Professional Documents
Culture Documents
LINGKUNGAN HIDUP
BAB II
PENGELOLAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
A.
PENDAHULUAN
II/3
dan ditingkatkan dengan tujuan lebih mengetahui dan memanfaatkan potensi sumber alam di darat, laut maupun di
udara berupa tanah, air, energi, flora, fauna dan lain
sebagainya yang diperlukan bagi pembangunan.
b. Dalam penelitian, penggalian pemanfaatan dan pembinaan
lingkungan hidup perlu menggunakan teknologi yang sesuai
dan pengelolaan yang tepat agar mutu dan kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup dapat dipertahankan untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
c. Dalam pelaksanaan pembangunan perlu selalu diadakan penilaian yang seksama terhadap pengaruhnya bagi lingkungan
hidup agar pengamanan terhadap pelaksanaan pembangunan
dapat dilakukan sebaik-baiknya dan dilakukan secara terpadu, baik sektoral maupun regional. Untuk maksud tersebut perlu dikembangkan kriteria baku mutu lingkungan hidup.
d. Rehabilitasi sumber alam berupa hutan, tanah dan air yang
rusak perlu lebih ditingkatkan lagi melalui pendekatan
terpadu daerah aliran sungai dan wilayah. Program penyelamatan hutan, tanah dan air perlu dilanjutkan dan makin
disempurnakan.
e. Pendayagunaan daerah pantai, wilayah laut dan kawasan
udara agar dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak merusak kelestarian lingkungan hidup.
B.
II/4
dan lingkungan hidup yang bersifat sektoral masih terus dipertahankan, tetapi telah diberikan pedoman umum yang harus dikembangkan
oleh semua sektor secara terpadu. Pedoman kebijaksanaan tersebut meliputi: upaya rehabilitasi lahan kritis yang
dikembangkan dalam DAS prioritas, upaya pencegahan pencemaran
lingkungan hidup di sektor pertanian, pemukiman, industri dan
pertambangan, upaya pembinaan tata-ruang yang baik untuk mencegah kerusakan
lingkungan
hidup, upaya pembinaan kemampuan
untuk menangani masalah lingkungan
hidup, upaya penyelamatan
suaka alam, penggunaan sumber alam secara rasional, dan lainlain.
Selama Repelita III pedoman kebijaksanaan pengelolaan
sumber alam dan lingkungan hidup dikembangkan dalam Sektor
Sumber alam dan Lingkungan Hidup yang merupakan suatu perangkat kebijaksanaan terpadu yang lebih dikembangkan dengan
langkah-langkah pembentukan kegiatan yang lebih nyata. Selama
Repelita III kebijaksanaan pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup telah dituangkan dalam 3 program utama, yaitu :
(1) Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air, (2) Pembinaan Sumber
Alam dan Lingkungan Hidup, dan (3) Pengembangan Meteorologi
dan Geofisika. Program-program tersebut merupakan konsolidasi
dan pengembangan dari berbagai kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup yang tersebar diberbagai sektor. Dalam Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan
Air diutamakan upaya rehabilitasi lahan kritis dan sungaisungai kritis dalam satuan DAS, rehabilitasi hutan lindung dan
suaka alam. Dalam Program Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan
Hidup dikembangkan upaya pembinaan kemampuan nasional dalam
menangani masalah kerusakan sumber alam dan lingkungan hidup,
pengembangan institusi dan peraturan perundangan, penggunaan
sumber alam secara rasional,
dan
pengembangan riset dan teknologi lingkungan. Dalam Program Pengembangan Meteorologi dan
Geofisika dikembangkan jaringan pengamatan cuaca, pengamatan
gejala-gejala geofisika dan meteorologi penerbangan.
Dalam Repelita IV kebijaksanaan yang digariskan dalam Repelita III dilanjutkan. Dalam hubungan itu telah dikembangkan
program
baru yaitu program Inventarisasi dan Evaluasi Sumber
Alam dan Lingkungan Hidup yang merupakan pengembangan lebih
lanjut dari upaya inventarisasi sumber alam yang telah dilakukan dalam Repelita III.
1. Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Alam dan Lingkungan
Hidup
Dalam Repelita I kebijaksanaan inventarisasi dan evaluasi
II/5
II/6
naan, penataan, pengukuran dan pemetaan hutan. Dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan itu maka sebagian dari hutan yang
ada telah memperoleh status hukum sebagai kawasan hutan. Di
samping itu sebagian dari kawasan hutan yang ada telah memperoleh status hukum sebagai hutan lindung, hutan produksi, atau
sebagai hutan yang dikelola untuk fungsi konservasi sumber
alam dan hutan produksi yang kelak dapat dialih gunakan.
2. Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air
Program penyelamatan Hutan, Tanah dan Air bertujuan : (1)
mencegah kerusakan terhadap bangunan-bangunan hasil pembangunan selama Repelita I, II, dan III terhadap bahaya banjir dan
kekeringan, (2) membangun sumber daya baru di daerah kritis,
(3) memperbaiki sistem hidro-orologi di daerah aliran sungai,
(4) meningkatkan produktivitas sumber daya tanah, hutan dan
air, (5) membina pelestarian alam, plasma nutfah dan fungsi
perlindungan wilayah.
Usaha-usaha yang termasuk dalam program ini adalah penghijauan, konservasi tanah dan reboisasi, pengendalian dan pengamanan sungai, pengembangan wilayah dan penanggulangan bencana alam yang dilaksanakan dalam rangka pengelolaan DAS secara terpadu, pembinaan dan pembangunan taman nasional dan
suaka alam, pelestarian fungsi kawasan lindung dan pembinaan
wisata alam, penyelamatan flora dan fauna langka serta pembinaan pelestarian karang dan pantai.
Penghijauan dan konservasi tanah meliputi kegiatan penanaman tanaman tahunan, pembuatan teras, pembangunan bendung
penangkal erosi atau dam pengendali , dan pembangunan unit percontohan usaha tani pelestarian sumber alam, serta kegiatankegiatan lain yang bertujuan untuk mencegah kemerosotan produktivitas tanah dan air, khususnya yang dilakukan di areal
lahan yang bukan kawasan hutan negara. Reboisasi juga merupa kan kegiatan penanaman tanaman tahunan yang tujuannya sama
dengan penghijauan tetapi dilaksanakan di areal kawasan hutan
negara. Kedua kegiatan tersebut merupakan usaha rehabilitasi
lahan kritis dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terpenting.
Usaha penghijauan dan reboisasi telah dilaksanakan sejak
Repelita I. Dalam masa itu kedua jenis usaha ini dilaksanakan
dalam ukuran yang kecil di beberapa propinsi . Kegiatan-kegiatan penelitian dan studi kelayakan di daerah aliran sungai
yang terpenting dalam periode itu juga telah mulai dilakukan
untuk memberi landasan bagi pengembangan kegiatan selanjutnya.
II/7
II/8
Kegiatan-kegiatan tersebut di atas telah dilaksanakan selama Repelita I, II, dan III. Dalam Repelita IV kegiatan-kegiatan tersebut dilanjutkan dan pelaksanaannya meliputi 35
Daerah Aliran Sungai yang terdapat di beberapa propinsi. Dalam kegiatan-kegiatan ini termasuk kegiatan pengembangan wilayah sungai besar, seperti sungai Brantas dan Bengawan Solo.
Usaha lainnya yang termasuk dalam program ini adalah pembinaan dan pembangunan taman nasional dan suaka alam, pelestarian fungsi kawasan lindung dan pembinaan wisata alam dan
penyelamatan flora dan fauna langka. Upaya perlindungan hutan
dan pelestarian alam dalam rangka konservasi sumber daya alam
dan lingkungan hidup pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi keberadaan plasma nutfah, dan menjaga kelestarian potensi sumber daya alam beserta ekosistemnya yang khas, terhadap
kemungkinan bahaya kerusakan dan penurunan kualitas dan kuantitasnya.
Beberapa daerah tertentu, berdasarkan kondisi ekologis,
geomorfologis dan keunikan gejala alam yang dimilikinya, telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi sumber daya alam.
Kawasan konservasi itu meliputi hutan lindung, cagar alam,
suaka margasatwa, taman wisata dan taman buru. Penunjukan kawasan konservasi telah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan
pendekatan konservasi ekosistem yang menyeluruh. Mengingat
pentingnya konservasi sumber daya alam dalam menjamin berhasilnya pembangunan yang berkesinambungan, maka dalam Repelita
III pengelolaan kawasan konservasi sumber daya alam lebih dimantapkan dengan pengembangan sistem taman nasional. Sistem
ini merupakan pendekatan regional secara terpadu.
Kegiatan-kegiatan tersebut di atas telah dilaksanakan
pembinaannya sejak masa sebelum Repelita dan diteruskan selama Repelita I,II, dan III. Dalam Repelita IV pembinaan kawasan konservasi sumber daya alam semakin dimantapkan dan ditingkatkan.
3. Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup
Semasa pra Repelita penanganan masalah lingkungan hidup
dan sumber daya alam belum dilakukan secara konsepsional dan
sistematis. Peraturan perundang-undangan yang ada, misalnya
Undang-undang Gangguan, hanya sekedar memenuhi kebutuhan terbatas dan bersifat sektoral. Dengan demikian kemampuan dalam
menangani masalah lingkungan dalam masa itu jelas belum memadai.
II/9
Dalam Repelita I mulai dirintis ikhtiar penanganan lingkungan hidup secara lebih konsepsional dan lebih mantap. Dalam masa itu pelestarian sumber alam dan lingkungan hidup merupakan bagian dari kegiatan sektoral yang dititikberatkan
pada upaya peningkatan produksi. Masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah sektoral. Kegiatan-kegiatan nyata dalam
upaya pembinaan sumber alam dan lingkungan hidup tersebut secara nasional dan regional belum tampak jelas.
Dalam Repelita II langkah-langkah pengelolaan sumber alam
dan lingkungan hidup yang diutamakan meliputi : (1) pengelola an lingkungan pemukiman manusia, (2) pengelolaan lingkungan
hidup pertanian, (3) pengelolaan lingkungan hidup pertambangan dan industri, dan (4) kegiatan-kegiatan penunjang dalam
pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup. Dalam Repelita
II ditempuh kebijaksanaan yang mengusahakan agar : (1) sumber
alam Indonesia digunakan secara rasional, (2) pemanfaatan sum ber
alam diusahakan tidak merusak tata lingkungan hidup manusia,
(3) pemanfaatan sumber alam dan lingkungan hidup dilakukan
dengan kebijaksanaan menyeluruh dan dengan lebih memperhitungkan kemungkinan pemanfaatannya oleh generasi mendatang.
Sehubungan dengan kebijaksanaan tersebut, dalam langkahlangkah pembangunan yang dilaksanakan selalu diusahakan ada
nya : (a) perlindungan dan pengembangan flora dan fauna yang
hampir musnah, (b) pemanfaatan sumber alam yang dapat pilih
dilaksanakan dengan cara yang dapat menjamin kelangsungan kelestariannya, (c) perlindungan atas plasma nutfah di hutan-hu tan
dan di luar kawasan konservasi, (d) pemanfaatan sumber alam
yang tidak dapat
pulih secara bijaksana tanpa menimbul kan
pencemaran lingkungan, (e) usaha agar kebijaksanaan diterapkan
secara terpadu dan saling menunjang, (f) pemanfaatan sumber
alam dengan memperhitungkan segi-segi pembangunan daerah agar
dapat saling mendorong perkembangan dan pertumbuhan masingmasing daerah. Beberapa peraturan yang bersifat sektoral dalam
periode tersebut telah pula dikembangkan.
II/10
II/11
II/12
di bidang perundang-undangan lingkungan hidup lebih ditingkatkan, baik bagi alat-alat penegak hukum maupun bagi masyarakat
pada umumnya.
Pengembangan usaha motivasi masyarakat untuk berperan serta dalam usaha peningkatan mutu lingkungan hidup diteruskan,
demikian pula pengembangan usaha-usaha swadaya yang dilakukan
masyarakat di berbagai bidang pembinaan lingkungan hidup.
Kerjasama antara lembaga-lembaga pemerintah daerah dengan
sat Studi Lingkungan (PSL) dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat terus ditingkatkan.
4. Pengembangan Meteorologi dan Geofisika
Dalam rangka penyediaan dan penyajian jasa, kegiatan utama dalam bidang Meteorologi dan Geofisika adalah mengamati,
mengumpulkan dan mengelola gejala-gejala Meteorologi dan Geofisika secara terus menerus dan sistematis. Di samping itu
dilakukan pula analisa dan ramalan data yang diperoleh, dan
disajikan informasi tentang sifat-sifat cuaca, iklim dan geofisika, serta segala yang terjadi di atmosfer, kepada para
pemakai jasa di berbagai bidang pembangunan.
Sebelum Repelita I, sebagian besar stasiun-stasiun meteorologi penerbangan masih sangat kekurangan fasilitas operasional termasuk gedung, perhubungan radio, dan sebagainya.
Pengamatan dilakukan hanya pada siang hari saja, padahal seharusnya 24 jam penuh.
Selama Repelita I, kegiatan pengembangan meteorologi dan
geofisika meliputi pengembangan meteorologi penerbangan, meteorologi pertanian dan maritim serta geofisika. Karena pembangunan dititik beratkan pada peningkatan produksi pangan,
maka usaha untuk mengadakan data cuaca untuk pertanian diprioritaskan dengan cara penyempurnaan stasiun meteo pertanian.
Pengamatan meteorologi di laut untuk keperluan pelayaran dilakukan dengan perantaraan kapal-kapal niaga yang dikoordinir
oleh stasiun-stasiun maritim. Kebijaksanaan pembangunan yang
ditempuh dalam bidang meteorologi dan geofisika adalah dengan
secara bertahap melakukan perbaikan fasilitas fisik yang diperlukan.
II/13
Untuk menunjang stasiun-stasiun meteo pertanian, dikembangkan stasiun iklim, stasiun penguapan dan stasiun hujan
dengan kemampuan yang cukup memadai di seluruh Indonesia. Dalam pada itu rehabilitasi stasiun-stasiun lama dan pembangunan stasiun baru yang merupakan " jaringan dasar " dilaksanakan.
Di samping itu kemampuan operasional stasiun-stasiun yang ada
ditingkatkan sehingga dapat beroperasi 24 jam penuh per harinya.
Langkah-langkah pembangunan dalam bidang Meteorologi dan
Geofisika selama Repelita III meliputi upaya: (1) memperba nyak
jaringan stasiun agar makin sesuai dengan kebutuhan, (2)
meningkatkan kemampuan peralatan sesuai dengan perkembangan
teknologi, ( 3 ) mendapatkan metode ramalan yang lebih akurat,
( 4 ) meningkatkan sistem penyampaian informasi meteorologi dan
geofisika
kepada masyarakat pemakai jasa dengan cara yang lebih cepat dengan jangkauan yang lebih luas, dan (5) meningkatkan keterampilan pegawai melalui latihan dan pendidikan di
dalam dan di luar negeri.
Selain melanjutkan kebijaksanaan dalam Repelita III, lang kah-langkah yang ditempuh dalam pembangunan meteorologi dan
geofisika dalam Repelita IV adalah : (1) meningkatkan jam operasi stasiun menjadi 24 jam penuh per hari, dan (2) meningkatkan kerjasama regional dan internasional di bidang meteorologi dan geofisika.
C.
HASIL-HASIL K E B I J A K S A N A A N YA N G TELAH D I C A PA I
1. Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Alam dan Lingkungan
Hidup
II/14
a . Pemetaan Dasar
Dalam Repelita I dan Repelita II telah dilakukan pemetaan
dasar nasional di Kalimantan Barat dan Sumatera. Kegiatan ini
dilanjutkan dalam Repelita III. Pada tahun 1982 seluruh Indonesia telah selesai dipotret dari udara secara sistematis dalam rangka pemetaan topografi (dasar) nasional.
Dalam Repelita II dan Repelita III dilaksanakan survai
geodesi di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara
serta Irian Jaya. Survai itu bertujuan untuk menentukan titiktitik kontrol geodesi. Dalam periode yang sama telah dibuat
peta topografi skala 1 : 50.000 untuk wilayah-wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Untuk menunjang kegiatan itu telah dilakukan pengukuran sifat datar teliti serta pemotretan udara skala 1 : 100.000, dan skala 1 : 50.000
atau 1 : 60.000.
Untuk memungkinkan tercapainya hasilguna yang tinggi dalam pemetaan, dalam Repelita III telah diterapkan metode survai bertahap dengan mempergunakan potret panchromatic dan potret infra merah berwarna semu. pemotretan untuk survai bertahap tersebut dilaksanakan secara sekaligus dengan mempergunakan kamera ganda. Dengan penerapan teknologi tersebut maka
sebagian besar gangguan iklim dan cuaca terhadap kegiatan pemotretan dapat ditanggulangi karena potret infra merah berwarna semu tidak terganggu cuaca berawan ataupun kabut. Untuk
melengkapi potret-potret udara yang sudah dibuat sebelumnya,
dalam tahun 1983/84 dilakukan pemotretan di Kalimantan, khusus untuk daerah seluas 476.875 ha yang sebelumnya belum berhasil dipotret.
Pembuatan peta dasar yang telah diselesaikan seluruhnya
sampai akhir Repelita III meliputi Sumatera dan Jawa, dengan
skala 1 : 50.000, dan Kalimantan dan Irian Jaya, dengan skala
1 : 100.000, dan untuk seluruh Indonesia, dengan skala 1 :
20.000. Dewasa ini pemetaan untuk daerah Kalimantan dan
Irian Jaya dengan skala 1 : 50.000 masih dalam penyelesaian.
Dalam rangka pemetaan dasar dilaksanakan pula survai penegasan batas internasional di darat. Penegasan batas dengan
Malaysia di lakukan di Kalimantan dengan perbatasan yang panjangnya 120 km, dan dengan Papua New Guinea di Irian yang panjangnya 250 km. Dalam tahun 1984/85 telah , diselesaikan batas
dengan Malaysia sepanjang 95 km dan Papua New Guinea sepanjang 26 km.
II/15
II/16
c.
Pemetaan Agroekologi
Dalam rangka menunjang perkembangan pemanfaatan lahan dalam bidang pertanian, dalam Repelita III telah dilaksanakan
penelaahan kemampuan fisika dan kimia tanah. Selama masa itu
telah diadakan evaluasi terhadap potensi 188 juta ha tanah di
seluruh wilayah Indonesia. Dalam periode yang sama telah dievaluasi 5,87 juta ha lahan di 18 propinsi, di lokasi-lokasi
yang direncanakan akan menjadi areal penerimaan transmigrasi.
Selain itu telah dilaksanakan pula survai dan pemetaan tanah
untuk menunjang pembangunan pertanian tadah hujan, pembangunan
pabrik gula, pendayagunaan daerah rawa dan pasang surut, pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan reklamasi tanah kritis. Selanjutnya, juga telah dilaksanakan perencanaan tata
guna tanah bagi kepentingan pengembangan perkebunan dan pengembangan pertanian tanaman pangan.
Dalam Repelita III kegiatan pemetaan penggunaan lahan dan
vegetasi tingkat makro telah dilaksanakan untuk areal seluas
193 juta ha, sedangkan pemetaaan tingkat tinjau skala 1 :
100.000 telah mencakup areal seluas 29,5 juta ha, dan pemeta an tingkat detail skala 1 : 20.000 meliputi areal seluas 2,2
juta ha.
d.
II/ 17
Inventarisasi dan penatagunaan sumber daya alam dan peme taan ekosistem.
Dalam periode Repelita III telah dilaksanakan survai sumber daya regional untuk memperoleh informasi mengenai sumber
daya tanah, hutan, iklim dan kependudukan di Sumatera dan Su lawesi. Kegiatan ini merupakan realisasi sasaran yang dikem bangkan dalam Repelita III dan akan terus dikembangkan dalam
Repelita IV. Seluruh informasi yang diperoleh telah disusun
dalam suatu sistem informasi sumber daya alam. Keseluruhan
informasi sumber daya alam ini telah pula dihimpun dalam
atlas sumber daya nasional.
Pelaksanaan inventarisasi
udara dengan penginderaan jauh
II/18
"
II/19
II/20
selama Repelita III juga telah dilaksanakan penelitian geofisika di Sumatera, meliputi areal seluas 9.691 km2, areal tersebut telah dipetakan dengan skala 1 : 500.000.
Dalam Repelita III berbagai penelitian hidrogeologik dan
konservasi air tanah telah dilakukan dalam rangka melayani
dan menjamin kelestarian potensi air tanah untuk suatu kota
dan atau daerah pemukiman. Kegiatan ini mencakup kegiatan pemetaan hidrogeologik bersistem, evaluasi potensi air tanah
dan pengembangan kemampuan konservasinya.
2. Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air
Program ini mencakup
perbaikan, pengaturan dan
Pembinaan dan pembangunan
dan penyelamatan flora dan
a.
Penghijauan
Dalam tahun ke lima Repelita I usaha penghijauan dilakukan di 17 propinsi dan meliputi 25 Daerah Aliran Sungai dan
mencakup areal seluas 94,02 ribu ha, sedang dalam Repelita I
seluruhnya mencakup areal seluas 455,40 ribu ha.
Usaha penghijauan dalam tahun 1978/79 dilaksanakan di 19
propinsi, meliputi 143 kabupaten, 1.001 kecamatan, dan 33
Daerah Aliran Sungai yang mencakup areal seluas 596,55 ribu
ha. Dalam Repelita II usaha ini mencapai areal seluas 437,19
ribu ha.
Dalam tahun 1982/83 usaha penghijauan dilaksanakan di 21
propinsi, meliputi 35 DAS, 164 kabupaten, 1.350 kecamatan,
dan mencakup areal seluas 378,58 ribu ha. Pembangunan dam pengendali dan petak percontohan dalam tahun itu masing-masing
mencapai jumlah 722 buah dan 790 unit.
Dalam tahun 1983/84 kegiatan penghijauan dilaksanakan di
21 propinsi, 166 kabupaten, 1.456 kecamatan dan meliputi 35
DAS yang mencakup areal seluas 260,24 ribu ha. Pembangunan
dam pengendali dan petak percontohan dalam tahun 1983/84 juga
meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu masing-masing menjadi
971 buah dan 1.068 unit. Usaha penghijauan dalam Repelita III
seluruhnya mencakup areal seluas 1,38 juta ha.
Dalam tahun 1984/85 usaha penghijauan dilaksanakan di 21
propinsi, meliputi 160 kabupaten, 1.060 kecamatan dan 34 DAS,
II/21
dan mencakup areal seluas 177,81 ribu ha. Pembangunan dam pengendali dan unit percontohan dalam tahun itu masing-masing
mencapai sebanyak 383 buah dan 754 unit. Pembangunan hutan
rakyat dan kebun rakyat dalam tahun tersebut mencapai 12,35
ribu ha. Hasil upaya tahunan kegiatan-kegiatan tersebut dapat
dilihat pada Tabel II - 1 sampai dengan Tabel II - 6.
Dalam tahun pertama Repelita IV usaha penghijauan yang
berupa kegiatan pembuatan tanaman 400 batang/ha, pembuatan
terasering (guludan) dan pembuatan saluran pembuang air dikembangkan sebagai upaya masyarakat secara mandiri melalui pola
penyuluhan dan insentif.
Sebagaimana tampak dari Tabel II - 7, penghijauan yang
telah dilaksanakan sejak permulaan Repelita I sampai dengan
tahun pertama Repelita IV berjumlah 2.450,49 ribu ha. Dari
jumlah itu 455,40 ribu ha merupakan hasil penghijauan dalam
Repelita
I, 437,19 ribu ha hasil penghijauan dalam Repelita
II, dan 1.380,09 ribu ha hasil selama Repelita III. Sedang
hasil penghijauan dalam tahun pertama Repelita IV mencakup
areal seluas 177,81 ribu ha.
b.
Reboisasi
II/22
TABEL II - 1
HASIL PELAKSANAAN PENGHIJAUAN MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1973/74 - 1984/85
(luas areal dalam ha)
No.
Daerah Tingkat I
1973/74
1978/79
(Akhir Re- (Akhir Repelita I) pelita II)
1982/83
1983/841)
(Akhir Repelita III)
1984/852)
2. Sumatera Utara
3.700
24.525
434
8.624
347
5.709
4.480
13.180
3. Sumatera Barat
2.560
20.000
10.858
6.764
2.880
1.650
992
2.000
300
622
327
2.848
1.000
649
32.849
3.583
4.800
1.380
1.980
2.796
2.520
3.060
12.420
4.989
119.252
1.650
43.843
9.906
59.386
5.300
32.300
23.457
8.140
91.999
24.300
83.306
16.100
72.557
15.625
29.410
3.420
22.056
93.934
72.340
55.667
29.080
13.756
5.764
465
600
171
2.660
6.392
4.250
4.240
1.270
15.270
60
3.620
1.600
10.205
5.455
1.170
3.310
5.540
73.712
51.712
10.626
17.060
1.
4. R i a u
5. J a m b i
6. Sumatera Selatan
7. Bengkulu
8. Lampung
9. Jawa Beret
11.859
12.390
3.260
19. B a 1 i
1.320
25.617
7.676
13.924
2.690
3.400
13.900
10.923
9.420
3.000
15.120
32.696
3.240
94.023
596.549
378.579
260.236
177.810
Jumlah :
1)
2)
Angka diperbaiki
Angka sementara
II/23
TABEL II - 2
HASIL PELAKSANAAN AREAL DAMPAK PETAK PERCONTOHAN,
1982/83 - 1984/85
(ha)
No.
Daerah Tingkat I/
Propinsi
1982/83
1983/84
1984/85 *)
2. Sumatera Utara
270
80
3. R i a u
240
4. Sumatera Barat
130
30
560
5. J a m b i
50
100
400
6. Bengkulu
60
880
7. Sumatera Selatan
1.840
190
300
1.600
8. Lampung
9. Jawa Barat
10. Jawa Tengah
11. D.I. Yogyakarta
12. Jawa Timur
13. Kalimantan Barat
960
1.760
1.200
880
1.510
13.600
1.400
1.640
13.920
360
400
1.040
1.000
420
8.960
540
200
480
280
1.440
260
60
1.280
560
70
2.000
290
21. B a l i
260
240
380
230
Jumlah
*) Angka sementara
II/24
7.380
5.050
2.400
-
1.440
1.280
3.040
880
60.960
TABEL II - 3
HASIL PELAKSANAAN AREAL TANGKAPAN DAM PENGENDALI,
1982/83 - 1984/85
(ha)
No
Daerah Tingkat I/
Propinsi
1982/83
1983/84
1984/85 *)
1.000
183
2.500
12.500
4.222
6.250
500
991
500
1.500
127
2.250
578
500
6. Bengkulu
1.250
1.500
7. Sumatera Selatan
2.000
2.500
8. Lampung
9.500
7.156
3.500
9. Jawa Barat
26.000
26.030
17.000
23.000
21.716
13.750
6.250
5.750
2.250
33.000
18.953
19.000
1.250
2.000
1.750
1.045
1.750
15.000
6.433
8.250
2.500
1.500
1.276
1.250
11.250
6.000
5.750
2.250
152.750
94.460
95.750
Jumlah
*) Angka sementara
II/25
TABEL II - 4
HASIL PELAKSANAAN HUTAN RAKYAT,
1982/83 - 1984/85
(ha)
No.
Daerah Tingkat I/
Propinsi
1982/83
11.735
-
4. Sumatera Barat
1983/84
1984/851)
900
1.227
4.950
9.534
6.421
5. J a m b i
41
594
6. Bengkulu
1,000
7. Sumatera Selatan
1.699
8. Lampung
1.450
9. Jawa Barat
7.746
9.774
5.474
5.031
13.384
3.264
3.036
265
1.177
65
220
6.500
-
5.655
1.555
328
880
21. B a 1 i
22. Nusa Tenggara Barat
3.167
230
65.761
29.191
12.350
Jumlah :
1) Angka Sementara
II/26
TABEL II - 5
PEMBUATAN PETAK PERCONTOHAN/DEMPLOT PENGAWETAN TANAH
DAN USAHA PERTANIAN MENETAP MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1982/83 - 1984/85
(unit)
NO.
Daerah Tingkat I/
Propinsi
1982/83
1983/84
1984/851)
41
65
22
3. R i a u
14
15
15
4. Sumatera Barat
25
25
10
36
34
23
5. J a m b i
6. Sumatera Selatan
7. Bengkulu
8. Lampung
9. Jawa Barat
10. Jawa Tengah
11. D.I. Yogyakarta
12. Jawa Timur
13. Kalimantan Barat
12
12
20
30
20
88
188
170
140
165
174
36
40
13
124
153
112
28
51
14
24
30
20
26
18
26
15
16
54
92
25
20
24
18
26
24
16
40
40
38
24
35
11
790
1.068
754
Jumlah :
1) Angka sementara
II/27
TABEL II - 6
PEMBUATAN DAM PENGENDALI MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1978/79 - 1984/85
(buah)
No.
Daerah Tingkat I/
Propinsi
1978/79
1982/83
1983/84
1984/85*)
10
2. Sumatera Utara
50
79
25
3. Sumatera Barat
18
4. R i a u
12
5. J a m b i
6. Sumatera Selatan
21
25
10
7. Bengkulu
13
8. Lampung
38
44
14
9. Jawa Barat
104
143
68
110
158
55
25
25
143
168
76
10
17
20
15
8
99
113
33
10
13
18. B a l i
13
45
50
24
34
43
10
722
971
383
Jumlah :
*) Angka sementara
II/28
TABEL II - 7
PERKEMBANGAN KEADAAN HASIL PENGHIJAUAN,
1973/74 - 1984/85 *)
(ha)
No.
Daerah Tingkat
I/Propinsi
1973/74
1978/79
(Akhir Re- (Akhir Repelita I) pelita II)
1982/83
1983/841)
(Akhir Repelita III)
1984/852)
220
6.840
7.511
2.197
6.677
2. Sumatera Utara
8.750
45.377
126.671
174.192
187.372
3. Sumatera Barat
6.005
9.449
930
35.107
6.023
36.034
38.914
7.533
9.533
300
616
8.658
11.241
12.241
6. Sumatera Selatan
6.816
26.551
49.155
44.828
49.628
7. Bengkulu
2.550
1.135
5.688
8.158
10.678
8. Lampung
12.460
9.254
25.998
42.676
47.976
9. Java Barat
97.070
287.119
444.225
435.053
467.353
4. R i a u
5.
J a m b i
125.000
194.886
395.668
502.494
531.904
37.700
21.641
74.388
108.336
111.756
91.511
137.049
323.845
382.884
411.964
9.036
27.716
23.879
24.479
171
2.897
9.469
11.640
15.880
23.879
7.686
40.430
41.699
45.319
3.470
3.400
22.547
23.335
26.645
27.540
67.881
203.723
196.549
213.609
7.846
40.555
43.929
47.189
9.636
17.609
52.439
55.152
57.842
11.366
599
30.543
49.418
58.838
11.430
14.309
69.849
71.448
74.688
455.395
892.589
2.000.208
2.272.675
2.450.485
19. B a 1 i
Jumlah :
*) Angka kumulatif
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
II/29
GRAFIK II - 1
PERKEMBANGAN KEADAAN HASIL PENGHIJAUAN
1973/74 - 1984/85
II/30
TABEL II 8
HASIL PELAKSANAAN USAHA REBOISASI MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1973/74 - 1984/85
(luas areal dalam ha)
No.
Daerah Tingkat
I/Propinsi
1973/74
1978/79
(Akhir Re- (Akhir Repelita I) pelita II)
1982/83
1983/841)
(Akhir Repelita III)
1984/852)
283
744
1.550
2. Sumatera Utara
3.023
24.063
9.888
1.602
7.600
3. Sumatera Barat
400
3.235
-
2.960
5.000
2.900
615
4.500
5. J a m b i
100
2.000
6. Sumatera Selatan
417
25.113
4.226
3.100
7. Bengkulu
300
300
8. Lampung
500
6.100
12.309
9.370
22.270
9. Java Barat
9.309
44.479
37.044
23.390
20.349
2.404
869
1.102
1.000
450
500
4. R i a u
4.000
256
23.765
13.807
500
15.160
1.500
125
550
19.800
17.635
2.096
3.155
25.904
12.879
337
14.844
4.933
19. B a 1 i
500
5.000
748
725
588
5.340
4.484
4.755
350
3.214
11.901
3.085
27.183
237.317
119.594
37.777
75.434
Jumlah :
1)
Angka diperbaiki
2)
Angka sementara
II/31
TABEL II - 9
PERKEMBANGAN KEADAAN HASIL REBOISASI,
1973/74 - 1984/85 )
(luas areal dalam ha)
No.
Daerah Tingkat
I/Propinsi
1973/74
1978/79
(Akhir Re- (Akhir Repelita I) pelita II)
1982/83
1983/841)
(Akhir Repelita III)
1984/852)
53
9.227
11.358
5.653
5.653
2. Sumatera Utara
12.222
59.614
103.655
128.503
128.503
3. Sumatera Barat
1.699
10.336
1.830
16.444
2.470
39.531
39.531
1.090
1.090
214
1.200
1.502
1.716
1.716
2.029
26.003
65.960
73.694
73.694
4. R i a u
5. J a m b i
6. Sumatera Selatan
7. Bengkulu
949
592
2.548
3.032
3.032
2.305
15.809
40.129
49.819
49.819
9. Java Barat
46.859
216.648
367.463
347.330
347.330
10.215
63.298
63.298
47.691
47.691
5.104
3.517
6.574
12.121
12.121
15.061
35.698
35.698
32.915
32.915
344
11.222
39.202
43.246
43.246
5.467
10.514
9.075
9.075
15.286
22.424
34.620
40.634
40.634
905
2.368
31.985
34.471
34.471
11.717
40.115
77.412
86.739
86.739
1.647
24.053
47.331
48.528
48.528
19. B a 1 i
2.939
6.939
8.686
12.241
12.241
2.591
2.045
13.517
29.844
29.844
1.770
8.655
34.532
21.697
21.697
120.991
579.978
1.014.898
1.069.570
1.069.570
8. Lampung
Jumlah :
1)
2)
*)
Angka diperbaiki
Angka sementara
Angka kumulatif
II/33
GRAFIK II - 2
PERKEMBANGAN KEADAAN HASIL REBOISASI
1973/74 - 1984/85
II/34
TABEL II - 10
JUMLAH PETUGAS LAPANGAN PENGHIJAUAN (PLP) DAN PETUGAS
LAPANGAN REBOISASI (PLR) MENURUT DAERAH TINGKAT I ,
1978/79 - 1984/85
No
Daerah Tingkat I/
Propinsi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sumatera Utara
Sumatera Barat
R i a u
J a m b i
Sumatera Selatan
7.
8.
Bengkulu
Lampung
1978/79
PLP
106
69
1982/83
PLR
PLP
PLR
PLP
PLR
15
81
34
450
58
143
54
302
39
181
6
45
5
116
30
451
151
101
54
283
37
180
6
45
5
142
36
433
101
151
46
283
37
180
6
45
5
142
l0
28
1
2
38
122
15
187
60
122
25
205
56
122
25
205
30
675
63
707
63
748
63
709
142
10
725
138
10
827
138
10
47
42
140
117
289
118
755
140
95
190
88
83
198
122
47
42
140
117
288
118
7
224
242
69
98
5.578
1.644
9.
Java Barat
550
Jawa Tengah
11.
D.I. Yogyakarta
516
104
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Java Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
B a 1 I
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
456
24
12
54
44
339
43
126
58
50
1
2
10.
3
10
2.685
1)
2)
PLR
1984/852)
5
14
2
2
2
10
10.
Jumlah :
PLP
1983/841)
66
42
140
117
11
3
4
3
748
134
70
196
89
758
198
156
214
24o
122
5.530
1.628
296
119
7
72
102
755
132
95
194
90
750,
198
122
224
242
7
69
98
5.624
1.645
Angka diperbaiki
Angka sementara
II/35
c.
Perbaikan, pengaturan dan pengembangan wilayah sungai meliputi kegiatan (1) perbaikan dan pemeliharaan sungai, ( 2 )
perbaikan dan pengaturan sungai, ( 3 ) penanggulangan akibat
bencana alam gunung berapi, dan ( 4 ) pengembangan wilayah sungai.
Selama periode 1945 - 1968 kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian banjir terbatas pada pemeliharaan
bangunan-bangunan yang sudah ada dan pelaksanaan pembangunan
waduk serbaguna Selorejo, Karangkates dan Jatiluhur.
Dalam tahun 1973/74 kegiatan-kegiatan tersebut di atas
dilaksanakan di 20 propinsi.
Luas areal yang diamankan meliputi 41,71 ribu ha. Selama Repelita I luas areal yang diamankan mencapai 289,07 ribu ha.
Dalam tahun 1978/79 kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan di 10 propinsi. Luas areal yang diamankan mencapai 62,06
ribu ha. Dalam Repelita II luas areal yang diamankan mencapai
434,52 ribu ha.
Tahun 1983/84 kegiatan-kegiatan pengendalian sungai dilaksanakan di 19 propinsi dengan luas areal yang diamankan mencapai 6 3 , 7 5 ribu ha. Sedangkan luas areal yang diamankan selama Repelita III mencapai 587,10 ribu ha.
Pada tahun 1984/85 kegiatan-kegiatan perbaikan, pengaturan dan pengembangan wilayah sungai dilaksanakan. Di 12 propinsi, dan areal yang diamankan mencapai 24,87 ribu ha.
Sejak Repelita I hingga saat ini kegiatan-kegiatan dalam
pengembangan wilayah sungai yang dikelola secara khusus dilakukan di Citanduy-Cisanggarung, Cimanuk, Bengawan Solo, Pema li Corral, Arakundo, Wampu, Ular, Bah Bolon, Pengendalian banjir Jakarta, dan Kali Brantas.
Untuk menanggulangi bencana alam akibat gunung berapi,
terutama terhadap
bahaya banjir lahar dingin dari G. Merapi,
G. Kelud, G. Semeru, G. Agung, dan G. Galunggung, maka selama
Repelita I, II dan III dan pada tahun pertama Repelita IV te lah dilakukan pembuatan kantong-kantong pasir, dam pengendali
dan bangunan pengendali lainnya. Adapun bahaya banjir ditanggulangi dengan membangun waduk-waduk; di antaranya waduk Wonogiri yang telah berfungsi sejak Tahun 1981, waduk Wadaslin-
II/36
t a n g dan Kedung Ombo dewasa ini yang masih dalam tahap pelaksanaan, waduk Jatigede dan waduk Wonorejo, keduanya masih dalam tahap persiapan pembangunan.
Sebagai
hasil dari beberapa jenis kegiatan
tersebut di
atas seluruh daerah yang dapat diamankan dalam Repelita I
mencapai 289,07 ribu ha, dalam Repelita I I 434,52 ribu ha,
dan dalam Repelita I I I sekitar 587,10 ribu ha. Perincian luas
areal menurut propinsi dapat dilihat pada Tabel I I - 11.
d.
sumber
daya
II/37
TABEL II - 11
PERKEMBANGAN HASIL PELAKSANAAN USAHA PENGENDALIAN SUNGAI, PENGEMBANGAN WILAYAH
DAN PENANGGULANGAN BENCANA ALAM MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1973/74 - 1984/85
(luas areal dalam ha)
1973/74
No.
Daerah Tingkat I/
Propinsi
1978/79
1983/84 1)
1982/83
pelita II)
pelita III)
380
2.300
3.500
1.500
3.500
30.000
21.605
2 .520
900
125
1.215
1.665
919
4. R i a u
400
400
5.
295
400
400
7.400
9.900
650
650
720
400
J a m b i
6. Sumatera Selatan
7 Bengkulu
8. Lampung
9. Kalimantan Barat
10. Kalimantan Selatan
3.000
2.950
900
900
900
150
1.100
7.000
1.060
30
3.223
2.900
320
1.505
555
35
22.250
20.400
38.423
18.565
11.556
8.473
5.200
12.599
2.440
400
2.600
2.600
1.800
22.040
2.188
1.565
200
1.000
880
1.300
105
1.800
5.399
750
5.100
22. B a l i
800
1.045
908
1.294
100
400 1)
100
60
200
400
75
25. Maluku
26. Timor Timur
110
Jumlah :
1)
2)
Angka diperbaiki
Angka sementara
II/38
41.713
62.063
121.005
63.750
24.869
Di dalam Taman Nasional terdapat keterpaduan antara fung si-fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis sumber plasma nutfah dan pelestarian kemanfaatan sumber daya alam. Di samping itu berbagai fungsi
Taman Nasional adalah seperti pariwisata, rekreasi, pengembangan kebudayaan, ilmu dan pengetahuan, dan, terlebih-lebih
bagi mereka yang bertempat tinggal di sekitar kawasan yang
bersangkutan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sampai dengan Repelita III telah berhasil ditetapkan 16
lokasi Taman Nasional dengan luas areal 4.626,51 ribu ha. Di
antaranya 5 Taman Nasional, yaitu Gunung Leuser, Ujung Kulon,
Gunung Gede, Pangrango, Baluran dan Komodo, telah ditetapkan
pada tanggal 16 Maret 1980 bertepatan dengan dicanangkannya
"
World Conservation Strategy " . Sedangkan 11 lokasi Taman Nasional lainnya, yaitu Kerinci Seblat, Bukit Barisan Selatan,
Kepulauan Seribu, Bromo Tengger-Semeru, Meru Betiri, Bali Barat, Kutai, Tanjung Puting, Dumoga Bone, Lore Lindu dan Manu sella, ditetapkan pada tanggal 14 Oktober 1982, bertepatan
dengan berlangsungnya Konggres Taman Nasional Sedunia Ke III
di Bali. Dalam tahun 1984/85 telah ditunjuk 3 taman nasional
yang baru dan diselesaikan pembangunan 2 taman nasional yaitu
Baluran dan Komodo. Perkembangan Taman Nasional sampai dengan
tahun 1984/85 dapat dilihat pada Tabel II - 12.
Dalam Tabel II - 12 terlihat bahwa khusus pada akhir Repelita III kegiatan penetapan hutan suaka alam dan hutan wi sata hanya meliputi areal yang kecil. Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahun 1983/84 terbatas pada identifikasi dan inventarisasi untuk lokasi yang akan ditetapkan kemudian, yaitu
di Maluku, pantai pulau Jawa, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara
Timur dan sebagainya.
Sampai akhir Repelita III terdapat 70 hutan wisata, de ngan lokasi tersebar di seluruh tanah air dan seluruhnya me liputi areal seluas 507,19 ribu ha. Ke 70 hutan wisata tersebut terdiri dart 54 Taman Wisata dengan areal seluas 172,79
ribu ha, 11 Taman Buru seluas 326,92 ribu ha, dan 5 Taman
Laut seluas 7,48 ribu ha.
Sampai akhir Repelita III, hutan lindung yang ditetapkan
sesuai dengan pola tata guna hutan kesepakatan telah meliputi
areal seluas 30.300,00 ribu ha. Dari areal itu seluas
10.600,00 ribu ha telah dikukuhkan, lokasinya tersebar di 686
tempat, dan di antaranya sebanyak 155 lokasi dengan luas
2.600,00 ribu ha telah ditentukan tata batasnya.
II/39
TABEL II - 12
PERKEMBANGAN HASIL PELAKSANAAN KAWASAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM*)
1973/74 - 1984/85
No.
FUNGSI KAWASAN
1973/74
1978/79
(Akhir Re-
(Akhir Re-
1983/84 1)
pelita I)
pelita II)
1982/83
(Akhir Re-
1984/85 2)
pelita III)
1. Cagar Alam
- unit
- luas (ha)
113
.138
144.625
3.553.535
174
6.781.173
174
177
6.781.173
6.826.703
2. Suaka Margasatwa
- unit
- luas (ha)
3.
- luas (ha)
66
66
66
4.905.357
4.905.357
4.905.357
20
52
54
55
64
35.036
171.573
172.794
175.194
Taman Buru
- unit
- luas (ha)
5.
38
2.444.433
Taman Wisata
- unit
4.
19
1.416.421
10
64.050
227.470
325.920
11
326.921
11
326.921
Taman Laut
- unit
- luas (ha)
1.000
4.600
7.480
5
7.480
5
7.480
Jumlah :
- unit
- luas (ha)
6.
1)
2)
*)
135
206
307
310
314
1.626.160
6.265.074
12.191.503
12.193.725
12.241.655
Taman Nasional
- unit
16
16
19
- luas (ha)
2.389.000
4.406.671
4.626.507
4.812.007
Angka diperbaiki
Angka sementara
Angka kumulatif
II/40
II/41
II/42
maupun di Daerah. Sedangkan sebagian lainnya telah aktip da lam evaluasi ANDAL proyek-proyek pembangunan. Selain itu jumlah tenaga PSL yang telah mencapai pendidikan tingkat S2 dan
S3 dalam bidang keahlian lingkungan telah mencapai 20 orang,
dan kini mereka telah aktif dalam pengembangan PSL di lingkungannya masing-masing.
Inventarisasi limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dalam Repelita III telah dilaksanakan di Jabotabek dan di Jawa
Timur. Selain itu, dalam rangka pemanfaatan sumber daya ener gi secara hemat dan bijaksana, telah pula dilakukan studi kebutuhan energi untuk beberapa jenis industri dasar, seperti
industri-industri semen, pupuk, baja, kertas, dan galas.
Dalam Repelita III dengan bekerjasama dengan PSL-PSL setempat telah dilaksanakan studi ANDAL mengenai beberapa pro yek pembangunan industri, seperti : pembangunan zona-zona industri di Lhok Seumawe, Lhok Nga, Indarung, Palembang, Cibinong, Bekasi-Krawang-Purwakarta, Cilegon, Tanggerang, Gresik,
Probolinggo, Tonassa dan Goa, serta Bontang. Studi ANDAL juga
telah diterapkan dalam pembangunan Bendungan, pembangunan daerah transmigrasi, pembangunan kelistrikan dan dalam pembangunan industri dasar, seperti semen, pupuk, industri minyak dan
gas, dan industri petrokimia pada umumnya.
Penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan telah
dilakukan secara bertahap dan makin efektif sejak awal Repelita III. Penanggulangan tersebut dilaksanakan dalam berbagai
bidang. Di bidang industri dilakukan terutama dalam industri
kunci atau industri dasar, seperti industri minyak dan gas,
industri baja, industri semen dan pupuk; dalam industri teks til, dalam industri pertanian,
seperti minyak kelapa sawit
dan kayu lapis; dan industri pertambangan. Di samping itu juga telah dilaksanakan penanggulangan terhadap pencemaran yang
ditimbulkan oleh limbah rumah tangga. Upaya-upaya tersebut
sudah dilakukan, antara lain, melalui rehabilitasi/ reklamasi
kawasan bekas pertambangan terbuka, melalui penerapan sistem
daur ulang, melalui netralisasi buangan limbah, dan melalui
pengembangan pemanfaatan limbah padat dari rumah tangga diperkotaan untuk pertanian.
Dalam Repelita III telah dapat disusun panduan mengenai
pencegahan dan penanggulangan pencemaran industri di lingkungan : (1) Industri yang tidak memerlukan ANDAL, (2) Industri
pulp dan Kertas, (3) Industri soda kaustik, (4) Industri ku-
II/43
II/44
tis, pengabdi dan penyelamat lingkungan. Di samping itu dilakukan pula kegiatan pengenalan paket kegiatan dan pelajaran
dalam bidang lingkungan hidup. Pengembangan upaya penyelamatan lingkungan selama Repelita III dan pada tahun pertama Repelita IV dititik beratkan kepada pengembangan peranserta masyarakat, baik masyarakat industri, konsumen, maupun perorangan.
Pembinaan tata ruang yang telah dilaksanakan meliputi rencana pengembangan tata guna tanah, tata kota dan tata daerah
serta tata agraria. Salah satu kegiatan yang sedang dikembangkan adalah tata ruang Jabotabek.
Perbaikan lingkungan perumahan kota merupakan salah satu
bentuk usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kesehatan lingkungan pemukiman. Upaya perbaikan lingkungan perumahan kota dalam tahun 1984/85 telah menghasilkan
sekitar 4.041 ha bagi 1,26 juta penduduk. Selama Repelita I
Upaya tersebut menghasilkan sekitar 2.400 ha bagi 1,20 juta
penduduk; selama Repelita II sekitar 6.160 ha bagi 2,30 juta
penduduk; dan selama Repelita III menghasilkan 16.939 ha bagi
3,09 juta penduduk. Di samping itu selama Repelita III, khusus untuk rakyat berpenghasilan rendah, PERUMNAS telah membangun rumah murah sebanyak 81.323 unit. Selama Repelita II
telah dibangun sebanyak 50.670 unit.
Dalam usaha pengadaan air bersih di perkotaan, dalam tahun 1984/85 telah terjadi penambahan kapasitas terpasang sebesar 1.337,5 liter/detik. Selama Repelita III, terjadi penambahan daya terpasang 18.030 liter/detik, selama Repelita II
sebesar 5.025 liter/detik, selama Repelita I 6.223 liter/detik. Sebelum Repelita I daya terpasang yang ada hanya 9.000
liter/detik. Sampai akhir Repelita III pelayanan air bersih
telah menjangkau sekitar 40% dari jumlah penduduk seluruh kota di Indonesia.
Dalam tahun 1984/85 telah pula disyahkan Undang-undang
No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yang merupakan dasar
bagi berbagai ketentuan-ketentuan dan pengelolaan sumber alam
dan lingkungan hidup di bidang industri.
Produksi dan pemakaian Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
sejak Repelita I sampai saat ini telah semakin meningkat.
Penggunaan pestisida di bidang pertanian, misalnya, telah sangat meningkat, baik jumlah maupun jenisnya. Produksi pestisida di dalam negeri telah meningkat dengan tajam, dari seki-
II/45
tar 400 ton selama Repelita I dan 11.800 ton selama Repelita
II, menjadi sekitar 170.000 ton selama Repelita III. Bahkan
pada tahun 1984/85 produksi pestisida telah mencapai 50.500
ton. Walaupun demikian produksi pestisida dalam negeri yang
telah meningkat tersebut ternyata masih belum mencukupi kebu tuhan, sehingga sejumlah pestisida dari berbagai jenis masih
perlu diimpor. Untuk menanggulangi pengaruh buruk dari penggunaan pestisida,
pada
tahun 1984/85 telah diterbitkan pedoman Pengamanan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
Dengan diterapkannya UU No.5/1984 tentang Perindustrian
dalam pembangunan industri yang berwawasan lingkungan, maka
ditingkatkan pula komunikasi, saling informasi dan kerjasama
antara
Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dengan Pemerintah,
LSM
dengan
pengusaha
industri
(KADIN,
assosiasi-assosiasi
pengusaha industri), pengusaha industri dengan Pemerintah,
para ilmuwan dengan Pemerintah, serta pengusaha industri dan
LSM dengan pihak ilmuwan. Dengan meningkatnya komunikasi, sa ling informasi dan kerjasama tersebut masalah lingkungan yang
timbul akan lebih mudah diketahui dan lebih mudah pula penyelesaiannya.
Kerjasama ASEAN di bidang pengembangan lingkungan hidup
terus dikembangkan, khususnya dalam bidang perlindungan ekosistem, pengelolaan lingkungan laut, penanggulangan pencemaran industri, pendidikan dan hukum.
II/46
matan hujan, dan 6 buah stasiun geofisika. Di samping itu dalam masa itu telah pula dibangun 5 buah stasiun meteorologi
klas III, 9 buah stasiun klimatologi, 137 buah stasiun iklim,
42 buah stasiun penguapan, 426 buah stasiun pengamatan hujan
dan 3 buah stasiun geofisika. Demikianlah produksi data selama itu mulai meningkat pula, dari produksi sekitar 503 ribu
data pada tahun 1968/69, menjadi sekitar 579 ribu data pada
akhir Repelita I.
Keberhasilan rehabilitasi/pembangunan tersebut mengakibat kan jam operasi stasiun dapat pula ditingkatkan. Dengan demi kian tingkat ketelitian data dan tingkat ketepatan ramalan,
serta kecepatan dan penyebaran data, selama Repelita I sema kin meningkat dan pelayanan data menjadi semakin baik, baik
dalam kualitas maupun kuantitasnya. Tingkat pertumbuhan permintaan pelayanan jasa selama Repelita I rata-rata 10% per
tahun.
Selama Repelita II, di samping rehabilitasi stasiun-stasiun lama, telah dibangun sebanyak 32 buah stasiun meteorologi, 2 buah stasiun klimatologi, 38 buah stasiun Mateo pertanian khusus (SMPK), 24 buah stasiun iklim, 55 buah stasiun
penguapan, 437 stasiun pengamatan hujan dan 10 buah stasiun
geofisika. Selain itu, dalam tahun 1974/75 telah pula diterbitkan peta hujan dan pets pusat gempa bumi (epicentrum) yang
mencakup seluruh Indonesia.
Hubungan kerjasama internasional, yang antara lain meliputi kerjasama ASEAN dalam pembuatan peta iklim dan statistik
klimatologi dan dalam pembuatan peta pembagian daerah gempa
di wilayah tersebut, sejak Repelita II telah pula dilaksanakan.
Selama Repelita II sebanyak 382,8 ribu permintaan pelayanan jasa, baik yang berasal dari pihak Pemerintah maupun yang
berasal dari pihak Swasta, telah dapat dipenuhi. Ini berarti
bahwa dibandingkan dengan selama Repelita I, dengan permintaan pelayanan jasa yang dapat dipenuhi sejumlah 193,7 ribu permintaan, selama Repelita II pelayanan jasa telah meningkat
sebesar 14,6% per tahun.
Produksi data juga telah meningkat, yaitu dari sebanyak
menjadi sebanyak
Selama Repelita III telah dibangun 5 buah balai meteorologi dan geofisika, 12 buah stasiun meteorologi, 4 buah sta-
II/47
siun klimatologi, 17 buah stasiun meteorologi pertanian khusus, 148 buah stasiun iklim, 36 buah stasiun penguapan, 888
buah stasiun pengamatan hujan, dan 7 buah stasiun geofisika.
Dalam tahun 1984/85 telah selesai dibangun sebuah stasiun
meteorologi pertanian khusus, 7 bush stasiun iklim, sebuah
stasiun penguapan, 264 buah stasiun pengamatan hujan dan
sebuah stasiun geofisika klas III. Dewasa ini semua balai dan
stasiun tersebut telah berfungsi (Tabel II - 13).
Selama Repelita III produksi data telah meningkat, dari
sebesar 1.106,6 ribu data pada akhir Repelita II menjadi sebesar 1.362,3 ribu data pada akhir Repelita III. Dalam tahun
1984/85 telah dihasilkan 1.385,5 ribu data.
Beberapa hambatan terjadi dalam pembangunan baru stasiun
meteorologi klas II dan III, stasiun klimatologi klas I, klas
II, dan klas III, Serta stasiun pengamat hujan dan stasiun
geofisika. Sejauh mengenai pembangunan bare stasiun-stasiun
ini realisasinya dalam Repelita III rata-rata hanya dapat mencapai 40% dari rencana yang disebabkan oleh keterlambatan da tangnya peralatan.
Untuk memenuhi data dan informasi meteorologi dan geofisika yang diperlukan telah diusahakan pemanfaatan data dan
informasi yang dihasilkan oleh berbagai satelit cuaca dan satelit sumber alam. Dalam hubungan itu kerjasama internasional
di bidang meteorologi
terus dikembangkan baik di tingkat
ASEAN maupun di tingkat internasional yang lebih luas.
Kualitas data yang disajikan, baik karena keterampilan
para personil maupun karena perkembangan peralatan dan jaringan stasiun,
telah meningkat dari tingkat ketepatan ramalan
65% pada akhir
Repelita I, menjadi 70% pada akhir Repelita
II, dan menjadi 75% pada akhir Repelita III. Selama itu pro duksi data juga
semakin meningkat, yaitu dari pertumbuhan
4,3% per tahun selama Repelita I, menjadi rata-rata 13% per
tahun selama Repelita II dan 15% per tahun selama Repelita
III.
Sebagai hasil dari perkembangan tersebut selama Repelita
III telah dapat dipenuhi sekitar 800.000 permintaan pelayanan
jasa informasi dan data dari berbagai pihak, baik instansi
Pemerintah maupun Swasta.
Ini berarti bahwa selama Repelita
III permintaan pelayanan jasa yang dapat dipenuhi meningkat
110%; jadi ada peningkatan rata-rata 16% per tahun. Dalam tahun 1984/85 permintaan pelayanan jasa meteorologi dan geofi-
II/48
TABEL II - 13
Uraian
1.
2.
Stasiun Meteorologi :
a. Penerbangan / Synoptic
- Stasiun Klas I
- Stasiun Klas II
- Stasiun Klas III
1973/74
1978/79
(Akhir Re-
(Akhir Re-
pelita I)
pelita II)
1968/69
1983/84
1982/83
(Akhir Re-
1984/85
pelita III)
12
12
12
12
47
52
68
82
82
82
28
66
77
83
84
137
161
212
309
316
50
105
141
141
142
2.312
2.738
3.175
3.435
4.063
4.327
13
14
15
b. Maritim
- Stasiun Klas I
- Stasiun Klas II
- Stasiun Klas III
3.
Stasiun Klimatologi:
- Stasiun Klas I
- Stasiun Klas II
- Stasiun Klas III
- Stasiun Meteorologi Pertanian
khusus (SMPK)
- Stasiun Iklim
- Stasiun Penguapan
- Stasiun Pengamatan Hujan
4.
Stasiun Geofisika:
- Stasiun Klas I
- Stasiun Klas II
- Stasiun Klas III
II/49
TABEL II - 14
PERKEMBANGAN PRODUKSI DATA STASIUN METEOROLOGI,
KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA YANG TELAH BERFUNGSI,
1968/1969 - 1984/1985
No.
1.
2.
3.
Uraian
1968/69
1973/74
1978/79
(Akhir Re-
(Akhir Re-
1983/84
pelita I)
pelita II)
1982/83
(Akhir Re-
1984/85
pelita III)
Stasiun Meteorologi
a. Data Synoptic
290.000
304.480
517.935
592.565
499.142
533.637
b. Data Penerbangan
204.132
240.132
351.127
393.672
348.049
371.521
797
879
1.803
24.125
35.062
20.863
35.280
24.297
24.761
39.067
1.585
1.036
593*)
a. Data Pertanian
12.100
14.135
17.963
4.494
b. Data Iklim
39.750
106.388
181.817
181.817
128.500
118.818
239.273
194.250
3.900
2.028
3.297
1.995
7.665
10.220
15.945
20.440
19.909
20.075
365
1.825
350
2.100
1.101
1.095
175
1.814
1.468
1.460
300
300
200
365
367
365
502.690
578.617
1.362.308
1.385.431
Stasiun Klimatologi
Stasiun Geofisika
a. Data Pengamatan Gempa
b. data Pengamatan Magnit Bumi
c. Data Listrik Udara
d. Data Ionosfera
II/50
II/51