Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Seorang ibu D usia 37 tahun datng ke RSU Raden Mattaher pada tanggal 3 Juli 2013.
Dari hasil pemeriksaan di Bangsal Bedah diagnosa cholelithiasis atau batu empedu. Pasien
datang dengan keluhan nyeri perut.
Pada saat pemeriksaan Pra anastesi dikategorikan termasuk ASA 11. Setelah
pemeriksaan, direncanakan aka dilakukan Anastesi Umum. Operasi direncanakan pada
tanggal 3 Juli 2013 dilakukan oleh ahli Bedah dr.Aziz Sp.B (k) KBD, ahli anastesi dr.H.Isrun
Masari Sp.An.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Tanggal
Nama
Jenis Kelamin
Umur
BB
Ruang
Diagnosa
Tindakan
: 3 Juli 2013
: Ny. D
: Perempuan
: 37 tahun
: 54 kg
: Bangsal Bedah
: Cholelithiasis
: Laparascopi
Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak ada alergi terhadap obat.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Respirasi
Kepala
Mata
), ikterik (-/-)
THT
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Leher
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Pulmo
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitasi
: 120/80
:80x/menit
: 37,2 oC
: 22x/menit
: Normochepali
: Pupil Isokor ka=ki, conjuctiva anemis (-/-), skelara (-/-
: Serumen
: Secret (-), konka tidak hiperemis
: Malapati 1
: Tidak ada pembesaran KGB
: Simetris kanan dan kiri
: Nyeri tekan (-)
: Sonor dikedua lapangan paru
: Bj I dan II regular, mur-mur (-), gallop (-)
: Vesikulor
: Datar
: Nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba
: Asites (-)
: Bising Usus (+) Normal
: Akral hangat (+), oedem (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin
WBC
: 11.400
RBC
: 4.400.000
HB
: 12,5
HT
: 37,1 %
Trombosit
: 376.000
CT
: 1,5
BT
: 3,5
LED
: 13
b. Kimia Darah Lengkap
SGOT
: 42 U/L
SGPT
: 21 U/L
Ureum
: 17,8 mg/dl
Kreatinin:
: 0,7 mg/dl
c. Pemeriksaan Lain
USG Abdomen
Status Fisik ASA : II
E. JENIS ATAU TINDAKAN ANASTESI
Anastesi
: Umum
Premedikasi
: Ranitidin 50 mg dan Ondacentron 4 mg
Medikasi
Induksi
F. ANASTESI UMUM
Induksi
: Sempurna
Teknik Anastesi :
G. KEADAAN PENDERITA SELAMA OPERASI
1. Letak penderita
: Terlentang
2. Intubasi
: Oral
3. Penyulit Intubasi
: Tidak ada
4. Lama pembedahan : 1 Jam 30 menit
MONITORING OPERATIF
WAKTU
09.00
09.15
09.30
09.45
10.00
10.15
10.30
TD (Mmhg)
107/58
108/56
105/62
101/58
107/56
105/58
107/59
H. RUANG PEMULIHAN
1. Masuk Jam
: 10.35
2. Keadaan Umum
: Kesadaran
TD
N
RR
N (x/Menit)
100
100
100
96
98
98
99
RR
24
24
23
22
22
23
22
: CM, GCS 15
: 110/60
: 98 x/menit
: 23 x/menit
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Defenisi Cholelithiasis
Cholelithiasis termasuk salah satu masalah bedah di seluruh dunia umumnya di negara
maju. Insiden terjadinya cholelithiasis tertinggi di Swedia yang mana 50 % masyarakatnya
yang berusia diatas 70 tahun menderita cholelithiasis. Di Amerika Serikat, 20 % dari
masyarakat dewasa menderita cholelithiasis tetapi hanya 1-3 % yang simptomatis.
Insiden cholelitiasis mungkin berhubungan dengan pola makan yang kurang serat dan
banyak mengandung lemak. Hal ini ditunjukkan dengan insiden cholelitiasis di negara
berkembang yang lebih sedikit.
Cholelithiasis juga memiliki andil sebagai penyebab kerusakan pankreas dan nyeri
abdomen yang hebat yang mana juga akan memerlukan tindakan pembedahan .
Cholelitiasis berasal dari kata Chole yang artinya empedu dan Lithos yaitu batu.
Jadi cholelitiasis adalah penyakit batu empedu. Batu empedu (cholelitiasis) adalah suatu
partikel solid inorganik yang terbentuk dari cairan garam empedu bisa di dalam kandung
empedu atau di saluran empedu.
3.2 Fisiologi
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500 1500 ml / hari. Di luar waktu
makan, empedu disimpan sementara di kandung empedu dan mengalami pemekatan
sebanyak 50 %. Pengaliran empedu diatur oleh tiga faktor yaitu sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu dan tahanan spingter koledokus.
Komponen terbesar
kolesterol yakni mencapai 90 %. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak dan garam organik.
3.3 Patofiologi
Dikenal ada tiga jenis batu empedu yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu
bilirubin yang terdiri dari kalsium bilirubinat dan batu campuran. Batu empedu dapat dalam
berbagai ukuran, mulai dari yang kecil seperti pasir sampai dengan yang besar seperti bola
goft.
Batu kolesterol
Batu kolesterol mengandung sedikinya 70% kristal kolesterol dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitat dan kalsium bilirubinat. Batu kolesterol terbentuknya
hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa batu soliter atau multiple, dengan
permukaan licin atau multifaset bulat, berduri dan seperti buah murbei.
Proses pembentukan batu kolesterol terjadi melalui empat tahap yaitu :
1. Penjenuhan empedu oleh kolesterol
2. Pembentukan nidus (sarang burung)
3. Kristalisasi
4. Pertumbuhan batu
Penjenuhan empedu oleh kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu kecuali bila
ada nidus dan adanya proses lainnya yang menimbulkan kristalisasi.
Nidus dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, protein lain, bakteri atau
benda asing lain. Pembentukan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol
(kristalisasi) di atas matriks inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif
pelarutan dan pengendapan.
Derajat penjenuhan kolesterol dapat dihitung dengan menilai kapasitas daya larut.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya sekresi kolesterol atau penurunan relatif
asam empedu atau fosfolipid. Penguatan sekresi kolesterol empedu antara lain dapat terjadi
pada keadaan obesitas, diit tinggi kalori dan kolesterol dan pemakaian obat yang banyak
mengadung hormon estrogen atau kloflorat. Sekresi asam empedu akan menurun pada
penderita dengan gangguan absorbsi di ileum atau gangguan daya pengosongan primer
kandung empedu.
Rasa nyeri muncul setiap beberapa hari, minggu atau bulan. Hal ini terjadi dalam
beberapa tahun.
Rasa nyeri terjadi dalam 30 menit setelah makan makanan yang berlemak.
Rasa nyeri bisa ringan sampai hebat dan menetap dan dapat berlangsung selama 1
5 jam.
Rasa nyeri terutama malam hari sehingga dapat menyebabkan penderita terbangun
dari tidurnya.
Rasa nyeri bisa membuat penderita berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir
atau berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur.
Gejala lain yang timbul adalah mual dan muntah. Hal ini terjadi bila nyeri berkurang.
Bila terjadi infeksi bersamaan dengan penyumbatan saluran maka dapat timbul demam,
menggigil dan kuning (ikterik).
3.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita batu empedu dapat dilakukan dengan tindakan non bedah
dan tindakan bedah.
Penanganan non bedah dapat dilakukan dengan cara lisis batu, litotripsi dan
mengeluarkan secara endoskopik.
Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik terutama untuk batu kolesterol.
Pengobatan dilakukan selama 1 2 tahun.
Litotripsi
Litotripsi atau penghancuran batu dengan menggunakan gelombang ekstrakorprea (Extracorporea shock-wave lithotripsy = ESWL). Kriteria seleksi penderita adalah :
1. Riwayat kolik biliaris
2. Batu radiolusen
3. Kandung empedu berfungsi normal pada pemeriksaan scintigrafi kolesistokinin atau
pemeriksaan kolesistografi.
4. Jumlah batu maksimal tiga buah atau batu tunggal dengan diameter kurang dari 20
mm
5. Tidak kolesistisis akut, kolangitis, sumbatan batu empedu,pankreatitis akut dan
kehamilan.
Efek samping dari litotripsi adalah kolik biliaris dan kolesistitis.
melarutkan batu empedu kolesterol atau campuran menghasilkan disolusi lengkap atau
parsial. Dosis asam usodeoksilat 5-10 mg/kgBB/hari. Pemberian asam usodeoksilat atau
kombinasi asam usodeoksilat dengan kenodeoksilat pada penderita batu radiolusen
dengan diameter kurang dari 15 mm menghasilkan disolusi lengkap dalam 2 tahun.
Setelah batu empedu benar-benar lenyap dengan asam kenodeoksilat atau asam
usodeoksilat dan pengobatan dihentikan akan terjadi rekurensi. Angka rekurensi lebih rendah
pada penderita dengan sebuah batu empedu dibandingkan dengan yang memiliki lebih
banyak batu empedu.
Indikasi pembedahan batu empedu adalah bila simptomatik. Tindakan bedah yang
dapat dilakukan antara lain kolesistektomi elektif konvensional maupun laparoskopik.
Indikasi lain dilakukan pembedahan bila kandung empedu yang tidak terlihat pada
kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut atau kandung empedu dengan batu besar
berdiameter lebih dari 2 cm.