You are on page 1of 52

PENGELOLAAN SUMBER ALAM DAN

LINGKUNGAN HIDUP

BAB II
PENGELOLAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

A.

PENDAHULUAN

Lingkungan hidup merupakan media hubungan timbal balik


antara makhluk hidup dengan berbagai faktor alam, seperti hutan, udara, air, dan sebagainya, yang secara bersama-sama mewujudkan suatu struktur dasar ekosistem.

Kegiatan-kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dampak


sampingan yang dapat menimbulkan kerusakan terhadap sumber
alam dan lingkungan hidup. Kegiatan pembangunan dapat mempengaruhi struktur dasar tersebut, dengan menimbulkan perubahan
yang merusak proses-proses ekosistem, yang tidak mungkin diatasi dengan kemampuan manusia. Dengan demikian maka pemeliharaan sumber alam dan lingkungan hidup perlu terus dilaksanakan secara berkesinambungan.
Sampai dengan Repelita II tanggungjawab upaya pemeliharaan sumber alam dan lingkungan hidup berada pada instansi pelaksana kegiatan pembangunan sektoral masing-masing. Dalam
pada itu sejak Repelita II telah dikembangkan seperangkat kebijaksanaan yang memberikan landasan bagi pengelolaan sumber
alam dan lingkungan hidup yang bersifat lintas sektor. Dalam
Repelita
III usaha pemeliharaan sumber alam dan lingkungan
hidup telah dituangkan dalam 3 program, yaitu program penyelamatan Hutan, Tanah dan Air, program pembinaan Sumber Alam
dan Lingkungan Hidup dan program Pengembangan Meteorologi dan
Geofisika. Dalam Repelita IV banyaknya program diperluas menjadi 4, yaitu: Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air, Pembinaan
Sumber Alam dan Lingkungan Hidup, Inventarisasi dan evaluasi
Sumber Alam dan Lingkungan Hidup, dan Pengembangan Meteorologi dan Geofisika.
Program-program tersebut disusun dengan
tujuan
peningkatan daya dukung lingkungan hidup dan sumber
alam, seperti peningkatan produktivitas tanah, hutan, lautan,
air, dan lain-lain.
Arah kebijaksanaan tersebut juga dilaksanakan dalam Repelita IV.
Kebijaksanaan pokok dalam pembangunan di bidang lingkungan hidup dan sumber alam telah digariskan dalam GBHN 1984 dan
Repelita IV sebagai berikut:
a. Inventarisasi dan evaluasi sumber alam perlu diteruskan

II/3

dan ditingkatkan dengan tujuan lebih mengetahui dan memanfaatkan potensi sumber alam di darat, laut maupun di
udara berupa tanah, air, energi, flora, fauna dan lain
sebagainya yang diperlukan bagi pembangunan.
b. Dalam penelitian, penggalian pemanfaatan dan pembinaan
lingkungan hidup perlu menggunakan teknologi yang sesuai
dan pengelolaan yang tepat agar mutu dan kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup dapat dipertahankan untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
c. Dalam pelaksanaan pembangunan perlu selalu diadakan penilaian yang seksama terhadap pengaruhnya bagi lingkungan
hidup agar pengamanan terhadap pelaksanaan pembangunan
dapat dilakukan sebaik-baiknya dan dilakukan secara terpadu, baik sektoral maupun regional. Untuk maksud tersebut perlu dikembangkan kriteria baku mutu lingkungan hidup.
d. Rehabilitasi sumber alam berupa hutan, tanah dan air yang
rusak perlu lebih ditingkatkan lagi melalui pendekatan
terpadu daerah aliran sungai dan wilayah. Program penyelamatan hutan, tanah dan air perlu dilanjutkan dan makin
disempurnakan.
e. Pendayagunaan daerah pantai, wilayah laut dan kawasan
udara agar dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak merusak kelestarian lingkungan hidup.
B.

KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH

Penggarisan kebijaksanaan dan langkah-langkah pembangunan


di bidang pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup telah
mengalami perkembangan yang berarti sejak permulaan Repelita
I sampai dengan permulaan Repelita IV.
Selama Repelita I kebijaksanaan pengelolaan sumber alam
dan lingkungan hidup merupakan sebagian dart kebijaksanaan
sektoral yang merupakan pedoman agar dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan sektoral dipergunakan pertimbangan penyelamatan sumber daya alam. Upaya kegiatan rehabilitasi tanah dan
air, misalnya, merupakan bagian dari upaya pengairan dan dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada pembangunan
pengairan.
Selama Repelita II kebijaksanaan pengelolaan sumber alam

II/4

dan lingkungan hidup yang bersifat sektoral masih terus dipertahankan, tetapi telah diberikan pedoman umum yang harus dikembangkan
oleh semua sektor secara terpadu. Pedoman kebijaksanaan tersebut meliputi: upaya rehabilitasi lahan kritis yang
dikembangkan dalam DAS prioritas, upaya pencegahan pencemaran
lingkungan hidup di sektor pertanian, pemukiman, industri dan
pertambangan, upaya pembinaan tata-ruang yang baik untuk mencegah kerusakan
lingkungan
hidup, upaya pembinaan kemampuan
untuk menangani masalah lingkungan
hidup, upaya penyelamatan
suaka alam, penggunaan sumber alam secara rasional, dan lainlain.
Selama Repelita III pedoman kebijaksanaan pengelolaan
sumber alam dan lingkungan hidup dikembangkan dalam Sektor
Sumber alam dan Lingkungan Hidup yang merupakan suatu perangkat kebijaksanaan terpadu yang lebih dikembangkan dengan
langkah-langkah pembentukan kegiatan yang lebih nyata. Selama
Repelita III kebijaksanaan pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup telah dituangkan dalam 3 program utama, yaitu :
(1) Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air, (2) Pembinaan Sumber
Alam dan Lingkungan Hidup, dan (3) Pengembangan Meteorologi
dan Geofisika. Program-program tersebut merupakan konsolidasi
dan pengembangan dari berbagai kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup yang tersebar diberbagai sektor. Dalam Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan
Air diutamakan upaya rehabilitasi lahan kritis dan sungaisungai kritis dalam satuan DAS, rehabilitasi hutan lindung dan
suaka alam. Dalam Program Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan
Hidup dikembangkan upaya pembinaan kemampuan nasional dalam
menangani masalah kerusakan sumber alam dan lingkungan hidup,
pengembangan institusi dan peraturan perundangan, penggunaan
sumber alam secara rasional,
dan
pengembangan riset dan teknologi lingkungan. Dalam Program Pengembangan Meteorologi dan
Geofisika dikembangkan jaringan pengamatan cuaca, pengamatan
gejala-gejala geofisika dan meteorologi penerbangan.
Dalam Repelita IV kebijaksanaan yang digariskan dalam Repelita III dilanjutkan. Dalam hubungan itu telah dikembangkan
program
baru yaitu program Inventarisasi dan Evaluasi Sumber
Alam dan Lingkungan Hidup yang merupakan pengembangan lebih
lanjut dari upaya inventarisasi sumber alam yang telah dilakukan dalam Repelita III.
1. Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Alam dan Lingkungan
Hidup
Dalam Repelita I kebijaksanaan inventarisasi dan evaluasi
II/5

sumber alam dititik beratkan pada kegiatan pemanfaatan peta


dasar yang sudah ada dan memperbaiki bentuk hasilnya. Pemetaan dasar masih merupakan sebagian dari upaya pertahanan dan
keamanan serta penelitian. Meskipun demikian dalam masa itu
pemetaan tataguna tanah dan hutan untuk keperluan pembangunan
telah dimulai, dan pelaksanaannya diutamakan di Jawa dan Sumatera.
Kegiatan pemetaan
dasar telah dimulai sejak sebelum Repe lita I, di antaranya pemetaan hidrografi dan pemetaan topografi, terutama di P. Jawa dan beberapa daerah di luar Jawa,
antara lain Madura, Bali, sebagian kecil daerah-daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Musa Tenggara. Peta Topografi
yang dibuat pada waktu itu berakala I : 50.000. Di daerah-daerah yang lain peta yang telah dibuat pada umumnya merupakan
peta tidak teliti, yaitu peta bagan berakala lebih kecil da ri 1 : 50.000, yaitu 1 : 63.360 sampai 1 : 500.000.
Peta dasar diperlukan untuk pengelolaan sumber alam, inventarisasi, penelitian
dan perencanaan pemanfataan sumber
alam dan untuk pembuatan peta tematik serta sebagai kerangka
referensi dalam penyusunan peta sumber daya regional dan na sional.
Dalam Repelita II inventarisasi dan evaluasi sumber alam
dikembangkan sejalan dengan meningkatnya upaya pembangunan di
bidang pertanian, pengairan, kehutanan, pertambangan dan pe ngembangan wilayah.
Selain daerah Jawa dan Sumatera, Kaliman tan juga merupakan daerah sasaran yang penting. Koordinasi
lintas sektor dalam upaya ini mulai dikembangkan untuk mening katkan efisiensi.
Dalam Repelita III koordinasi inventarisasi dan evaluasi
makin dikembangkan pula dan diarahkan kepada upaya alokasi
sumber alam yang rasional bagi berbagai sektor pembangunan.
Kegiatan ini mulai dikembangkan di daerah Indonesia bagian
Timur, yaitu Sulawesi, NTB, NTT, Maluku dan Irian Jaya. Diusahakan agar seluruh daerah Republik Indonesia sudah mempunyai
liputan pemetaan umum dengan skala peta yang sesuai.
Dalam Repelita IV mulai dikembangkan pendalaman isi dari
hasil inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam yang dila kukan sebelumnya. Koordinasi inventarisasi dan evaluasi lautan mulai dikembangkan pula.
Dalam rangka pelestarian sumber daya hutan telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan inventarisasi, pengukuhan, penatagu-

II/6

naan, penataan, pengukuran dan pemetaan hutan. Dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan itu maka sebagian dari hutan yang
ada telah memperoleh status hukum sebagai kawasan hutan. Di
samping itu sebagian dari kawasan hutan yang ada telah memperoleh status hukum sebagai hutan lindung, hutan produksi, atau
sebagai hutan yang dikelola untuk fungsi konservasi sumber
alam dan hutan produksi yang kelak dapat dialih gunakan.
2. Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air
Program penyelamatan Hutan, Tanah dan Air bertujuan : (1)
mencegah kerusakan terhadap bangunan-bangunan hasil pembangunan selama Repelita I, II, dan III terhadap bahaya banjir dan
kekeringan, (2) membangun sumber daya baru di daerah kritis,
(3) memperbaiki sistem hidro-orologi di daerah aliran sungai,
(4) meningkatkan produktivitas sumber daya tanah, hutan dan
air, (5) membina pelestarian alam, plasma nutfah dan fungsi
perlindungan wilayah.
Usaha-usaha yang termasuk dalam program ini adalah penghijauan, konservasi tanah dan reboisasi, pengendalian dan pengamanan sungai, pengembangan wilayah dan penanggulangan bencana alam yang dilaksanakan dalam rangka pengelolaan DAS secara terpadu, pembinaan dan pembangunan taman nasional dan
suaka alam, pelestarian fungsi kawasan lindung dan pembinaan
wisata alam, penyelamatan flora dan fauna langka serta pembinaan pelestarian karang dan pantai.
Penghijauan dan konservasi tanah meliputi kegiatan penanaman tanaman tahunan, pembuatan teras, pembangunan bendung
penangkal erosi atau dam pengendali , dan pembangunan unit percontohan usaha tani pelestarian sumber alam, serta kegiatankegiatan lain yang bertujuan untuk mencegah kemerosotan produktivitas tanah dan air, khususnya yang dilakukan di areal
lahan yang bukan kawasan hutan negara. Reboisasi juga merupa kan kegiatan penanaman tanaman tahunan yang tujuannya sama
dengan penghijauan tetapi dilaksanakan di areal kawasan hutan
negara. Kedua kegiatan tersebut merupakan usaha rehabilitasi
lahan kritis dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terpenting.
Usaha penghijauan dan reboisasi telah dilaksanakan sejak
Repelita I. Dalam masa itu kedua jenis usaha ini dilaksanakan
dalam ukuran yang kecil di beberapa propinsi . Kegiatan-kegiatan penelitian dan studi kelayakan di daerah aliran sungai
yang terpenting dalam periode itu juga telah mulai dilakukan
untuk memberi landasan bagi pengembangan kegiatan selanjutnya.

II/7

Dalam Repelita I I , usaha penghijauan dan reboisasi masih


melanjutkan kegiatan-kegiatan seperti dalam Repelita I. Pada
tahun 1976/77 dengan lahirnya Inpres Penghijauan dan Reboisas i , yang melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat secara
langsung, usaha penghijauan dan reboisasi secara besar-besaran mulai dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan pembangunan daerah terpadu dalam satuan daerah aliran sungai (DAS).
Pendekatan dengan upaya f i s i k di lapangan masih sangat menonjol dalam masa tersebut.
Dalam Repelita III usaha penghijauan dan reboisasi, terutama sejak tahun 1980/81, mulai dikembangkan dengan pendekatan penyertaan aktif masyarakat. Pendekatan ini dijalankan melalui upaya penyuluhan, pengembangan percontohan dan pengembangan lembaga swadaya masyarakat. Kepada mereka yang berha
sil melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut secara baik diberikan penghargaan, misalnya dalam bentuk pemberian hadiah
Kalpataru oleh Presiden kepada masyarakat yang secara swadaya
berusaha melestarikan hutan, tanah dan air.
Dalam Repelita IV pendekatan yang sama terus dikembangkan
dalam upaya reboisasi, penghijauan dan konservasi tanah. Dalam Repelita ini pemilihan lokasi prioritas lebih dipertajam
menurut sub-DAS dari 36 DAS terpilih.
Menyadari bahwa untuk mencapai keberhasilan yang diinginkan dalam usaha reboisasi, penghijauan dan konservasi tanah,
memerlukan keikutsertaan masyarakat secara a k t i f , maka dalam
pelaksanaan dan pengamanan hasil penghijauan, dan reboisasi,
usaha penyuluhan diberi prioritas utama.
Usaha berikutnya yang termasuk dalam Program Penyelamatan
Hutan, Tanah dan Air adalah perbaikan, pengaturan dan pengembangan wilayah sungai. Usaha tersebut, di samping dimaksudkan
untuk mengamankan daerah produksi dan daerah pemukiman yang
padat penduduk, dan untuk mengamankan jalur-jalur pengangkutan
terhadap gangguan bencana banjir, juga dimaksudkan untuk mengamankan sungai-sungai yang merupakan sumber-sumber air bagi
jaringan irigasi yang sudah ada. Kegiatan yang termasuk dalam
usaha perbaikan, pengaturan dan pengembangan wilayah sungai
adalah pengerukan dasar sungai, pelurusan aliran, pembuatan
sudetan, perlindungan dan perkuatan tebing, pembuatan tanggul, pembuatan saluran banjir, pembuatan pintu-pintu banjir
dan lain-lain, termasuk latihan penanggulangan banjir bagi
petugas dan penduduk setempat.

II/8

Kegiatan-kegiatan tersebut di atas telah dilaksanakan selama Repelita I, II, dan III. Dalam Repelita IV kegiatan-kegiatan tersebut dilanjutkan dan pelaksanaannya meliputi 35
Daerah Aliran Sungai yang terdapat di beberapa propinsi. Dalam kegiatan-kegiatan ini termasuk kegiatan pengembangan wilayah sungai besar, seperti sungai Brantas dan Bengawan Solo.
Usaha lainnya yang termasuk dalam program ini adalah pembinaan dan pembangunan taman nasional dan suaka alam, pelestarian fungsi kawasan lindung dan pembinaan wisata alam dan
penyelamatan flora dan fauna langka. Upaya perlindungan hutan
dan pelestarian alam dalam rangka konservasi sumber daya alam
dan lingkungan hidup pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi keberadaan plasma nutfah, dan menjaga kelestarian potensi sumber daya alam beserta ekosistemnya yang khas, terhadap
kemungkinan bahaya kerusakan dan penurunan kualitas dan kuantitasnya.
Beberapa daerah tertentu, berdasarkan kondisi ekologis,
geomorfologis dan keunikan gejala alam yang dimilikinya, telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi sumber daya alam.
Kawasan konservasi itu meliputi hutan lindung, cagar alam,
suaka margasatwa, taman wisata dan taman buru. Penunjukan kawasan konservasi telah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan
pendekatan konservasi ekosistem yang menyeluruh. Mengingat
pentingnya konservasi sumber daya alam dalam menjamin berhasilnya pembangunan yang berkesinambungan, maka dalam Repelita
III pengelolaan kawasan konservasi sumber daya alam lebih dimantapkan dengan pengembangan sistem taman nasional. Sistem
ini merupakan pendekatan regional secara terpadu.
Kegiatan-kegiatan tersebut di atas telah dilaksanakan
pembinaannya sejak masa sebelum Repelita dan diteruskan selama Repelita I,II, dan III. Dalam Repelita IV pembinaan kawasan konservasi sumber daya alam semakin dimantapkan dan ditingkatkan.
3. Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup
Semasa pra Repelita penanganan masalah lingkungan hidup
dan sumber daya alam belum dilakukan secara konsepsional dan
sistematis. Peraturan perundang-undangan yang ada, misalnya
Undang-undang Gangguan, hanya sekedar memenuhi kebutuhan terbatas dan bersifat sektoral. Dengan demikian kemampuan dalam
menangani masalah lingkungan dalam masa itu jelas belum memadai.

II/9

Dalam Repelita I mulai dirintis ikhtiar penanganan lingkungan hidup secara lebih konsepsional dan lebih mantap. Dalam masa itu pelestarian sumber alam dan lingkungan hidup merupakan bagian dari kegiatan sektoral yang dititikberatkan
pada upaya peningkatan produksi. Masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah sektoral. Kegiatan-kegiatan nyata dalam
upaya pembinaan sumber alam dan lingkungan hidup tersebut secara nasional dan regional belum tampak jelas.
Dalam Repelita II langkah-langkah pengelolaan sumber alam
dan lingkungan hidup yang diutamakan meliputi : (1) pengelola an lingkungan pemukiman manusia, (2) pengelolaan lingkungan
hidup pertanian, (3) pengelolaan lingkungan hidup pertambangan dan industri, dan (4) kegiatan-kegiatan penunjang dalam
pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup. Dalam Repelita
II ditempuh kebijaksanaan yang mengusahakan agar : (1) sumber
alam Indonesia digunakan secara rasional, (2) pemanfaatan sum ber
alam diusahakan tidak merusak tata lingkungan hidup manusia,
(3) pemanfaatan sumber alam dan lingkungan hidup dilakukan
dengan kebijaksanaan menyeluruh dan dengan lebih memperhitungkan kemungkinan pemanfaatannya oleh generasi mendatang.
Sehubungan dengan kebijaksanaan tersebut, dalam langkahlangkah pembangunan yang dilaksanakan selalu diusahakan ada
nya : (a) perlindungan dan pengembangan flora dan fauna yang
hampir musnah, (b) pemanfaatan sumber alam yang dapat pilih
dilaksanakan dengan cara yang dapat menjamin kelangsungan kelestariannya, (c) perlindungan atas plasma nutfah di hutan-hu tan
dan di luar kawasan konservasi, (d) pemanfaatan sumber alam
yang tidak dapat
pulih secara bijaksana tanpa menimbul kan
pencemaran lingkungan, (e) usaha agar kebijaksanaan diterapkan
secara terpadu dan saling menunjang, (f) pemanfaatan sumber
alam dengan memperhitungkan segi-segi pembangunan daerah agar
dapat saling mendorong perkembangan dan pertumbuhan masingmasing daerah. Beberapa peraturan yang bersifat sektoral dalam
periode tersebut telah pula dikembangkan.

Pembinaan pemukiman di perkotaan dilakukan melalui: (a)


perbaikan kampung dan rumah murah yang diprioritaskan kepada
golongan berpenghasilan rendah, (b) peningkatan fasilitas pelayanan umum kota, seperti kesehatan lingkungan (air minum,
saluran air kotor, pembuangan sampah dsb), dan fasilitas pelayanan sosial (sekolah, poliklinik, listrik dab), (c) pencegahan pencemaran udara dan air, (d) pengaturan jaringan pengangkutan di kota dengan cara yang lebih baik untuk mengimbangi bertambahnya kendaraan bermotor dan makin padatnya lalu
lintas, (e) pengaturan tataguna tanah agar fungsi kota dapat

II/10

berjalan sebagaimana mestinya melalui perencanaan tata kota, (f)


pembinaan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
lingkungan pemukiman yang baik.

Pembinaan pemukiman di daerah pedesaan dititikberatkan


pada pemberian dorongan kepada penduduk agar mereka berusaha
memperbaiki kondisi perumahan desa dan membina kesehatan lingkungan desa. Usaha ini dikaitkan dengan program pembinaan masyarakat desa.
Dalam Repelita III penanganan masalah lingkungan hidup
telah semakin mapan dan konsepsional, yang meliputi upaya pengelolaan lingkungan hidup yang berkaitan dengan : (1) kependudukan
dan pemukiman, (2) pembangunan pertanian, 3) industri, pertambangan dan onergi, 4) pemilikan dan penguasaan tanah, tataguna tanah, tataguna air, tataguna ruang, (5) pembangunan prasarana, (6) pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan (7) pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan (8)
pembinaan hukum dan aparatur.
Salah satu langkah yang strategis yang telah diambil dalam pelaksanaan Repelita III adalah diterbitkannya Undang-undang no. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok di
Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang itu merupakan landasan hukum bagi berbagai ketentuan dan peraturan di
bidang pengelolaan lingkungan hidup. Di samping itu institusi
pengelolaan lingkungan hidup di daerah-daerah telah dimantapkan dengan dilaksanakannya pembentukan dan pengembangan Pusat
Studi Lingkungan hidup di beberapa perguruan tinggi dan Biro
B i n a Kependudukan dan Lingkungan Hidup di daerah Tingkat I.
Dalam Repelita III juga telah diterapkan Analisis Dampak
Lingkungan (ANDAL) dalam perencanaan dan pembangunan fisik
proyek, terutama untuk proyek-proyek yang mempunyai potensi
menimbulkan masalah lingkungan hidup. Di masa itu kesadaran
masyarakat untuk memahami dan menjaga kelestarian lingkungan
hidup telah menunjukkan
kemajuan-kemajuan yang menggembirakan. Lembaga Swadaya Masyarakat (ISM) pencinta dan pemelihara
lingkungan hidup, yang merupakan wadah penyaluran aspirasi
masyarakat dalam lingkungan, telah semakin berkembang.
Dalam Repelita III arahan yang harus ditempuh dalam pemanfaatan sumber alam dan lingkungan hidup digariskan sebagai
berikut : (1) dayaguna dan hasilguna yang dikehendaki harus
dilihat dalam batas-batas yang optimal sehubungan dengan kelestarian sumber alam yang mungkin tercapai, (2) tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber alam lain yang berkaitan dalam suatu ekosistem, (3) memberikan kemungkinan untuk

II/11

mengadakan pilihan penggunaan dalam pembangunan dimasa depan.


Dalam Repelita IV pembinaan pemukiman di perkotaan tetap
dilaksanakan dalam bentuk peningkatan dan perbaikan fasilitas
pelayanan umum kota.
Perbaikan
kampung dan perumahan murah
yang diprioritaskan bagi golongan masyarakat berpenghasilan
rendah terus dikembangkan. Dalam usaha itu pengembangan swa kelola
masyarakat
makin
ditekankan.
Pencegahan
pencemaran
lingkungan udara dan air terus dikembangkan disertai dengan
pendidikan dan penyuluhan untuk membangkitkan penyertaan ak tif masyarakat. Selain itu pengaturan tata ruang dan tataguna
tanah perkotaan juga terus ditingkatkan.
Pembinaan pemukiman di pedesaan dilanjutkan dengan usahausaha yang diarahkan untuk meningkatkan peranserta masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Adat kebiasaan masyarakat desa yang mendukung kelestarian lingkungan terus dikembangkan. Di samping itu pengembangan tata ruang pedesaan juga dilanjutkan.
Dalam rangka menanggulangi pencemaran laut, dewasa ini
sedang dikembangkan sistem penanggulangan darurat pencemaran
laut yang merupakan paduan antara usaha-usaha di berbagai sektor, seperti perhubungan laut, pertambangan, pertahanan dan
keamanan. Khusus dalam penanggulangan pencemaran minyak di
lautan, sedang diusahakan agar para pengusaha di bidang yang
bersangkutan mampu menanggulangi dan mencegah terjadinya pencemaran, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamasama.
Undang-undang Lingkungan Hidup no. 4 Tahun 1982 telah di jabarkan dalam peraturan perundang-undangan, baik tingkat nasional maupun daerah. Dalam penjabaran tersebut diperhatikan
keterpaduan dalam pelaksanaannya, baik secara sektoral, antara pusat dan daerah, maupun antara satu daerah dan daerah lainnya. Prioritas telah diberikan kepada peraturan tentang tata ruang,
tata guna sumber alam,
penetapan baku mutu lingku ngan dan baku mutu buangan limbah, prosedure Analisis Dampak
Lingkungan (ANDAL), pengaturan pembuangan bahan beracun dan
berbahaya, pengaturan penggunaan laut sebagai tempat buangan,
pengembangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan kepada pe raturan tentang tatalaksana lingkungan.
Penerangan melalui media massa, upaya motivasi dan berbagai cara penyuluhan telah dan terus dikembangkan dalam rangka
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap masalah pelestarian sumber alam dan lingkungan hidup. Demikian pula penyuluhan

II/12

di bidang perundang-undangan lingkungan hidup lebih ditingkatkan, baik bagi alat-alat penegak hukum maupun bagi masyarakat
pada umumnya.
Pengembangan usaha motivasi masyarakat untuk berperan serta dalam usaha peningkatan mutu lingkungan hidup diteruskan,
demikian pula pengembangan usaha-usaha swadaya yang dilakukan
masyarakat di berbagai bidang pembinaan lingkungan hidup.
Kerjasama antara lembaga-lembaga pemerintah daerah dengan
sat Studi Lingkungan (PSL) dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat terus ditingkatkan.
4. Pengembangan Meteorologi dan Geofisika
Dalam rangka penyediaan dan penyajian jasa, kegiatan utama dalam bidang Meteorologi dan Geofisika adalah mengamati,
mengumpulkan dan mengelola gejala-gejala Meteorologi dan Geofisika secara terus menerus dan sistematis. Di samping itu
dilakukan pula analisa dan ramalan data yang diperoleh, dan
disajikan informasi tentang sifat-sifat cuaca, iklim dan geofisika, serta segala yang terjadi di atmosfer, kepada para
pemakai jasa di berbagai bidang pembangunan.

Sebelum Repelita I, sebagian besar stasiun-stasiun meteorologi penerbangan masih sangat kekurangan fasilitas operasional termasuk gedung, perhubungan radio, dan sebagainya.
Pengamatan dilakukan hanya pada siang hari saja, padahal seharusnya 24 jam penuh.
Selama Repelita I, kegiatan pengembangan meteorologi dan
geofisika meliputi pengembangan meteorologi penerbangan, meteorologi pertanian dan maritim serta geofisika. Karena pembangunan dititik beratkan pada peningkatan produksi pangan,
maka usaha untuk mengadakan data cuaca untuk pertanian diprioritaskan dengan cara penyempurnaan stasiun meteo pertanian.
Pengamatan meteorologi di laut untuk keperluan pelayaran dilakukan dengan perantaraan kapal-kapal niaga yang dikoordinir
oleh stasiun-stasiun maritim. Kebijaksanaan pembangunan yang
ditempuh dalam bidang meteorologi dan geofisika adalah dengan
secara bertahap melakukan perbaikan fasilitas fisik yang diperlukan.

Kemampuan prasarana dan sarana meteorologi dan geofisika


selama Repelita II terus ditingkatkan sehingga pelayanan yang
disajikan makin dapat menunjang sektor pembangunan yang memerlukan, baik dalam pengertian kualitatif maupun kuantitatif.

II/13

Untuk menunjang stasiun-stasiun meteo pertanian, dikembangkan stasiun iklim, stasiun penguapan dan stasiun hujan
dengan kemampuan yang cukup memadai di seluruh Indonesia. Dalam pada itu rehabilitasi stasiun-stasiun lama dan pembangunan stasiun baru yang merupakan " jaringan dasar " dilaksanakan.
Di samping itu kemampuan operasional stasiun-stasiun yang ada
ditingkatkan sehingga dapat beroperasi 24 jam penuh per harinya.
Langkah-langkah pembangunan dalam bidang Meteorologi dan
Geofisika selama Repelita III meliputi upaya: (1) memperba nyak
jaringan stasiun agar makin sesuai dengan kebutuhan, (2)
meningkatkan kemampuan peralatan sesuai dengan perkembangan
teknologi, ( 3 ) mendapatkan metode ramalan yang lebih akurat,
( 4 ) meningkatkan sistem penyampaian informasi meteorologi dan
geofisika
kepada masyarakat pemakai jasa dengan cara yang lebih cepat dengan jangkauan yang lebih luas, dan (5) meningkatkan keterampilan pegawai melalui latihan dan pendidikan di
dalam dan di luar negeri.
Selain melanjutkan kebijaksanaan dalam Repelita III, lang kah-langkah yang ditempuh dalam pembangunan meteorologi dan
geofisika dalam Repelita IV adalah : (1) meningkatkan jam operasi stasiun menjadi 24 jam penuh per hari, dan (2) meningkatkan kerjasama regional dan internasional di bidang meteorologi dan geofisika.

C.

HASIL-HASIL K E B I J A K S A N A A N YA N G TELAH D I C A PA I
1. Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Alam dan Lingkungan
Hidup

Dalam Repelita IV inventarisasi dan evaluasi sumber alam


dan lingkungan hidup dijadikan satu program tersendiri. Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam program ini telah dilaksanakan sejak Repelita I, bahkan beberapa kegiatannya yang
tersebar di beberapa sektor dan program telah dilakukan sejak
sebelum Repelita I.
Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam program ini adalah:
(1) pemetaan dasar wilayah darat dan wilayah laut, (2) pemetaan geologi dan hidrogeologi, ( 3 ) pemetaan agroekologi, (4)
pemetaan vegetasi dan kawasan hutan, (5) pemetaan kemampuan
tanah, (6) penatagunaan sumber daya alam seperti hutan, tanah
dan air, (7) inventarisasi dan pemetaan tipe ekosistem
dan
(8) kegiatan-kegiatan pendidikan dan latihan, penelitian dan
pengembangan teknologi.

II/14

a . Pemetaan Dasar
Dalam Repelita I dan Repelita II telah dilakukan pemetaan
dasar nasional di Kalimantan Barat dan Sumatera. Kegiatan ini
dilanjutkan dalam Repelita III. Pada tahun 1982 seluruh Indonesia telah selesai dipotret dari udara secara sistematis dalam rangka pemetaan topografi (dasar) nasional.
Dalam Repelita II dan Repelita III dilaksanakan survai
geodesi di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara
serta Irian Jaya. Survai itu bertujuan untuk menentukan titiktitik kontrol geodesi. Dalam periode yang sama telah dibuat
peta topografi skala 1 : 50.000 untuk wilayah-wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Untuk menunjang kegiatan itu telah dilakukan pengukuran sifat datar teliti serta pemotretan udara skala 1 : 100.000, dan skala 1 : 50.000
atau 1 : 60.000.

Untuk memungkinkan tercapainya hasilguna yang tinggi dalam pemetaan, dalam Repelita III telah diterapkan metode survai bertahap dengan mempergunakan potret panchromatic dan potret infra merah berwarna semu. pemotretan untuk survai bertahap tersebut dilaksanakan secara sekaligus dengan mempergunakan kamera ganda. Dengan penerapan teknologi tersebut maka
sebagian besar gangguan iklim dan cuaca terhadap kegiatan pemotretan dapat ditanggulangi karena potret infra merah berwarna semu tidak terganggu cuaca berawan ataupun kabut. Untuk
melengkapi potret-potret udara yang sudah dibuat sebelumnya,
dalam tahun 1983/84 dilakukan pemotretan di Kalimantan, khusus untuk daerah seluas 476.875 ha yang sebelumnya belum berhasil dipotret.
Pembuatan peta dasar yang telah diselesaikan seluruhnya
sampai akhir Repelita III meliputi Sumatera dan Jawa, dengan
skala 1 : 50.000, dan Kalimantan dan Irian Jaya, dengan skala
1 : 100.000, dan untuk seluruh Indonesia, dengan skala 1 :
20.000. Dewasa ini pemetaan untuk daerah Kalimantan dan
Irian Jaya dengan skala 1 : 50.000 masih dalam penyelesaian.
Dalam rangka pemetaan dasar dilaksanakan pula survai penegasan batas internasional di darat. Penegasan batas dengan
Malaysia di lakukan di Kalimantan dengan perbatasan yang panjangnya 120 km, dan dengan Papua New Guinea di Irian yang panjangnya 250 km. Dalam tahun 1984/85 telah , diselesaikan batas
dengan Malaysia sepanjang 95 km dan Papua New Guinea sepanjang 26 km.

II/15

Proses pembuatan peta dasar membutuhkan waktu yang sangat


lama, sehingga seringkali diperlukan upaya darurat untuk memenuhi kebutuhan akan informasi mutakhir. Upaya itu antara
lain dilakukan dengan cara membuat peta yang berfungsi sebagai peta tematik atau peta ortofoto tanpa menunggu selesainya
peta dasar. Peta tersebut merupakan terjemahan langsung dari
potret udara ke dalam bentuk peta.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, dalam tahun 1983/84 telah
dilaksanakan pembuatan peta tematik untuk menunjang program
transmigrasi.
Dalam tahun itu telah dilaksanakan pula pemotretan 36 pelabuhan udara di seluruh Indonesia. Dalam tahun
1984/85 kegiatan pembuatan peta tematik masih dilanjutkan.
Selain pemetaan dasar wilayah darat, seperti yang telah
diuraikan terdahulu, sejak tahun 1978/79 juga telah dilaksanakan pemetaan dasar wilayah laut di sekitar Sumatera. Peta
dasar yang dihasilkan berupa peta dasar hidrografi, peta dasar magnetik dan peta aeronautika.
b.

Pemetaan Geologi dan Hidrogeologi

Pemetaan geologi, geofisika dan


hidrogeologi bersistem
telah dilaksanakan sejak tahun pertama Repelita I di berba gai daerah di seluruh Indonesia. Dalam Repelita III pembuatan
peta geologi dan geofisika bersistem skala 1 : 100.000 untuk
Jawa dan Madura masing-masing telah mencapai 93,8% dan 47,4%
dari seluruh peta yang harus diselesaikan.
Dalam tahun
1984/85 pemetaan tersebut telah terselesaikan masing-masing
100% dan 51,7%. Pembuatan peta yang lama berskala 1 : 250.000
untuk daerah di luar kedua pulau tersebut dalam Repelita III
telah selesai masing-masing 54,6% dan 18,2% dari seluruh peta
yang harus diselesaikan, dan dalam tahun 1984/85 dapat terselesaikan masing-masing 60,2% dan 19%. Kegiatan pemetaan hidrogeologi (air tanah) bersistem dengan skala 1 : 250.000 untuk
wilayah Indonesia seluruhnya, yang dilaksanakan sejak permulaan Repelita I sampai dengan tahun 1983/84, telah mencapai
33,5% dari seluruh peta yang harus diselesaikan. Pembuatan
peta itu pada tahun 1984/85 telah selesai 37,9%. Dalam tahun
1984/85 pembuatan peta hidrogeologi bersistem yang telah selesai meliputi daerah Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumbawa,
Flores, Timor (NTT), Sumba dan sebagian Sumatera dan Sulawesi.
Pembuatan peta hidrogeologi Indonesia berskala 1 : 2 . 5 0 0 . 0 0 0
telah selesai seluruhnya dan sudah dicetak pada tahun 1983.

II/16

c.

Pemetaan Agroekologi

Dalam rangka menunjang perkembangan pemanfaatan lahan dalam bidang pertanian, dalam Repelita III telah dilaksanakan
penelaahan kemampuan fisika dan kimia tanah. Selama masa itu
telah diadakan evaluasi terhadap potensi 188 juta ha tanah di
seluruh wilayah Indonesia. Dalam periode yang sama telah dievaluasi 5,87 juta ha lahan di 18 propinsi, di lokasi-lokasi
yang direncanakan akan menjadi areal penerimaan transmigrasi.
Selain itu telah dilaksanakan pula survai dan pemetaan tanah
untuk menunjang pembangunan pertanian tadah hujan, pembangunan
pabrik gula, pendayagunaan daerah rawa dan pasang surut, pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan reklamasi tanah kritis. Selanjutnya, juga telah dilaksanakan perencanaan tata
guna tanah bagi kepentingan pengembangan perkebunan dan pengembangan pertanian tanaman pangan.
Dalam Repelita III kegiatan pemetaan penggunaan lahan dan
vegetasi tingkat makro telah dilaksanakan untuk areal seluas
193 juta ha, sedangkan pemetaaan tingkat tinjau skala 1 :
100.000 telah mencakup areal seluas 29,5 juta ha, dan pemeta an tingkat detail skala 1 : 20.000 meliputi areal seluas 2,2
juta ha.
d.

Pemetaan vegetasi dan kawasan hutan

Pemetaan melalui penafsiran potret udara dalam Repelita I


yang berskala 1 : 100.000 meliputi
areal seluas 148.000 ha,
yang berskala
1 : 60.000 meliputi areal seluas 6.619.506 ha,
dan yang
berskala 1 : 20.000
meliputi
areal seluas 981.274
ha. Dalam Repelita II yang berskala
1 : 100.000
meliputi
areal 4.248.725 ha, yang berskala 1 : 60.000 meliputi areal
seluas 3.530.428 ha
dan
yang
berskala 1 : 20.000 meliputi
areal seluas 223.400 ha. Dan dalam Repelita III mencapai
49.879.282 ha untuk yang berskala 1 : 100.000, 500.854 ha un tuk yang berskala 1 : 60.000 dan 468.546 ha untuk yang berskala 1 : 20.000.
Sedangkan dalam tahun pertama Repelita IV hasil sementaranya adalah 4.143.120 ha untuk yang berskala
1 : 100.000 dan 429.499 ha untuk yang berskala 1 : 20.000.
e.

Pemetaan kemampuan tanah

Kegiatan-kegiatan pemetaan penggunaan tanah pedusunan dan


perkotaan,
pemetaan
kemampuan
tanah, pemetaan penggunaan tanah detail dan revisi pemetaan penggunaan tanah, merupakan
rangkaian kegiatan di bidang pengembangan tataguna tanah.

II/ 17

Selama Repelita I, II dan III telah dilaksanakan pemetaan


penggunaan tanah pedesaan yang meliputi areal seluas 39,06
juta ha dengan skala 1 : 200.000 sampai 1 : 12.500, dan peme taan kemampuan tanah untuk pertanian seluas 89,81 juta ha de ngan skala 1 : 100.000 sampai 1 : 12.500. Di samping itu da lam periode yang sama telah dapat diselesaikan juga pemetaan
penggunaan tanah kota di 361 kota kabupaten/kotamadya dengan
skala 1 : 10.000 dan 90 kota dengan skala 1 : 5.000. Selama
Repelita II dan III pemetaan penggunaan tanah kota kecamatan
diselesaikan sebanyak
568
kota
kecamatan dengan skala
1 : 5.000.
Sedang dalam tahun 1984/85 pemetaan penggunaan tanah desa
meliputi areal seluas 9,36 juta ha dengan skala 1 : 50.000
sampai 1 : 1.000, pemetaan kemampuan tanah untuk pertanian
seluas 1,12 juta ha dengan skala 1 : 25.000 dan pemetaan
penggunaan tanah kota
di
41 kota dengan skala 1 : 5.000
serta pemetaan penggunaan tanah kota kecamatan sebanyak 214
kota kecamatan berskala 1 : 5.000.
Kegiatan lainnya meliputi pengukuran dan pemetaan skala
besar yang meliputi pemetaan topografi, penggunaan tanah, ke mampuan tanah, gambaran umum status tanah, kerapatan pohon,
analisa tata guna tanah, yang kesemuanya dilaksanakan dalam
rangka menunjang program transmigrasi. Dalam Repelita II dan
III telah dapat diselesaikan pengukuran dan pemetaan tata gu na tanah daerah transmigrasi seluas kurang lebih 2,88 juta ha
yang tersebar di 18 propinsi dengan skala 1 : 5.000. Sedang
dalam tahun 1984/85 dapat diselesaikan pengukuran dan pemetaan tata guna tanah daerah transmigrasi seluas , 401.902 ha dengan skala yang sama.
f.

Inventarisasi dan penatagunaan sumber daya alam dan peme taan ekosistem.

Dalam periode Repelita III telah dilaksanakan survai sumber daya regional untuk memperoleh informasi mengenai sumber
daya tanah, hutan, iklim dan kependudukan di Sumatera dan Su lawesi. Kegiatan ini merupakan realisasi sasaran yang dikem bangkan dalam Repelita III dan akan terus dikembangkan dalam
Repelita IV. Seluruh informasi yang diperoleh telah disusun
dalam suatu sistem informasi sumber daya alam. Keseluruhan
informasi sumber daya alam ini telah pula dihimpun dalam
atlas sumber daya nasional.
Pelaksanaan inventarisasi
udara dengan penginderaan jauh

II/18

hutan ditempuh melalui survai


multi stage " dengan mengguna-

"

kan citra satelit dan penafsiran potret udara dengan berbagai


skala, diikuti dengan survai lapangan dan inventarisasi terrestris, atau pengumpulan data secara langsung di lapangan,
dengan berbagai metode sesuai dengan kebutuhan data dan informasi yang diinginkan. Sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan Kehutanan dalam Repelita I, II dan III, khususnya dalam
rangka peningkatan produksi hasil hutan, maka kegiatan ini
dititik beratkan pada survai lapangan dan survai udara.
Inventarisasi hutan melalui survai lapangan yang dilaksanakan dalam Repelita I telah mencapai areal seluas 32,83 juta
ha, dalam Repelita II mencapai 27,74 juta ha dan kemudian dalam Repelita III mencapai 19,97 juta ha. Pelaksanaan inventa risasi melalui survai udara dalam Repelita I mencakup areal
seluas 22,50 juts ha, Repelita II mencapai 22,69 juta ha dan
Repelita III 5,03 juta ha.

Kegiatan inventarisasi hutan melalui penafsiran potret


udara dengan skala 1 : 100.000 baru dimulai dalam Repelita II
dan meliputi areal seluas 18.960.000 ha. Dalam Repelita III
kegiatan tersebut meningkat: untuk skala 1 : 100.000 mencapai
33.700.000 ha, untuk skala 1 : 60.000 mencapai 136.854 ha dan
untuk skala 1 : 20.000 mencapai 2.200.000 ha. Kegiatan inventarisasi hutan melalui penafsiran citra satelit baru dimulai
ada Repelita III dengan luas 17.200.000 ha.
Sasaran kegiatan inventarisasi hutan yang akan diselesaikan dalam Repelita IV adalah 95 juta ha. Dalam tahun 1984/85
kegiatan inventarisasi hutan seluas 22 juta ha telah diselesaikan.
Dalam Repelita III pemantapan hasil tataguna hutan kesepakatan (indikatif) dan Penatagunaan Hutan (Definitif) telah
dilaksanakan di 22 propinsi di luar P. Jawa. Usaha itu dilaksanakan dengan penataan batas luar kawasan hutan tetap sepan jang 80.000 km dan batas fungsinya sepanjang 105.000 km. Dalam tahun 1984/85 telah dilaksanakan penataan batas luar kawasan hutan sepanjang 5,39 ribu km.
Inventarisasi dan eksplorasi mineral logam, mineral bukan
logam dan batubara di negara kits telah banyak dilakukan di
berbagai tempat. Beberapa jenis mineral telah ditemukan, misalnya, tembaga, timbal, sang, perak, emas, timah, air raksa,
besi, khromit, wolfrom, mangan, tufit, pirofilit. Demikian
pula eksplorasi batubara telah dilaksanakan di daerah Ombilin,
Bukit Asam dan Kalimantan Timur. Hasil eksplorasi tersebut
menunjukkan bahwa cadangan batubara Ombilin adalah sekitar

II/19

78,9 juta ton, cadangan batubara Bukit Asam berjumlah sekitar


511,5 juta ton, dan cadangan batubara daerah Kalimantan Timur
yang dihitung sampai kedalaman 300 m berjumlah lebih kurang
800 juta ton.
g.

Pendidikan dan Latihan, Penelitian dan Teknologi

Guna meningkatkan produktivitas pemetaan dasar, dalam


periode Repelita III telah dididik 248 orang tenaga ahli foto grammetri dan kartografi dan 92 orang tenaga teknisi yang te rampil. Dalam tahun 1984/85 telah dididik sebanyak 29 tenaga
teknisi. Dengan tambahan tenaga sebanyak itu diharapkan dalam
Repelita IV pembuatan peta dapat ditingkatkan.
Kegiatan penelitian di bidang kehutanan dalam rangka menunjang inventarisasi dan tata guna hutan sampai saat ini te lah menghasilkan berbagai data di bidang kehutanan. Antara
lain telah diperoleh berbagai. informasi mengenai jenis pohon
ekspor dan mengenai berbagai jenis tanaman yang cocok untuk
reboisasi, penghijauan dan rehabilitasi padang alang-alang.
Misalnya, dari 259 jenis botanis kayu perdagangan Indonesia
telah diteliti sifat-sifatnya secara lengkap sebanyak 150 jenis. Atas dasar data yang diperoleh, antara lain, telah disu sun sejumlah pedoman untuk mengenai berbagai jenis pohon ekspor.
Penelitian mengenai kesuburan dan produktivitas tanah ser ta
konservasi tanah dan air yang dilakukan telah mengungkap kan bahwa banyak lahan yang disediakan untuk perluasan areal
pertanian ternyata merupakan tanah-tanah masam, miskin hara
dan tanah tererosi. Penelitian yang lain telah dapat membantu
mendapatkan teknologi usaha tani sederhana yang mampu meningkatkan hasil dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan
tingkat biaya yang sesuai dengan kemampuan petani.
Dalam Repelita III telah diadakan penelitian geologik me ngenai sumber daya mineral dan air tanah serta potensi panas
bumi untuk memperoleh gambaran tentang deposit, volume, garis
potensi cadangan dan lokasinya. Di samping telah diadakan penelitian geologik tentang tata kota dan tata daerah dengan
tujuan mempelajari kemungkinan pemanfaatan sumber-sumber daya
alam yang tersedia. Penelitian itu juga dimaksudkan untuk menemukan jalan guna menghindari akibat negatif di daerah penggaliannya dalam rangka perencanaan pengembangan daerah. Selanjutnya, telah dilakukan pula penelitian geofisika kelautan di
wilayah Barat perairan Indonesia, yang tujuannya mencari en dapan mineral timah dan mineral berat lainnya. Tambahan pula

II/20

selama Repelita III juga telah dilaksanakan penelitian geofisika di Sumatera, meliputi areal seluas 9.691 km2, areal tersebut telah dipetakan dengan skala 1 : 500.000.
Dalam Repelita III berbagai penelitian hidrogeologik dan
konservasi air tanah telah dilakukan dalam rangka melayani
dan menjamin kelestarian potensi air tanah untuk suatu kota
dan atau daerah pemukiman. Kegiatan ini mencakup kegiatan pemetaan hidrogeologik bersistem, evaluasi potensi air tanah
dan pengembangan kemampuan konservasinya.
2. Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air
Program ini mencakup
perbaikan, pengaturan dan
Pembinaan dan pembangunan
dan penyelamatan flora dan
a.

usaha-usaha penghijauan, reboisasi


pengembangan wilayah sungai, serta
kawasan konservasi sumber daya alam
fauna langka.

Penghijauan

Dalam tahun ke lima Repelita I usaha penghijauan dilakukan di 17 propinsi dan meliputi 25 Daerah Aliran Sungai dan
mencakup areal seluas 94,02 ribu ha, sedang dalam Repelita I
seluruhnya mencakup areal seluas 455,40 ribu ha.
Usaha penghijauan dalam tahun 1978/79 dilaksanakan di 19
propinsi, meliputi 143 kabupaten, 1.001 kecamatan, dan 33
Daerah Aliran Sungai yang mencakup areal seluas 596,55 ribu
ha. Dalam Repelita II usaha ini mencapai areal seluas 437,19
ribu ha.
Dalam tahun 1982/83 usaha penghijauan dilaksanakan di 21
propinsi, meliputi 35 DAS, 164 kabupaten, 1.350 kecamatan,
dan mencakup areal seluas 378,58 ribu ha. Pembangunan dam pengendali dan petak percontohan dalam tahun itu masing-masing
mencapai jumlah 722 buah dan 790 unit.
Dalam tahun 1983/84 kegiatan penghijauan dilaksanakan di
21 propinsi, 166 kabupaten, 1.456 kecamatan dan meliputi 35
DAS yang mencakup areal seluas 260,24 ribu ha. Pembangunan
dam pengendali dan petak percontohan dalam tahun 1983/84 juga
meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu masing-masing menjadi
971 buah dan 1.068 unit. Usaha penghijauan dalam Repelita III
seluruhnya mencakup areal seluas 1,38 juta ha.
Dalam tahun 1984/85 usaha penghijauan dilaksanakan di 21
propinsi, meliputi 160 kabupaten, 1.060 kecamatan dan 34 DAS,

II/21

dan mencakup areal seluas 177,81 ribu ha. Pembangunan dam pengendali dan unit percontohan dalam tahun itu masing-masing
mencapai sebanyak 383 buah dan 754 unit. Pembangunan hutan
rakyat dan kebun rakyat dalam tahun tersebut mencapai 12,35
ribu ha. Hasil upaya tahunan kegiatan-kegiatan tersebut dapat
dilihat pada Tabel II - 1 sampai dengan Tabel II - 6.
Dalam tahun pertama Repelita IV usaha penghijauan yang
berupa kegiatan pembuatan tanaman 400 batang/ha, pembuatan
terasering (guludan) dan pembuatan saluran pembuang air dikembangkan sebagai upaya masyarakat secara mandiri melalui pola
penyuluhan dan insentif.
Sebagaimana tampak dari Tabel II - 7, penghijauan yang
telah dilaksanakan sejak permulaan Repelita I sampai dengan
tahun pertama Repelita IV berjumlah 2.450,49 ribu ha. Dari
jumlah itu 455,40 ribu ha merupakan hasil penghijauan dalam
Repelita
I, 437,19 ribu ha hasil penghijauan dalam Repelita
II, dan 1.380,09 ribu ha hasil selama Repelita III. Sedang
hasil penghijauan dalam tahun pertama Repelita IV mencakup
areal seluas 177,81 ribu ha.
b.

Reboisasi

Dalam tahun 1973/74 kegiatan reboisasi dilakukan di 26


Daerah Aliran Sungai dan meliputi 18 propinsi dan meliputi
areal seluas 27,18 ribu ha. Realisasi dalam Repelita I seluruhnya mencapai 120,99 ribu ha.
Dalam tahun 1978/79 kegiatan reboisasi dilakukan di 18
propinsi dan meliputi 89 KPH dan 26 DAS dan meliputi areal
seluas 237,32 ribu ha. Realisasi seluruhnya dalam Repelita II
mencapai 458,99 ribu ha.
Pada tahun 1983/84 kegiatan reboisasi dilaksanakan di 19
propinsi, meliputi 86 KPH
dan 27 DAS yang mencakup areal seluas 37,78 ribu ha. Dalam Repelita III seluruhnya mencapai
489,59 ribu ha.
Dalam tahun 1984/85 kegiatan reboisasi dilaksanakan di 17
propinsi, 58 KPH dan 196 BKPH. Reboisasi dalam tahun itu meliputi 24 DAS yang mencakup areal seluas 75,43 ribu ha. Hasil
pelaksanaan reboisasi tahunan dapat diteliti pada Tabel II-8.
Sejak permulaan Repelita I sampai tahun pertama Repelita
IV seluruh upaya reboisasi mencapai luas 1.069,57 ribu ha,

II/22

TABEL II - 1
HASIL PELAKSANAAN PENGHIJAUAN MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1973/74 - 1984/85
(luas areal dalam ha)
No.

Daerah Tingkat I

1973/74
1978/79
(Akhir Re- (Akhir Repelita I) pelita II)

1982/83

1983/841)
(Akhir Repelita III)

1984/852)

2. Sumatera Utara

3.700

24.525

434
8.624

347
5.709

4.480
13.180

3. Sumatera Barat

2.560

20.000

10.858

6.764

2.880

1.650

992

2.000

300

622

327

2.848

1.000

649

32.849

3.583

4.800

1.380

1.980

2.796

2.520

3.060
12.420

4.989
119.252

1.650
43.843

9.906
59.386

5.300
32.300

10. Jawa Tengah


11. D.I. Yogyakarta

23.457
8.140

91.999
24.300

83.306
16.100

72.557
15.625

29.410
3.420

12. Jawa Timur

22.056

93.934

72.340

55.667

29.080

13.756

5.764

465

600

171

2.660

6.392

4.250

4.240

15. Sulawesi Utara

1.270

15.270

60

3.620

16. Kalimantan Tengah

1.600

10.205

5.455

1.170

3.310

17. Sulawesi Selatan

5.540

73.712

51.712

10.626

17.060

1.

Daerah Istimewa Aceh

4. R i a u
5. J a m b i
6. Sumatera Selatan
7. Bengkulu
8. Lampung
9. Jawa Beret

13. Kalimantan Barat


14. Kalimantan Selatan

11.859

12.390

3.260

19. B a 1 i

1.320

25.617

7.676

13.924

2.690

20. Nusa Tenggara Barat

3.400

13.900

10.923

9.420

21. Nusa Tenggara Timur

3.000

15.120

32.696

3.240

94.023

596.549

378.579

260.236

177.810

18. Sulawesi Tenggara

Jumlah :
1)
2)

Angka diperbaiki
Angka sementara

II/23

TABEL II - 2
HASIL PELAKSANAAN AREAL DAMPAK PETAK PERCONTOHAN,
1982/83 - 1984/85
(ha)

No.

Daerah Tingkat I/
Propinsi

1982/83

1983/84

1984/85 *)

2. Sumatera Utara

270

80

3. R i a u

240

4. Sumatera Barat

130

30

560

5. J a m b i

50

100

400

6. Bengkulu

60

880

7. Sumatera Selatan

1.840

190

300

1.600

1. Daerah Istimewa Aceh

8. Lampung
9. Jawa Barat
10. Jawa Tengah
11. D.I. Yogyakarta
12. Jawa Timur
13. Kalimantan Barat

960
1.760
1.200

880

1.510

13.600

1.400

1.640

13.920

360

400

1.040

1.000

420

8.960

540

200

480

280

16. Kalimantan Timur

17. Sulawesi Utara

1.440

18. Sulawesi Tengah

260

60

1.280

19. Sulawesi Selatan

560

70

2.000

20. Sulawesi Tenggara

290

21. B a l i

260

240

22. Nusa Tenggara Barat

380

23. Nusa Tenggara Timur

230

14. Kalimantan Tengah


15. Kalimantan Selatan

Jumlah

*) Angka sementara

II/24

7.380

5.050

2.400
-

1.440
1.280
3.040
880

60.960

TABEL II - 3
HASIL PELAKSANAAN AREAL TANGKAPAN DAM PENGENDALI,
1982/83 - 1984/85
(ha)

No

Daerah Tingkat I/
Propinsi

1. Daerah Istimewa Aceh


2. Sumatera Utara
3. R i a u
4. Sumatera Barat
5. J a m b i

1982/83

1983/84

1984/85 *)

1.000

183

2.500

12.500

4.222

6.250

500

991

500

1.500

127

2.250

578

500

6. Bengkulu

1.250

1.500

7. Sumatera Selatan

2.000

2.500

8. Lampung

9.500

7.156

3.500

9. Jawa Barat

26.000

26.030

17.000

10. Jawa Tengah

23.000

21.716

13.750

6.250

5.750

2.250

33.000

18.953

19.000

13. Kalimantan Barat

14. Kalimantan Tengah

15. Kalimantan Selatan

1.250

16. Kalimantan Timur

17. Sulawesi Utara

2.000

18. Sulawesi Tengah

1.750

1.045

1.750

19. Sulawesi Selatan

15.000

6.433

8.250

2.500

1.500

1.276

1.250

22. Nusa Tenggara Barat

11.250

6.000

23. Nusa Tenggara Timur

5.750

2.250

152.750

94.460

95.750

11. D.I. Yogyakarta


12. Jawa Timur

20. Sulawesi Tenggara


21. B a l i

Jumlah

*) Angka sementara

II/25

TABEL II - 4
HASIL PELAKSANAAN HUTAN RAKYAT,
1982/83 - 1984/85
(ha)

No.

Daerah Tingkat I/
Propinsi

1. Daerah Istimewa Aceh


2. Sumatera Utara
3. R i a u

1982/83

11.735
-

4. Sumatera Barat

1983/84

1984/851)

900

1.227

4.950

9.534

6.421

5. J a m b i

41

594

6. Bengkulu

1,000

7. Sumatera Selatan

1.699

8. Lampung

1.450

9. Jawa Barat

7.746

9.774

10. Jawa Tengah

5.474

5.031

11. D.I. Yogyakarta


12. Jawa Timur
13. Kalimantan Barat
14. Kalimantan Tengah
15. Kalimantan Selatan

13.384

3.264

3.036

265

1.177

16. Kalimantan Timur

17. Sulawesi Utara

18. Sulawesi Tengah

65

220

6.500
-

19. Sulawesi Selatan

5.655

20. Sulawesi Tenggara

1.555

328

880

21. B a 1 i
22. Nusa Tenggara Barat

3.167

23. Nusa Tenggara Timur

230

65.761

29.191

12.350

Jumlah :

1) Angka Sementara

II/26

TABEL II - 5
PEMBUATAN PETAK PERCONTOHAN/DEMPLOT PENGAWETAN TANAH
DAN USAHA PERTANIAN MENETAP MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1982/83 - 1984/85
(unit)

NO.

Daerah Tingkat I/
Propinsi

1982/83

1983/84

1984/851)

1. Daerah Istimewa Aceh


2. Sumatera Utara

41

65

22

3. R i a u

14

15

15

4. Sumatera Barat

25

25

10

36

34

23

5. J a m b i
6. Sumatera Selatan
7. Bengkulu
8. Lampung
9. Jawa Barat
10. Jawa Tengah
11. D.I. Yogyakarta
12. Jawa Timur
13. Kalimantan Barat

12

12

20

30

20

88

188

170

140

165

174

36

40

13

124

153

112

28

51

14. Kalimantan Selatan

14

24

30

15. Sulawesi Utara

20

26

18

16. Sulawesi Tengah

26

15

16

17. Sulawesi Selatan

54

92

25

18. Sulawesi Tenggara


19. B a l i

20

24

18

26

24

16

20. Nusa Tenggara Barat

40

40

38

21. Nusa Tenggara Timur

24

35

11

790

1.068

754

Jumlah :

1) Angka sementara

II/27

TABEL II - 6
PEMBUATAN DAM PENGENDALI MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1978/79 - 1984/85
(buah)

No.

Daerah Tingkat I/
Propinsi

1978/79

1982/83

1983/84

1984/85*)

10

2. Sumatera Utara

50

79

25

3. Sumatera Barat

18

4. R i a u

12

5. J a m b i

6. Sumatera Selatan

21

25

10

7. Bengkulu

13

8. Lampung

38

44

14

9. Jawa Barat

104

143

68

10. Jawa Tengah

110

158

55

1. Daerah Istimewa Aceh

11. D.I. Yogyakarta

25

25

12. Jawa Timur

143

168

76

13. Kalimantan Selatan

10

14. Sulawesi Utara

17

20

15. Sulawesi Tengah

15

16. Sulawesi Selatan

8
99

113

33

17. Sulawesi Tenggara

10

13

18. B a l i

13

19. Nusa Tenggara Barat

45

50

24

20. Nusa Tenggara Timur

34

43

10

722

971

383

Jumlah :

*) Angka sementara

II/28

TABEL II - 7
PERKEMBANGAN KEADAAN HASIL PENGHIJAUAN,
1973/74 - 1984/85 *)
(ha)
No.

Daerah Tingkat
I/Propinsi

1. Daerah Istimewa Aceh

1973/74
1978/79
(Akhir Re- (Akhir Repelita I) pelita II)

1982/83

1983/841)
(Akhir Repelita III)

1984/852)

220

6.840

7.511

2.197

6.677

2. Sumatera Utara

8.750

45.377

126.671

174.192

187.372

3. Sumatera Barat

6.005

9.449
930

35.107
6.023

36.034

38.914

7.533

9.533

300

616

8.658

11.241

12.241

6. Sumatera Selatan

6.816

26.551

49.155

44.828

49.628

7. Bengkulu

2.550

1.135

5.688

8.158

10.678

8. Lampung

12.460

9.254

25.998

42.676

47.976

9. Java Barat

97.070

287.119

444.225

435.053

467.353

10. Jawa Tengah

4. R i a u
5.

J a m b i

125.000

194.886

395.668

502.494

531.904

11. D.I. Yogyakarta

37.700

21.641

74.388

108.336

111.756

12. Java Timur

91.511

137.049

323.845

382.884

411.964

9.036

27.716

23.879

24.479

171

2.897

9.469

11.640

15.880

23.879
7.686

40.430

41.699

45.319

16. Sulawesi Tengah

3.470
3.400

22.547

23.335

26.645

17. Sulawesi Selatan

27.540

67.881

203.723

196.549

213.609

13. Kalimantan Barat


14. Kalimantan Selatan
15. Sulawesi Utara

18. Sulawesi Tenggara

7.846

40.555

43.929

47.189

9.636

17.609

52.439

55.152

57.842

20. Nusa Tenggara Barat

11.366

599

30.543

49.418

58.838

20. Nusa Tenggara Timur

11.430

14.309

69.849

71.448

74.688

455.395

892.589

2.000.208

2.272.675

2.450.485

19. B a 1 i

Jumlah :

*) Angka kumulatif
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara

II/29

GRAFIK II - 1
PERKEMBANGAN KEADAAN HASIL PENGHIJAUAN
1973/74 - 1984/85

II/30

TABEL II 8
HASIL PELAKSANAAN USAHA REBOISASI MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1973/74 - 1984/85
(luas areal dalam ha)

No.

Daerah Tingkat
I/Propinsi

1. Daerah Istimewa Aceh

1973/74
1978/79
(Akhir Re- (Akhir Repelita I) pelita II)

1982/83

1983/841)
(Akhir Repelita III)

1984/852)

283

744

1.550

2. Sumatera Utara

3.023

24.063

9.888

1.602

7.600

3. Sumatera Barat

400

3.235
-

2.960

5.000

2.900
615

4.500

5. J a m b i

100

2.000

6. Sumatera Selatan

417

25.113

4.226

3.100

7. Bengkulu

300

300

8. Lampung

500

6.100

12.309

9.370

22.270

9. Java Barat

9.309

44.479

37.044

23.390

20.349

10. Jawa Tengah

2.404

869

1.102

1.000

450

500

4. R i a u

11. D.I. Yogyakarta


12. Java Timur
13. Kalimantan Barat
14. Kalimantan Selatan

4.000

256

23.765

13.807

500

15.160

1.500

125
550

19.800
17.635

2.096

3.155

25.904

12.879

18. Sulawesi Tenggara

337

14.844

4.933

19. B a 1 i

500

5.000

748

725

20. Nusa Tenggara Barat

588

5.340

4.484

4.755

21. Nusa Tenggara Timur

350

3.214

11.901

3.085

27.183

237.317

119.594

37.777

75.434

15. Sulawesi Utara


16. Sulawesi Tengah
17. Sulawesi Selatan

Jumlah :

1)

Angka diperbaiki

2)

Angka sementara

II/31

120,99 ribu ha diantaranya merupakan hasil reboisasi Repelita


I, 458,99 ribu ha hasil reboisasi dalam Repelita II, dan
489.59 ribu ha merupakan hasil Repelita III. Seluruh hasil
reboisasi tersebut di atas ini dapat dilihat pada Tabel I I - 9 .
Usaha reboisasi yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha
pemegang Hak Pengusahaan Hutan dalam tahun 1978/79 hanya mencapai 1,48 ribu ha, dan dalam
tahun 1979/80 hanya 800 ha.
Usaha itu sampai dengan tahun 1983/84 seluruhnya hanya mencapai
kurang lebih 25,00 ribu ha,
atau kurang dari 1 persen dari
luas tebangannya. Dalam tahun 1984/85 usaha tersebut mencapai
luas 14,00 ribu ha.
Kegiatan reboisasi dan rehabilitasi di areal pengusahaan
hutan yang dilaksanakan dalam Repelita III belum berjalan
baik karena beberapa hal.
Diantaranya kesulitan
dalam
pengadaan benih dan bibit, kurangnya penguasaan teknik reboisasi
dan kurangnya tenaga terampil
di
kalangan
pemegang
Hak
Pengusahaan Hutan.
Usaha menangani masalah-masalah tersebut terus dilaksanakan sejalan dengan usaha penanganan masalah HPH secara menyeluruh. Sebagai salah satu upaya perbaikan dalam menangani masalah itu telah di keluarkan Keputusan Presiden No. 35 Tahun
1980 tentang simpanan wajib reboisasi/rehabilitasi areal HPH,
yang menentukan pemungutan dana sebesar US $ 4 untuk setiap
m3 kayu yang diproduksi sebagai dana jaminan pelaksanaan reboisasi di areal HPH yang bersangkutan.
Sebagai usaha lain dalam rangka mengatasi masalah tersebut di atas, mulai tahun pertama Repelita IV diadakan tenaga
petugas
lapangan
reboisasi dalam areal HPH. Di samping itu
sejak tahun itu pula diadakan perbaikan dalam penyelenggaraannya dan dalam sistem pengawasannya di daerah-daerah.
Dalam rangka menunjang pelaksanaan penghijauan dan reboisasi, melalui Inpres penghijauan dan reboisasi, sejak tahun
1978/79 sampai tahun
1984/85 telah dipekerjakan sejumlah
5.578 orang petugas lapangan penghijauan, 1.644 orang petugas
lapangan reboisasi dan 174 orang petugas khusus penghijauan.
Mereka itu ditempatkan
di kabupaten-kabupaten yang
ada
kegiatan penghijauannya. Petugas-petugas tersebut di atas telah
memperoleh latihan-latihan yang dilaksanakan secara khusus dan
setiap tahun keterampilan mereka ditingkatkan melalui penataran dan kursus. Perkembangan jumlah petugas lapangan penghijauan dan petugas lapangan reboisasi dapat
dilihat
pada
Tabel II - 10.
II/32

TABEL II - 9
PERKEMBANGAN KEADAAN HASIL REBOISASI,
1973/74 - 1984/85 )
(luas areal dalam ha)
No.

Daerah Tingkat
I/Propinsi

1. Daerah Istimewa Aceh

1973/74
1978/79
(Akhir Re- (Akhir Repelita I) pelita II)

1982/83

1983/841)
(Akhir Repelita III)

1984/852)

53

9.227

11.358

5.653

5.653

2. Sumatera Utara

12.222

59.614

103.655

128.503

128.503

3. Sumatera Barat

1.699

10.336
1.830

16.444
2.470

39.531

39.531

1.090

1.090

214

1.200

1.502

1.716

1.716

2.029

26.003

65.960

73.694

73.694

4. R i a u
5. J a m b i
6. Sumatera Selatan
7. Bengkulu

949

592

2.548

3.032

3.032

2.305

15.809

40.129

49.819

49.819

9. Java Barat

46.859

216.648

367.463

347.330

347.330

10. Jawa Tengah

10.215

63.298

63.298

47.691

47.691

5.104

3.517

6.574

12.121

12.121

15.061

35.698

35.698

32.915

32.915

344

11.222

39.202

43.246

43.246

5.467

10.514

9.075

9.075

15.286
22.424

34.620

40.634

40.634

16. Sulawesi Tengah

905
2.368

31.985

34.471

34.471

17. Sulawesi Selatan

11.717

40.115

77.412

86.739

86.739

18. Sulawesi Tenggara

1.647

24.053

47.331

48.528

48.528

19. B a 1 i

2.939

6.939

8.686

12.241

12.241

20. Nusa Tenggara Barat

2.591

2.045

13.517

29.844

29.844

21. Nusa Tenggara Timur

1.770

8.655

34.532

21.697

21.697

120.991

579.978

1.014.898

1.069.570

1.069.570

8. Lampung

11. D.I. Yogyakarta


12. Java Timur
13. Kalimantan Barat
14. Kalimantan Selatan
15. Sulawesi Utara

Jumlah :

1)
2)
*)

Angka diperbaiki
Angka sementara
Angka kumulatif

II/33

GRAFIK II - 2
PERKEMBANGAN KEADAAN HASIL REBOISASI
1973/74 - 1984/85

II/34

TABEL II - 10
JUMLAH PETUGAS LAPANGAN PENGHIJAUAN (PLP) DAN PETUGAS
LAPANGAN REBOISASI (PLR) MENURUT DAERAH TINGKAT I ,
1978/79 - 1984/85
No

Daerah Tingkat I/
Propinsi

1.

Daerah Istimewa Aceh

2.
3.
4.
5.
6.

Sumatera Utara
Sumatera Barat
R i a u
J a m b i
Sumatera Selatan

7.
8.

Bengkulu
Lampung

1978/79
PLP

106
69

1982/83

PLR

PLP

PLR

PLP

PLR

15
81

34
450
58
143
54
302

39
181
6
45
5
116

30
451
151
101
54
283

37
180
6
45
5
142

36
433
101
151
46
283

37
180
6
45
5
142

l0
28

1
2

38
122

15
187

60
122

25
205

56
122

25
205

30

675

63

707

63

748

63

709
142

10

725
138

10

827
138

10

47
42
140
117
289
118

755
140
95
190
88
83
198
122

47
42
140
117
288
118
7

224
242

69
98

5.578

1.644

9.

Java Barat

550

Jawa Tengah

11.

D.I. Yogyakarta

516
104

12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Java Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
B a 1 I
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur

456
24
12
54
44
339
43
126
58
50

1
2
10.
3
10

2.685

1)
2)

PLR

1984/852)

5
14
2
2
2
10

10.

Jumlah :

PLP

1983/841)

66
42
140
117

11
3
4
3

748
134
70
196
89
758
198
156
214
24o

122

5.530

1.628

296
119
7
72
102

755
132
95
194
90
750,
198
122
224
242

7
69
98

5.624

1.645

Angka diperbaiki
Angka sementara

II/35

c.

Perbaikan, pengaturan dan pengembangan wilayah sungai

Perbaikan, pengaturan dan pengembangan wilayah sungai meliputi kegiatan (1) perbaikan dan pemeliharaan sungai, ( 2 )
perbaikan dan pengaturan sungai, ( 3 ) penanggulangan akibat
bencana alam gunung berapi, dan ( 4 ) pengembangan wilayah sungai.
Selama periode 1945 - 1968 kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian banjir terbatas pada pemeliharaan
bangunan-bangunan yang sudah ada dan pelaksanaan pembangunan
waduk serbaguna Selorejo, Karangkates dan Jatiluhur.
Dalam tahun 1973/74 kegiatan-kegiatan tersebut di atas
dilaksanakan di 20 propinsi.
Luas areal yang diamankan meliputi 41,71 ribu ha. Selama Repelita I luas areal yang diamankan mencapai 289,07 ribu ha.
Dalam tahun 1978/79 kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan di 10 propinsi. Luas areal yang diamankan mencapai 62,06
ribu ha. Dalam Repelita II luas areal yang diamankan mencapai
434,52 ribu ha.
Tahun 1983/84 kegiatan-kegiatan pengendalian sungai dilaksanakan di 19 propinsi dengan luas areal yang diamankan mencapai 6 3 , 7 5 ribu ha. Sedangkan luas areal yang diamankan selama Repelita III mencapai 587,10 ribu ha.
Pada tahun 1984/85 kegiatan-kegiatan perbaikan, pengaturan dan pengembangan wilayah sungai dilaksanakan. Di 12 propinsi, dan areal yang diamankan mencapai 24,87 ribu ha.
Sejak Repelita I hingga saat ini kegiatan-kegiatan dalam
pengembangan wilayah sungai yang dikelola secara khusus dilakukan di Citanduy-Cisanggarung, Cimanuk, Bengawan Solo, Pema li Corral, Arakundo, Wampu, Ular, Bah Bolon, Pengendalian banjir Jakarta, dan Kali Brantas.
Untuk menanggulangi bencana alam akibat gunung berapi,
terutama terhadap
bahaya banjir lahar dingin dari G. Merapi,
G. Kelud, G. Semeru, G. Agung, dan G. Galunggung, maka selama
Repelita I, II dan III dan pada tahun pertama Repelita IV te lah dilakukan pembuatan kantong-kantong pasir, dam pengendali
dan bangunan pengendali lainnya. Adapun bahaya banjir ditanggulangi dengan membangun waduk-waduk; di antaranya waduk Wonogiri yang telah berfungsi sejak Tahun 1981, waduk Wadaslin-

II/36

t a n g dan Kedung Ombo dewasa ini yang masih dalam tahap pelaksanaan, waduk Jatigede dan waduk Wonorejo, keduanya masih dalam tahap persiapan pembangunan.
Sebagai
hasil dari beberapa jenis kegiatan
tersebut di
atas seluruh daerah yang dapat diamankan dalam Repelita I
mencapai 289,07 ribu ha, dalam Repelita I I 434,52 ribu ha,
dan dalam Repelita I I I sekitar 587,10 ribu ha. Perincian luas
areal menurut propinsi dapat dilihat pada Tabel I I - 11.
d.

Pembinaan dan pembangunan kawasan konservasi


alam dan penyelamatan flora dan fauna langka.

sumber

daya

Usaha pelestarian sumber alam


dan
lingkungan hidup meliputi berbagai bentuk kegiatan konservasi sumber daya alam dan
lingkungan hidup. Berbagai kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan perlindungan atas proses ekologis esensial, mempertahankan keanekaragaman jenis sumber plasma nutfah dan ekosistemnya,
menjamin
kelestarian pemanfaatan sumber daya alam,
dan menanggulangi semua gangguan dan hambatan terhadap eksistensi sumber daya alam.
Kegiatan konservasi
di dalam kawasan hutan meliputi kegiatan pengalokasian, pengelolaan dan pembinaan hutan suaka
alam, hutan wisata dan taman nasional. Hutan suaka alam, hutan wisata dan
taman nasional masing-masing merupakan perwakilan type ekosistem, gejala alam, sumber plasma nutfah, keanekaragaman dan keunikan jenis flora dan fauna serta keindahan alam, baik di daratan maupun di perairan. Dalam rangka pengembangan pembinaan kawasan konservasi, sejak permulaan Repelita I kegiatan penetapan kawasan konservasi terus ditingkatkan. Pada akhir Repelita I
kegiatan
itu
telah mencapai
luas 1.626,16 ribu ha dan pada akhir
Repelita I I
mencapai
luas 6.265,07 ribu ha. Dalam Repelita I I I kegiatan ini terus
berkembang sehingga seluruhnya mencapai 12.193,73 ribu ha.

Sampai dengan tahun pertama Repelita IV telah ditunjuk


kawasan konservasi seluas 12.241,65 ribu ha, 5.928,66 ribu ha
di antaranya ditunjuk dalam mass Repelita I I I .
Selama Repelita I I I konsepsi pewakil ekosistem yang sudah
dikembangkan sejak Repelita I I lebih dikembangkan lagi. Berdasarkan
konsep tersebut beberapa kawasan konservasi sumber
daya alam dikembangkan menjadi Taman Nasional. Dengan adanya
Taman Nasional
maka sekaligus terangkumlah fungsi pencagaran
dan fungsi pelayanan langsung bagi masyarakat oleh kegiatan
konservasi yang dilaksanakan.

II/37

TABEL II - 11
PERKEMBANGAN HASIL PELAKSANAAN USAHA PENGENDALIAN SUNGAI, PENGEMBANGAN WILAYAH
DAN PENANGGULANGAN BENCANA ALAM MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1973/74 - 1984/85
(luas areal dalam ha)
1973/74
No.

Daerah Tingkat I/
Propinsi

1978/79

1983/84 1)

(Akhir Re- (Akhir Repelita I)

1982/83

(Akhir Re- 1984/85 2)

pelita II)

pelita III)

380

2.300

3.500

1.500

3.500

30.000

21.605

2 .520

900

125

1.215

1.665

919

4. R i a u

400

400

5.

295

400

400

7.400

9.900

650

650

720

400

1. Daerah Istimewa Aceh


2. Sumatera Utara
3. Sumatera Barat

J a m b i

6. Sumatera Selatan
7 Bengkulu
8. Lampung
9. Kalimantan Barat
10. Kalimantan Selatan

3.000

2.950

900

900

900

150

1.100

7.000

1.060

30

3.223

2.900

320

12. Kalimantan Tengah

1.505

555

13. DKI Jakarta

35

22.250

20.400

38.423

18.565

11.556

8.473

5.200

12.599

2.440

400

2.600

2.600

11. Kalimantan Timur

14. Jawa Barat


15. Jawa Tengah
16. D.I. Yogyakarta

1.800

22.040

2.188

1.565

18. Sulawesi Utara

200

1.000

880

1.300

19. Sulawesi Tengah

105

1.800

5.399

20. Sulawesi Selatan

750

5.100

22. B a l i

800

1.045

908

1.294

23. Nusa Tenggara Barat

100

400 1)

100

24. Nusa Tenggara Timur

60

200

400

75

17. Jaws Timur

21. Sulawesi Tenggara

25. Maluku
26. Timor Timur

110

27. Irian Jaya

Jumlah :

1)
2)

Angka diperbaiki
Angka sementara

II/38

41.713

62.063

121.005

63.750

24.869

Di dalam Taman Nasional terdapat keterpaduan antara fung si-fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis sumber plasma nutfah dan pelestarian kemanfaatan sumber daya alam. Di samping itu berbagai fungsi
Taman Nasional adalah seperti pariwisata, rekreasi, pengembangan kebudayaan, ilmu dan pengetahuan, dan, terlebih-lebih
bagi mereka yang bertempat tinggal di sekitar kawasan yang
bersangkutan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sampai dengan Repelita III telah berhasil ditetapkan 16
lokasi Taman Nasional dengan luas areal 4.626,51 ribu ha. Di
antaranya 5 Taman Nasional, yaitu Gunung Leuser, Ujung Kulon,
Gunung Gede, Pangrango, Baluran dan Komodo, telah ditetapkan
pada tanggal 16 Maret 1980 bertepatan dengan dicanangkannya
"
World Conservation Strategy " . Sedangkan 11 lokasi Taman Nasional lainnya, yaitu Kerinci Seblat, Bukit Barisan Selatan,
Kepulauan Seribu, Bromo Tengger-Semeru, Meru Betiri, Bali Barat, Kutai, Tanjung Puting, Dumoga Bone, Lore Lindu dan Manu sella, ditetapkan pada tanggal 14 Oktober 1982, bertepatan
dengan berlangsungnya Konggres Taman Nasional Sedunia Ke III
di Bali. Dalam tahun 1984/85 telah ditunjuk 3 taman nasional
yang baru dan diselesaikan pembangunan 2 taman nasional yaitu
Baluran dan Komodo. Perkembangan Taman Nasional sampai dengan
tahun 1984/85 dapat dilihat pada Tabel II - 12.
Dalam Tabel II - 12 terlihat bahwa khusus pada akhir Repelita III kegiatan penetapan hutan suaka alam dan hutan wi sata hanya meliputi areal yang kecil. Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahun 1983/84 terbatas pada identifikasi dan inventarisasi untuk lokasi yang akan ditetapkan kemudian, yaitu
di Maluku, pantai pulau Jawa, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara
Timur dan sebagainya.
Sampai akhir Repelita III terdapat 70 hutan wisata, de ngan lokasi tersebar di seluruh tanah air dan seluruhnya me liputi areal seluas 507,19 ribu ha. Ke 70 hutan wisata tersebut terdiri dart 54 Taman Wisata dengan areal seluas 172,79
ribu ha, 11 Taman Buru seluas 326,92 ribu ha, dan 5 Taman
Laut seluas 7,48 ribu ha.
Sampai akhir Repelita III, hutan lindung yang ditetapkan
sesuai dengan pola tata guna hutan kesepakatan telah meliputi
areal seluas 30.300,00 ribu ha. Dari areal itu seluas
10.600,00 ribu ha telah dikukuhkan, lokasinya tersebar di 686
tempat, dan di antaranya sebanyak 155 lokasi dengan luas
2.600,00 ribu ha telah ditentukan tata batasnya.

II/39

TABEL II - 12
PERKEMBANGAN HASIL PELAKSANAAN KAWASAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM*)
1973/74 - 1984/85

No.

FUNGSI KAWASAN

1973/74

1978/79

(Akhir Re-

(Akhir Re-

1983/84 1)

pelita I)

pelita II)

1982/83

(Akhir Re-

1984/85 2)

pelita III)

1. Cagar Alam
- unit
- luas (ha)

113

.138

144.625

3.553.535

174
6.781.173

174

177

6.781.173

6.826.703

2. Suaka Margasatwa
- unit
- luas (ha)
3.

- luas (ha)

66

66

66

4.905.357

4.905.357

4.905.357

20

52

54

55

64

35.036

171.573

172.794

175.194

Taman Buru
- unit
- luas (ha)

5.

38
2.444.433

Taman Wisata
- unit

4.

19
1.416.421

10

64.050

227.470

325.920

11
326.921

11
326.921

Taman Laut
- unit
- luas (ha)

1.000

4.600

7.480

5
7.480

5
7.480

Jumlah :
- unit
- luas (ha)
6.

1)
2)
*)

135

206

307

310

314

1.626.160

6.265.074

12.191.503

12.193.725

12.241.655

Taman Nasional
- unit

16

16

19

- luas (ha)

2.389.000

4.406.671

4.626.507

4.812.007

Angka diperbaiki
Angka sementara
Angka kumulatif

II/40

Dalam tahun 1984/85 telah ditunjuk 4 kawasan konservasi,


diantaranya seluas 47,93 ribu ha, yang terdiri dari Cagar Alam
Panua di Sulawesi Utara, seluas 45,50 ribu ha, Cagar Alam Pulau Dua di Jawa Barat, seluas 30 ha, dan Taman Wisata Tanjung
Keluang di Kalimantan Tengah seluas 2,40 ribu ha. Dengan demikian luas kawasan konservasi yang telah ditunjuk sampai dengan tahun 1984/85 telah mencapai 1 2 . 2 4 1 , 6 5 ribu ha.
Dalam rangka pelestarian jenis-jenis satwa yang tidak dilindungi, di masa lalu
telah diadakan penertiban perburuan
dengan jalan membentuk obyek olah raga dan wisata melalui penetapan Taman Buru. Sampai akhir Repelita III telah ditetapkan sebanyak 11 Taman Buru. Dalam rangka pengembangannya pada
tahun 1984/85 telah
dilakukan survai mengenai potensi satwa
buru di Pulau Moyo di propinsi Musa Tenggara Barat.
Dalam rangka perlindungan plasma nutfah yang dianggap terancam kepunahan, khususnya satwa, sejak periode sebelum Repelita I telah dilakukan upaya perlindungan yang diperlukan.
Upaya perlindungan satwa yang hampir punah tersebut dalam pelaksanaannya masih menemui berbagai hambatan. Walaupun demikian sampai akhir Repelita III satwa yang dilindungi telah
meliputi 5 2 1 jenis dan yang terbanyak adalah jenis burung
(Aves) dan mamalia.
Untuk menanggulangi gangguan satwa liar terhadap pemukiman penduduk dan perkebunan di sekitarnya, maka pada tahun
1984/85 telah dilaksanakan penggiringan satwa liar ke habitat
yang daya dukungnya lebih tinggi. Usaha tersebut antara lain
berupa penggiringan Gajah di Jambi, Lampung dan Aceh serta
operasi penggiringan Banteng di Leuweung Sancang di Garut.
3. Program Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup
Sebelum Repelita III pembinaan cumber alam dan lingkungan
hidup masih merupakan bagian dari kegiatan sektoral. Upaya
penanggulangan pencemaran lingkungan hidup baru dimulai dalam
Repelita III.
Selama Repelita III pelaksanaan Program Pembinaan Sumber
Alam dan Lingkungan Hidup telah menunjukkan kemajuan yang
berarti, baik dalam segi teknik pelaksanaan, kelembagaan,
peraturan perundang-undangan, maupun mengenai kesadaran lingkungan
masyarakat dan pengertian mengenai lingkungan di kalangan para pengusaha.

II/41

Beberapa peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 4


Tahun 1982 telah tersusun dalam bentuk Rancangan Peraturan
Pelaksanaan (RPP), seperti RPP ANDAL, dengan 11 pedomannya,
RPP pencemaran udara dan RPP pencemaran air.
Penanganan masalah lingkungan di daerah-daerah dilakukan
secara koordinatif antara instansi sektoral dan pusat studi
lingkungan diberbagai Perguruan Tinggi, antara Biro Bina Ke pendudukan dan Lingkungan Hidup di lingkungan Sekretariat Wilayah Daerah Propinsi Daerah Tingkat I dan Bappeda, dan antara instansi-instansi tersebut dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Pusat Studi Lingkungan (PSL) di , perguruan tinggi dikembangkan sebagai pusat pengembangan teknologi dan pusat pendidikan tenaga ahli dan tenaga terampil dalam bidang lingkungan
hidup. Sedangkan Biro Bina Kependudukan dan Lingkungan Hidup
merupakan wadah dan Koordinator operasional penanganan masalah lingkungan hidup di daerah. Lembaga ini kini telah ter bentuk di seluruh Propinsi. Demikian pula satuan-satuan kerja
dalam bidang-bidang lingkungan hidup di Bappeda tingkat I.
Dengan adanya jalur tersebut maka dewasa ini telah terdapat
rangkaian kegiatan yang saling mengisi antara pengembangan
keilmuan dan kelembagaan dan penerapan teknis penanganan ma salah lingkungan secara operasional di lapangan.
Pembangunan PSL telah berkembang dengan pesat. Dari 5 PSL
yang ada pada tahun 1979 , kini telah menjadi 34 PSL, dengan
lokasi yang tersebar diberbagai perguruan tinggi di beberapa
daerah. Pembangunan PSL ini diharapkan dapat membantu mengembangkan pengertian mengenai pembangunan berwawasan lingkungan,
baik dalam perencanaan dan pengelolaannya maupun dalam pengembangan ilmu dan teknologinya. Di samping itu PSL merupakan
rujukan bagi Lembaga Swadaya Masyarakat dalam mendapatkan teknologi, pendidikan dan latihan.
Selama pelaksanaan Repelita III, sampai dengan 1984/85
sebanyak 1.311 orang telah selesai mengikuti Kursus Dasar-Dasar ANDAL (Analisa Dampak Lingkungan). Pengikut kursus ini
berasal dari kalangan instansi-instansi Pemerintah, perusahaan Swasta dan Lembaga
Swadaya Masyarakat.
Kehadiran
tenaga-tenaga ini di berbagai kegiatan pembangunan telah me ningkatkan perhatian dalam penanganan masalah lingkungan hidup serta pemanfaatannya bagi pembangunan. Lulusan Kursus Penyusun ANDAL sejak 1983/84 sampai dengan 1984/85 telah berjumlah 97 orang. Sebagian dari para lulusan tersebut telah
melibatkan diri dalam penyusunan ANDAL mengenai berbagai proyek pembangunan di masing-masing instansinya, baik di Pusat

II/42

maupun di Daerah. Sedangkan sebagian lainnya telah aktip da lam evaluasi ANDAL proyek-proyek pembangunan. Selain itu jumlah tenaga PSL yang telah mencapai pendidikan tingkat S2 dan
S3 dalam bidang keahlian lingkungan telah mencapai 20 orang,
dan kini mereka telah aktif dalam pengembangan PSL di lingkungannya masing-masing.
Inventarisasi limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dalam Repelita III telah dilaksanakan di Jabotabek dan di Jawa
Timur. Selain itu, dalam rangka pemanfaatan sumber daya ener gi secara hemat dan bijaksana, telah pula dilakukan studi kebutuhan energi untuk beberapa jenis industri dasar, seperti
industri-industri semen, pupuk, baja, kertas, dan galas.
Dalam Repelita III dengan bekerjasama dengan PSL-PSL setempat telah dilaksanakan studi ANDAL mengenai beberapa pro yek pembangunan industri, seperti : pembangunan zona-zona industri di Lhok Seumawe, Lhok Nga, Indarung, Palembang, Cibinong, Bekasi-Krawang-Purwakarta, Cilegon, Tanggerang, Gresik,
Probolinggo, Tonassa dan Goa, serta Bontang. Studi ANDAL juga
telah diterapkan dalam pembangunan Bendungan, pembangunan daerah transmigrasi, pembangunan kelistrikan dan dalam pembangunan industri dasar, seperti semen, pupuk, industri minyak dan
gas, dan industri petrokimia pada umumnya.
Penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan telah
dilakukan secara bertahap dan makin efektif sejak awal Repelita III. Penanggulangan tersebut dilaksanakan dalam berbagai
bidang. Di bidang industri dilakukan terutama dalam industri
kunci atau industri dasar, seperti industri minyak dan gas,
industri baja, industri semen dan pupuk; dalam industri teks til, dalam industri pertanian,
seperti minyak kelapa sawit
dan kayu lapis; dan industri pertambangan. Di samping itu juga telah dilaksanakan penanggulangan terhadap pencemaran yang
ditimbulkan oleh limbah rumah tangga. Upaya-upaya tersebut
sudah dilakukan, antara lain, melalui rehabilitasi/ reklamasi
kawasan bekas pertambangan terbuka, melalui penerapan sistem
daur ulang, melalui netralisasi buangan limbah, dan melalui
pengembangan pemanfaatan limbah padat dari rumah tangga diperkotaan untuk pertanian.
Dalam Repelita III telah dapat disusun panduan mengenai
pencegahan dan penanggulangan pencemaran industri di lingkungan : (1) Industri yang tidak memerlukan ANDAL, (2) Industri
pulp dan Kertas, (3) Industri soda kaustik, (4) Industri ku-

II/43

lit, (5) Industri lapis listrik, (6) Industri Kapro Laktam,


(7) Industri pupuk petro, (8) Industri asam sulfat dan aluminium,
(9) Industri asam belerang dan tawas, (10) Industri
plat dan pipe galvani, (11) Industri pureterephtalic acid,
(12) Industri tekstil, (13) Industri fermentasi, dan (14) Industri pengalengan makanan. Dalam tahun 1984/85 telah dilakukan uji-coba beberapa peralatan penanggulangan limbah industri.
Kegiatan pemantauan dan penilaian mutu lingkungan hidup
telah dilakukan dan akan dikembangkan terus di wilayah-wilayah
Jabotabek,
Gerbangkertasusila,
Bandung-Raya,
Cirebon,
Yogyakarta, Medan Rays, Denpasar, Ujung Pandang, Pontianak,
Palembang, di beberapa daerah aliran sungai (DAS), seperti
Ciliwung-Cisadane, Citarum, Cimanuk, Bengawan Solo, Brantas,
Musi, Kapuas, dan di beberapa daerah pesisir dan lautan, seperti Teluk Jakarta, Selat Madura, Laut Jawa, Selat Bangka,
Teluk Ambon, dan selat Malaka. Di samping itu telah dilakukan
pula pengkajian lingkungan di 55 lokasi areal Hak Pengusahaan
Hutan (HPH) di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Sumber alam laut yang mencakup perairan pantai dan pesisir, perairan terumbu karang (coral reef), dan perairan zona
ekonomi ekslusif, merupakan sumber alam yang belum dikembangkan secara optimal. Padahal sumber-sumber tersebut merupakan
sumber alam perairan yang sangat kaya. Dalam Repelita III telah dilakukan berbagai studi kegiatan untuk pelestarian dan
pemanfaatan sumber-sumber alam tersebut. Laporan-laporan hasil
studi tersebut meliputi antara lain : penelitian ekologik dan
pengelolaan lingkungan hutan payau, penelitian pengembangan
wilayah pesisir, penelitian biologik perikanan daerah payau,
penelitian perikanan pelagis, dan penelitian perikanan pantai.
Dalam tahun 1 9 8 4 / 8 5 kegiatan-kegiatan-tersebut diteruskan.
Selama Repelita III juga telah dilaksanakan ikhtiar meningkatkan kesadaran dan peranserta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Tanggapan masyarakat cukup menggembirakan, seperti ternyata dari semakin banyaknya organisasi Lem baga Swadaya Masyarakat (LSM). Sampai akhir Repelita III ter dapat sekitar 600 organisasi LSM di Indonesia. Pada tahun
1 9 8 4 / 8 5 kegiatan-kegiatan tersebut diteruskan.
Guna menumbuhkan minat masyarakat dalam mengembangkan pembangunan yang berwawasan lingkungan, maka selama Repelita III,
setiap tahun diberikan penghargaan KALPATARU bagi perin-

II/44

tis, pengabdi dan penyelamat lingkungan. Di samping itu dilakukan pula kegiatan pengenalan paket kegiatan dan pelajaran
dalam bidang lingkungan hidup. Pengembangan upaya penyelamatan lingkungan selama Repelita III dan pada tahun pertama Repelita IV dititik beratkan kepada pengembangan peranserta masyarakat, baik masyarakat industri, konsumen, maupun perorangan.
Pembinaan tata ruang yang telah dilaksanakan meliputi rencana pengembangan tata guna tanah, tata kota dan tata daerah
serta tata agraria. Salah satu kegiatan yang sedang dikembangkan adalah tata ruang Jabotabek.
Perbaikan lingkungan perumahan kota merupakan salah satu
bentuk usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kesehatan lingkungan pemukiman. Upaya perbaikan lingkungan perumahan kota dalam tahun 1984/85 telah menghasilkan
sekitar 4.041 ha bagi 1,26 juta penduduk. Selama Repelita I
Upaya tersebut menghasilkan sekitar 2.400 ha bagi 1,20 juta
penduduk; selama Repelita II sekitar 6.160 ha bagi 2,30 juta
penduduk; dan selama Repelita III menghasilkan 16.939 ha bagi
3,09 juta penduduk. Di samping itu selama Repelita III, khusus untuk rakyat berpenghasilan rendah, PERUMNAS telah membangun rumah murah sebanyak 81.323 unit. Selama Repelita II
telah dibangun sebanyak 50.670 unit.
Dalam usaha pengadaan air bersih di perkotaan, dalam tahun 1984/85 telah terjadi penambahan kapasitas terpasang sebesar 1.337,5 liter/detik. Selama Repelita III, terjadi penambahan daya terpasang 18.030 liter/detik, selama Repelita II
sebesar 5.025 liter/detik, selama Repelita I 6.223 liter/detik. Sebelum Repelita I daya terpasang yang ada hanya 9.000
liter/detik. Sampai akhir Repelita III pelayanan air bersih
telah menjangkau sekitar 40% dari jumlah penduduk seluruh kota di Indonesia.
Dalam tahun 1984/85 telah pula disyahkan Undang-undang
No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yang merupakan dasar
bagi berbagai ketentuan-ketentuan dan pengelolaan sumber alam
dan lingkungan hidup di bidang industri.
Produksi dan pemakaian Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
sejak Repelita I sampai saat ini telah semakin meningkat.
Penggunaan pestisida di bidang pertanian, misalnya, telah sangat meningkat, baik jumlah maupun jenisnya. Produksi pestisida di dalam negeri telah meningkat dengan tajam, dari seki-

II/45

tar 400 ton selama Repelita I dan 11.800 ton selama Repelita
II, menjadi sekitar 170.000 ton selama Repelita III. Bahkan
pada tahun 1984/85 produksi pestisida telah mencapai 50.500
ton. Walaupun demikian produksi pestisida dalam negeri yang
telah meningkat tersebut ternyata masih belum mencukupi kebu tuhan, sehingga sejumlah pestisida dari berbagai jenis masih
perlu diimpor. Untuk menanggulangi pengaruh buruk dari penggunaan pestisida,
pada
tahun 1984/85 telah diterbitkan pedoman Pengamanan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
Dengan diterapkannya UU No.5/1984 tentang Perindustrian
dalam pembangunan industri yang berwawasan lingkungan, maka
ditingkatkan pula komunikasi, saling informasi dan kerjasama
antara
Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dengan Pemerintah,
LSM
dengan
pengusaha
industri
(KADIN,
assosiasi-assosiasi
pengusaha industri), pengusaha industri dengan Pemerintah,
para ilmuwan dengan Pemerintah, serta pengusaha industri dan
LSM dengan pihak ilmuwan. Dengan meningkatnya komunikasi, sa ling informasi dan kerjasama tersebut masalah lingkungan yang
timbul akan lebih mudah diketahui dan lebih mudah pula penyelesaiannya.
Kerjasama ASEAN di bidang pengembangan lingkungan hidup
terus dikembangkan, khususnya dalam bidang perlindungan ekosistem, pengelolaan lingkungan laut, penanggulangan pencemaran industri, pendidikan dan hukum.

4. Program Pengembangan Meteorologi dan Geofisika


Bidang meteorologi dan geofisika sebelum masa Repelita
tidak terlalu banyak kemajuannya. Dapat disimpulkan bahwa peralatan yang ada waktu itu adalah bekas peralatan tua pening galan jaman Belanda.
Pada tahun 1968/69 terdapat 56 buah stasiun meteorologi,
8 buah stasiun
penguapan,
2.312 stasiun pengamatan hujan dan
6 buah stasiun geofisika. Produksi data pada tahun yang ber sangkutan tercatat sekitar 503.000 data dengan tingkat ketepatan ramalan sekitar 60%.
Kebutuhan akan data meteorologi dan geofisika selama Repelita I mulai meningkat. Data yang dihasilkan meliputi data
iklim, data gempa bumi, data ramalan musim dan data ramalan
cuaca.
Sampai dengan akhir Repelita I, telah berhasil direhabilitasi 46 buah stasiun meteorologi, 1614 bush stasiun penga-

II/46

matan hujan, dan 6 buah stasiun geofisika. Di samping itu dalam masa itu telah pula dibangun 5 buah stasiun meteorologi
klas III, 9 buah stasiun klimatologi, 137 buah stasiun iklim,
42 buah stasiun penguapan, 426 buah stasiun pengamatan hujan
dan 3 buah stasiun geofisika. Demikianlah produksi data selama itu mulai meningkat pula, dari produksi sekitar 503 ribu
data pada tahun 1968/69, menjadi sekitar 579 ribu data pada
akhir Repelita I.
Keberhasilan rehabilitasi/pembangunan tersebut mengakibat kan jam operasi stasiun dapat pula ditingkatkan. Dengan demi kian tingkat ketelitian data dan tingkat ketepatan ramalan,
serta kecepatan dan penyebaran data, selama Repelita I sema kin meningkat dan pelayanan data menjadi semakin baik, baik
dalam kualitas maupun kuantitasnya. Tingkat pertumbuhan permintaan pelayanan jasa selama Repelita I rata-rata 10% per
tahun.
Selama Repelita II, di samping rehabilitasi stasiun-stasiun lama, telah dibangun sebanyak 32 buah stasiun meteorologi, 2 buah stasiun klimatologi, 38 buah stasiun Mateo pertanian khusus (SMPK), 24 buah stasiun iklim, 55 buah stasiun
penguapan, 437 stasiun pengamatan hujan dan 10 buah stasiun
geofisika. Selain itu, dalam tahun 1974/75 telah pula diterbitkan peta hujan dan pets pusat gempa bumi (epicentrum) yang
mencakup seluruh Indonesia.
Hubungan kerjasama internasional, yang antara lain meliputi kerjasama ASEAN dalam pembuatan peta iklim dan statistik
klimatologi dan dalam pembuatan peta pembagian daerah gempa
di wilayah tersebut, sejak Repelita II telah pula dilaksanakan.
Selama Repelita II sebanyak 382,8 ribu permintaan pelayanan jasa, baik yang berasal dari pihak Pemerintah maupun yang
berasal dari pihak Swasta, telah dapat dipenuhi. Ini berarti
bahwa dibandingkan dengan selama Repelita I, dengan permintaan pelayanan jasa yang dapat dipenuhi sejumlah 193,7 ribu permintaan, selama Repelita II pelayanan jasa telah meningkat
sebesar 14,6% per tahun.
Produksi data juga telah meningkat, yaitu dari sebanyak
menjadi sebanyak

578,6 ribu data pada akhir Repelita I


1.106,6 ribu data pada akhir Repelita II.

Selama Repelita III telah dibangun 5 buah balai meteorologi dan geofisika, 12 buah stasiun meteorologi, 4 buah sta-

II/47

siun klimatologi, 17 buah stasiun meteorologi pertanian khusus, 148 buah stasiun iklim, 36 buah stasiun penguapan, 888
buah stasiun pengamatan hujan, dan 7 buah stasiun geofisika.
Dalam tahun 1984/85 telah selesai dibangun sebuah stasiun
meteorologi pertanian khusus, 7 bush stasiun iklim, sebuah
stasiun penguapan, 264 buah stasiun pengamatan hujan dan
sebuah stasiun geofisika klas III. Dewasa ini semua balai dan
stasiun tersebut telah berfungsi (Tabel II - 13).
Selama Repelita III produksi data telah meningkat, dari
sebesar 1.106,6 ribu data pada akhir Repelita II menjadi sebesar 1.362,3 ribu data pada akhir Repelita III. Dalam tahun
1984/85 telah dihasilkan 1.385,5 ribu data.
Beberapa hambatan terjadi dalam pembangunan baru stasiun
meteorologi klas II dan III, stasiun klimatologi klas I, klas
II, dan klas III, Serta stasiun pengamat hujan dan stasiun
geofisika. Sejauh mengenai pembangunan bare stasiun-stasiun
ini realisasinya dalam Repelita III rata-rata hanya dapat mencapai 40% dari rencana yang disebabkan oleh keterlambatan da tangnya peralatan.
Untuk memenuhi data dan informasi meteorologi dan geofisika yang diperlukan telah diusahakan pemanfaatan data dan
informasi yang dihasilkan oleh berbagai satelit cuaca dan satelit sumber alam. Dalam hubungan itu kerjasama internasional
di bidang meteorologi
terus dikembangkan baik di tingkat
ASEAN maupun di tingkat internasional yang lebih luas.
Kualitas data yang disajikan, baik karena keterampilan
para personil maupun karena perkembangan peralatan dan jaringan stasiun,
telah meningkat dari tingkat ketepatan ramalan
65% pada akhir
Repelita I, menjadi 70% pada akhir Repelita
II, dan menjadi 75% pada akhir Repelita III. Selama itu pro duksi data juga
semakin meningkat, yaitu dari pertumbuhan
4,3% per tahun selama Repelita I, menjadi rata-rata 13% per
tahun selama Repelita II dan 15% per tahun selama Repelita
III.
Sebagai hasil dari perkembangan tersebut selama Repelita
III telah dapat dipenuhi sekitar 800.000 permintaan pelayanan
jasa informasi dan data dari berbagai pihak, baik instansi
Pemerintah maupun Swasta.
Ini berarti bahwa selama Repelita
III permintaan pelayanan jasa yang dapat dipenuhi meningkat
110%; jadi ada peningkatan rata-rata 16% per tahun. Dalam tahun 1984/85 permintaan pelayanan jasa meteorologi dan geofi-

II/48

TABEL II - 13

PERKEMBANGAN JUMLAH STASIUN METEOROLOGI,


KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA YANG TELAH BERFUNGSI,
1968/1969 - 1984/1985
No.

Uraian

1.

Balai Meteorologi dan Geofisika

2.

Stasiun Meteorologi :
a. Penerbangan / Synoptic
- Stasiun Klas I
- Stasiun Klas II
- Stasiun Klas III

1973/74

1978/79

(Akhir Re-

(Akhir Re-

pelita I)

pelita II)

1968/69

1983/84

1982/83

(Akhir Re-

1984/85

pelita III)

12

12

12

12

47

52

68

82

82

82

28

66

77

83

84

137

161

212

309

316

50

105

141

141

142

2.312

2.738

3.175

3.435

4.063

4.327

13

14

15

b. Maritim
- Stasiun Klas I
- Stasiun Klas II
- Stasiun Klas III
3.

Stasiun Klimatologi:
- Stasiun Klas I
- Stasiun Klas II
- Stasiun Klas III
- Stasiun Meteorologi Pertanian
khusus (SMPK)
- Stasiun Iklim
- Stasiun Penguapan
- Stasiun Pengamatan Hujan

4.

Stasiun Geofisika:
- Stasiun Klas I
- Stasiun Klas II
- Stasiun Klas III

Keterangan: a. perkembangan sampai dengan 31.Maret 1985


b. jumlah kumulatif.-

II/49

TABEL II - 14
PERKEMBANGAN PRODUKSI DATA STASIUN METEOROLOGI,
KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA YANG TELAH BERFUNGSI,
1968/1969 - 1984/1985
No.

1.

2.

3.

Uraian

1968/69

1973/74

1978/79

(Akhir Re-

(Akhir Re-

1983/84

pelita I)

pelita II)

1982/83

(Akhir Re-

1984/85

pelita III)

Stasiun Meteorologi
a. Data Synoptic

290.000

304.480

517.935

592.565

499.142

533.637

b. Data Penerbangan

204.132

240.132

351.127

393.672

348.049

371.521

c. Data Pengamatan Maritim

797

879

1.803

24.125

35.062

d. Data Pengamatan Udara Atas

20.863

35.280

24.297

24.761

39.067

e. Data Pengamatan Satelit

1.585

1.036

593*)

a. Data Pertanian

12.100

14.135

17.963

4.494

b. Data Iklim

39.750

106.388

181.817

181.817

c. Data Pengamatan Hujan

128.500

118.818

239.273

194.250

d. Data Pengamatan Penguapan

3.900

2.028

3.297

1.995

7.665

10.220

15.945

20.440

19.909

20.075

365

1.825

350

2.100

1.101

1.095

175

1.814

1.468

1.460

300

300

200

365

367

365

502.690

578.617

1.362.308

1.385.431

Stasiun Klimatologi

Stasiun Geofisika
a. Data Pengamatan Gempa
b. data Pengamatan Magnit Bumi
c. Data Listrik Udara
d. Data Ionosfera

Jumlah produksi data pada tahun


yang berjalan

Keterangan: Data sampai dengan 31.Maret 1985


*) produksi data pengamatan Satelit
lebih rendah karena selama 6 bulan
peralatan mengalami gangguan teknis

II/50

sika yang telah mampu dilayani berjumlah 172.000 permintaan.


Sedangkan kualitas data yang disajikan telah pula bertambah
ketelitiannya. Ketepatan ramalan selama tahun 1984/85, telah
dapat ditingkatkan dari ketepatan sekitar 75% pada akhir Repelita III menjadi sekitar 80% pada tahun 1984/85. Jenis jasa
berupa data yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel II-14.
Hasil-hasil pembangunan di bidang meteorologi dan geofisika selama Repelita I s/d tahun 1984/85, serta hubungannya
antara yang satu dan yang lain, secara terperinci dapat dili hat pada Tabel II-13, dan Tabel II-14.

II/51

You might also like