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI), turut serta di dalamnya untuk
menciptakan kegotongroyongan nasional.
Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri dari golongan-golongan fungsional
dalam masyarakat. Dewan Nasional ini, tugas utamanya adalah memberi nasihat
kepada Kabinet, baik diminta maupun tidak diminta.
Dengan konsep yang diajukan Soekarno itu, Hatta menganggap Bung Karno sudah
mulai meninggalkan demokrasi dan ingin memimpin segalanya. Sebagai pejuang
demokrasi, ia tidak dapat menerima perilaku Bung Karno. Padahal, rakyat telah
memilih sistem demokrasi yang mensyaratkan persamaan hak dan kewajiban bagi
semua warga negara dan dihormatinya supremasi hukum. Bung Karno mencoba
berdiri di atas semua itu, dengan alasan rakyat perlu dipimpin dalam memahami
demokrasi yang benar. Jelas, bagi Bung Hatta, ini adalah sebuahcontradictio in
terminis. Di satu sisi ingin mewujudkan demokrasi, sedangkan di sisi lain duduk di
atas demokrasi. Pembicaraan, teguran, dan peringatan terhadap Soekarno, sahabat
seperjuangannya, telah dilakukan. Tetapi Soekarno tidak berubah sikap. Sebaliknya,
Hatta pun tidak menyesuaikan dirinya dengan pandangan sikap dan pendapat
Soekarno.
Mohammad Hatta telah mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden, sebelum
Soekarno menyampaikan konsep Demokrasi Terpimpin secara resmi. Pada tanggal 1
Desember 1956, Mohammad Hatta mengirimkan surat pengunduran dirinya sebagai
Wakil Presiden kepada DPR hasil Pemilihan Umum 1955. Pada tanggal 5 Februari
1957 berdasarkan Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1957, Presiden Soekarno
memberhentikan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden. Namun, pengunduran
diri Mohammad Hatta dari posisi Wakil Presiden tidak mengakibatkan hubungan
pribadi keduanya menjadi putus. Bung Karno dan Bung Hatta tetap menjaga
persahabatan yang telah mereka jalin sejak lama.
Pengunduran diri ini lebih disebabkan oleh karena perbedaan pendapat dengan
Presiden. Pengunduran diri Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden, tidak diikuti
dengan gejolak politik. Juga tidak ada tekanan-tekanan dari pihak luar. Perbedaan
pendapat antara Mohammad Hatta dengan Soekarno, lebih kepada visi dan
pendekatan Mohammad Hatta yang berbeda dengan Soekarno dalam mengelola
Negara. Perbedaan itu, sesungguhnya telah terjadi sejak awal. Namun, perbedaan
itu makin memuncak pada pertengahan tahun 1950-an. Soekarno menganggap
revolusi belum selesai, sementara Hatta menganggap sudah selesai sehingga
pembangunan ekonomi harus diprioritaskan (Adnan Buyung Nasution, Refleksi
Pemikiran Hatta Tentang Hukum dan HAM, Jakarta: CIDES, 20 Juni 2002).
Meskipun telah mengundurkan diri, banyak orang yang menghendaki agar Bung
Hatta aktif kembali. Di dalam Musyawarah Nasional tanggal 10 September 1957,
dibahas Masalah Dwitunggal Soekarno-Hatta Demikian pula di DPR, beberapa
anggota DPR mengajukan mosi mengenai Pemulihan Kerjasama Dwitunggal
Soekarno-Hatta. DPR kemudian menerima mosi mengenai Pembentukan Panitia Ad
Hoc untuk mencari bentuk kerjasama Soekarno-Hatta. Panitia itu dibentuk pada
tanggal 29 November 1957 dan dikenal sebagai Panitia Sembilan?, yang diketuai
oleh Ahem Erningpraja. Namun, Panitia Sembilan ini dibubarkan pada Bulan Maret
1958 tanpa menghasilkan sesuatu yang nyata (Sekretariat Negara RI, 1981: 30
Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964).
Pada sisi lain, Mohammad Hatta adalah Wakil Presiden yang mampu menjadi satu
kesatuan dengan Presiden Soekarno, sehingga seringkali disebut Dwitunggal.
Pelaksanaan konsep Dwitunggal Soekarno-Hatta telah menempatkan kedudukan
dan fungsi Wakil Presiden menjadi sama dengan Presiden, padahal menurut UUD
1945 kedudukan Wakil Presiden adalah sebagai Pembantu Presiden? serta dapat
menggantikan Presiden jika Presiden berhalangan. Fenomena ini menjadi semakin
jelas apabila diperhatikan praktik ketatanegaraan yang berlangsung antara tahun
1945 sampai tahun 1956. Pada masa ini, Wakil Presiden banyak melakukan
tindakan mengumumkan/ mengeluarkan peraturan perundang-undangan antara
lain, Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 Oktober 1945; Maklumat Pemerintah
tanggal 17 Oktober 1945 tentang Permakluman Perang; Maklumat Pemerintah
tandingan PBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga
konfrontasi ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia
dan Malaysia (yang dibantu oleh Inggris).
Nasib Irian Barat
Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan
terhadap belahan barat pulau Nugini (Papua), dan mengizinkan langkah-langkah
menuju pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1
Desember 1961.
Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan
Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada 18
Desember sebelum kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan
Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar
setuju melakukan perbincangan rahasia dengan Indonesia yang
menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan Indonesia mengambil
alih kekuasaan terhadap Irian Jaya pada 1 Mei 1963.
Gerakan 30 September
Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk
Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan
dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk Angkatan Kelima dengan
mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh
dalam upayakudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal
kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto,
menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan
situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang
yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada1966 mencapai
setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
B.
Masa pemerintahan orde baru
Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli
1966. diantara ketetapan yang dihasilkan sidang tersebut adalah mengukuhkan
Supersemar dan melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di
Indonesia. Menyusul PKI sebagai partai terlarang, setiap orang yang pernah terlibat
dalam aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian besar lainnya
diasingkan ke pulau Buru.[8] Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan
stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional
terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional. Ada
dua macam konsensus nasional, yaitu :
1. Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus
pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
2.
Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara
melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan
dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus
kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat.
Setelah Kabinet Ampera terbentuk (25 Juli 1966). Menyusul tekad membangun
dicanangkan UU Penanaman Modal Asing (10 Januari 1967), kemudian Penyerahan
Kekuasaan Pemerintah RI dari Soekarno kepada Mandataris MPRS (12 Februari
1967), lalu disusul pelantikan Soeharto (12 Maret 1967) sebagai Pejabat Presiden
yang bukan hanya memberi kebebasan menyatakan pendapat melalui media pers
atau mimbar-mimbar ilmiah. Tapi, demokrasi diartikan sebagai suatu Doktrin
Pemerintahan yang tidak mentolerir pengendapan kekuasaan totaliter di suatu
tempat. Seperti kata Michael Edwards dalam buku Asian in the Balance, bahwa
kecenderungan di Asia, akan masuk liang kubur dan muncul authoritarianism.
Pendeknya, demokrasi pada mulanya di salah gunakan oleh pemegang kekuasaan
yang korup hingga mendorong Negara ke arah Kebangkrutan. Lalu, sebelum
meledak bentrokan-bentrokan sosial, kaum militer mengambil alih kekuasaan, dan
dengan kekuasaan darurat itulah ditegakkan pemerintahan otoriter. Begitulah kirakira Michael Edwards. Masalah Toleransi Agama, Selain masalah politik, kongres
juga merumuskan pola kerukunan antar umat beragama. Rumusan tersebut
mengacu pada UUD 1945 yang menjamin toleransi itu sendiri, dan dalam
pelaksanaannya harus memperhatikan kondisi daerah serta perasaan penganut
agama lain.
Masalah toleransi agama di bahas serius karena, pada waktu itu pertentangan
agama sudah mulai memburuk. Bahkan bentrokan fisik telah terjadi di mana-mana.
Akibatnya timbul isu yang mendiskreditkan Partai Islam dan Umat Islam. Isu yang
paling keras pada waktu itu adalah mendirikan Negara Islam. Sehingga, di berbagai
daerah ormas Islam maupun Partai Islam selalu dicurigai aparat keamanan.
Dakwah-dakwah semakin di batasi bahkan ada pula yang terpaksa di larang.
Terakhir, malah dikeluarkan garis kebijaksanaan di kalangan ABRI yang sangat
merugikan partai Islam dan Umat Islam. Dalam Kongres VII juga menyampaikan
memorandum kepada pemerintah mengenai masalah politik dan ekonomi. Dan isi
dari memorandum tak lain adalah manifestasi dari komitmen terhadap ideology
Pancasila.
C. Masa Reformasi
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai
tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan Era Reformasi.Masih
adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada
masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru
masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering
disebut sebagai Era Pasca Orde Baru.
Berakhirnya rezim Orde Baru, telah membuka peluang guna menata kehidupan
demokrasi. Reformasi politik, ekonomi dan hukum merupakan agenda yang tidak
bisa ditunda. Demokrasi menuntut lebih dari sekedar pemilu. Demokrasi yang
mumpuni harus dibangun melalui struktur politik dan kelembagaan demokrasi yang
sehat. Namun nampaknya tuntutan reformasi politik, telah menempatkan
pelaksanan pemilu menjadi agenda pertama. Pemilu pertama di masa reformasi
hampir sama dengan pemilu pertama tahun 1955 diwarnai dengan kejutan dan
keprihatinan. Pertama, kegagalan partai-partai Islam meraih suara siginifikan.
Kedua, menurunnya perolehan suara Golkar. Ketiga, kenaikan perolehan suara PDI P.
Keempat, kegagalan PAN, yang dianggap paling reformis, ternyata hanya
menduduki urutan kelima. Kekalahan PAN, mengingatkan pada kekalahan yang
dialami Partai Sosialis, pada pemilu 1955, diprediksi akan memperoleh suara
signifikan namun lain nyatanya.
Pemerintahan B.J Habibie
Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh
gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di
kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi
Semanggi, yang menewaskan 18 orang. Masa pemerintahan Habibie ditandai
http://mhafizyazid.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-falsefalse-en-us-x-none.html
Pemerintahan Orde Lama
Secara umum proses perjalanan bangsa dapat dibagi dalam dua bagian yaitu, periode
Orde Lama dan periode Orde Baru. Namun saat ini saya akan sedikit membahs masa
pemerintahan pada orde lama.
Orde Lama adalah istilah yang diciptakan oleh Orde Baru. Bung Karno sangat keberatan
masa kepemimpinannya dinamai Orde Lama. Bung Karno lebih suka dengan nama Orde Revolusi.
Tapi Bung Karno tak berkutik karena menjadi tahanan rumah (oleh pemerintahan militer Orde Baru)
di Wisma Yaso (sekarang jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta).
Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut,
Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat
menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer.
Presiden Soekarno di gulingkan saat Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
Sebab dalam sistem Demokrasi Terpimpin presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh bidang
pemerintahan.
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia masuk dalam suatu
babak kehidupan baru sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh. Dalam perjalanan
sejarahnya bangsa Indonesia mengalami berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai hambatan dan ancaman
yang membahayakan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan serta mengisi
kemerdekaan. Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode
Orde Lama yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah
Supersemar sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang merupakan
koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih terlihat kentalnya
mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional berlandaskan ideoligi sosialisme komunisme.
Era 1950 - 1959 adalah era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17
Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat
itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian
antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara
Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.
Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil.
Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.
1.
1950-1951 - Kabinet Natsir
2.
3.
4.
5.
6.
7.
kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun
setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru.
Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang
terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah
Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak.
Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan
administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam
gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
4.
2.
Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke
Singapura dan Malaysia.
3.
Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat
dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan
distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
4.
Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947, Rekonstruksi
dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke
bidang-bidang produktif.
5.
Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik
(mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Indonesia di masa Orde Lama (Soekarno, 1945 1966) lebih banyak konflik politiknya
daripada agenda ekonominya yaitu konflik kepentingan antara kaum borjuis, militer, PKI, parpol
keagamaan dan kelompok kelompok nasionalis lainnya. Kondisi ekonomi saat itu sangat parah
dengan ditandai tingginya inflasi yaitu mencapai 732% antara tahun 1964 1965 dan masih
mencapai 697% antara tahun 1965 1966.
dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi mata
uang Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di Indonesia.
Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, makin menggoncang dan
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal, juga terhadap mata uang
rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966.
Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga
tidak menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada
zaman Orde Lama.
Kesimpulan
Orde Lama adalah istilah yang diciptakan oleh Orde Baru. Bung Karno sangat
keberatan masa kepemimpinannya dinamai Orde Lama. BK lebih suka dengan nama Orde
Revolusi. Tapi BK tak berkutik karena menjadi tahanan rumah (oleh pemerintahan militer
Orde Baru) di Wisma Yaso (sekarang jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot Subroto
Jakarta).
Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut,
Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.
Di
saat
menggunakan
sistem
ekonomi
liberal,
Indonesia
menggunakan
sistem
Orde Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional
dan mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang
memberikan peluang bagi kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan
identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin,
Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.
Pada Orde Lama terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang
tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa Orde Lama, yaitu :
1.
1950-1951 - Kabinet Natsir
2.
3.
4.
5.
6.
7.