You are on page 1of 11

Case Report Session

Syndrom

HELLP

BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama

: Ny.D

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 36 tahun

Alamat

: Perumahan Namura Indah

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Tanggal MRS

: 13 Juni 2011

1.2 Keluhan Utama


Badan sering terasa lemas
1.3 Riwayat Perjalanan Penyakit
Os mengatakan 2 minggu belakangan ini, badan sering terasa lemas, sakit
kepala kadang sering timbul nyeri disekitar perut kanan atas. Os juga mengatakan
kedua kakinya mulai kelihatan sedikit membengkak sejak usia kehamilan 8 bulan
ini, kemudian berobat ke poliklinik kebidanan RS Kota Abdul Manap, dan
dirujuk ke RSD Raden Mattaher dengan keterangan sindroma HELLP.
1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi, sakit asma, dan DM disangkal,
Riwayat Operasi disangkal
1.5 Riwayat Sosial/Obstetri

HPHT

: 26 10 - 2010

Usia Kehamilan

: 32-33 minggu

G3P2A0AH1
Anak I : 1997, aterm, lahir spontan, hidup, 2800 gr
Anak II : IUFD, 7bulan

Case Report Session


Syndrom

HELLP

1.6 Pemeriksaan Fisik


KEADAAN UMUM

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

TD

: 180/100 mmHg

F. Pernapasan : 18 x/menit

Nadi

: 84 x/menit

Berat Badan

: 63 kg

PEMERIKSAAN ORGAN
1. Kepala
Bentuk : oval simetris
Mata : Konjungtiva anemis (+),
sklera ikterik (-), pupil : isokor, refleks cahaya : +/+
Telinga : dbn
Hidung : dbn
2. Leher
Kel.Getah bening : pembesaran (-)
JVP : 5-2 cmH2O
3. Tulang Belakang : tanda-tanda infeksi (-), ulkus (-)
4. Thorax
Bentuk : simetris kanan-kiri
Pulmo : vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : BJI/II regular, murmur (-), gallop (-)
5. Abdomen : Bising usus (+), tinggi fundus uteri 26 cm
6. Extremitas : edema tungkai (+)
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah Rutin (13 Juni 2011)
WBC : 20,4 x 103/mm3

RBC : 3,42 x 106/mm3

HB : 10,4 g/dl

PLT :54 x 103/mm3

Case Report Session


Syndrom

HELLP

Ht : 29,5 %
Laboratorium Lainnya
SGOT : 92 u/l

SGPT : 72 u/l

Ureum : 47 mg/dl

Kreatinin : 1,6 mg/dl

GDS : 82 mg/dl

Protein urine : +3

1.8 Diagnosa : G3P2A0, 32-33 minggu dengan Sindroma HELLP


Laboratorium Darah Rutin (15 Juni 2011)
WBC : 16,5 x 103/mm3

RBC : 4,11 x 106/mm3

HB : 12,2 g/dl

PLT :130 x 103/mm3

Ht : 36,8 %
Laboratorium Lainnya
SGOT : 232 u/l

SGPT : 210 u/l

Ureum : 86,7 mg/dl

Kreatinin : 2,5 mg/dl

GDS : 91 mg/dl

Protein urine : +3

1.9 Rencana Tindakan Anestesi


Diagnosa Pra Bedah : G3P2A0 usia kehamilan 32-33 mgg dg Sindroma HELLP
Tindakan bedah : SC cito
Status ASA : 2 E
Jenis atau Tehnik Tindakan Anestesi : Anastesi Regional (Subarachnoid block)

Premedikasi : Ondansentron 4mg, ranitidin 50 mg

Anastesi lokal : Bupivacain 0,5% (Hiperbarik) 10 mg

Adjuvant : Fentanyl 25 mcg

LAPORAN ANESTESI (17 Juni 2011)


Nama Pasien

: Ny. D

Anastesiologist

: dr. Isrun, Sp.An

Operator

: dr. Panggayoh, Sp.OG

Jenis Anastesi

: Anastesi Spinal

Case Report Session


Syndrom

HELLP

Keadaan Pre Op :

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Tekanan Darah

: 180/100 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

F. Pernapasan

: 18 x/menit

ASA

: II E dengan Sindroma HELLP

Diagnosa pra bedah

: G3P2A0, 32-33 mgg dg Sindroma HELLP

Tindakan Pembedahan

: SC cito

Premedikasi

: Ondansentron 4mg, Ranitidin 50 mg

Medikasi

Bupivacain 0,5% (Hiperbarik) 10 mg

Fentanyl 25 mcg

Furosemid 20mg IV

Methylergometrine 0,6mg IV

Synthetic oxytocin 30 IU IV

Ketorolac 30 mg (drip) dalam RL

Tramadol 100 mg (drip) dalam RL

Ketrofen spp 200 mg

Posisi

: Telentang

Tindakan Anastesi

Posisi pasien duduk

Dilakukan anastesi spinal dengan menggunakan spinal can no 25

Aspirasi : LCS (+)

Induksi Bupivacain 0,5% 10 mg + Fenthanyl 25 mcg

Hasil Baik

Monitoring Anestesi
Jam 10.00 : (TD : 120/70mmHg

N : 82 x/mnt

RR : 20 x/mnt SpO2 : 100%)

10.15 : (TD : 130/80mmHg

N : 76 x/mnt

RR : 20 x/mnt SpO2 : 100%)

10.30 : (TD : 140/80mmHg

N : 80 x/mnt

RR : 22 x/mnt SpO2 : 100%)

10.45 : (TD : 120/70mmHg

N : 82 x/mnt

RR : 20 x/mnt SpO2 : 100%)

Case Report Session


Syndrom
Jumlah Cairan
Input

HELLP

:
: RL 3 kolf 1500 ml
Hes 6% dalam NaCl 0,9 % (WIDAHES) 1 kolf 500 ml

Output

: Urine 250 ml

Perdarahan

: 500 ml

Pada Operasi SC
Keadaan Bayi : Meninggal, BB : 1100gr Panjang Badan : 40 cm
INSTRUKSI ANASTESI

Awasi tanda-tanda vital

Tidur terlentang menggunakan bantal selama 1x 24 jam

Boleh minum bertahap gelas tiap jam

Terapi konsul dr.Panggayoh, Sp.OG

Case Report Session


Syndrom

HELLP

BAB II
TEORI dan PEMBAHASAN
Sindroma HELLP adalah preeklampsia-eklampsia yang disertai dengan adanya
hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan trombositopenia. 1,2,3 Sindroma HELLP
merupakan suatu akronim yang berarti (Hemolysis, Elevated Liver enzymes, Low
Platelets). 1,2,3
Sampai saat ini penyebab dari sindroma HELLP belum diketahui secara pasti,
penemuan adanya gangguan multisistem mengakibatkan adanya vasospasme dan
kelainan koagulasi sampai saat ini belum ditemukan faktor pencetusnya. Komplikasi
ini jarang ditemui tetapi merupakan salah satu komplikasi yang paling berbahaya
pada kehamilan.
Sindroma HELLP jarang sekali didiagnosa pada kehamilan sebelum 24
minggu, dan biasanya sindroma ini biasanya terlambat untuk didiagnosa apabila
tanda-tanda preeklampsia tidak tampak. Sindrom ini menyerang secara tiba-tiba,
dengan sedikit peringatan, dan satu-satu pengobatan yang terbaik untuk
menyelamatkan ibu dan anak adalah dengan melakukan persalinan.3
Gejala klinis yang muncul pada sindroma HELLP tergantung beratnya
penyakit, berdasarkan klasifikasi kelas I, kelas II atau kelas III. Nyeri epigastrik atau
nyeri abdomen kuadran kanan atas merupakan gejala yang paling sering muncul, dan
sering disertai nausea dan vomit. Malaise dan sakit kepala juga merupakan gejala
pada sindroma HELLP.1,2,3 Hitung trombosit merupakan indikator terbaik untuk
mendiagnosa sindroma ini.3 Oleh karena itu sindroma HELLP harus dicurigai pada
wanita hamil yang menunjukan penurunan pada hitung trombosit yang signifikan.
PEMBAHASAN :
Pada kasus ini, ibu hamil dengan usia kehamilan 32-33 minggu datang dengan
keluhan 2 minggu belakangan ini, badan sering terasa lemas, sakit kepala kadang
sering timbul nyeri disekitar perut kanan atas. Os juga mengatakan, kedua kakinya

Case Report Session


Syndrom

HELLP

mulai kelihatan sedikit membengkak sejak usia kehamilan 8 bulan ini. Hasil
pemeriksaan tekanan darah 180/100 mmHg, pemeriksaan darah rutin RBC : 3,42 x
106/mm3, HB : 10,4 g/dl, PLT : 54 x 103/mm3, Ht : 29,5 %, SGOT : 92 u/l, SGPT :
72 u/l, protein urine : +3.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun laboratorium yang
dilakukan menunjukkan bahwa pasien tersebut hamil dengan sindroma HELLP yaitu
H (hemolysis) mempunyai arti bahwa sel darah merah yang membawa oksigen dalam
darah dihancurkan didalam pembuluh darah, sehingga menghasilkan anemia, atau
rendahnya eritrosit dan menurunan saturasi oksigen darah. Pada pasien ini
mengalami anemia dengan jumlah RBC 3,42 x 106/mm3, dan kadar HB : 10,4 g/dl,
rendahnya RBC dan HB inilah yang menyebabkan pasien sering merasa lemah, dan
sakit kepala.
Elevated Liver ini berarti meningkatnya nilai dari enzim hati. Kadar enzim hati
(SGOT dan SGPT) pada pasien ini mengalami peningkatan yaitu SGOT 92 u/l,
SGPT 72 u/l. Peningkatan enzim hati pada sindrom ini diperkirakan oleh karena
adanya obstruksi aliran darah intra-hepatik oleh karena adanya deposit dari fibrin di
sinusoid. Obstruksi ini lama kelamaan dapat menyebabkan iskemia sehingga terjadi
nekrosis periportal. Nyeri disekitar perut kanan atas yang dirasakan oleh pasien salah
satunya terjadi karena peningkatan enzim hati. Nyeri tersebut merupakan nyeri
somatik, terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi dan
bersifat terlokalisir.
Low Platelets trombosit berguna untuk pembekuan darah. Trombositopenia
terjadi oleh karena adanya peningkatan konsumsi dan atau dekstruksi dari trombosit.
Jumlah trombosit pada pasien ini kurang dari normal yaitu 54 x 103/mm3.
Pada wanita yang telah memasuki masa persalinan, persalinan merupakan
terapi yang terbaik.3 Penatalaksanaan dari sindroma HELLP harus memperhatikan
usia kehamilan dari ibu untuk dapat menentukan apakah pasien ditatalaksana secara
konservatif atau harus dengan segera dilakukan terminasi oleh karena pada beberapa
penelitian

penatalaksaanan

dengan

tindakan

konservatif

yang

tepat

tidak

meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas.

Case Report Session


Syndrom

HELLP

Penatalaksanaan konservatif terhadap pasien sindroma HELLP antara lain


dengan mengontrol hipertensi agar tensi kurang dari 160/110 mmHg, oligouria di
tatalaksana dengan pengunaan cairan intravena, istirahat total (Bed rest), dan
observasi. Terminasi kehamilan dengan menggunakan jalan seksio sesaria merupakan
suatu tindakan yang harus dilakukan secara rutin terutama pada pasien sindrom
HELLP yang berat, atau masa kehamilan 32 minggu, sedangkan terminasi melaluai
persalinan normal dapat dilakuan pada sindroma HELLP ringan sampai sedang dan
masa kehamilan lebih dari 32 minggu.3
PEMBAHASAN :
Penatalaksanaan kehamilan dengan sindroma HELLP pasien tersebut yaitu
dengan cara terminasi kehamilan dengan menggunakan jalan seksio sesaria. SC di
indikasikan karena masa kehamilan 32 minggu, kadar enzim hati yang terus
meningkat (pemeriksaan faal hati tanggal 15 Juni 2011 : SGOT 232 u/l, SGPT : 210
u/l), PEB (TD :180/100 mmHg, protein urine : +3, kreatinin plasma : 2,5 mg/dl) serta
DJJ tidak terdengar lagi.
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid) ialah anestesi
regional dengan tindakan pemberian obat anestesik lokal ke dalam ruang
subarachnoid.4 Anestesia spinal dengan cara menyuntikan anestesik lokal ke dalam
ruang subarachnoid.
Indikasi dilakukan anestesi spinal antara lain4 : bedah akstremitas bawah, bedah
panggul, tindakan sekitar rektum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah
abdomen bawah. Sedangkan kontra indikasi absolut anestesin spinal4 yaitu pasien
menolak, infeksi ditempat suntikan, hipovolemia berat, syok, tekanan intrakranial
meninggi, fasilitas resusitasi minim.
Persiapan pra anestesi meliputi kunjungan pra anestesi dan premedikasi. Tujuan
kunjungan pra anestesi ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi
biaya operasi dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Premedikasi ialah pemberian
obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi,
rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya4 :
Mengurangi ketakutan & kecemasan (ansietas) pra bedah

Case Report Session


Syndrom

HELLP

Mengurangi sekresi saliva


Mencegah efek yang tidak diinginkan
Menghasilkan anemsia
Menjadi bagian dari tehnik anestesi, memperkuat efek tria anestesi (hipnotik,
analgetik, relaksasi)
Mencegah mual/muntah post operasi
Mengurangi sifat keasaman & volume cairan lambung
Komponen premedikasi meliputi ansiolitik, amnesia, analgesia, antiemetik, fasilitasi
induksi anestesi, mencegah respon reflek otonom, antacid, H2 antagonis, profilaksis
terhadap reaksi alergi, anti histamin dan mengurangi obat anestetik. Sedangkan
induksi anastesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anastesi dan pembedahan. Obat lokal
anestesi dibedakan menjadi dua golongan yaitu amida (bupivacaine, nupercaine,
lidocaine, mepivacaine, prilocaine, ropivacaine) dan ester (chloroprocaine, cocaine,
procaine, tetracaine).
PEMBAHASAN :
Anestesi lokal yang digunakan pada SC kasus ini adalah anestesi spinal.
Kunjungan pra anestesi yang merupakan salah satu bagian dari persiapan pra anestesi
pada kasus ini tidak dilakukan karena operasi bersifat cito, anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan dari catatan medik pasien.
Tindakan premdikasi yang dilakukan pada kasus ini ialah pemberian antiemetik,
fasilitasi induksi anestesi, mencegah respon reflek otonom, antacid, H2 antagonis.
Antiemetik yang diberikan ialah ondansentron 4 mg dan H2 antagonis (ranitidin 50
mg) yang bertujuan mengurangi sekresi asam lambung dgn menghalangi histamin
merangsang sekresi asam lambung, tapi tidak berefek pada cairan lambung yang
sudah ada.
Induksi anastesi pada kasus ini menggunakan buvanest (bupivacaine 0,5%)
10mg dan fentanyl 25mcg sebagai adjuvantnya digunakan fentanyl untuk
memperpanjang durasi bupivacaine, fentanyl akan memperlama masa kerja blok
sensoris tanpa memperpanjang blok simpatis. Bupivacain merupakan obat anastesi
local yang mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada membrane

Case Report Session


Syndrom

HELLP

sel saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membrane akson tidak dapat
bereaksi dengan asetilkolin sehingga membrane tetap semipermiable dan tidak terjadi
perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf tersebut
berhenti sehingga segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke system saraf
pusat. Hal ini menimbulkan parestesia sampai analgesia, paresis sampai paralysis dan
vasodilatasi pembuluh darah pada daerah yang terblock. Bupivacain berikatan
dengan natrium chanel sehingga mencegah depolarisasi. Furosemid merupakan salah
satu obat antihipertensi golongan diuretik kuat dan digunakan bila terdapat gangguan
fungsi ginjal atau bila diperlukan efek diuretik yang segera. Tempat kerja utamanya
di bagian epitel tebal ansa henle bagian asenden. Pemberian furosemid pada kasus ini
bertujuan untuk memberikan efek diuretik segera dan pasien memeiliki gangguan
fungsi ginjal.
Setelah dilakukan induksi anestesi, pasien kemudian ditidurkan dengan posisi
telentang, pemberian O2 2 L dan pemberian cairan (resusitasi : kristaloid berupa
ringer laktat sebanyak 1500 ml dan rumatan : koloid WIDAHES 500 ml). Pemberian
cairan selama operasi bertujuan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dan
menjaga keseimbangan cairan tubuh. Kemudian diberikan obat uteronika sesaat bayi
dilahirkan yang bertujuan mengendalikan perdarahan pasca persalinan dan berfungsi
agar uterus berkontraksi sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah yang dapat
menghentikan perdarahan.
Pada pasien ini tidak dilakukan transfusi darah, karena keadaan umum dan
tanda-tanda vital pasien tidak didapatkan tanda-tanda syok seperti takikardi,
hipotensi, pucat dan kesadaran menurun. Dari hasil pemeriksaan darah rutin terakhir,
kadar Hb 12,2 g/dl. Transfusi dilakukan jika Hb < 8 g/dl atau Ht < 30% dan apabila
tubuh kehilangan > 20% darah. Volume darah pasien post operasi pada kasus ini
adalah 65 ml x 63 kg = 4095 ml. 20% dari 4095 = 819 ml, sedangkan perdarahan
pasien selama menjalani operasi < 819 ml.

10

Case Report Session


Syndrom

HELLP

DAFTAR PUSTAKA
1.

Cuningham, F.G, dkk. Obstetri Williams Volume 1 Edisi 21. Jakarta : EGC,
2006. Hal 625-673.

2.

Angsar Dikman. Sindroma HELLP dalam Kehamilan. Editor : Prawrohardjo


Sarwono. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : PT . Bina Pustaka, 2008. Hal
554-8.

3.

Kathula, Bolla, Magann. (Last update: November 18, 2002). HELLP


Syndrome Leading to a Diagnosis of Pregnancy. Southern Medical Journal.
Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/444339. (accesed: 18 June
2011).

4.

Said A Latif, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2. Jakarta : Bagian


Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI, 2002.

11

You might also like