You are on page 1of 26

BAB II

II.1 KONSEP MANAJEMEN KEPERAWATAN


II.1.1 Defenisi
Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan integrasi
sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk
mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan
(Huber, 2000). Kelly dan Heidental (2004) menyatakan bahwa manajemen
keperawatan dapat didefenisikan sebagai suatu proses dari perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses
manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian,
kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian (Marquis dan Huston, 2010).
Swanburg (2000) menyatakan bahwa manajemen keperawatan adalah kelompok
dari perawat manajer yang mengatur organisasi dan usaha keperawatan yang pada
akhirnya manajemen keperawatan menjadi proses dimana perawat manajer
menjalankan profesi mereka.
Manajemen keperawatan memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat
pelaksana serta mengelola kegiatan keperawatan. Suyanto (2009) menyatakan
bahwa lingkup manajemen keperawatan adalah manajemen pelayanan kesehatan
dan manajemen asuhan keperawatan. Manajemen pelayanan keperawatan adalah
pelayanan di rumah sakit yang dikelola oleh bidang perawatan melalui tiga
tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak (kepala bidang keperawatan),
manajemen menegah (kepala unit pelayanan atau supervisor), dan manajemen
bawah (kepala ruang perawatan). Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat
dipengaruhi oleh manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya.
Manajemen keperawatan adalah proses kerja setiap perawat untuk
memberikan pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien. Tugas manager
keperawatan adalah merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi
keuangan yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk memberikan
pengobatan yang efektif dan ekonomis kepada pasien (Gillies, 2000).
II.1.2 Prinsip-Prinsip Manajemen Keperawatan

Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen keperawatan


untuk memberikan perawatan kepada pasien. Swanburg (2000) menyatakan
bahwa prinsip-prinsip manajemen keperawatan sebagai berikut:
1. Manajemen keperawatan adalah perencanaan.
2. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif.
3. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan.
4. Pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan pasien adalah urusan manajer
perawat.
5. Manajemen keperawatan adalah suatu perumusan dan pencapaian tujuan
sosial.
6. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian.
7. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau tingkat
sosial, disiplin, dan bidang studi.
8. Manajemen keperawatan bagian aktif dari divisi keperawatan, dari
9.
10.
11.
12.
13.

lembaga, dan lembaga dimana organisasi itu berfungsi.


Budaya organisasi mencerminkan nilai-nilai kepercayaan.
Manajemen keperawatan mengarahkan dan pemimpin.
Manajemen keperawatan memotivasi.
Manajemen keperawatan merupakan komunikasi efektif.
Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian.

II.1.3 Fungsi-Fungsi Manajemen Keperawatan


Manajemen memerlukan peran orang yang terlibat di dalamnya untuk
menyikapi posisi masing-masing sehingga diperlukan fungsi-fungsi yang jelas
mengenai manajemen (Suarli dan Bahtiar, 2009). Fungsi manajemen pertama
sekali diidentifikasi oleh Henri Fayol (1925) yaitu perencaanaan, organisasi,
perintah, koordinasi, dan pengendalian. Luther Gulick (1937) memperluas fungsi
manajemen fayol menjadi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
personalia (staffing), pengarahan (directing), pengkoordinasian (coordinating),
pelaporan (reporting), dan pembiayaan (budgeting) yang disingkat menjadi
POSDCORB. Akhirnya, fungsi manajemen ini merujuk pada fungsi sebagai
proses manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,
pengarahan, pengawasan (Marquis dan Huston, 2010). Fungsi manajemen
menurut G.R. Terry adalah planning, organizing, actuating, dan controlling,
sedangkan menurut S.P. Siagian fungsi manajemen terdiri dari planning,
organizing, motivating, dan controlling (Suarli dan Bahtiar, 2009).

II.1.4 Perencanaan Kegiatan Keperawatan


Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan adalah
koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses
manajemen untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan
(Huber, 2000). Perencanaan adalah usaha sadar dan pengambilan keputusan yang
diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa yang
akan datang oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Siagian, 1992). Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan adalah
suatu keputusan dimasa yang akan datang tentang apa, siapa, kapan, dimana,
berapa, dan bagaimana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang
dapat ditinjau dari proses, fungsi dan keputusan. Perencanaan memberikan
informasi untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara akurat dan efektif
(Swanburg, 2000).
Perencanaan yang adekuat dan efektif akan mendorong pengelolaan sumber
yang ada dimana kepala ruangan harus mengidentifikasi tujuan jangka panjang
dan tujuan jangka pendek serta melakukan perubahan (Marquis dan Huston,
2010). Suarli dan bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan sangat penting
karena mengurangi ketidakpastian dimasa yang akan datang, memusatkan
perhatian pada setiap unit yang terlibat, membuat kegiatan yang lebih ekonomis,
memungkinkan dilakukannya pengawasan.
Fungsi perencanaan pelayanan dan asuhan keperawatan dilaksanakan oleh
kepala ruang. Swanburg (2000) menyatakan bahwa dalam keperawatan,
perencanaan membantu untuk menjamin bahwa klien akan menerima pelayanan
keperawatan yang mereka inginkan. Perencanaan kegiatan keperawatan di ruang
rawat inap akan memberi petunjuk dan mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan
untuk mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan kepada klien.
Perencanaan di ruang rawat inap melibatkan seluruh personil mulai dari perawat
pelaksana, ketua tim dan kepala ruang. Tanpa perencanaan yang adekuat, proses
manajemen pelayanan kesehatan akan gagal (Marquis dan Huston, 2010).
1. Pendekatan Perencanaan
a. Perencanaan inside-out dan perencanaan outside-in
b. Perencanaan top-down dan perencanaan bottom-up

c. Perencanaan contingency
2. Dasar Dasar Perencanaan yang Baik
a. Forecasting
b. Penggunaan skenario
c. Benchmarking
d. Partisipasi dan keterlibatan
e. Penggunaan staf perencana
II.1.4.1

Memandang Proses Perencanaan Sebagai Suatu Rangkaian

Kegiatan Yang Harus Dijawab Dengan Memuaskan ( 5 W + 1 H ) Yaitu :


1. What atau apa kegiatan-kegiatan yang harus dijalankan dalam rangka
2.
3.
4.
5.
6.

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan ?


Who atau siapa yang akan menjalankan kegiatan-kegiatan tersebut ?
Where atau dimana kegiatan-kegiatan tersebut hendak dilaksanakan ?
When atau kapan kegiatan tersebut akan dilaksanakan ?
Why atau mengapa kegiatan tersebut perlu dilaksanakan?
How atau bagaimana cara melaksanakan kegiatan tersebut ?

II.1.4.2
Langkah- Langkah Perencanaan
1. Pengumpulan data
2. Analisa lingkungan (Analisa SWOT : S = Strength, W = Weakness, O =
Opportunities, T = Threaths)
3. Pengorganisasian data: pilih data yang mendukung dan menghambat
4. Menetapkan dan memprioritaskan masalah.
II.1.4.3

Memandang Proses Perencanaan Sebagai Suatu Masalah Yang


Harus Diselesaikan Dengan Menggunakan Langkah-Langkah

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Berikut :
Mengetahui sifat hakiki dari masalah yang dihadapi.
Mengumpulkan data-data yang akurat sebelum menyusun rencana.
Menganalisa dan menginterpretasi data yang telah terkumpul
Menetapkan beberapa alternatif penyelesaian masalah.
Memilih cara yang terbaik untukmenyelesaikan masalah
Melaksanakan rencana yang telah disusun
Menilai hasil yang telah dicapai

II.1.4.4 Tujuan Perencanaan


1. Meningkatkan pencapaian tujuan dan kesuksesan yang difokuskan pada
hasil bukan pelaksanaan.
2. Menuntut kita untuk berpikir kritis dan mengevaluasi alternative-alternatif
yang bisa mengembangkan atau mengubah keputusan.

3. Membentuk suatu struktur untuk pengambilan keputusan yang konsisten


sesuai dengan tujuan organisasi .
4. Mengajak atau menggerakan orang-orang untuk bekerja atau bertindak aktif
daripada bersikap reaktif.
5. Mengatur kegiatan hari-perhari atau kegiatan jangka pangjang yang
terfokus.
II.1.4.5 Karakteristik Perencanaan
1. Proses Pembuatan Rencana
a. Menetapkan tujuan
b. Observasi dan analisa lingkungan
c. Menganalisa kemungkinan-kemungkinan
d. Membuat sintesa
2. Bentuk-Bentuk Perencanaan
a.
Rencana Global (Global Plan)
b.
Rencana Strategik (Strategic Plan)
c.
Rencana Operasional (Operational Plan)
3. Jenis Perencanaan Berdasarkan Waktu :
a. Perencanaan Jangka Panjang (10-25 th)
b. Perencanaan Jangka Menengah ( 5-10 th)
c. Perencanaan Jangka Pendek ( 1-5 th)
II.1.5 Pengorganisasian Keperawatan
Pengorganisasian dilakukan setelah perencanaan. Pengorganisasian adalah
langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam
kegiatan, menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang
oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004).
Huber (2000) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah memobilisasi sumber
daya manusia dan material dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi, dapat
juga untuk mengidentifikasi antara hubungan yang satu dengan yang lain.
Pengorganisasian dapat dilihat secara statis dan dinamis. Secara statis merupakan
wadah kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan, sedangkan secara
dinamis merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan kerja yang teratur dan
sistematis untuk mencapai tujuan tertentu (Suarli dan Bahtiar, 2009).
Manfaat pengorganisasian untuk penjabaran secara terinci semua pekerjaan
yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, pembagian beban kerja sesuai
dengan kemampuan perorangan/kelompok, dan mengatur mekanisme kerja antar
masing-masing anggota kelompok untuk hubungan dan koordinasi (Huber, 2000).

Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa pada pengorganisasian hubungan


ditetapkan, prosedur diuraikan, perlengkapan disiapkan, dan tugas diberikan.
Prinsip-prinsip organisasi saling ketergantungan dan dinamis. Kepala ruangan
dapat menciptakan lingkungan yang meransang dalam praktik keperawatan.
Prinsip-prinsip pengorganisasian menurut Swanburg (2000) adalah:
1. Prinsip rantai komando
Prinsip rantai komando menyatakan bahwa untuk memuaskan anggota efektif
secara ekonomi dan berhasil dalam mencapai tujuan. Komunikasi cenderung ke
bawah dan satu arah. Pada organisasi keperawatan, rantai komando ini datar,
dengan garis manajer dan staf teknis serta administrasi yang mendukung
perawat pelaksana.
2. Prinsip kesatuan komando
Prinsip kesatuan komando menyatakan bahwa seorang perawat pelaksana
mepunyai satu pemimpin dan satu rencana. Keperawatan primer dan
manajemen kasus mendukung prinsip prinsip kesatuan komando ini.
3. Prinsip rentang kontrol
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap perawat harus dapat mengawasi secara
efektif dalam hal jumlah, fungsi, dan geografi. Pada prinsip ini, makin kurang
pengawasan yang diperlukan untuk perawat. Perawat harus memiliki lebih
banyak pengawasan untuk menghindari terjadinya kesalahan. Kepala ruangan
harus lebih banyak mengkoordinasikan.
4. Prinsip spesialisasi
Prinsip spesialisasi menyatakan bahwa setiap orang harus menampilkan satu
fungsi kepemimpinan tunggal, sehingga ada devisi kerja atau pembagian tugas
yang membentuk departement.
II.1.6 Ketenagaan Keperawatan
Pengaturan staf dan penjadwalan adalah komponen utama dalam
manajemen keperawatan. Swanburg (2000) menyatakan bahwa pengaturan staf
keperawatan merupakan proses yang teratur, sistematis, rasional diterapkan untuk
menentukan jumlah dan jenis personel keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada standar yang ditetapkan sebelumnya.
Manajer bertanggung jawab dalam mengatur sistem kepegawaian secara
keseluruhan (Gillies, 2000). Ketenagaan adalah kegiatan manajer keperawatan
untuk

merekrut,

memimpin,

memberikan

orientasi,

dan

meningkatkan

perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis dan Huston,


2010). Ketenagaan juga memastikan cukup atau tidaknya tenaga keperawatan
yang terdiri dari perawat yang profesional, terampil, dan kompeten. Kebutuhan
ketenagaan dimasa yang akan datang harus dapat diprediksi dan suatu rencana
harus disusun secara proaktif untuk memenuhi kebutuhan.
Manager harus merencanakan ketenagaan yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan asupan pasien. Upaya harus dilakukan untuk menghindari kekurangan
dan kelebihan personalia saat ada fluktuasi jumlah dan akuitas pasien. Kebijakan
prosedur ketenagaan dan penjadwalan harus tertulis dan dikomunikasikan kepada
semua staf. Kebijakan dan penjadwalan tidak boleh melanggar undang-undang
ketenagakerjaan atau kontrak pekerja. Kebijakan ketenagaan harus yang ada harus
diteliti secara berkala untuk menentukan apakah memenuhi kebutuhan staf dan
organisasi. Upaya harus terus dilakukan agar dapat menggunakan metode
ketenagaan dengan inovatif dan kreatif (Marquis dan Huston, 2010).
II.1.6.1 Perencanaan Tenaga Keperawatan
1. Perencanaan tenaga atau staffing merupakan salah satu fungsi utama
seorang pimpinan organisasi termasuk organisasi keperawatan.
2. Keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusianya. Hal ini terkait erat dengan bagaimana seorang pimpinan
merencanakan ketenagaan di unit kerjanya.
II.1.6.2 Langkah-Langkah Perencanaan Tenaga Keperawatan (Gillies, 1989)
1.

Meliputi :
Mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang akan

diberikan.
2. Menentukan kategori perawat yang akan ditugaskan untuk melaksanakan
3.
4.
5.
6.
7.

pelayanan keperawatan.
Menentukan jumlah masing-masingkategori perawat yang dibutuhkan.
Menerima dan menyaring untuk mengisi posisi yang ada.
Melakukan seleksi calon-calon yang ada.
Menentukan tenaga perawat sesuai dengan unit atau Shiff.
Memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugaspelayanan
keperawatan.

II.1.7 Pengarahan Keperawatan


Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha
memotivasi, membina komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan negosiasi
(Marquis dan Huston, 2010). Pengarahan adalah fungsi manajemen yang
memantau dan menyesuaikan perencanaan, proses, dan sumber yang efektif dan
efisien mencapai tujuan (Huber, 2000). Pengarahan yang efektif akan
meningkatkan dukungan perawat untuk mencapai tujuan manajemen keperawatan
dan tujuan asuhan keperawatan (Swanburg, 2000). Motivasi sering disertakan
dengan kegiatan orang lain mengarahkan, bersamaan dengan komunikasi dan
kepemimpinan (Huber, 2006).
II.1.8 Pengendalian Keperawatan
Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen
keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,
pengarahan (Swanburg, 2000). Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian
rencana, proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Huber, 2006). Selama fase pengendalian, kinerja diukur menggunakan
standar yang telah ditentukan dan tindakan diambil untuk mengoreksi
ketidakcocokan antara standar dan kinerja (Marquis dan Huston, 2010). Fungsi
pengawasan bertujuan agar penggunaan sunber daya lebih efisien dan staf dapat
lebih efektif untuk mencapai tujuan program (Muninjaya, 2004).
Prinsip pengawasan yang harus diperhatikan manager keperawatan dalam
menjalankan fungsi pengendalian (Muninjaya, 2004) adalah:
1. Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staf dan hasilnya
mudah diukur
2. Pengawasan merupakan kegiatan penting dalam upaya mencapai tujuan
organisasi
3. Standar untuk kerja harus dijelaskan kepada semua staf.
II.1.9 Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan manajemen keperawatan di ruang rawat inap yang
dilaksanakan oleh kepala ruangan melibatkan seluruh personil mulai dari perawat
pelaksana, ketua tim, dan kepala ruangan. Sebelum melakukan perencanaan
terlebih dahulu dianalisa dan dikaji sistem, strategi organisasi, sumber-sumber
organisasi, kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan prioritas (Swanburg,

2000). Kepala ruangan harus melibatkan seluruh individu dan unit organisasi
terkait perencanaan (Marquis dan Huston, 2010).
Perencanaan kepala ruang di ruang rawat inap meliputi perencanaan
kebutuhan tenaga dan penugasan tenaga, pengembangan tenaga, kebutuhan
logistik ruangan, program kendali mutu yang akan disusun untuk pencapaian
tujuan jangka pendek, menengah dan panjang. Disamping itu kepala ruang
merencanakan kegiatan di ruangan seperti pertemuan dengan staf pada permulaan
dan akhir minggu.Tujuan pertemuan adalah untuk menilai atau mengevaluasi
kegiatan perawat sudah sesuai dengan standar atau belum, sehingga dapat
dilakukan perubahan-perubahan atau pengembangan dari kegiatan tersebut
(Swanburg, 2000).
Unsur-unsur yang terlibat dalam perencanaan menurut Suarli dan Bahtiar (2009),
yaitu:
1. Meramalkan (forecasting), misalnya memperkirakan kecenderungan

masa depan (peluang dan tantangan).


2. Menetapkan tujuan (estabilishing objektive), menyusun acara yang
urutan kegiatannya menurut skala prioritas.
jadwal
pelaksanaan
(scheduling),

3. Menyusun

misalnya

menetapkan/memperhitungkan waktu dengan tepat.


4. Menyusun anggaran (budgeting), misalnya mengalokasikan sumber

yang tersedia (uang, alat, manusia) dengan memperhitungkan waktu


dengan tepat.
5. Mengembangkan prosedur, misalnya menentukan tata cara yang paling
tepat.
6. Menafsirkan dan menetapkan kebijakan (interpreting and estabilishing

policy), misalnya menafsirkan kebijakan atasan dan menetapkan


kebijakan operasional.
Peran kepemimpinan yang berhubungan dengan hierarki perencanaan menurut
Marquis dan Huston (2010), yaitu:
1. Mengkaji lingkungan eksternal dan internal.
2. Berpikir kreatif dan inovatif dalam perencanaan.
3. Mempengaruhi dan menginspirasi anggota agar aktif terlibat dalam
perencanaan jangka panjang.

4. Secara periodik melakukan klarifikasi nilai untuk meningkatkan kesadaran


5.
6.
7.
8.
9.

diri.
Mengarahkan untuk mendengarkan aktif dan memberikan umpan balik.
Mengkomunikasikan tujuan organisasi kepada anggota.
Memotivasi anggota untuk terlibat aktif dalam mengambil keputusan.
Terbuka untuk ide baru dan berbagai ide.
Menjadi model peran dalam menetapkan metode perencanaan.

II.1.10 Fungsi Pengorganisasian


Kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengorganisasi kegiatan
pelayanan dan asuhan keperawatan di ruang rawat inap (Swanburg, 2000)
meliputi :
1. Struktur organisasi
Struktur organisasi ruang rawat inap terdiri dari : struktur, bentuk dan bagan.
Berdasarkan keputusan Direktur rumah sakit dapat ditetapkan struktur
organisasi ruang rawat inap untuk menggambarkan pola hubungan antar
bagian atau staf atasan baik vertikal maupun horizontal. Juga dapat dilihat
posisi tiap bagian, wewenang dan tanggung jawab serta jalur tanggung
gugat. Bentuk organisasi disesuaikan dengan pengelompokan kegiatan atau
sistem penugasan.
2. Pengelompokam kegiatan
Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus
diselesaikan untuk mencapai tujuan. Kegiatan perlu dikumpulkan sesuai
dengan spesifikasi tertentu. Pengelompokan kegiatan dilakukan untuk
memudahkan pembagian tugas pada perawat sesuai dengan pengetahuan
dan keterampilan yang mereka miliki serta disesuaikan dengan kebutuhan
klien. Ini yang disebut dengan metoda penugasan keperawatan. Metoda
penugasan tersebut antara lain : metode fungsional, metode alokasi
klien/keperawatan total, metode tim keperawatan, metode keperawatan
primer, dan metode moduler.
3. Koordinasi kegiatan
Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan kerjasama
yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk menciptakan
suasana kerja yang kondusif. Selain itu perlu adanya pendelegasian tugas
kepada ketua tim atau perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan di
ruang rawat inap.

4. Evaluasi kegiatan
Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk menilai apakah
pelaksanaan kegiatan sesuai rencana. Kepala ruang berkewajiban untuk
memberi arahan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukan. Untuk itu
diperlukan uraian tugas dengan jelas untuk masing-masing staf dan standar
penampilan kerja.
5. Kelompok kerja
Kegiatan di ruang rawat inap diperlukan kerjasama antar staf dan
kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi kerja
dan perasaan keterikatan dalam kelompok untuk meningkatkan kualitas
kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan.
Keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala ruangan sebagai manajemen
yang terintegrasi dalam pengorganisasin menurut Marquis dan Huston (2010)
yaitu:
1. Kepala ruangan memandang struktur organisasi sebagai peta yang memberi
jalan kepada siapa mereka harus berkomunikasi dan siapa yang memiliki
kewenangan
2. Kepala ruangan memiliki pemahaman personal tentang rancanagan
organisasi yang lebih besar
3. Kepala ruangan memahami kesulitan yang menyertai setiap struktur,
sehingga dapat memberi dukungan.
4. Kepala ruangan harus memiliki pengetahuan tentang budaya organisasi,
meningkatkan pengembangan budaya yang konstruktif, menjelaskan serta
mengkomunikasikan pengembangan budaya tersebut kepada perawat
pelaksana.
5. Kepala ruangan berpikir kritis dan memiliki perilaku model peran yang baik
untuk menyelesaikan masalah
6. Kepala ruangan menahan diri untuk tidak menghakimi dan mendukung
semua anggota untuk ikut berpartisipasi dan berkontribusi
7. Kepala ruangan memahami organisasi dan mengenali apa yang dapat
dibentuk, diubah, dan yang tetap.
II.1.11 Fungsi Ketenagaan

Ketenagaan mengerjakan perekrutan, wawancara, mengontrak, dan orientasi


staf. Keberhasilan perekrutan tergantung pada sumber daya alam, jumlah tenaga
perawat yang memadai, gaji yang kompetitif, reputasi organisasi, daya tarik
lokasi, dan status ekonomi. Manajer bertanggung jawab dalam merekrut perawat
(Swanburg, 2000).
Hubungan kepala ruangan dengan perekrut harus bersifat kolaboratif.
Kepala ruangan terlibat dalam perekrutan, wawancara, dan pemilihan pegawai.
Keterlibatan kepala ruangan tergantung pada besar institusi, adanya departemen
personalia yang terpisah, adanya perekrut perawat organisasi tersebut dan
penggunaan manajemen keperawatan yang sentralisasi dan desentralisasi.
Merekrut perawat dilakukan dengan wawancara sebagai metode seleksi
penerimaan perawat (Marquis dan Huston, 2010).
Wawancara dapat dijadikan sebagai landasan untuk memilih orang untuk
berbagai posisi. Hal yang paling penting dalam perektutan adalah mengawasi staf
baru selama proses (Swanburg, 2000). Program orientasi yang dipersiapkan dan
dilaksanakan dengan baik mengajarkan perawat baru mengenai perilaku yang
sesuai dengan tujuan organisasi. Orientasi perawat baru yang berhasil akan
mengurangi terjadinya gesekan (Marquis dan Huston, 2010).
Peran kepala ruangan dalam ketenagaan meliputi perencanaan untuk
keperluan ketenagaan selanjutnya dan perubahan di dunia keperawatan. Kepala
ruangan bertanggung jawab dalam penyusunan sistem kepegawaian (Gillies,
2000). Kepala ruangan sangat berperan dalam penjadwalan, pengembangan
perawat, sosialisai perawat, mengadakan pelatihan untuk perawat (Marquis dan
Huston, 2010). Manager harus mengetahui jumlah jabatan yang diatur pada setiap
klasifikasi kerja temasuk jabatan yang kosong. Anggaran keuangan angan
memperlihatkan pekerja apa yang dibutuhkan (Gillies, 2000).
Penjadwalan yang dilakukan sendiri memberikan kesempatan dan tanggung
jawab kepada perawat untuk membuat jadwal kerja sendiri (Marquis dan Huston,
2010). Gillies (2000) menyatakan bahwa dalam hal penjadwalan kepala ruangan
harus mengatur tentang pola-pola perputaran jawdal, jadwal-jadwal liburan, dan
praktek-praktek lembur. Alat dan metode yang digunakan untuk menentukan
kebutuhan kepersonaliaan perlu ditinjau ulang secara berkala. Tanggung jawab

fiskal dan etis adalah fungsi yang menyertai ketenagaan (Marquis dan Huston,
2010).
Berdasarkan pada filosofi para kepala ruangan dalam hal mengembangkan fungsi
ketenagaan menurut Gillies (2000) adalah sebagai berikut:
1. Memberikan seorang staf perawat yang professional secara keseluruhan
dalam ruangan.
2. Memberikan staf yang tepat dengan perbandingan perawat 1:1 dengan
pasien untuk setiap jam kerja.
3. Tenaga kesehatan lain dengan perbandingan 2:1 dengan pasien setiap
ruangan.
4. Melibatkan seluruh staf perawat dalam menyusun program ketenagaan.
5. Membagi tenaga perawat secara merata dalam hal jadwal libur, jam
6.
7.
8.
9.

kerja,waktu putaran, waktu istirahat.


Bertanggung dalam perencanaan ketenagaan.
Membuat jadwal perawat paling cepat jadwal 2 bulan.
Mengerti akan kebutuhan staf dalam hal istirahat, liburan.
Memberikan penghargaan kepada perawat berprestasi.

II.1.12 Fungsi Pengarahan


Fungsi pengarahan selalu berkaitan erat dengan perencanaan kegiatan
keperawatan di ruang rawat inap dalam rangka menugaskan perawat untuk
melaksanakan mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kepala ruangan dalam
melakukan kegiatan pengarahan melalui: saling memberi motivasi, membantu
pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, menggunakan komunikasi yang
efektif, melakukan kolaborasi dan koordinasi (Swanburg, 2000). Memotivasi
adalah menunjukkan arah tertentu kepada perawat atau staf dan mengambil
langkah yang perlu untuk memastikan mereka sampai pada tujuan (Soeroso,
2003).
Kepala ruangan haruslah menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan
bekerja yang harmonis, bersikap objektif dalam menghadapai persoalan dalam
pelayanan keperawatan melalui pengamatan, dan objektif juga dalam menghadapi
tingkah laku stafnya. Kepala ruangan harus peka akan kodrat manusia yang punya
kelebihan dan kekurangan, memerlukan bantuan orang lain, dan mempunyai
kebutuhan yang bersifat pribadi dan sosial (Muninjaya, 2004).
Manajer keperawatan harus memiliki keterampilan

komunikasi

interpersonal yang baik. Kepala ruangan setiap hari berkomunikasi dengan pasien,

staf, dan atasan setiap hari (Nursalam, 2012). Komunikasi membentuk inti
kegiatan manajemen dan melewati semua proses manajemen (Marquis dan
Huston, 2010).
Prinsip komunikasi manajer keperawatan menurut Nursalam (2012), yaitu:
1. Manajer harus mengerti struktur organisasi, siapa yang terkena dampak dari
keputusan yang dibuat. Jaringan komunikasi formal dan informal perlu
dibangun antara manajer dan staf
2. Komunikasi bukan hanya sebagai perantara, tetapi sebagai proses yang tak
terpisahkan dalam organisasi
3. Komunikasi harus jelas, sederhana, dan tepat.
4. Perawat profesional adalah mampu berkomunikasi dengan secara adekuat,
lengkap dan cepat.
5. Manajer harus meminta umpan balik apakah komunikasi dapat diterima
6. Menjadi pendengar yang baik adalah komponen penting dalam komunikasi.
Konflik sering terjadi dalam tatanan asuhan keperawatan. Konflik yang
terjadi antar staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan
pengunjung, staf dengan dokter (Swanburg, 2000). Manajer memiliki interaksi
dengan staf yang memiliki nilai, keyakinan, latar belakang dan tujuan berdeda
yang menjadi sumber terjadinya konflik (Marquis dan Huston, 2010). Sebagai
manajer keperawatan, kepala ruangan memiliki asumsi bahwa konflik suatu hal
yang dapat dihindari dan jika konflik tidak dikelola dengan baik, maka dapat
menghasilkan penyelesaian yang kreatif dan berkualitas. Kepala ruangan
menggunakan konflik yang konstruktif dalam menciptakan lingkungan yang
produktif (Nursalam, 2012).
Pengarahan akan mencapai tujuannya jika dikerjakan dengan baik. Dauglas
dalam Swansburg (2000) mengatakan bahwa ada dua belas aktivitas teknis yang
berhubungan dengan pengarahan pada manajemen, yaitu:
1. Merumuskan tujuan perawatan yang realistis untuk pelayanan keperawatan,
pasien dan perawat pelaksana.
2. Memberikan prioritas utama untuk kebutuhan klien sehubungan dengan
3.
4.
5.
6.

tugas-tugas perawat pelaksana.


Melaksanakan koordinasi untuk efisiensi pelayanan.
Mengidentifikasi tanggung jawab dari perawat pelaksana.
Memberikan perawatan yang berkesinambungan.
Mempertimbangkan kebutuhan terhadap tugas-tugas dari perawat pelaksana.

7. Memberikan kepemimpinan untuk perawat dalam hal pengajaran,


8.
9.
10.
11.
12.

konsultasi, dan evaluasi.


Mempercayai anggota.
Menginterpretasikan protokol.
Menjelaskan prosedur yang harus diikuti.
Memberikan laporan ringkas dan jelas.
Menggunakan proses kontrol manajemen.

II.1.13 Fungsi Pengendalian


Ukuran kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan dengan indikator proses
yaitu nilai dokumentasi keperawatan, indikator out put yaitu tingkat kepuasan
klien, tingkat kepuasan perawat, lama hari rawat. Untuk kegiatan mutu yang
dilaksanakan kepala ruang meliputi: Audit dokumentasi proses keperawatan tiap
dua bulan sekali, survei kepuasan klien setiap kali pulang, survei kepuasan
perawat tiap enam bulan, survei kepuasan tenaga kesehatan lain, dan perhitungan
lama hari rawat klien, serta melakukan langkah-langkah perbaikan mutu dengan
memperhitungkan standar yang ditetapkan (Swanburg, 2000).
Tambahan peran manajer dalam pengendalian adalah menentukan seberapa
baik staf melakukan tugas yang diberikan. Hal ini dilakukan dengan penilaian
kinerja. Proses penilaian kinerja staf dapat digunakan secara efektif dalam
mengarahkan perilaku pegawai untuk menghasilkan kualitas pelayanan yang
tinggi (Nursalam, 2012). Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa
penilaian kinerja membuat staf mengetahui tingkat kinerja mereka.
Dalam melaksanakan penilaian kinerja, manajer perlu menetapkan orang
yang bertanggung jawab mengevaluasi setiap staf. Idealnya supervisor
mengevaluasi rekan terdekatnya, dimana satu orang mengevaluasi kerja rekannya
secara akurat (Nursalam, 2012). Staf harus dilibatkan dalam proses penilaian
kinerja dan memandang penilaian ini sebagai hal yang akurat dan adil (Marquis
dan Huston, 2010).
Peran Manajer dapat mempengaruhi faktor motivasi dan lingkungan. Tetapi
faktor lain yang mungkin mempengaruhi tergantungnya tugas, khususnya
bagaimana manajer bekerja dalam suatu organisasi. Secara umum peran manajer
dapat dinilai dari kemampuannya dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan
staf. Kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik, psikis,
dimana kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi melalui peran manajer dalam

memperlakukan stafnya. Hal ini dapat ditanamkan kepada manajer agar


diciptakan suasana keterbukaan dan memberikan kesempatan kepada staf untuk
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya (Marquis dan Huston, 2010).
II.1.14 Uraian Tugas Karu, Katim, PP
1. Karu:
Seorang perawat profesional yang diberi wewenang dan tanggung jawab
dan mengelola kegiatan pelayanan perawatan di satu ruang rawat.
Peran Fungsi karu:
1. Menentukan standar pelaksanaan kerja.
2. Memberi Pengarahan katim.
3. Supervisi dan evaluasi tugas staf .
Peran karu dalam:
1. Pengkajian:

Mengidentifikasi masalah terkait fungsi manajamen


2. Perencanaan
a. Menunjuk katim yang bertugas diruangan masing-masing.
b. Mengkikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya.
c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi,
dan persiapan pulang bersama katim.
d. Mengidentifikasi jumlah perawata yang dibutuhkan berdasarkan
aktivitas dan kebutuhan pasien bersama katim, mengatur
peugasan/penjadwalan.
e. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawawatan.
f. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi patfisiologi,
tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan,dan
mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien.
g. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan:
1) Membimbing pelaksanaan askep
2) Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai askep
3) Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
4) Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru
masuk
h. Membantu pengembangan staf: pendidikan, latihan dll.
i. Merencanakan bimbingan terhadap peserta di keperawatan.
3. Pengorganisasian

a.
b.
c.
d.

Merumuskan metode atau sistem penugasan yang digunakan


Merumuskan tujuan/sistem metode
Membuat rincian tugas katim dan anggota tim secara jelas
Membuat rentang kendali: karu membawahi 2 katim, dan katim

membawahi 2 3 orang perawat


e. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
f. Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek
g. Mendelegasikan tugas saat karu tidak berada di tempat kepada
katim
h. Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien
i. Mengatur penugasan jadwal pos /pekarya
j. Identifikasi masalah dan cara penanganan
4. Pengarahan
a. Memberikan pengarahan kepada ketua Tim
b. Memberikan motivasi dalam meningkatkan
c. pengetahuan, ketrampilan dan sikap anggota Tim
d. Memberi pujian kepada anggota Tim yang
e. melaksanakan tugas dengan baik
f. Membimbing bawahan
g. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim
h. Melakukan supervisi
i. Memberikan informasi tentang hal-hal yang
j. berhubungan dengan yankep diruangan
k. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
5. Pengawasan
a. Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan katim maupu pelaksana mengenai askep yang diberikan
kepada pasien.
b. Melalui supervisi:
1) Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau
melalui laporan langsung secara lisan dan
memperbaiki/mengatasi kelemahan/kendala yang terjadi saat itu
juga
2) Pengawasan tidak langsung mengecek daftar hadir katim ,
membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan
yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan
dilaksanakan, mendengarakn laporan katim tentang pelaksanaan
tugas
6. Evaluasi

a. Fungsi pengendalian:
1) Mengevaluasi kinerja katim.
2) Memberikan umpan balik pada kinerja katim.
3) Mengatasi masalah di ruang rawat dan menetapkan tidak lanjut.
4) Memperhatikan aspek legal dan etik keperawatan.
5) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

2. Katim:
a. Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang
b.
c.
d.
e.

didelegasikan oleh karu.


Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi.
Mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai kebutuhan pasien.
Mengembangkan kemampuan anggota.
Menyelenggarakan konferensi.

Peran katim dalam


1. Pengkajian :
Mengumpukan data kesehatan klien
2. Perencanaan
a. Bersama karu mengadakan serah terima tugas setiap pergantian dinas
b. Melakukan pembagian tugas atas anggota kelompoknya
c. Menyusun rencana askep
d. Menyiapkan keperluan untuk melaksankan askep
e. Mengikuti visite dokter
f. Menciptakan kerjasama yang harmonis antar tim dan antar anggota
tim
g. Memberi ertolongan segera pada klien dengan kedaruratan
h. Membuat laporan pasien
i. Melakukan ronde keperawatan bersama karu
j. Mengorientasikan pasien baru
3. Pengorganisasian
a. Merumuskan tujuan dari pengorganisasian tim keperawatan
b. Melakukan pembagian tugas bersama karu sesuai dnegan perencanaan
terhadap pasien yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Pembagian kerja sesuai dengan tingkat ketergantungan pasien
d. Mengkoordinir pekerjaan yang harus dilakukan bersama anggota tim
kesehatan lain
e. Mengatur waktu istirahat untuk anggota tim

f. Mendelegasikan pelaksanaan proses askep kepada anggota tim dan


pelimpahan wewenang: pengambilan keputusan dan penggunaan
sumber daya.
g. Membuat rincian tugas anggota tim meliputi pemberian askep,
kerjasama anggota dan antar tim.
4. Pengarahan
a. Memberikan pengarahan kepada anggota tim
b. Memberikan bimbingan pada anggota tim
c. Memberikan informasi yang berhubungan dengan askep
d. Mengawasi proses pemberian askep
e. Melibat anggota tim sampai awal dan akhir kegiatan
f. Memberikan pujian/motivasi kepada anggota tim
g. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
5. Pengawasan
a. Melalui komunikasi mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan
perawat pelaksana dalam memberi askep
b. Melalui Supervisi: melihat/mengawasi proses askep yang
dilaksanakan oleh anggota tim dan melihat catatan yang dibuat selama
proses keperawatan serta mendengar laporan secara lisan tentang
6.

tugas yang dilakukan.


Pengarahan
a. Memberi pengarahan tentang tugas setiap anggota tim.
b. Memberi petunjuk kepada anggota tim dalam melaksnakan askep
c. Memberi teguran, pengarahan kepada anggota tim yang melalaikan
tugasnya atua membuat kesalahan
d. Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugasnya
dengan baik: tepat waktu, berdasarkan prinsip, rasional, dan sesuai

kebutuhan pasien.
7. Evaluasi
Fungsi pengendalian:
a.
b.
c.
d.

Mengevaluasi asuhan keperawatan


Memberikan umpan balik pada pelaksana
Memperhatikan aspek legal dan etik
Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

3. Perawat Pelaksana (PP)


Perawat pelaksana: Seorang perawat yang diberikan wewenang dan
ditugaskan untuk memberikan pelayanan keperawatan langsung kepada klien.
Tugas Perawat Pelaksana:

1. Memberikan perawatan secara langsung berdasarkan proses keperawatan


dengan sentuhan kasih sayang.
a. Melaksanakan tindakan perawatan yang telah disusun.
b. Mengevalusai tindakan keperawatan yang telah diberikan.
c. Mencatat dan melaporkan semua tindakan perawatan dan repons pasien
pada catatan perawatan.
2. Melaksanakan program medik dengan penuh tanggung jawab, misal:
a. Pemberian obat.
b. Pemeriksaan laboratorium.
c. Persiapan pasien yang akan dioperasi.
Perawat pelaksana: Seorang perawat yang diberikan wewenang dan
ditugaskan untuk memberikan pelayanan keperawatan langsung kepada klien.
Peran Perawat Pelaksana Pengkajian- : mengkaji kesiapan pasien dan diri sendiri
untuk melaksanakan suhan keperawatan.
1. Perencanaan
a. Bersama Karu mengadakan serah terima tugas.
b. Menerima pembagian tugas dari katim.
c. Bersama katim menyiapkan keperluan untuk melaksanakan asuhan
keperawatan.
d. Mengikuti ronde keperawatan.
e. Menerima pasien baru.
2. Implementasi
Fungsi Pengorganisasian:
a. Menerima penjelasan tujuan pengorganisasian tim.
b. Menerima pembagian tugas.
c. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh katim.
d. Melaksanakan program kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
e. Menyesuiakn waktu istirahat dengan anggota tim lainnya.
f. Melaksanakan asuhan keperawatan.
g. Menunjang pelaporan, mencatat tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
Fungsi pengarahan:
a. Menerima pengarahan dan bimbingan dari katim.
b. Menerima informasi yang berkaitan dengan askep dan melaksanakan askep
dengan etik dan legal.
c. Memehami pemahaman yang telah dicapai.
d. Menunjang pelaporan dan pendokumentasian.
3. Evaluasi
Fungsi pengendalian:
Menyiapkan menunjukkan bahan yang diperlukan untuk proses evaluasi serta
ikut mengevaluasi kondisi pasien.

II.2 KONSEP PATIENT SAFETY


Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem
tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan
yang seharusnya dilakukan. (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit,
Depkes R.I. 2006)
Setiap tahun menetapkan National Patient Safety Goals (sejak 2002), Juli
2003: Menerbitkan Pedoman The Universal Protocol for Preventing Wrong Site,
Wrong Procedure, Wrong Person Surgery, Maret 2005 mendirikan International
Center for Patient Safety. (JCAHO-Joint Comm. On Accreditation for Healthcare
Organization USA)
WHO Health Assembly ke 55 Mei 2002 menetapkan resolusi yang
mendorong negara untuk memberikan perhatian kepada problem Patient Safety
meningkatkan keselamatan dan sistem monitoring. Pada bulan Oktober 2004,
WHO dan berbagai lembaga mendirikan World Alliance for Patient Safety
dengan tujuan mengangkat isu Patient Safety Goal First do no harm dan
menurunkan morbiditas, cedera dan kematian yang diderita pasien. (WHO: World
Alliance for Patient Safety, Forward Programme, 2004). Enam tujuan penanganan
patient

safety

menurut

Joint

Commission

International

antara

lain:

mengidentifikasi pasien dengan benarmeningkatkan komunikasi secara efektif,


meningkatkan keamanan dari high-alert medications, memastikan benar tempat,
benar prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi risiko infeksi dari
pekerja kesehatan, mengurangi risiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada
pasien.
Salah satu penyebab utama kesalahan yang tidak dapat dihindarkan oleh
pasien dalam organisasi perawatan kesehatan adalah kesalahan pengobatan.
Pengobatan dengan risiko yang paling tinggi yang menyebakan luka melalui

penyalahgunaan (meliputi kemoterapi, konsentrasi cairan elektrolit, heparin, IV


digoxin, dan adrenergic agonists) adalah dkenal sebagai high-alert drugs.
Namun mungkin kesalahan atau mungkin tidak menjadi lebih banyak dengan
obat-obatan tersebut dibandingkan obat yang lainnya, mungkin berhubungan
dapat juga lebih menghancurkan atau memperburuk.
Pada tahun 1999, sekitar 160 organisasi perawat kesehatan melalui United
States- based Institute for Safe Medication Practices (ISMP), lima pengobatan
yang sering terjadi dan hasil yang salah dalam kematian atau masalah yang serius
yang mana adalah Insulin, Opiates and narcotics, Injectable potassium
chloride/phosphate concentrate, Intravenous anticoagulants (heparin) dan
sodium chloride solutions di atas 0.9 %.
Obat-obatan adalah salah satu bagian yang terpenting dalam penanganan
pada pasien untuk memastikan patient safety. Seperti, potassium chloride (2
mEq/ml atau konsentrasi yang lebih), pothasium phosphate, sodium chloride
(0,9%) atau dengan konsentrasi lebih), dan magnesium sulfate (50% atau
konsentrasi lebih). Kesalahan ini dapat juga muncul ketika angota staf tidak engan
benar mengorientasikan ke unit perawatan pasien, ketika perawat kontrak dan
digunakan dan tidak berorientasi dengan benar, atau selama keadaan gawat
darurat. Pada staf pendidik dapat dicegah Look-Alike, Sound Alike Errors
mengajarkan staf untuk mencegah bunyi kedengarannya sama tetapi berbeda
dengan menggunakan:
1. Menuliskan dengan benar dan mengucapkan ketika mengkomunikasikan
informasi dalam pengobatan. Buat pendengar tersebut mengulang
kembali pengobatan tersebut untuk meyakinkan mereka mengerti dengan
benar.
2. Mengingatkan merek tersebut dan nama obat generik yang biasa
diucapakan dan seperti terlihat.
3. Memperhatikan potensial untuk kesalahan kesalahan pembagian ketika
menambahkan obat
4. Kelompokkan obat dengan kategori daripada dengan alpabet.
5. Mengingatkan menempatkan dalam sistem komputer dan di atas label
pada tempat pengobatan untuk tanda dokter, perawat, dan farmasi pada
masalah yang potensial.

6. Meliputi

indikasi

pada

pengobatan

dalam

menolong

farmasi

mengidentifikasi masalah potensial.


7. Melakukan check tempat atau label pengobatan selain label pasien

sebelum

memberikan

dosis

kepada

pasien

(Joint

Commission

International, 2007).
Terdapat enam tahapan untuk mengambil keputusan dalam pemberian
pengobatan yaitu:
1. Membuat diagnosa yang benar.
2. Mengerti patofisiologi pada penyakit tersebut, review pilihan menu dari
farmakoterapi.
3. Teliti pasien obat dan dosis yang benar.
4. Memilih poin-poin akhir atau bagian untuk mengikuti.
5. Memelihara hubungan terapeutik dg pasien. (Melmon and Morellis
Clinical Pharmacology, 2000).
Adapun untuk memberikan obat dengan tepat terdapat 6 tepat yang harus
diperhatikan yaitu:
1. Tepat obat: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien
sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek label obat, mengetahui
reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya memberikan obat yang
didiapkan diri sendiri.
2. Tepat dosis: mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek
hasil hitungan dosis dengan dengan perawat lain, mencampur/mengoplos
obat.
3. Tepat waktu: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek tanggal kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30
menit.
4. Tepat pasien: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas
pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien
5. Tepat cara pemberian: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat.

6. Tepat dokumentasi: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,


mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat
(Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997).

II.3 IGD
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit Rumah Sakit yang
memberikan perawatan perama kepada pasien. Unit ini dipimpin oleh seseorang
dokter jaga dengan tenaga dokterahli dan berpengalaman dalam PGD (Pelayanan
Gawat Darurat), yang kemudian bila dibutuhkan akan menunjuk pasien kepada
dokter spesialis tertentu.
Kementrian Kesehatan telah mengelurakan kebijakan Standar Instalasi Gawat
Darurat (IGD). Rumah Sakit yang tertuang dalam KEPMENKES RI No.
856/MENKES/SK/IX?2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat
di rumah sakit. Guna meningkatkan kualitas IGD Indonesia perlu komitmen
Pemerintah Daerah utuk membantu pemerintah pusat dengan ikut memberikan
sosialisai kepada masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan tidak
ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 menit setalah
pasien sampai IGD.
II.4 Triase
Kata triase (triage) berarti memilih. Jadi triase adalah proses skringing secara
cepat terhadap pasien sakit setelah tiba di rumah sakit untuk mengidentifikai ke
dalam salah satu kategori berikut :
1. Dengan

tanda

kegawatdaruratan

(Emergency

penanganan kegawatadaruratan segera.

Signs)

memerlulan

2. Dengan tanda prioritas (Priority signs) harus diberikan prioritas dalam


antrean untuk segera mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan tanpa ada
keterlambatan.
3. Tanpa tanda kegawatdaruratan maupun prioritas. Merupakan kasusn NonUrgent sehingga dapat menunggu sesuai gilirannya untuk mendapatkan
pemeriksaan dan pengobatan.
Tanda kegawatdaruratan,Konsep ABCD :
1. Airway : Apakah jalan nafas bebas sumbatan?
2. Breathing : Apakah ada kesulitan bernafas ?Sesak nafas berat (Retraksi
dinding daad,merintih, sianosis).
3. Circulation: Tanda syok (akral dingin, capillary refil >3 detik,nadi cepat
dan lemah).
4. Consciouness : apakah anak dalam keadaan tidak sadar (Coma) Apakah
kejang (Convulsion) atau gelisah (Confusion)?.
5. Dehydration : Tanda dehidrasi berat pada anak dengan diare (Lemah,mata
cekung, turgor menurun).
II.4.1 Pengelompokan Triage Berdasarkan Tagging
1. Prioritas Nol (Hitam) adalah pasien mati atau cedera fatal yang jelad dan
tidak mungkin diresusitasi.
2. Prioritas Pertama (Merah) adalah pasien cedera berrat yang memerlukan
penilaian cepat serta tindakan mediks dan transport segera untuk tetap
hidup (missal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cederakepala atau
maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat,luka bakar berat).
3. Prioritas Kedua (Kuning) adalah pasien memerlukan bantuan, namun
dengan cedera yang kurang berta dan dipastikan tidak mengalami
ancaman jiwa dalam waktu dekat.

4. Prioritas Ketiga (Hijau) adalah pasien dengan cedera minor yang tidak
membutuhkan stabilisasi segera memerlukan bantuan pertama sederahan
namun memerlukan penilaian ulang berkala.

You might also like