You are on page 1of 56

KELOMPOK 1

Apendisitisadalah suatu radang yang timbul

secara mendadak pada apendiks dan merupakan


salah satu kasus akut abdomen yang paling sering
ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing.
Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah
usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah
caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri
yang dicetuskan berbagai faktor.
Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith,
tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga
menimbulkan penyumbatan.

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung

dengan panjang kira-kira 10cm dan berpangkal pada


sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus
ileum kuadran kanan bawah.
Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal
dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks
pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum.
Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya
berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam
intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu
dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam
menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks.
Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%)
lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal
(2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).

Walaupun apendiks kurang memiliki fungsi, namun

apendiks dapat berfungsi seperti organ lainnya.


Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml perhari. Lendir
dicurahkan ke caecum. Jika terjadi hambatan maka
akan terjadi patogenesa apendisitis akut. GALT (Gut
Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat pada
apendiks menghasilkan Ig-A. Namun demikian,
adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan
jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks
kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada
pada saluran cerna lain.

Apendisitis biasa disebabkan oleh adanya

penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia


folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma. Apendisitis akut adalah proses radang
bakteria yang timbul secara mendadak, apendisitis
disebabkan oleh berbagai faktor.

Ada beberapa fakta fakta dalam buku ilmiah bahwa pada

tahun 1500an para ahli mengakui adanya hubungan yang


sebenarnya dengan inflamasi yang membahayakan dari
daerah sekum yang disebut pertyphilitist. Meskipun
dilaporkan keberhasilan apendiktomi pertama pada tahun
1776, pada 1886 baru Reginal Flitz yang membantu
membuat aturan bedah dalam pengangkatan apendiks yang
meradang sebagai pengobatan, yang sebelumnya dianggap
fatal. Pada tahun 1889, Charles McBurney mengenalkan
laporan lama sebelum New York Surgical Society
mengemukakan akan pentingnya operasi apendisitis akut
dini serta kelembapan titik maksimum dari perut yang
ditentukan dengan menekan satu-tiga jari di garis yang
menghubungkan antara spina iliaca anterior superior dengan
umbilicus. Lima tahun kemudian ia menemukan pemisahan
otot dengan pemotongan yang kini dikenal dengan namanya.

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa

sebab terjadinya proses radang bakteria yang


dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus
diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith,
tumor apendiks, dan cacing askaris yang
menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap
awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
radang apendiks, diantaranya :Faktor
sumbatan,bakteri,famili,ras dan diet serta infeksi
saluran pernapasan

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting

terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi.


Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia
jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis
fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1%
diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat
ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus
apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus
apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90%
pada kasus apendisitis akut dengan rupture.

Infeksi enterogen merupakan faktor

pathogenesis primer pada apendisitis akut.


Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang
telah terinfeksi memperburuk dan memperberat
infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses
dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan
terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus,
lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes
splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan
perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96%
dan aerob<10%.

Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya

malformasi yang herediter dari organ,


apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi
yang tidak baik dan letaknya yang mudah
terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan
dengan kebiasaan makanan dalam keluarga
terutama dengan diet rendah serat dapat
memudahkan terjadinya fekolith dan
mengakibatkan obstruksi lumen

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan

dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit


putih yang dulunya pola makan rendah serat
mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara
yang pola makannya banyak serat. Namun
saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa
kulit putih telah merubah pola makan mereka
ke pola makan tinggi serat. Justru Negara
berkembang yang dulunya memiliki tinggi
serat kini beralih ke pola makan rendah serat,
memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.

Setelah mendapat penyakit saluran

pernapasan akut terutama epidemi influenza


dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini
meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit
infeksi saluran pernapasan dapat
menimbulkan seperti gejala permulaan
apendisitis

Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal

munculnya gangren atau perforasi appendisitis.


Walau bagaimanapun pada beberapa kasus
appendisitis yang dini lumen appendiks masih utuh
walaupun sudah ada inflamasi mukosa dan
hiperplasia limfoid.
Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat
dikwatirkan pada appendisitis akut. Peritonitis
terjadi akibat migrasi bebas bakteri melalui dinding
appendiks yang iskemik, perforasi gangren
appendiks atau melalui abses appendiks yang
lanjut.

Macam-macam apendisitis :

-Apendisitis Akut Katarhalis


- Apendisitis Akut Purulenta
-Apendisitis Akut Gangrenosa
- Apendisitis Perforata
- Apendisitis Infiltrat yang Fixed
-Apendisitis Abses
- Apendsitis Kronis

Bila terjadi obstruksi, sekresi mukosa

menumpuk dalam lumen apendiks, terjadi


peninggian tekanan dalam lumen, tekanan ini
mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks
jadi menebal, edem dan kemerahan. Pada
apendiks edema mukosa ini mulai terlihat
dengan adanya luka-luka kecil pada mukosa.

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah

yang disertai edema, menyebabkan


terbendungnya aliran vena pada dinding
apendiks dan menimbulkan thrombus. Hal ini
akan memperberat iskemik dan edema pada
apendiks. Bakteri yang dalam normal terdapat
di daerah ini berinvasi ke dalam dinding,
menimbulkan infeksi serosa, sehingga serosa
jadi suram, karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Karena infeksi akan terbentuk nanah terjadi
peritonitis lokal.

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah,

aliran darah arteri mulai terganggu terutama


bagian ante mesentrial yang peredarannya
paling minimal, hingga terjadi infrak dan
ganggren.

Bila apendiks yang sudah ganggren itu pecah,

terjadilah perofasi.

Perforasi yang terjadi pada daerah ganggren

sehingga nanah dan produksi infeksi mengalir


ke dalam rongga perut dan menyebabkan
peritonitis generalisata serta abses sekunder.
Bila mekanisme pertahanan tubuh cukup baik,
tubuh berusaha melokalisir tempat infeksi
tersebut dengan cara membentuk walling off
oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan
peritoneum, yaitu membentuk gumpalan masa
phlegmon yang melekat erat satu dengan yang
lainnya. Dalam keadaan ini tubuh berhasil
melokalisir daerah infeksi secara sempurna.

Bila masa lokal yang terbentuk berisi nanah.

Jika apendisitis infiltrat menyembuh dengan

adanya gejala hilang timbul.

Perjalanan penyakit apendisitis akut memiliki gejala

yang sangat luas. gejalanya berupa gejala nyeri


perut yang difus yang sering berlokasi di
epigastrium atau periumbilical area yang diikuti
muntah. Setelah 4-6jam nyeri berlokasi di kuadran
kanan bawah. Namun lokasi nyeri berbeda untuk
tiap tiap orang karena perbedaan letak anatomis
tiap orang.

Sebelum pemeriksaan fisik dimulai, pasien harus

ditanya titik area nyeri dan mengamati tekanan jari


yang diperlukan untuk menimbulkan atau
memperkuat sakitnya. Hasilnya tindakan ini sering
memberikan bukti tegas bagi iritasi peritoneum
lokalisata. Anoreksia hampir selalu ditemui pada
apendisitis yaitu sekitar 95% dari pasien dan
kemudian baru diikuti nyeri perut. Jika tidak ada
anoreksia, diagnose pasien akan tetap dipertanyakan.
Mual ditemukan sekitar 75% dari pasien, mulanya
tidak bersifat terus-menerus tapi mulanya hanya satu
sampai dua kali. Ada sebagian pasien sebelum nyeri
perut dadahului oleh obstipasi dan merasakan nyeri
berkurang dengan cara buang air besar.

Tanda yang dapat kita temukan pada pemeriksaan

fisik adalah sikap penderita yang dating dengan


posisi membungkuk dan bila berbaring kaki kanan
sedikit ditekuk. Kita akan menemukan peningkatan
suhu ringan yaitu sekitar 37,50-38,50. Jika lebih
maka ditemukan perforasi. Pasien apendisitis
cenderung untik tidur menelungkup, memegang
erat sebelah kanan, setiap gerakan akan
meningkatkan nyeri dan jika diminta bergerak, akan
dilakukan secara perlahan-lahan.

Pada inspeksi tidak ditemukan adanya gambaran

spesifik, pada peeriksaan abdomen selelu harus


dilakukan dengan lembut untuk mendapat
kepercayaan pasien dan memungkinkan deteksi
peritoneum. Pemeriksaan dari kiri ke kanan untuk
menilai ridgiditas atau defans muskuler ringan.
Palpasi lembut demikian tidak akan
mengeksarsbasi nyeri. Tujuan palpasi abdomen
untuk mementukan apakah pasien menderita iritasi
peritoneum atau tidak.

Tanda iritasi peritonium adalah nyeri tekan lokalisata

; ridgiditas atau atau defans muskuler serta nyeri


lepas. Nyeri lepas merupakan tanda yang bermakna
bagi dokter. Kalau disuruh batuk akan terasa nyeri
diperut sebelah kanan dan penderita dapat
menunjukan nyeri dari umbilicus dan pindah serta
menetap pada perut sebelah kanan bawah.
Ada ditemukan beberapa macam tanda diantaranya:
a.McBurneys Sign,
b.Rovsings Sign,
c.Psoas Sign,
d.Obturator Sign
e.Mefaddens Sign.

Letak nyeri pada apendisitis akut

diproyeksikan dengan dengan titik McBurney,


titik ini terletak pada 5-2 inch dari procesus
spinosus anterior pada ileum diatas garis lurus
yang menghubungkan antara procesus
dengan umbilicus.

Pada Rovsings Sign nyeri pada saat palpasi

pada kuadran kanan dan kiri bawah, karena


terjadi penekanan oleh udara yang menunjukan
adanya iritasi peritoneal. Ketahanan otot pada
saat palpasi sering dihubungkan dengan tingkat
keparahan proses radang. Tanda psoas
dilakukan dengan cara penderita berbaring,
paha difleksikan akan terasa nyeri karena otot
psoas berkontak dengan peritoneum dekat
apendiks. Keadaan ini khas pada difleksikan dan
diemdorotasikan dengan otot obturator interna.

McFaden Sign dilakukan dengan cara apendiks

posisis pelvis bisa merangsang kandung


kening, sering pada anak anak terjadi miksi
setelah nyeri.

Diagnosis klinis apendisitis akut masih bisa salah 15%-

20% walaupun telah dilakukan pemeriksaan dilakukan


dengan teliti dam cermat. Angka ini tinggi untuk
pasien perempuan dibanding laki-laki. Hal ini
disebabkan perempuan yang masih muda sering
memiliki gejala yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu
biasanya berasal dari genetalia internal oleh karena
ovulasi, radang perlvis dan lain-lain.
Untuk lebih memudahkan diagnosis klinis apendisitis,
para klinisi telah berhasil mengembangkan berbagai
metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan
menggunakan indeks alvarado, berikut adalah indeks
alvarado:

Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan

menjumlah setiap skor, kemudian kemungkinan diagnosis


apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval nilai yang
diperoleh tersebut.
1. Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis.
Pasien ini dapat langsung diambil tindakan pembedahan
tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu dilakukan
konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya
apendisitis. Pasien ini sbaiknya dikerjakan pemeriksaan
penunjang seperti foto polos abdomen ataupun CT scan.
3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita
apendisitis. Pasien ini tidak perlu untuk di evaluasi lebih
lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap
dilakukan follow up pada pasien ini.

Diagnosa klinis intra apendisitis akut, menurut Cloud dan Boyd dapat

dibagi menjadi beberapa tingkat sesuai dengan perubahan dan


tingkat peradangan apendiks, yaitu:

1. Apendisitis Akut Sederhana


Gejalanya diawali dengan rasa kurang enak di ulu hati / daerah
pusat, mungkin disertai dengan kolik, muntah, kemudian anoreksia,
malaise, dan demam ringan. Pada fase ini seharusnya didapatkan
adanya leukositosis. Pada fase ini apendiks dapat terlihat normal,
hiperemi atau udem, tak ada eksudet serosa.
2. Apendisitis Akut Supurativa
Ditandai dengan adanya rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri
tekan, nyeri lepas di titik McBurney, adanya defans muskuler dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
teIjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda periotnitis
umum, seperti demam tinggi. Bila perforasi barn terjadi, Leukosit
akan pergi ke jaringan-jaringan yang meradang tersebut, maka
mungkin kadar leukosit di dalam darah dapat turun, sebab belum
sempatnya tubuh merespon kebutuhan leukosit yang tiba-tiba
meninggi.

Namun setelah tubuh sempat merespon kebutuhan ini maka

jumlah leukosit akan meninggi di dalam darah tepi.


Apendisitis akut supurativa ini kebanyakan terjadi karena
adanyaobstruksi. Apendiks dan meso apendiks udem,
hiperemi, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
3. Apendisitis Akut Gangrenosa
Tampak apendiks udem, hiperemis, dengan gangren pada
bagian tertentu, dinding apendiks berwama ungu, hijau
keabuan atau merah kehitamann. Pada apendiksitis akut
gangrenosa ini bisa terdapat mikroperforasi.
4. Apendisitis Akut Perforasi
Pada dinding apendiks telah teIjadi ruptur, tampak daerah
perforasi yang dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
5. Apendisitis Akut Abses
Abses akan timbul di fossa iliaka kanan lateral dekat caecum,
retrocaecal dan pelvis. Mengandung pus yang sangat banyak
dan berbau.

Komplikasi yang paling sering ditemukan

adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas


maupun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami pendindingan sehingga berupa
massa yang terdiri dari kumpulan apendiks,
sekum dan keluk usus.

Perforasi

Perforasi disebabkan keterlambatan


penanganan terhadap paslen apendisitis akut.
Perforasi disertai dengan nyeri yang lebih hebat
dan demam tinggi (sekitar 38,3 0C). Biasanya
perforasi tidak terjadi pada 12 jam pertama.
Pada apendiktektomi yang dilakukan pada
pasien usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari
50 tahun, ditemukan 50 % nya telah
mengalami perforasi . Akibat perforasi ini
sangat bervariasi mulai dari peritonitis umum,
sampai hanya berupa abses kecil yang tidak
akan mempengaruhi manifestasi kliniknya.

Peritonitis

Peritonitis lokal dapat disebabkan oleh


mikroperforasi sementara peritonitis umum
dikarenakan telah terjadinya perforasi yang
nyata. Bertambahnya nyeri dan kekakuan
otot, ketegangan abdomen dan adinamic ileus
dapat ditemui pada pasien apendisitis dengan
perforasi.

Apendikal abses (massa apendikal)

Perforasi yang bersifat lokal dapat terjadi saat


infeksi periapendikal diliputi oleh omentum
dan viseral yang berdekatan . Manifestasi
kliniknya sarna dengan apendisitis biasa
disertai dengan ditemukannya massa di
kwadran kanan bawah. Pemeriksaan USG dan
CT scan bermanfaat untuk menegakan
diagnosis.

Pielofleblitis

Pielofleblitis adalah trombofleblitis yang


bersifat supuratif pada sistem vena portal.
Dernam tinggi, menggigil, ikterus yang samarsamar, dan nantinya dapat ditemukan abses
hepar, merupakan pertanda telah tetjadinya
komplikasi ini. Pemeriksaan untuk
menemukan trombosis dan udara di vena
portal yang paling baik adalah CT scan.

Pada anak, biasanya diawali dengan rewel,

tidak mau makan, tidak bisa melukiskan


nyerinya, sehingga dalam beberapa jam
kemudian terjadi muntah-muntah, lemah dan
letargi. Gejala ini tidak khas pada anak
sehingga apendisitis diketahui setelah terjadi
komplikasi.

Pada wanita hamil, biasanya keluhan

utamanya adalah nyeri perut mual dan


muntah. Pada wanita hamil trimester pertama
juga terjadi mual muntah. Pada kehamilan
lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan
di perut kanan bawah tetapi ke regio lumbal
kanan.

Pada usia lanjut, gejalanya sering samar-

samar sehingga sering terjadi terlambat


diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh
penderita yang datang mengalami perforasi.

a. Analisa urin
Test ini bertujuan untuk meniadakan batu ureter dan
untuk evaluasi kemungkinan dari infeksi saluran kemih
sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
b. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase ini
membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung
empedu dan pancreas jika nyeri dilukiskan pada perut
bagian tengah bahkan kuadrant kanan atas.
c. Serum B-HCG untuk memeriksa adanya kemungkinan
kehamilan.
d. Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan
ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

Diagnosis appendisitis memiliki kemiripan dengan

diagnosa penyakit lainnya, karena itulah pada


sekitar 15-20% kasus terjadi kesalahan diagnosis
klinis. Penyakit yang memiliki gejala mirip antara
lain:Gastroenteritis, Limfedenitis Mesenterika,
Demam Dengue, Infeksi Panggul, Gangguan alat
kelamin perempuan, Kehamilan di luar kandungan,
Divertikulosis Meckel, Intussusception, Ulkus
Peptikum yang Perforasi, Batu Ureter.

Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut

meliputi terapi medis dan terapi bedah. Terapi


medis terutama diberikan pada pasien yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah, dimana
pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah
penelitian prospektif menemukan bahwa dapat
terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan
kemudian pada pasien yang diberi terapi medis
saja. Selain itu terapi medis juga berguna pada
pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi
yang tinggi.

Cairan intravena

cairan yang secara massive ke rongga peritonium


harus di ganti segera dengan cairan intravena, jika
terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau
kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur
tekanan vena central. Balance cairan harus
diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus
di infus secara cepat untuk mengkoreksi
hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah
serta pengeluaran urin
pada level yang baik. Darah di berikan bila
mengalami anemia dan atau dengan perdarahan
secara bersamaan.

Antibiotik

Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk


antisipasi bakteri patogen, antibiotik initial
diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins,
ampicillin sulbaktam, dll, dan metronidazol atau
klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian
antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan
kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan
sampai pasien tidak demam dengan normal
leukosit. Setelah memperbaiki keadaan umum
dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa
nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai
terapi definitif dari appendisitis perforasi.

Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik

apendiktomi. Apendiktomi terbuka merupakan


operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup
Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi.
Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna, oblique
interna dan transversal untuk membuat suatu
muscle spreading atau muscle splitting, setelah
masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke
lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong.
Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi
perdarahan, beberapa orang melakukan inversi
pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke
dalam perut dan insisi ditutup.

Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada

tahun 1987, dan telah sukses dilakukan pada 90-94%


kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi.
Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai.
Prosedurnya, port placement terdiri dari pertama
menempatkan port kamera di daerah umbilikus,
kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah
port yang berukuran 5 mm. Ada beberapa pilihan
operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran
kanan bawah dan yang lainnya di kuadran kiri bawah
atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah.
Sekum dan apendiks kemudian dipindahkan dari
lateral ke medial. Berbagai macam metode tersedia
untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter,
endoloops, stapling devices.

Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli

bedahnya. Apendiks kemudian diangkat dari abdomen


menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik
apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan antara
lain bekas operasinya lebih bagus dari segi kosmetik
dan mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa
penelitian juga menemukan bahwa laparoskopik
apendiktomi juga mempersingkat masa rawatan di
rumah sakit. Kerugian laparoskopik apendiktomi antara
lain mahal dari segi biaya dan juga pengerjaannya
yang lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari
apendiktomi terbuka. Namun lama pengerjaanya dapat
dipersingkat dengan peningkatan pengalaman.
Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada
pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang
signifikan.

Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks

adalah baik. Secara umum angka kematian pasien


apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih
berhubungan dengan komplikasi penyakitnya
daripada akibat intervensi tindakan.

- Chapter II. Universitas Sumatera

Utara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
19162/4/Chapter%20II.pdfDiakses tanggal 26 Maret
2012

- Craig Sandy, Lober Williams. Appendicitis, Acute.

Diakses dariwww.emedicine.com, tanggal 26 Maret


2012.

- Katz S Michael, Tucker Jeffry. Appendicitis. Diakses


dari:www.emedicine.com, tanggal 26 Maret 2012.
- Perawat_heri. 2009.
Apendisitis.http://perawatheri.blogspot.com/Diakses
tanggal 26 Maret 2012

You might also like