You are on page 1of 25

Dermatitis atopik

DERMATITIS ATOPIK

Disusun oleh :
Maytie Retnowulan
Supervisor :
dr. Frida Adelina Br Ginting, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN


KELAMIN RSUD KABANJAHE FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI

Page 0

Dermatitis atopik

KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, sehingga Referat berjudul Dermatitis Atopik dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu.
Referat ini disusun guna melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Univerisitas Malahayati , selain itu penyusun berharap referat
ini juga dapat menambah pengetahuan bagi kita semua mengenai Dermatitis Atopik.
Pada kesempatan ini pula penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Frida
Ginting, Sp. KK yang telah membimbing selama pembuatan referat ini maupun selama
kepaniteraan berlangsung sehingga penulis mendapat banyak tambahan pengetahuan. Juga
kepada semua staff dan rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin di RSUD KABANJAHE.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena
itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penyusun
mengucapkan terima kasih dan mohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam
pembuatan Referat ini, dan semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi setiap orang.

Kabanjahe, April 2015

Penyusun

Page 1

Dermatitis atopik

DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................

BAB II DERMATITIS ATOPIK ................................................................... 5


A. Definisi ......................................................................................

B. Sinonim .....................................................................................

C. Epidemiologi .............................................................................

D. Patogenesis ................................................................................

E. Gambaran klinis ........................................................................

F. Diagnosis ...................................................................................

12

G. Pemeriksaan penunjang .............................................................

16

H. Diagnosis banding .....................................................................

17

I. Penatalaksanaan .........................................................................

17

J. Komplikasi ................................................................................

22

K. Prognosis ...................................................................................

22

BAB III KESIMPULAN ............................................................................

24

LAMPIRAN ...............................................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

27

Page 2

Dermatitis atopik

BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis Atopik (DA) adalah dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat
atopi pada dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronkial, rinitis alergi dan
reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman.1
Penyakit DA merupakan bentuk ekzema yang paling sering dijumpai dan menyerang 23% anak-anak di seluruh dunia.2
Penyebab DA secara pasti belum diketahui, tetapi faktor keturunan merupakan dasar
pertama untuk timbulnya penyakit.1
Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria diagnostik menurut Hanifin dan Rajka
pada tahun 1980 yang sampai sekarang masih digunakan. Terdapat kriteria diagnostik lain
yaitu yang terbaru adalah kriteria William dkk. pada tahun 1994.3
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai dermatitis atopik.

Page 3

Dermatitis atopik

BAB II
DERMATITIS ATOPIK
A. Definisi
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,disertai
gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopik pada
keluarga atau penderita (dermatitis atopik, rhinitis alergika, asma bronkhiale,dan
konjungtivitis alergika).Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).4
Kata atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang
dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai kepekaan dalam
keluarganya. Misalnya : asma bronchial, rhinitis alergika,dermatitis atopik, dan
konjungtivitis alergika.4

B. Sinonim
Banyak istilah dermatitis atopik lain yang digunakan, misalnya : ekzema
konstitusional, fleksural eczema, disseminated neurodermatitis, prurigo Besnier.
Tetapi yang paling sering digunakan ialah dermatitis atopik.4

C. Epidemiologi
Oleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat maka
untuk menginterpretasikan hasil penelitian epidemiologi harus berhati-hati. Berbagai
penelitian menyatakan bahwa prevalensi D.A makin meningkat sehingga merupakan
masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara
industri lain, prevalensi D.A pada anak mencapai 10-20%, sedangkan pada dewasa
kira-kira 1-3 %. Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, Asia Tengah,
prevalensi D.A jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak menderita D.A daripada pria
dengan rasio 1,3:1. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi D.A
misalnya jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan meningkat,
migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya penggunakan antibiotik, berpotensi
menaikan jumlah penderita D.A. Sedangkan rumah yang berpenghuni banyak, meningkatnya
jumlah keluarga, urutan lahir makin belakang, sering mengalami infeksi sewaktu kecil,
akan melindungi kemungkinan timbul D.A pada kemudian hari.4
Page 4

Dermatitis atopik
D.A cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang
menderita atopi akan mengalami D.A pada masa kehidupan tiga bulan pertama. Bila
salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari separuh jumlah anak akan mengalami
gejala alergi sampai usia dua tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua
menderita atopi. Resiko mewarisi D.A lebih tinggi bila ibu yang menderita D.A
dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila D.A yang dialami berlanjut hingga masa
dewasa, maka resiko untuk mewariskan untuk anaknya sama saja yaitu kira-kira
50%.4

D. Patogenesis
Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas akibat
peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E total dan spesifik, kondisi kulit yang relatif
kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan psikis. Faktor eksogen pada DA, antara
lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan, allergen debu, tungau debu rumah,
makanan (susu sapi, telur), infeksi mikroba, perubahan iklim (peningkatan suhu dan
kelembaban), serta hygiene lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor
predisposisi sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus.5

Faktor endogen
a. Sawar kulit
Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering baik di daerah lesi
maupun non lesi, dengan mekanisme yang kompleks dan terkait erat dengan
kerusakan sawar kulit. Hilangnya ceramide di kulit, yang berfungsi sebagai
molekul utama pengikat air di ruang ekstraselular stratum korneum, dianggap
sebagai penyebab kelainan fungsi sawar kulit. Variasi pH kulit dapat
menyebabkan kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi sawar kulit
mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss (TEWL) 2-5 kali normal,
kulit akan makin kering dan merupakan port dentry untuk terjadinya penetrasi
allergen, iritasi, bakteri dan virus. Bakteri pada pasien dermatitis atopik
mensekresi ceramidase yang menyebabkan metabolisme ceramide menjadi
sphingosine dan asam lemak, selanjutnya semakin mengurangi ceramide di
stratum korneum, sehingga menyebabkan kulit makin kering. Selain itu, faktor
luar (eksogen) yang dapat memperberat keringnya kulit adalah suhu panas,
kelembaban yang tinggi, serta keringat berlebih. Demikian pula penggunaan
sabun yang bersifat lebih alkalis dapat mengakibatkan gangguan sawar kulit.
Page 5

Dermatitis atopik
Gangguan sawar kulit tersebut meningkatkan rasa gatal, terjadilah garukan
berulang (siklus gatal-garuk-gatal) yang menyebabkan kerusakan sawar kulit.
Dengan demikian penetrasi alergen, iritasi, dan infeksi menjadi lebih mudah.5

b. Genetik
Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu terdapat DA dalam
keluarga. Jumlah penderita DA di keluarga meningkat 50% apabila salah satu
orangtuanya DA, 75% bila kedua orangtuanya menderita DA. Risiko terjadi DA
pada kembar monozigot sebesar 77% sedangkan kembar dizigot sebesar 25%.
Dari berbagai penelitian terungkap tentang polimorfisme gen dihubungkan dengan
DA. Selain itu pada penderita DA atau keluarga sering terdapat riwayat rinitis
alergik dan alergi pada saluran napas.5

c. Hipersensitivitas
Berbagai hasil penelitian terdahulu membuktikan adanya peningkatan kadar IgE
dalam serum dan IgE di permukaan sel Langerhans epidermis. Data statistik
menunjukkan peningkatan IgE pada 85% pasien DA dan proliferasi sel mast. Pada
fase akut terjadi peningkatan IL-4, IL-5, IL-13 yang diproduksi sel Th2, baik di
kulit maupun dalam sirkulasi, penurunan IFN-, dan peningkatan IL-4. Produksi
IFN- juga dihambat oleh prostaglandin (PG) E2, sedangkan IL-5 dan IL-13 tetap
tinggi. Pasien DA bereaksi positif terhadap berbagai alergen, misalnya terhadap
alergen makanan 40-96% DA bereaksi positif (pada food challenge test).5

Page 6

Dermatitis atopik

d. Psikis
Berdasarkan laporan orangtua, antara 22-80% penderita DA menyatakan lesi DA
bertambah buruk akibat stress emosi.5

Faktor eksogen
a. Iritan
Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antara lain sabun
alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok untuk bayi dan
anak, sinar matahari, dan pakaian wol.5
b.

Alergen
Penderita DA mudah mengalami alergi terutama terhadap beberapa alergen, antara
lain:
1. Alergen hirup, yaitu debu rumah dan tungau debu rumah. Hal tersebut
dibuktikan dengan peningkatan kadar IgE RAST (IgE spesifik)
2. Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usia kurang dari 1 tahun
(mungkin karena sawar usus belum bekerja sempurna). Konfirmasi alergi
dibuktikan dengan uji kulit soft allergen fast test (SAFT) atau double blind
placebo food challenge test (DBPFCT)
3. Infeksi: Infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada > 90% lesi DA dan
hanya pada 5% populasi normal. Hal tersebut mempengaruhi derajat keparahan
dermatitis atopik, pada kulit yang mengalami inflamasi ditemukan 107 unit koloni
setiap sentimeter persegi. Salah satu cara S.aureus menyebabkan eksaserbasi atau
mempertahankan

inflamasi

ialah

dengan

mensekresi

sejumlah

toksin

(Staphylococcal enterotoin A,B,C,D - SEA-SEB-SEC-SED) yang berperan sebagai


superantigen, menyebabkan rangsangan pada sel T dan makrofag. Superantigen
S.aureus yang disekresi permukaan kulit dapat berpenetrasi di daerah inflamasi
Langerhans untuk memproduksi IL-1, TNF dan IL-12. Semua mekanisme tersebut
meningkatkan inflamasi pada DA dengan kemungkinan peningkatan kolonisasi
S.aureus. Demikian pula jenis toksin atau protein S.aureus yang lain dapat
mengindusi inflamasi kulit melalui sekresi TNF- oleh keratinosit atau efek
sitotoksik langsung pada keratinosit.5

c. Lingkungan

Page 7

Dermatitis atopik
Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada kekambuhan DA,
misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen dioksida, sufur dioksida), walaupun
secara pasti belum terbukti. Suhu yang panas, kelembaban, dan keringat yang
banyak akan memicu rasa gatal dan kekambuhan DA. Di negara 4 musim, musim
dingin memperberat lesi DA, mungkin karena penggunaan heater (pemanas
ruangan). Pada beberapa kasus DA terjadi eksaserbasi akibat reaksi fotosensitivitas
terhadap sinar UVA dan UVB.5

E. Gambaran klinis
Kulit penderita D.A. umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis
berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin.
Penderita D.A. cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata, sering
merasa cemas, egois, frustrasi, agresif, atau merasa tertekan. 4
Gejala utama D.A. ialah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi
umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk
sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul,likenifikasi,
eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.4
D.A. dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: D.A. infantil (terjadi pada usia 2
bulan sampai 2 tahun; D.A. anak (2 sampai 10 tahun); dan D.A. pada remaja dan
dewasa 4

D.A. infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)


D.A. paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah
usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang
halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi
kemudian meluas ke tempat lain yaitu ke skalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan
tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai
menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu
sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi D.A.
infantil eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi
dapat meluas generalisata bahkan, walaupun jarang,dapat terjadi eritroderma. Lambat
laun lesi menjadi kronis dan residif.Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi.
Pada sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga
sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak. Pada saat itu penderita
Page 8

Dermatitis atopik
tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makan makanan yang sebelumnya
menyebabkan kambuh penyakitnya.4
Larangan makan atau minuman yang mengandung susu sapi pada bayi masih
ada silang pendapat. Ada yang melaporkan bahwa kelainan secara dramatis membaik
setelah makanan tersebut dihentikan, sebaliknya ada pula yang mendapatkan tidak ada
perbedaan.4

D.A. pada anak (usia 2 sampai 10 tahun)


Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri ( de novo).
Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan sedikit
skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian
fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal menyebabkan penderita
sering menggaruk; dapat terjadi erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi
sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan lainnya yang menyebabkan
gatal, sehingga terjadi lingkaran setan siklus gatal-garuk . Rangsangan menggaruk
sering di luar kendali. Penderita sensitif terhadap,wol, bulu kucing dan anjing, juga
bulu ayam, burung dan sejenisnya.
D.A. berat yang melebihi 50% permukaan tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.4

D.A. pada remaja dan dewasa


Lesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papular-eritematosa dan
berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja lokalisasi lesi dilipat
siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A.dewasa,
distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan,
dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering,pecah, bersisik), vulva,
puting susu, atau skalp. Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan, mengalami
likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung
menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering tejadi eksoriasi dan
eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi hiperpigmentasi.4
Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu beristirahat. Pada orang
dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stres.Mungkin
karena stres dapat menurunkan ambang rangsang gatal. Penderita atopik memang sulit
Page 9

Dermatitis atopik
mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik.
Pada umumnya D.A. remaja atau dewasa berlangsung lama,kemudian cenderung
menurun dan membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia
pertengahan; hanya sebagian kecil terus berlangsung sampai tua. Kulit penderita D.A.
yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan
eksogen.4
Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis tangan, kira-kira 70%
suatu saat dapat mengalaminya. D.A. pada tangan dapat mengenai punggung maupun telapak
tangan, sulit dibedakan dengan dermatitis kontak. D.A. di tangan biasa timbul pada
wanita muda setelah melahirkan anak pertama, ketika sering terpajan sabun dan air
sebagai pemicunya.4
Berbagai kelainan dapat menyertai DA, misalnya: hiperlinearis palmaris,
xerosis kutis, iktiosis, pomfoliks, pitiriasis alba, keratosis pilaris, lipatan
DennieMorgan, penipisan alis bagian luar (tanda Hertoghe), keilitis, katarak
subkapsularanterior, lidah geografik, liken spinulosus, dan keratokonus (bentuk
kornea yang abnormal). Selain itu penderita D.A. cenderung mudah mengalami
kontak urtikaria, reaksi anafilaksis terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga.4

F. Diagnosis
Diagnosis D.A. didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka yang
diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang dikoordinasi oleh Williams(1994).4
Kriteria mayor
- Pruritus
- Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
- Dermatitis di fleksura pada dewasa
- Dermatitis kronis atau residif
- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

Page 10

Dermatitis atopik

Kriteria minor
- Xerosis
- Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
- Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
- lktiosis/hipeliniar palmaris/keratosis pilaris
- Pitiriasis alba
- Dermatitis di papila mammae
- White dermographism dan delayed blanch response
- Keilitis
- Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
- Konjungtivitis berulang
- Keratokonus
- Katarak subkapsular anterior
- Orbita menjadi gelap
- Muka pucat atau eritem
- Gatal bila berkeringat
- Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
- Aksentuasi perifolikular
- Hipersensitif terhadap makanan
- Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
- Tes kulit alergi tipe dadakan positif
- Kadar IgE di dalam serum meningkat
- Awitan pada usia dini

Page 11

Dermatitis atopik

Diagnosis D.A. harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor.4
Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu: 4
tiga kriteria mayor berupa :
-

riwayat atopi pada keluarga,


dermatitis di muka atau ekstensor,
pruritus,

ditambah tiga kriteria minor :


-

xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris,
aksentuasi perifolikular,
fisura belakang telinga,
skuama di skalp kronis.

Kriteria major dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka didasarkan
pengalaman klinis. Kriteria ini cocok untuk diagnosis penelitian berbasis rumah sakit
(hospital based) dan eksperimental, tetapi tidak dapat dipakai pada penelitian berbasis
populasi, karena kriteria minor umumnya ditemukan pula pada kelompok kontrol, di
samping juga belum divalidasi terhadap diagnosis dokter atau diuji untuk
pengulangan (repeatability). Oleh karena itu kelompok kerja Inggris ( UK working
party) yang dikoordinasi oleh William memperbaiki dan meyederhanakan kriteria
Hanifin dan Rajka menjadi satu set kriteria untuk pedoman diagnosis DA yang dapat
diulang dan divalidasi. Pedoman ini sahih untuk orang dewasa, anak, berbagai ras,

Page 12

Dermatitis atopik
dan sudah divalidasi dalam populasi, sehingga dapat membantu dokter Puskesmas
membuat diagnosis.4
Pedoman diagnosis D.A. yang diusulkan oleh kelompok tersebut yaitu: 4
-

Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orangtuanya

bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.


Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut:
1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut,bagian
depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di
bawah 10 tahun).
2. Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat penyakit
atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak di bawah 4 tahun).
3. Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir.
4. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pada pipi/dahi dan
anggota badan bagian luar anak di bawah 4 tahun).
5. Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak di bawah 4 tahun).

G. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Tidak ada hasil laboratorium yang spesifik yang dapat dipergunakan
untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopik. Hasil yang dapat ditemukan pada
dermatitis atopik, misalnya kenaikkan kadar IgE dalam serum,
mengurangnya jumlah sel-T ( terutama T-supresor ) dan imunitas seluler, jumlah
eosinofil dalam darah relatif meningkat
2. Dermatografisme putih
Page 13

Dermatitis atopik
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon yakni berturut-turut
akan terlihat: Garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna merah
disekitarnya selama beberapa detik, edema timbul setelah beberapa menit.
Penggoresan pada penderita yang atopi akan bereaksi belainan. Garis merah tidak
disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik sampai5 menit,
sedangkan edema tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih
3. Percobaan asetil kolin
Suntikan secara intra kutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan
hyperemia pada orang normal. Pada orang dengan dermatitis atopi akan timbul
vasokonstriksi terlihat kepucatan selama satu jam
4. Percobaan histamin
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita dermatitis atopi eritema akan
berkurang dibandingkan orang lain sebagai kontrol. Kalau obat tersebut
disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit orang normal

H. Diagnosa Banding
Penyakit

Gambaran klinis

Seboroik dermatitis

Berminyak, squama, riwayat keluarga tidak ada

Psoriasis

Plak pada daerah ekstensor, skalp, gluteus, pitted


nail

Neurodermatitis

Gatal, soliter, riwayat keluarga tidak ada

Dermatitis kontak

Riwayat kontak, ruam di tempat kontak, riwayat


keluarga tidak ada

Skabies

Papul, sela jari, positif ditemukan tungau

Sistemik

Riwayat, pemeriksaan fisik. Pemeriksaan


banyak sesuai dengan penyakit

Dermatitis herpetiforme

Vesikel berkelompok di daerah lipatan

Dermatofita

Plak dengan sentral healing, sediaan KOH


terlihat hifa ataupun spora

Immmunodefisiensi disorder

Riwayat infeksi berulang

Page 14

Dermatitis atopik

I. Penatalaksanaan
Kulit penderita D.A. cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh karena
itu penting untuk mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang
memperberat dan memicu siklus gatal-garuk , misalnya sabun dan deterjen, kontak
dengan bahan kimia, pakaian kasar, pajanan terhadap panas atau dingin yang ekstrim.
Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan
mempunyai pH netral. Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai
untuk membersihkan formaldehid atau bahan kimia tambahan. Mencuci pakaian
dengan deterjen harus dibilas dengan baik, sebab sisa deterjen dapat bersifat iritan.
Kalau selesai berenang harus segera mandi untuk membilas klorin yang biasanya
digunakan pada kolam renang. Stres psikik juga dapat menyebabkan eksaserbasi DA.4
Acapkali serangan dermatitis pada bayi dan anak dipicu oleh iritasi dari luar,
misalnya terlalu sering dimandikan; menggosok terlalu kuat; pakaian terlalu tebal,
ketat atau kotor; kebersihan kurang terutama di daerah popok; infeksi lokal; iritasi
oleh kencing atau feses; bahkan juga medicated baby oil. Pada bayi penting diperhatikan
kebersihan daerah bokong dan genitalia; popok segera diganti, bila basah atau kotor.
Upaya pertama adalah melindungi daerah yang terkena terhadap garukan agar tidak
memperparah penyakitnya. Usahakan tidak memakai pakaian yang bersifat iritan
(misalnya wol, atau sintetik), bahan katun lebih baik. Kulit anak/bayi dijaga tetap
tertutup pakaian untuk menghindari pajanan iritan atau trauma garukan.4
Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab; hindari pembersih
antibakterial karena berisiko menginduksi resistensi.4

PENGOBATAN TOPIKAL
Hidrasi kulit. Kulit penderita D.A. kering dan fungsi sawarnya berkurang,mudah
retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme patogen, bahan iritan dan
alergen. Pada kulit yang demikian perlu diberikan pelembab, misalnya krim hidrofilik
urea 10%; dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Bila memakai
pelembab yang mengandung asam laktat, konsentrasinya jangan lebih dari 5%, karena
dapat mengiritasi bila dermatitisnya masih aktif. Setelah mandi kulit dilap, kemudian
memakai emolien agar kulit tetap lembab. Emolien dipakai beberapa kali sehari,
karena lama kerja maksimum 6 jam.4
Page 15

Dermatitis atopik

Kortikosteroid topikal. Pengobatan D.A. dengan kortikosteroid topikal adalah


yang paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Namun demikian harus
waspada karena dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan.1
Pada bayi digunakan salep steroid berpotensi rendah, misalnya hidrokortison 1
%-2.5%. Pada anak dan dewasa dipakai steroid berpotensi menengah, misalnya
triamsinolon, kecuali pada muka digunakan steroid berpotensi lebih rendah.
Kortikosteroid berpotensi rendah juga dipakai di daerah genitalia dan intertriginosa,
jangan digunakan yang berpotensi kuat, misalnya fluorinated glucocorticoid. Bila
aktivitas penyakit telah terkontrol, dipakai secara intermiten, umumnya 2 kali
seminggu, untuk menjaga agar tidak cepat kambuh; sebaiknya dengan kortikosteroid
yang potensinya paling rendah. Pada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum
digunakan steroid, misalnya dengan larutan Burowi, atau dengan larutan permanganas
kalikus1:5000 4

Imunomodulator topikal
Takrolimus. Takrolimus (FK-506), suatu penghambat calcineurin , dapat diberikan
dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk dewasa0,03% dan 0,1%.
Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam D.A.yaitu: sel Langerhans,
sel T, sel mast, dan keratinosit. Pada pengobatan jangka panjang dengan salep
takrolimus, koloni S. aureus menurun. Tidak ditemukan efek samping kecuali rasa
seperti terbakar setempat. Tidak menyebabkan atrofi kulit seperti pada pemakaian
kortikosteroid; dapat digunakan di muka dan kelopak mata.4

Pimekrolimus. Dikenal juga dengan ASM 81, suatu senyawa askomisin yaitu
imunomodulator golongan makrolaktam, yang pertama ditemukan dari hasil
fermentasi Streptomyces hygroscopicus var. ascomyceticus. Cara kerja sangat mirip
siklosporin dan takrolimus yang dihasilkan dari Streptomyces tsuku-baensis,
walaupun ketiganya berbeda dalam struktur kimianya, yaitu bekerja sebagai prodrug, yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor sitosolik imunofilin.Reseptor
imunofilin untuk askomisin ialah makrofilin-12. Ikatan askomisin pada makrofilin-12
dalam sitoplasma sel T, akan menghambat calcineurin (suatu molekul yang
dibutuhkan untuk inisiasi transkripsi gen sitokin), sehingga produksi sitokin TH1
( IFN-y dan IL-2) dan TH2 ( IL-4 dan IL-10) dihambat. Askomisin juga menghambat
Page 16

Dermatitis atopik
aktivasi sel mas. Askomisin menghasilkan efek imunomodulator lebih selektif dalam
menghambat fase elisitasi dermatitis kontak alergik, tetapi respons imun primer tidak
terganggu bila diberikan secara sistemik,tidak seperti takrolimus dan siklosporin.4
Derivat askomisin yang digunakan ialah krim SDZ ASM 981 konsentrasi1%,
mempunyai efektivitas sama dengan krim klobetasol-17- propionat 0.05% (steroid
superpoten), tidak menyebabkan atrofi kulit (setidaknya selama 4minggu), aman pada
anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif misalnya pada muka dan lipatan. Cara
pemakaian dioleskan 2 kali sehari. Pimekrolimus dan takrolimus tidak dianjurkan
pada anak usia kurang dari 2 tahun. Penderita yang diobati dengan pimekrolimus dan
takrolimus dinasehati untuk memakai pelindung matahari karena ada dugaan bahwa
kedua obat tersebut berpotensi menimbulkan kanker kulit.4

Preparat ter. Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti inflamasi pada
kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi akut. Sediaan dalam bentuk salap
hidrofilik, misalnya yang mengandung likuor karbonis detergen 5% sampai10 %, atau
crude coal tar 1 % sampai 5%.4

Antihistamin. Pengobatan D.A. dengan antihistamin topikal tidak dianjurkan


karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Dilaporkan bahwa aplikasi
topikal krim doksepin 5% dalam jangka pendek (satu minggu), dapat mengurangi
gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila dipakai pada area yang
luas akan menimbulkan efek samping sedatif.4

PENGOBATAN SISTEMIK
Kortikosteroid. Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk mengendalikan
eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah,diberikan berselang-seling
(alternate), atau diturunkan bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan
kortikosteroid topikal. Pemakaian jangka panjang menimbulkan berbagai efek
samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat akan muncul kembali.4

Antihistamin. Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal


yang hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu
antihistamin yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedatif, misalnya hidroksisin
Page 17

Dermatitis atopik
atau difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid
yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade reseptor histamin H1 dan H2,
dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam hari pada orang dewasa.4

Anti-infeksi. Pada D.A. ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk yang


belum resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau, klaritromisin,sedang
untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin, oksasilin, atau generasi pertama
sefalosporin. Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks kortikosteroid
dihentikan sementara dan diberikan per oral asiklovir 400 mg 3 kali per hari selama
10 hari, atau 200 mg 4 kali per hari selama 10 hari.4

Interferon. IFN-y diketahui menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan
proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN-y rekombinan menghasilkan perbaikan
klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.4

Siklosporin. D.A. yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional dapat


diberikan pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis jangka pendek
yang dianjurkan per oral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin adalah obat imunosupresif
kuat yang terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan cyclophilin (suatu protein
intraselular) menjadi satu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga
transkripsi sitokin ditekan. Tetapi, bila pengobatan dengan siklosporin dihentikan
umumnya penyakitnya akan segera kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbul
yaitu peningkatan kreatinin dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal
dan hipertensi.4

TERAPI SINAR (phototherapy)


Untuk D.A. yang berat dan luas dapat digunakan PUVA( photochemotherapy) seperti
yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB, atau Goeckerman dengan UVB dan ter juga
efektif. Kombinasi UVB dan UVA lebih baik daripada hanya UVB. UVA bekerja pada
sel Langerhans dan eosinofil,sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara
memblokade fungsi sel Langerhans, dan mengubah produksi sitokin keratinosit.4

Page 18

Dermatitis atopik

J. Komplikasi
Infeksi sekunder yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus

K. Prognosis
Sulit meramalkan prognosis D.A. pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila
kedua orang tuanya menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontanpada masa
anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasusmenetap pada
usia di atas 30 tahun. Penyembuhan spontan D.A. yang dideritasejak bayi pernah
dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar 40-60%,terutama kalau penyakitnya
ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa84% D.A. anak berlangsung
Page 19

Dermatitis atopik
sampai masa remaja. Ada pula laporan, D.A. padaanak yang diikuti sejak bayi hingga
remaja, 20% menghilang, dan 65 % berkurang gejalanya. Lebih dari separo D.A.
remaja yang telah diobati kambuh kembalisetelah dewasa. 4
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik D.A. yaitu :
-

DA luas pada anak

menderita rinitis alergik dan asma bronkial

riwayat D.A. pada orang tua atau saudara kandung

awitan (onset) D.A. pada usia muda

anak tunggal

kadar igE serum sangat tinggi.

Diperkirakan 30 hingga 50 persen D.A. infantil akan berkembang menjadi asma


bronkial atau hay fever. Penderita atopi mempunyai risiko menderita dermatitis
kontak iritan akibat kerja di tangan.4

Page 20

Dermatitis atopik

BAB III
KESIMPULAN

Dermatitis atopik adalah peradangan pada epidermis dan dermis dan residif yang
bersifat kronis, residif sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau endogen
dan keluhan gatal, sering berhubungan dengan individu atau keluarga dengan riwayat atopi,
distribusi simetris, biasanya terjadi pada individu dengan riwayat gangguan alergi pada atau
individu tersebut.
Dermatitis atopik dapat terjadi pada segala usia tetapi sering mulai timbul pada usia
balita. Berdasarkan usia kejadian dermatitis atopi dibagi dalam 3 stadium yaitu tipe infantil
( 2 bulan - 2 tahun), tipe anak-anak ( 3 -10 tahun) dan tipe dewasa.
Etiologi pasti dermatitis atopik belum diketahui, tetapi faktor turunan merupakan
dasar pertama untuk timbulnya penyakit Gejala klinis yang spesifik yaitu rasa gatal yang
khas dengan predileksi yang khas, berlangsung kronis dan residif.
Komplikasi dermatitis atopik adalah infeksi sekunder akibat bakteri, infeksi jamur
kulit, infeksi virus dan eritroderma. Aspek yang paling penting dalam menangani anak-anak
dengan dermatitits atopik adalah memberikan penjelasan yang simpatik pada orangtuanya
tentang keadaan yang sesungguhnya.
Pengobatan topikal dermatitis atopik terdiri dari hidrasi kulit, kortikosteroid topikal,
imunomodulator topikal, preparat ter dan antihistamin. Pengobatan sistemik terdiri dari
kortikosteroid, antihistamin, anti-infeksi, interferon, dan siklosporin. Prognosis dermatitis
atopik pada seseorang sulit diramalkan.

Page 21

Dermatitis atopik

LAMPIRAN

Page 22

Dermatitis atopik

DAFTAR PUSTAKA
Page 23

Dermatitis atopik

1. Siregar, R. 2005. Dermatitis atopi, dalam Siregar R. , Saripati Penyakit Kulit,


EGC, edisi kedua. Jakarta : 115-117.
2. Mahadi, I. D. R., 2000, Ekzema dan Dermatitis dalam Harahap, M., (ed.), Ilmu
Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta : 6 14.
3. Kariosentono, H., 2006, Dermatitis Atopik ( Ekzema ) LPP U. N .S., Jawa
Tengah : 1-15.
4. Djuanda A, Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta : Bala Penerbit
FKUI, 2007: 138-147.
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25618/4/Chapter%20II.pdf
6. Buxton, Paul K. And Morris-Jones, Rachel. 2009. Eczema (Dermatitis) Including
Management dalam ABC Of Dermatology, BMJI Books. London : 24-27.

Page 24

You might also like