Professional Documents
Culture Documents
c. Perencanaan contingency
2. Dasar Dasar Perencanaan yang Baik
a. Forecasting
b. Penggunaan skenario
c. Benchmarking
d. Partisipasi dan keterlibatan
e. Penggunaan staf perencana
II.1.4.1
II.1.4.2
Langkah- Langkah Perencanaan
1. Pengumpulan data
2. Analisa lingkungan (Analisa SWOT : S = Strength, W = Weakness, O =
Opportunities, T = Threaths)
3. Pengorganisasian data: pilih data yang mendukung dan menghambat
4. Menetapkan dan memprioritaskan masalah.
II.1.4.3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Berikut :
Mengetahui sifat hakiki dari masalah yang dihadapi.
Mengumpulkan data-data yang akurat sebelum menyusun rencana.
Menganalisa dan menginterpretasi data yang telah terkumpul
Menetapkan beberapa alternatif penyelesaian masalah.
Memilih cara yang terbaik untukmenyelesaikan masalah
Melaksanakan rencana yang telah disusun
Menilai hasil yang telah dicapai
merekrut,
memimpin,
memberikan
orientasi,
dan
meningkatkan
Meliputi :
Mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang akan
diberikan.
2. Menentukan kategori perawat yang akan ditugaskan untuk melaksanakan
3.
4.
5.
6.
7.
pelayanan keperawatan.
Menentukan jumlah masing-masingkategori perawat yang dibutuhkan.
Menerima dan menyaring untuk mengisi posisi yang ada.
Melakukan seleksi calon-calon yang ada.
Menentukan tenaga perawat sesuai dengan unit atau Shiff.
Memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugaspelayanan
keperawatan.
2000). Kepala ruangan harus melibatkan seluruh individu dan unit organisasi
terkait perencanaan (Marquis dan Huston, 2010).
Perencanaan kepala ruang di ruang rawat inap meliputi perencanaan
kebutuhan tenaga dan penugasan tenaga, pengembangan tenaga, kebutuhan
logistik ruangan, program kendali mutu yang akan disusun untuk pencapaian
tujuan jangka pendek, menengah dan panjang. Disamping itu kepala ruang
merencanakan kegiatan di ruangan seperti pertemuan dengan staf pada permulaan
dan akhir minggu.Tujuan pertemuan adalah untuk menilai atau mengevaluasi
kegiatan perawat sudah sesuai dengan standar atau belum, sehingga dapat
dilakukan perubahan-perubahan atau pengembangan dari kegiatan tersebut
(Swanburg, 2000).
Unsur-unsur yang terlibat dalam perencanaan menurut Suarli dan Bahtiar (2009),
yaitu:
1. Meramalkan (forecasting), misalnya memperkirakan kecenderungan
3. Menyusun
misalnya
diri.
Mengarahkan untuk mendengarkan aktif dan memberikan umpan balik.
Mengkomunikasikan tujuan organisasi kepada anggota.
Memotivasi anggota untuk terlibat aktif dalam mengambil keputusan.
Terbuka untuk ide baru dan berbagai ide.
Menjadi model peran dalam menetapkan metode perencanaan.
4. Evaluasi kegiatan
Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk menilai apakah
pelaksanaan kegiatan sesuai rencana. Kepala ruang berkewajiban untuk
memberi arahan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukan. Untuk itu
diperlukan uraian tugas dengan jelas untuk masing-masing staf dan standar
penampilan kerja.
5. Kelompok kerja
Kegiatan di ruang rawat inap diperlukan kerjasama antar staf dan
kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi kerja
dan perasaan keterikatan dalam kelompok untuk meningkatkan kualitas
kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan.
Keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala ruangan sebagai manajemen
yang terintegrasi dalam pengorganisasin menurut Marquis dan Huston (2010)
yaitu:
1. Kepala ruangan memandang struktur organisasi sebagai peta yang memberi
jalan kepada siapa mereka harus berkomunikasi dan siapa yang memiliki
kewenangan
2. Kepala ruangan memiliki pemahaman personal tentang rancanagan
organisasi yang lebih besar
3. Kepala ruangan memahami kesulitan yang menyertai setiap struktur,
sehingga dapat memberi dukungan.
4. Kepala ruangan harus memiliki pengetahuan tentang budaya organisasi,
meningkatkan pengembangan budaya yang konstruktif, menjelaskan serta
mengkomunikasikan pengembangan budaya tersebut kepada perawat
pelaksana.
5. Kepala ruangan berpikir kritis dan memiliki perilaku model peran yang baik
untuk menyelesaikan masalah
6. Kepala ruangan menahan diri untuk tidak menghakimi dan mendukung
semua anggota untuk ikut berpartisipasi dan berkontribusi
7. Kepala ruangan memahami organisasi dan mengenali apa yang dapat
dibentuk, diubah, dan yang tetap.
II.1.11 Fungsi Ketenagaan
fiskal dan etis adalah fungsi yang menyertai ketenagaan (Marquis dan Huston,
2010).
Berdasarkan pada filosofi para kepala ruangan dalam hal mengembangkan fungsi
ketenagaan menurut Gillies (2000) adalah sebagai berikut:
1. Memberikan seorang staf perawat yang professional secara keseluruhan
dalam ruangan.
2. Memberikan staf yang tepat dengan perbandingan perawat 1:1 dengan
pasien untuk setiap jam kerja.
3. Tenaga kesehatan lain dengan perbandingan 2:1 dengan pasien setiap
ruangan.
4. Melibatkan seluruh staf perawat dalam menyusun program ketenagaan.
5. Membagi tenaga perawat secara merata dalam hal jadwal libur, jam
6.
7.
8.
9.
komunikasi
interpersonal yang baik. Kepala ruangan setiap hari berkomunikasi dengan pasien,
staf, dan atasan setiap hari (Nursalam, 2012). Komunikasi membentuk inti
kegiatan manajemen dan melewati semua proses manajemen (Marquis dan
Huston, 2010).
Prinsip komunikasi manajer keperawatan menurut Nursalam (2012), yaitu:
1. Manajer harus mengerti struktur organisasi, siapa yang terkena dampak dari
keputusan yang dibuat. Jaringan komunikasi formal dan informal perlu
dibangun antara manajer dan staf
2. Komunikasi bukan hanya sebagai perantara, tetapi sebagai proses yang tak
terpisahkan dalam organisasi
3. Komunikasi harus jelas, sederhana, dan tepat.
4. Perawat profesional adalah mampu berkomunikasi dengan secara adekuat,
lengkap dan cepat.
5. Manajer harus meminta umpan balik apakah komunikasi dapat diterima
6. Menjadi pendengar yang baik adalah komponen penting dalam komunikasi.
Konflik sering terjadi dalam tatanan asuhan keperawatan. Konflik yang
terjadi antar staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan
pengunjung, staf dengan dokter (Swanburg, 2000). Manajer memiliki interaksi
dengan staf yang memiliki nilai, keyakinan, latar belakang dan tujuan berdeda
yang menjadi sumber terjadinya konflik (Marquis dan Huston, 2010). Sebagai
manajer keperawatan, kepala ruangan memiliki asumsi bahwa konflik suatu hal
yang dapat dihindari dan jika konflik tidak dikelola dengan baik, maka dapat
menghasilkan penyelesaian yang kreatif dan berkualitas. Kepala ruangan
menggunakan konflik yang konstruktif dalam menciptakan lingkungan yang
produktif (Nursalam, 2012).
Pengarahan akan mencapai tujuannya jika dikerjakan dengan baik. Dauglas
dalam Swansburg (2000) mengatakan bahwa ada dua belas aktivitas teknis yang
berhubungan dengan pengarahan pada manajemen, yaitu:
1. Merumuskan tujuan perawatan yang realistis untuk pelayanan keperawatan,
pasien dan perawat pelaksana.
2. Memberikan prioritas utama untuk kebutuhan klien sehubungan dengan
3.
4.
5.
6.
a.
b.
c.
d.
a. Fungsi pengendalian:
1) Mengevaluasi kinerja katim.
2) Memberikan umpan balik pada kinerja katim.
3) Mengatasi masalah di ruang rawat dan menetapkan tidak lanjut.
4) Memperhatikan aspek legal dan etik keperawatan.
5) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.
2. Katim:
a. Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang
b.
c.
d.
e.
kebutuhan pasien.
7. Evaluasi
Fungsi pengendalian:
a.
b.
c.
d.
safety
menurut
Joint
Commission
International
antara
lain:
6. Meliputi
indikasi
pada
pengobatan
dalam
menolong
farmasi
sebelum
memberikan
dosis
kepada
pasien
(Joint
Commission
International, 2007).
Terdapat enam tahapan untuk mengambil keputusan dalam pemberian
pengobatan yaitu:
1. Membuat diagnosa yang benar.
2. Mengerti patofisiologi pada penyakit tersebut, review pilihan menu dari
farmakoterapi.
3. Teliti pasien obat dan dosis yang benar.
4. Memilih poin-poin akhir atau bagian untuk mengikuti.
5. Memelihara hubungan terapeutik dg pasien. (Melmon and Morellis
Clinical Pharmacology, 2000).
Adapun untuk memberikan obat dengan tepat terdapat 6 tepat yang harus
diperhatikan yaitu:
1. Tepat obat: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien
sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek label obat, mengetahui
reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya memberikan obat yang
didiapkan diri sendiri.
2. Tepat dosis: mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek
hasil hitungan dosis dengan dengan perawat lain, mencampur/mengoplos
obat.
3. Tepat waktu: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek tanggal kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30
menit.
4. Tepat pasien: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas
pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien
5. Tepat cara pemberian: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat.
II.3 IGD
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit Rumah Sakit yang
memberikan perawatan perama kepada pasien. Unit ini dipimpin oleh seseorang
dokter jaga dengan tenaga dokterahli dan berpengalaman dalam PGD (Pelayanan
Gawat Darurat), yang kemudian bila dibutuhkan akan menunjuk pasien kepada
dokter spesialis tertentu.
Kementrian Kesehatan telah mengelurakan kebijakan Standar Instalasi Gawat
Darurat (IGD). Rumah Sakit yang tertuang dalam KEPMENKES RI No.
856/MENKES/SK/IX?2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat
di rumah sakit. Guna meningkatkan kualitas IGD Indonesia perlu komitmen
Pemerintah Daerah utuk membantu pemerintah pusat dengan ikut memberikan
sosialisai kepada masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan tidak
ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 menit setalah
pasien sampai IGD.
II.4 Triase
Kata triase (triage) berarti memilih. Jadi triase adalah proses skringing secara
cepat terhadap pasien sakit setelah tiba di rumah sakit untuk mengidentifikai ke
dalam salah satu kategori berikut :
1. Dengan
tanda
kegawatdaruratan
(Emergency
Signs)
memerlulan
4. Prioritas Ketiga (Hijau) adalah pasien dengan cedera minor yang tidak
membutuhkan stabilisasi segera memerlukan bantuan pertama sederahan
namun memerlukan penilaian ulang berkala.