Professional Documents
Culture Documents
Pengantar
Topik ini berisi pembahasan tentang masalah keimanan dan pengkajian kembali dalam
masalah tersebut. Sebagian aspek keimanan mendapat perhatian dan pengkajian yang
begitu intensif, sehingga mudah didapat di tengah masyarakat. Aspek yang akan dikaji
dalam tulisan ini adalah aspek kejiwaan dan nilai. Aspek ini belum mendapat perhatian
seperti perhatian terhadap aspek lainnya. Kecintaan kepada Allah, ikhlas beramal
hanya karena Allah, serta mengabdikan diri dan tawakal sepenuhnya kepada-Nya,
merupakan nilai keutamaan yang perlu diperhatikan dan harus diutamakan dalam
menyempurnakan cabang-cabang keimanan.
Sesungguhnya amalan lahiriah berupa ibadah mahdhah dan muamalah tidak akan
mencapai kesempurnaan, kecuali jika didasari dan diramu dengan nilai keutamaan
tersebut. Sebab nilai-nilai tersebut senantiasa mengalir dalam hati dan tertuang dalam
setiap gerak serta perilaku keseharian.
Pendidikan modern telah mempengaruhi peserta didik dari berbagai arah dan
pengaruhnya telah sedemikian rupa merasuki jiwa generasi penerus. Jika tidak pandai
membina jiwa generasi mendatang, dengan menanamkan nilai-nilai keimanan dalam
nalar pikir dan akal budi mereka, maka mereka tidak akan selamat dari pengaruh
negatif pendidikan modern. Mungkin mereka merasa ada yang kurang dalam sisi
spiritualitasnya dan berusaha menyempurnakan dari sumber-sumber lain. Bila ini
terjadi, maka perlu segera diambil tindakan, agar pintu spiritualitas yang terbuka tidak
diisi oleh ajaran lain yang bukan berasal dari ajaran spiritualitas Islam.
Seorang muslim yang paripurna adalah yang nalar dan hatinya bersinar,
pandangan akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu dalam
berinteraksi dengan Allah dan dengan sesama manusia, sehingga sulit diterka mana
yang lebih dahulu berperan kejujuran jiwanya atau kebenaran akalnya. Sifat
kesempurnaan ini merupakan
kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal dan membentuk pola pikir teologis yang
menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena dalam segi akidah, Islam hanya
menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat dapat diterima sebagai ajaran
akidah yang benar dan lurus.
Pilar
akal
dan
rasionalitas
dalam
akidah
Islam
tercermin
dalam
aturan muamalat dan dalam memberikan solusi serta terapi bagi persoalan yang
dihadapi. Selain itu Islam adalah agama ibadah. Ajaran tentang ibadah didasarkan atas
kesucian hati yang dipenuhi dengan keikhlasan, cinta, serta dibersihkan dari dorongan
hawa nafsu, egoisme, dan sikap ingin menang sendiri. Agama seseorang tidak
sempurna, jika kehangatan spiritualitas yang dimiliki tidak disertai dengan pengalaman
ilmiah dan ketajaman nalar. Pentingnya akal bagi iman ibarat pentingnya mata bagi
orang yang sedang berjalan.
ayat-ayat
tersebut
di
atas
menunjukkan
bahwa
mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun
benda nyata (Firaun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam
al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:
ilaahaini), dan banyak (jama: aalihatun).Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin.
Untuk dapat mengerti tentang definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika
al-Quran adalah sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya
yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan
atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan
bahaya atau kerugian.
ialah:
yang
dipuja
dengan
penuh
kecintaan
hati,
tunduk
kepadanya,
oleh
EB
Taylor, Robertson
Smith,
Lubbock,
dan
Jevens.
Proses
Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya
kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh
tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada
yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada
pada
benda
disebut
dengan
nama
yang
berbeda-beda,
kekuatan
gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu
dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun mana tidak dapat diindera, tetapi
ia dapat dirasakan pengaruhnya.
b. Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya
peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh.
Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun
bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup,
mempunyai rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan.
Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar
manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan
kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah salah satu usaha
untuk memenuhi kebutuhan roh.
c. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan,
karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang
lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai
dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang
membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan.
Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin
mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat
menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut
dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. kepercayaan
satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).
e. Monoteisme
hanya mengakui
satu
Tuhan
untuk
seluruh
bangsa
dan
bersifat
internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga
paham yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh
Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang
menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan
bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orangorang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat
yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang
lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan
evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa
Barat mulai menantang evolusionisme
memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang
secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil
berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh
kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa
asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah
berasal dari ajaran wahyu Tuhan. (Zaglul Yusuf, 1993: 26-37).
umat
Islam
setelah
Rasulullah
Muhammad
meninggal.
Sebagai
kepala
pemerintahaan, Abu Bakar Siddiq secara aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut
Rasulullah. Berikutnya digantikan oleh Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan Ali.
Embrio ketegangan politik
dibalas dengan darah, menjadi motto bagi kalangan oposisi di bawah kepemimpinan
Muawiyah bin Abi Sufyan. Pertempuran antara dua kubu tidak terhindarkan. Untuk
menghindari perpecahan, antara dua kubu yang berselisih mengadakan perjanjian
damai. Nampaknya bagi kelompok Muawiyah, perjanjian damai hanyalah merupakan
strategi untuk memenangkan pertempuran. Amru bin Ash sebagai diplomat Muawiyah
mengungkapkan penilaian sepihak. Pihak Ali yang paling bersalah, sementara pihaknya
tidak bersalah. Akibat perjanjian itu pihak Ali (sebagai penguasa resmi) tersudut.
Setelah dirasakan oleh pihak Ali bahwa perjanjian itu merugikan pihaknya, di kalangan
pendukung Ali terbelah menjadi dua kelompok, yaitu : kelompok yang tetap setia
kepada Ali, dan kelompok yang menyatakan keluar, namun tidak mau bergabung
dengan Muawiyah. Kelompok pertama disebut dengan kelompok SYIAH, dan kelompok
kedua disebut dengan KHAWARIJ. Dengan demikian umat Islam terpecah menjadi tiga
kelompok politik, yaitu: 1) Kelompok Muawiyah (Sunni), 2) Kelompok Syiah, dan 3)
Kelompok Khawarij.
Untuk memenangkan kelompok dalam menghadapi oposisinya, mereka tidak segansegan menggunakan konsep asasi. Kelompok yang satu sampai mengkafirkan
kelompok lainnya. Menurut Khawarij semua pihak yang terlibat perjanjian damai baik
pihak Muawiyah maupun pihak Ali dinyatakan kafir. Pihak Muawiyah dikatakan kafir
karena menentang pemerintah, sedangkan pihak Ali dikatakan kafir karena tidak
bersikap tegas terhadap para pemberontak, berarti tidak menetapkan hukum
Siapa yang tidak menegakkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (AlQuran), maka mereka dalah orang-orang kafir.
Munculnya doktrin saling mengkafirkan antara satu kelompok dengan kelompok lain
membuat pertanyaan besar bagi kalangan cendikiawan. Pada suatu mimbar akademik
(pengajian) muncul pertanyaan dari peserta pengajian kepada gurunya yaitu Hasan AlBashry. Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan adanya perbedaan pendapat
tentang orang
mereka itu adalah mukmin, sedangkan pendapat lain mengatakan kafir. Para pelaku
politik yang terlibat tahkim perjanjian antara pihak Ali dan pihak Muawiyah, mereka
dinilai sebagai pelaku dosa besar. Alasan yang mengatakan mereka itu mukmin
beralasan bahwa iman itu letaknya di hati, sedangkan orang lain tidak ada yang
mengetahui hati seseorang kecuali Allah. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan
bahwa iman itu bukan hanya di hati melainkan berwujud dalam bentuk ucapan dan
perbuatan. Berarti orang yang melakukan dosa besar dia adalah bukan mukmin. Kalau
mereka bukan mukmin berarti mereka kafir.
Sebelum guru besarnya memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang dimajukan
tentang dosa besar tersebut, seorang peserta pengajian yang bernama Wasil ibnu Atha
mengajukan jawaban, bahwa pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan kafir
melainkan diantara keduanya. Hasan Al-Bashry sebagai pembina pengajian tersebut
memeberikan komentar, terhadap jawaban Wasil. Komentarnya bahwa pelaku dosa
besar termasuk yang terlibat dalam perjanjian damai termasuk kelompok fasik. Wasil
membantah komentar gurunya itu, karena orang yang fasik lebih hina dimata Allah
ketimbang orang yang kafir. Akibat polemik tersebut Wasil bersama beberapa orang
yang sependapat dengannya memisahkan diri dari kelompok pengajian Hasal AlBashry.
Peserta
pengajian
yang
tetap
bergabung
bersama
Hasan
Al-Bashry
mengatakan, Itazala Wasil anna. (Wasil telah memisahkan diri dari kelompok kita.)
Dari kata-kata inilah Wasil dan pendukungnya disebut kelompok MUKTAZILAH. (Lebih
jelasnya lihat Harun Nasution dalam Teologi Islam).
Kelompok Muktazilah mengajukan konsep-konsep yang bertentangan dengan konsep
yang diajukan golongan Murjiah (aliran teologi yang diakui oleh penguasa politik pada
waktu itu, yaitu Sunni. Berarti Muktazilah sebagai kelompok penentang arus). Doktrin
Muktazilah terkenal dengan lima azas (ushul al-khamsah) yaitu:
1. meniadakan (menafikan) sifat-sifat Tuhan dan menetapkan zat-Nya
2. Janji dan ancaman Tuhan (al-waad dan al-waid)
3. Keadilan Tuhan (al-adalah)
4. Al-Manzilah baina al-manzilatain (posisi diatara dua posisi)
5. Amar Maruf dan Nahi Munkar.
Dari lima azas tersebut menurut Muktazilah Tuhan terikat dengan kewajibankewajiban. Tuhan wajib memenuhi janjinya. Ia berkewajiban memasukkan orang yang
baik ke surga dan wajib memasukkan orang yang jahat ke neraka, dan kewajibankewajiban lain. Pandangan-pandangan kelompok ini menempatkan akal manusia dalam
posisi yang kuat. Sebab itu kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok teologi
rasional dengan sebutan Qadariah.
Tuhan
tidak
terikat
dengan
apapun.
Karena
itu
ia
mungkin
saja
menempatkan orang yang baik ke dalam neraka dan sebaliknya mungkin pula ia
menempatkan orang jahat ke dalam surga, kalau Ia menghendaki. Dari faham
Jabariah inilah ilmu-ilmu kebatinan berkembang di sebagaian umat Islam.
Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang
menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia.
Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam AlQuran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu
(hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon,
binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti
dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:
Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap
Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.
Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan
yang mereka cetuskan, baik dalam doa maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika
memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun
sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat AlWasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan
masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha
besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut
timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad?
Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah
mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang
dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak
demikian kejadiannya.
Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam
Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;
Jika kepada mereka ditanyakan, Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan? Mereka pasti akan menjawab Allah.
Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti
orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan
kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti
konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu
Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta,
melainkan juga pengatur alam semesta.
Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana
dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai
jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika
Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah
disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai
Uswah hasanah.