Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Gigitan ular adalah salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling diabaikan di
masyarakat pedesaan miskin yang tinggal di daerah tropis. Karena tidak tepatnya pelaporan
yang serius, seluruh dunia tidak mengenali bahaya gigitan ular. Asia Selatan adalah wilayah
di dunia yang paling banyak terjadi, karena kepadatan penduduk yang tinggi, kegiatan
pertanian yang luas, banyaknya jenis spesies ular berbisa dan kurangnya program fungsional
pengendalian korban gigitan ular. Meskipun meningkatkan pengetahuan jenis ular berbisa,
komposisi dan metode tindakannya, pemahaman yang baik tentang fitur klinis keracunan dan
kecukupan produk antivenom oleh produsen India, manajemen penanganan korban gigitan
ular tetap tidak memuaskan di wilayah ini.
Belum adanya tes diagnostik lapangan untuk mengidentifikasi jenis spesies ular dan
pengobatan utama hanya bergantung pada administrasi antivenoms yang tidak bisa mengatasi
akibat gigitan dari semua jenis ular berbisa penting yang berada di daerah tersebut. Perawat
perlu pengawasan dan pelatihan yang lebih baik, dan badan kendali nasional harus diberi
masukan atas bukti-berbasis data yang dihasilkan oleh studi penelitian yang dirancang dengan
baik. Penduduk pedesaan kurang informasi sering menerapkan tindakan pertolongan pertama
yang tidak tepat dan waktu kritis terabaikan sebelum korban dibawa ke pusat pengobatan,
juga biaya pengobatan dapat merupakan suatu kendala lainnya. Kekurangan manajemen
penindakan korban gigitan ular di Asia Selatan adalah multi-kausal dan membutuhkan upaya
kolaboratif bersama dari para peneliti, produsen antivenom, pembuat kebijakan, otoritas
kesehatan publik dan penyandang dana internasional.
1.1
TUJUAN PENULISAN
Tujuan Umum
Mengetahui lebih dalam lagi tentang patofisiologi gigitan ular bisa sampai
menyebabkan kematian.
Mengetahui lebih dalam lagi gejala gigitan ular yang berhubungan dengan identifikasi.
Mengetahui dengan pasti bahwa memang kematian itu di gigit ular apa bukan.
1.2
RUMUSAN MASALAH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
DEFINISI
Korban gigitan ular adalah pasien atau orang yang digigit ular atau diduga digigit ular.
Ular adalah reptil yang tak berkaki dan bertubuh panjang. Ular memiliki sisik seperti
kadal dan sama-sama digolongkan ke dalam reptil bersisik (Squamata).
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang
luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik,
kardiovaskuler sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001:
2490).
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil
racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir
setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis
yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun
tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat
ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal.
Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang
toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.
2.2 ANATOMI
Ular adalah binatang yang istimewa, bagian-bagian organ dalam ular ini mengikuti kontur
tubuhnya yang panjang dan ramping. Organ-organ tubuh ular ini berpasangan seperti ginjal,
ovarium maupun jantung.
1. Kerongkongan
2. Batang tenggorokan
3. Paru-paru
4. Jantung kiri
5. Jantung kanan
6. Jantung
7. Hati
8. Lambung
9. Kantung udara
10. Gallbladder
11. Pankreas
12. Limpa
13. Usus
14. Ovarium
15. Ginjal
2.3
ETIOLOGI
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa
ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang
menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit.
Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam .
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding
sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput
tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka
gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit
sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan
selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf
pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah
melalui pembuluh limfe.
rabdomiolisis
yang
sering
berhubungan
dengan
maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan selsel otot.
d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler.
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat gigitan.
g. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
Lokasi Sifat
Bisa
Elapidae
Seluruh
Hydrophidae
kecuali Eropa
nekrosis (ular cobra)
Pantai perairan AsiaMyotoksik
Pasifik
dunia,Neurotoksik
dan
Viperidae:
Viperonae
Seluruh
dunia
Asia- Pasifik
Asia dan Amerika
2.4
EPIDEMIOLOGI
Sebuah gambaran yang akurat dari masalah global karena keracunan gigitan ular
berbisa tetap sulit diketahui meskipun beberapa upaya untuk memperkirakannya dan, angka
kejadian dari beberapa Negara yang dapat dipercaya, morbiditas, mortalitas, adalah sesuatu
yang langka. Asia Selatan adalah wilayah yang paling terkena dampak. India memiliki
jumlah tertinggi kematian akibat gigitan ular di dunia dengan 35,000-50,000 orang meninggal
per tahun menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di Pakistan, 40.000 gigitan
yang dilaporkan setiap tahun, yang mengakibatkan sampai dengan 8.200 kematian. Di Nepal,
lebih dari 20.000 kasus keracunan terjadi setiap tahun, dengan 1.000 kematian tercatat. Di Sri
Lanka, sekitar 33.000 korban gigitan ular berbisa dilaporkan setiap tahun dari rumah sakit
pemerintah. Sebuah survei yang dilakukan di 21 pos dari 65 distrik administratif Bangladesh
memperkirakan kejadian tahunan dari 4,3 per 100.000 popolasi penduduk dan kasus kematian
20%. Namun, data epidemiologi yang ada tetap terfragmentasi dan dampak sebenarnya dari
gigitan ular yang mungkin dianggap remeh. Survei di pedesaan Sri Lanka menunjukkan
bahwa data rumah sakit mencatat kurang dari setengah dari kematian akibat gigitan ular. Di
Nepal, ulasan catatan rumah sakit kabupaten menunjukkan bahwa badan nasional
meremehkan insiden gigitan ular yang merupakan salah satu peyebab besar.
2.5
tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat
dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa
terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil,
dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
ULAR BERBISA
lengkungan
Gambar 1. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B)
Ular berbisa dengan bekas taring.
2.6
2.7
GEJALA KLINIS :
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
1. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan
karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
2. Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual,
hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur.
Derajat
Venerasi
Luka
Nyeri
Udem/ Eritem
Tanda sistemik
gigit
0
+/-
<3cm/12>
+/-
II
+++
+
Neurotoksik,
Mual, pusing, syok
III
++
+++
++
Syok,
petekia,
ekimosis
IV
+++
+++
>ekstrimitas
++
Gangguan faal ginjal,
Koma, perdarahan
2.8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap,
penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,
hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk gigitan
yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan
dan waktu retraksi bekuan.
2.9
4. Tanda Bengkak, merah, panas dan Melepuh {yang sudah derajat 3-4}
5. Terdapat air liur dan DNA di dalam dan di sekitar gigitan.
6. Terdapat enzim ular pada darah korban.
2.11
ALAT DETEKSI
Untuk studi terbaru ini Dr Isbister dan tim, termasuk Dr Margaret O'Leary di Rumah
Sakit Newcastle Kalvari Mater dan Dr Kalana Maduwage dari Universitas Peradeniya - Sri
Lanka, memfokuskan penelitian pada enzim umum yang terdapat dalam racun/bisa ular, yaitu
fosfolipase A2 ( PLA2 ) .Dengan menggunakan sampel dari pasien gigitan ular yang
terkonfirmasi di Sri Lanka dan Australia, mereka memeriksa sampel itu untuk melihat apakah
PLA2 dapat dideteksi dalam darah .
Sampel pra - antiracun juga turut dikumpulkan dari sampel gigitan berbisa yang
dikumpulkan dari sejumlah ular berbisa yang digunakan dalam riset ini diantaranya, ular
Russell Viper, hump-nosed pit viper, Kobra India, Indian krait and five red-bellied black
snake.Sampel-sampel ini kemudian dibandingkan dengan tingkat PLA2 dalam kelompok
pasien gigitan ular yang tidak mengandung bisa.
Isbister mengatakan kadar PLA2 meningkat pada semua orang yang telah digigit dan
disuntik dengan racun/bisa ular.Dia mengatakan dengan ditemukannya cara untuk
mengkonfirmasi gigitan ular mengandung bisa atau tidak ini, maka hanya pasien yang
membutuhkan antiracun saja yang akan menerimanya.
Hasil temuan ini juga dianggap akan sangat berguna di negara-negara maju seperti
Australia dimana antiracun tersedia di lebih dari 90% rumah sakit.Dari ribuan kasus gigitan
ular yang dilaporkan ke rumah sakit di Australia, hanya sekitar 10 % saja yang gigitannya
mengandung racun bisa.Isbister mengatakan temuan ini siap ditindaklanjuti oleh penelitian
berikutnya yakni pengembangan pengujian perangkat/kit yang murah.
BAB III
KESIMPULAN
1. Beda antara gigitan ular berbisa dan tidak berbisa yakni jika ular berbisa memiliki ciri
bentuk kepala segitiga, dua gigi taring besar di rahang atas dan bekas gigitan terdapat
dua luka gigitan utama akibat gigi taring. Sedangkan kalau ular tidak berbisa memiliki
ciri sebagai berikut bentuk kepala segi empat panjang, gigi taring kecil- kecil, bentuk
gigitan luka halus berbentuk lengkungan.
2. Proses patofisiologi terjadinya masuk bisa ular bisa mengakibatkan kematian yakni
bisa ular masuk ke dalam tubuh lalu daya toksik menyebar melalui pembuluh darah.
Sehingga dapat masuk ke organ organ vital seperti jantung. Dan di jantung akan
gangguan sistem cardiovaskuler dan toksik masuk kedarah yang ada di sana dan bisa
mengakibatkan hipotensi. Bisa juga mengalami ganguan pernapasan lalu syok
hipovolemik lalu koagulopati hebat dan akhirnya gagal nafas. Sedangkan pada sistem
neurologis dapat mengenai sistem persyarafan pada pernapasan dan akhirnya odem
saluran nafas lalu bisa sukar bernafas.
3. Gejala klinis pada gigitan ular berbisa ada dua macam yaitu umum dan khusus.
4. Tanda pasti yang mendukung kematian yang di sebabkan oleh gigitan ular adalah
Anamesa Pasien riwayat kontak dengan ular sebelum meninggal. Ada bekas gigitan Terdapat
tanda gigitan dan gigitan yang bisa ,Gigitan yang khas Biasanya pada gigitan ular yang
berbisa. Terdapat DNA ular disekitar gigitan dan terdapat enzim ular pada darah korban.
DAFTAR PUSTAKA