Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh
Wahyuni Susilawati
( 220110120009 )
( 220110120021 )
Nindya Rahmanida
( 220110120069 )
Maryam Jamilah
( 220110120129 )
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN AJARAN 2014/2015
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Kasus 3.
Makalah yang berjudul Otitis Media Supuratif Kronik ini disusun untuk memenuhi
standar penilaian pada mata kuliah Sistem Persepsi dan Sensori.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Taty Hernawati, M.Kep. selaku dosen tutorial kelompok 3 mata kuliah Sistem
Persepsi dan Sensori;
2. Orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan dalam proses pembelajaran
di Fakultas Keperawatan;
3. Anggota kelompok tutorial 3 yang telah memberikan kontribusi dalam proses
penyusunan makalah ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan
di hari kemudian.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini memberikan informasi bagi
pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
BAB I
(PENDAHULUAN)
1.1 Latar Belakang
Otitis media supuratif kronik (OMSK) atau yang biasa disebut orang awam congek adalah
radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran
timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga lebih dari 2 bulan, baik terus-menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin serousa, mukous atau purulen. Terjadi OMSK hampir selalu
dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa.
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di
negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor
sosioekonomi. Pravelensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi
dibandingkan dengan beberapa negara lain. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1994-1996, angka kesakitan
(morbiditas) telinga, hidung dan tenggorokan (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan
prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar
38,6% ddan pravelensi otitis media supuratif kronik anatar 2,1 5,2 %.
OMSK dapat dibagi dua, yaitu otitis media supuratif kronik tubotimpani dan otitis media
supuratif kronik atikoantral. OMSK atikoantral merupakan bentuk yang paling berbahaya karena
sifatnya yang dapat mendestruksi jaringan sekitar sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang
lebih berat.
Komplikasi ke intrakranial merupakan penyebab utama kematian pada OMSK di negara
sedang berkembang, yang sebagian kasus terjadi pada penderita mengabaikan keluhan telinga
berair. Kematian terjadi pada 18,6% kasus OMSK dengan komplikasi intrakranial seperti
meningitis.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas topik ini beserta dengan asuhan
keperawatan sehingga diharapkan mampu memberikan informasi yang bermanfaat bagi
pembaca.
1.2 Tujuan
Kronik
Mahasiswa mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada pasien Otitis Media
Supuratif Kronik
BAB II
(PEMBAHASAN)
2.1. KASUS
Seorang wanita usia 16 tahun datang ke Poli THT dengan keluhan keluar cairan pada
telinga yang sakit disertai pendengaran yang berkurang. Keluhan dirasakan sejak 3 bulan yang
lalu. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan membrane timpani tidak intak (perforasi). Terdapat
edema mukosa, TD 110/70 mmHg, RR 18x/menit, T : 38,3 C. Klien dinyatakan mengalami Otitis
Media Supuratif Kronis.
Mind Map
Indera pendengaran merupakan bagian dari organ sensori khusus yang mampu
mendeteksi sebagai stimulus bunyi. Indera pendengaran sangat penting dalam percakapan dan
komunikasi sehari-hari. Organ yang berperan dalam indera pendengaran adalah telinga.
Struktur Telinga:
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna / aurikula) dan saluran telinga luar (meatus
auditorius eksternus). Daun telinga terletak di dua sisi kepala setinggi mata. Tersusun oleh tulang
rawan atau kartilago dan otot kecil yang di lapisi oleh kulit sehingga menjadi tinggi keras dan
lentur. Daun telinga di persarafi oleh saraf fasialis. Fungsi dari daun telinga adalah
mengumpulkan gelombang suara untuk di teruskan kesaluran telinga luar yang selanjutnya ke
gendang telinga.
Saluran telinga luar merupakan lintasan yang sempit, panjangnya sekitar 2,5 cm dari daun
telinga ke membran timpani. Saluran ini tidak beraturan dan di lapisi oleh kulit yang
mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa yang menghasilkan serumen. Serumen ini
berfungsi untuk melindungi kulit dari bakteri, menangkap benda asing yang masuk ke telinga.
Serumen juga dapat mengganggu pendengaran jika terlalu banyak. Batas telinga luar dengan
telinga tengah adalah membran timpani atau gendang telinga.
Membran timpani berbentuk kerucut dengan diameter sekitar 1 cm. Tersusun atas tiga
lapisan, yaitu bagian luar adalah lapisan epitel, bagian tengah lapisan fibrosa dan lapisan dalam
adalah mukosa. Fungsi dari membran timpani adalah melindungi organ telinga tengah dan
menghantarkan fibrilasi suara dari telinga luar ke tulang pendengaran (osikel). Kekuatan getaran
suara mempengaruhi tegangan, ukuran, dan ketebalan membran timpani.
2. Telinga Tengah
Telinga tengah merupakan
temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga tulang kecil yaitu meleus, inkus, dan stapes yang
membentang dari membran timpani ke foramen ovale. Sesuai dengan namanya tulang meleus
bentuknya seperti palu dan menempel pada membran timpani. Tulang inkus menghubungkan
meleus dengan stapes dan tulang stapes melekat pada jendela oval di pintu masuk telinga dalam.
Tulang stapes di sokong oleh otot stapedius yang berperan menstabilkan hubungan antara stapes
dengan jendela oval dan mengatur hantaran suara. Jika telinga menerima suara yang keras, maka
otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang akan kaku , sehingga hanya sedikit
suara yang di hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang pendengaran adalah mengarahkan getaran dari
membran timpani ke fenesta vestibuli yang merupakan pemisah antara telinga tengah dengan
telinga dalam.
Rongga telinga tengah berhubungan dengan tuba eustachius yang menghubungkan
telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba eustachius adalah untuk keseimbangan tekanan antara
sisi timpani dengan cara membuka atau menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup, tetapi dapat
membuka pada saat menguap, menelan atau mengunyah.
3. Telinga Dalam atau Labirin.
Telinga dalam atau labirin mengandung organ-organ yang sensitif untuk pendengaran,
keseimbangan dan saraf kranial kedelapan. Telinga dalam berisi cairan dan berada pada petrosa
tulang temporal. Telinga dalam tersusun atas dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin
membranosa.
a. Labirin Tulang
Labirin tulang merupakan ruang berisikan cairan menyerupai cairan serebrospinalis yang
di sebut cairn perilimf. Labirin tulang tersusun atas vestibula, kanalis semisirkularis dan
koklea.Vestibula menghubungkan koklea dengan kanalis semisirkularis. Saluran semisirkularis
merupakan tiga saluran yang berisi cairan yang berfungsi menjaga keseimbangan pada saat
kepala di gerakkan. Cairan tersebut bergerak di salah satu saluran sesuai arah gerakan kepala.
Saluran ini mengandung sel-sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan untuk
disampaikan pesan ke otak sehingga terjadi proses keseimbangan. Koklea berbentuk seperti
rumah siput, didalamnya terdapat duktus koklearis yang berisi cairan endolimf dan banyak
reseptor pendengaran. Koklea bagian labirin di bagi atas tiga ruangan (skala) yaitu bagian atas
disebut skala vestibuli, bagian tengah disebut skala media, dan pada bagian dasar disebut skala
timpani. Antara skala vestibuli dengan skala media dipisahkan oleh membran reisier dan antara
skala media dengan skala timpani dipisahkan oleh membran basiler.
b. Labirin Membranosa.
Labirin membranosa terendam dalam cairan perilimf dan mengandung cairan endolimf.
Kedua cairan tersebut terdapat keseimbangan yang tepat dalam telinga dalam sehingga
pengaturan keseimbangan tetap terjaga. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, sakulus,
dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ korti. Utrikulus terhubung dengan duktus
semisirkularis, sedangkan sakulus terhubung dengan duktus koklearis dalam koklea. Organ korti
terletak pada membrane basiler, tersusun atas sel-sel rambut yang merupakan reseptor
pendengaran. Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut baris tunggal interna dan tiga baris sel
rambut eksterna. Pada bagian samping dan dasar sel rambut bersinap dengan jaringan ujung saraf
koklearis.
Fisiologi pendengaran
Seseorang dapat mendengar melalui getaran yang dialirkan melalui udara atau tulang
langsung ke koklea. Aliran suara melalui udara lebih baik dibandingkan dengan aliran suara
melalui tulang.
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan ke saluran telinga dan mengenai
membrane timpani, sehingga membrane timpani bergetar, demikian juga tulang-tulang
pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stepes menggerakkan tingkap
lonjong (foramen oval) yang juga menggerakkan perilimf. Selanjutnya getaran diteruskan atau
dibelokkan. Di membrane basal getarannya paling keras. Selanjutnya membrane raisner
mendorong endolimf dan membran basal ke arah bawah, sehingga tingkap bundar (foramen
rotundum) terdorong ke arah luar. Pada skala media dan skala timpani terjadi perubahan
rangsangan fisik menjadi rangsangan listrik. Saraf hanya dapat meneruskan rangsangan listrik.
Definisi Otitis media
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (sel-sel mastoid tidak selalu ada, misalnya bila
terjadi sklerosis).
Klasifikasi otitis media
Otitis media terbagi atas dua golongan besar, yaitu :
1.
2.
akut (otitis media akut=OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Begitu pula dengan
otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotraumas = aerotitis) dan otitis
media serosa kronis (glue ear). Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media
tuberkulosa dan otitis media sifilitika, dan otitis media adhesiva.
a. Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya secret di telinga tengah secara
tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Keadaan akut ini disebabkan antara
lain oleh sumbatan tuba, virus, alergi, dan idiopatik.
b. Otitis media serosa kronis. Perbedaan antara otitis media akut dan kronis hanya pada
cara terbentuknya secret. Pada otitis media serosa akut secret terjadi secara tiba-tiba di
telinga tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga, sedangkan pada keadaan kronis
secret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang
berlangsung lama. Secret pada otitis media serosa kronis dapat kental seperti lem, maka
disebut glue ear. Otitis media serosa kronis juga dapat terjadi sebagai gejala sisa dari
otitis media akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna. Penyebab lainnya yaitu infeksi
virus, keadaan alergi atau gangguan mekanis pada tuba.
2. Otitis media supuratif
a. Otitis media akut (OMA) terjadi karena factor pertahanan tubuh ini terganggu.
Sumbatan tuba eustachius merupakan factor penyebab utama dari otitis media.karena
fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.
Pencetus OMA lainnya yaitu infeksi saluran nafas atas.
b. Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan
adanya perforasi membrane timpani dan secret yang keluar di liang.telinga luar terus
menerus atau hilang timbul. Secret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.
3. Otitis media adhesiva
adalah keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah sebagai akibat proses
peradangan yang berlangsung lama sebelumnya. Keadaan ini dapat merupakan komplikasi
dari otitis media supuratif atau oleh karena otitis media non-supuratif yang menyebabkan
rusaknya mukosa telinga tengah. Gejala klinik berupa pendengaran berkurang dengan adanya
riwayat infeksi telinga sebelumnya, terutama diwaktu masih kecil.
Definisi otitis media supuratif kronik
Otitis Media Supuratif Kronik atau dalam sebutan sehari-hari : congek adalah infeksi
kronis di telinga tengah dengan adanya perforasi membrane timpani dan riwayat secret yang
keluar di liang.telinga luar lebih dari 2 bulan terus menerus atau hilang timbul. Secret mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah. (Soepardi, 2001).
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi Otitis media supuratif
kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan,
disebut otitis media supuratif subakut.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat
diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah
(gizi kurang) atau higiene buruk (Djafar, 2000).
Klasifikasi OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu
1.
OMSK tipe benigna/tipe Tubotimpani (tipe mukosa = tipe aman). Proses peradangan pada
OMSK tipe benigna terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang.
Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi
yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatom (suatu kista epiterial
yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk
sehingga kolesteatom bertambah besar).
2.
OMSK tipe maligna/Atikontral (tipe tulang = tipe bahaya) ialah OMSK yang disertai
kolesteatoma. Perforasi tipe maligna letaknya marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat
juga kolesteatom pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang
berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna. Tanda dini dari tipe maligna yaitu
perforasi pada marginal atau pada atik, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat
terlihat; abses atau fistel retro aurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di
liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatom pada telinga
tengah, sering terlihat di epitimpanum, secret berbentuk nanah atau berbau khas (aroma
kolesteatom) atau terlihat bayangan kolesteatom pada foto rontgen mastoid.
Faktor Resiko
-
Usia muda
Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang otitis media dibanding dengan orang dewasa.
Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih
horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah
menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah
umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks
dari nasofaring menganggu drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis
media pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang
sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan
disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah
terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di
tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif
lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba
Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius.
Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah
melalui tuba Eustachius (Kerschner, 2007).
- Abnormalitas kongenital
- Defisiensi imun
- Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang
padat dan juga paparan terhadap rokok sigaret.
- Riwayat keluarga / Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel
udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
- Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya
tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
- Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
- Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal
ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang
inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.
Etiologi
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari
meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi
saluran nafas atas (berawal dari OMA) dan tidak mendapatkan perawatan yang baik.
Staphylococcus
Pseudomonas aeruginosa
B. proteus
B. coli
Aspergillus
Proteus Vulgaris
Hemofillus Influenza
Bakteri
Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%),
diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira
5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan
organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap
di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis
mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada
anak-anak (Kerschner, 2007)
Jika kuman penyebabnya adalah pseudomonas, sekret (cairan) yang keluar biasanya
berwarna hijau kebiruan. OMSK dengan sekret berwarna kuning jelas biasanya disebabkan
Streptokokus aurius, sedangkan sekret yang berbau busuk umumnya disebabkan bakteri
anaerob
2.
Virus
Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus
yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV),
influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai
parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk
terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya
(Kerschner, 2007).
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap pada OMK
adalah:
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas
sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari
perforasi.
Manifestasi Klinik
Gejala berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:
1. OMSK Tipe tubotimpani
Gejalanya berupa sekret mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, ketika pertama kali
ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan antibiotik lokal
biasanya cepat menghilang, sekret mukoid dapat konstan atau
intermitten. Gangguan
pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian tergantung beratnya
kerusakan tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit.
Perforasi membran timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan sisa
pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa sehingga
membran mukosa menjadi berbentuk garis . Derajat infeksi membran mukosa dapat tipis dan
pucat atau merah dan tebal, kadang-kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal
dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membran timpani dan telinga tengah sampai
polip tersebut diangkat . Sekret terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba eustachius
yang mukoid. Setelah satu atau dua kali pengobatan local bau busuk berkurang. Cairan mukus
yang tidak terlalu bau datang dari perforasi besar tipe sentral dengan membran mukosa yang
berbentuk garis pada rongga timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe tubatimpani.
2. OMSK Tipe Atikoantral dengan Kolesteatom
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan
berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat kepingan-kepingan kecil, berwarna
putih mengkilat. Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom
bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut.
Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi
pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom (Orluh, 2008).
Komplikasi
OMK tipe benigna, OMK tipe benigna tidak menyerang tulang sehingga jarang
menimbulkan komplikasi, tetapi jika tidak mencegah invasi (peristiwa masuknya bakteri ke
dalam tubuh) organisme baru dari nasofaring dapat menjadi superimpose otitis media supuratif
akut eksaserbsi akut dapat menimbulkan komplikasi dengan terjadinya tromboplebitis vaskuler
OMK tipe maligna, Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa :
1)
2)
3)
4)
5)
b. Komplikasi Ekstratemporal.
- Abses subperiosteal
c. Komplikasi Intrakranial.
-
Abses otak
Tromboflebitis
Hidrocephalus otikus
Empiema subdural/ ekstradural
Audiometri tutur
Adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan,
dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mengukur beberapa aspek
kemampuan pendengaran. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui
mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon
kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya.
2.
Tes Rinne
Tujuan kita melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 cara kita melakukan tes Rinne, yaitu :
-
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus
pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus).
Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan
meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat
mendengarnya. Sebaliknya tes Rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tankainya secara tegak
lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garpu tala di depan meatus
akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu tala di depan
meatus akustikus eksterna lebih keras daripada di belakang meatus akustikus eksterna
(planum mastoid). Tes Rinne positif jika pasien mendengarnya lebih keras. Sebaliknya tes
Rinne negatif jika pasien mendengarnya lebih lemah.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Rinne yang kita lakukan, yaitu :
Normal. Jika tes Rinne positif.
Tuli konduktif. Jika tes Rinne negatif.
Tuli sensorineural. Jika tes Rinne
Interpretasi tes Rinne dapat false Rinne baik pseudo positif dan pseudo negatif. Hal ini
dapat terjadi manakala telinga pasien yang tidak kita tes menangkap bunyi garpu tala karena
telinga tersebut pendengarannya jauh lebih baik daripada telinga pasien yang kita periksa.
Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun
pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak tegak lurus, tangkai
garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa
karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien
lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garpu tala saat kita
menempatkan garpu tala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala
sudah berhenti saat kita memindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksterna.
3.
Tes Weber
Tujuan kita melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes Weber yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu
tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis median (dahi, verteks, dagu, atau gigi insisivus)
dengan kedua kakinya berada pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang
mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih
keras pada 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien
sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu :
Normal: Jika tidak ada lateralisasi.
Tuli konduktif: Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit.
Tuli sensorineural: Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.
Misalnya terjadi lateralisasi ke kanan maka ada 5 kemungkinan yang bisa terjadi pada telinga
pasien, yaitu :
Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri normal.
Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli konduktif tetapi telinga kanan lebih parah.
Telinga kiri mengalami tuli sensorineural sedangkan telinga kanan normal.
Telinga kiri dan telinga kanan mengalami tuli sensorineural tetapi telinga kiri lebih parah.
Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri mengalami tuli sensorineural
4.
Tes Schwabach
Tujuan kita melakukan tes Schwabach adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
Cara kita memilih apakah Schwabach memendek atau normal yaitu mengulangi tes
Schwabach secara terbalik. Pertama-tama kita membunyikan garpu tala 512 Hz lalu
meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pasien. Setelah pasien tidak mendengarnya,
segera garpu tala kita pindahkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Jika pemeriksa
juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach normal. Sebaliknya jika pemeriksa
masih bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Schwabach yang kita lakukan, yaitu :
Normal : Schwabch normal.
Tuli konduktif : Schwabach memanjang.
Tuli sensorineural : Schwabach memendek.
Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai garpu tala
tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien lambat memberikan isyarat
tentang hilangnya bunyi.
5.
Audiometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jenis dan derajat ketulian (gangguan
dengar).
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan jenis ketulian apakah :
- Tuli Konduktif
- Tuli Saraf (Sensorineural)
- Serta derajat ketulian.
Audiometer adalah peralatan elektronik untuk menguji pendengaran. Audiometer diperlukan
untuk mengukur ketajaman pendengaran:
digunakan untuk mengukur ambang pendengaran
mengindikasikan kehilangan pendengaran
pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis
mencatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada deret frekuensi yang berbeda
menghasilkan audiogram (grafik ambang pendengaran untuk masing-masing telinga pada
suatu rentang frekuensi)
pengujian perlu dilakukan di dalam ruangan kedap bunyi namun di ruang yang heningpun
hasilnya memuaskan
berbiaya sedang namun dibutuhkan hanya jika kebisingan merupakan masalah/kejadian
yang terus-menerus, atau selain itu dapat menggunakan fasilitas di rumah sakit setemapat.
6. Audiogram adalah catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan audiometer,
yang berisi grafik ambang pendengaran pada berbagai frekuensi terhadap intensitas suara
dalam desibel (dB).
Derajat ketulian (menurut buku FKUI):
Normal
: 0 25 dB
Tuli ringan
: 26 40 dB
Tuli sedang
: 41 60 dB
Tuli berat
: 61 90 dB
: -10 26 dB
Tuli ringan
: 27 40 dB
Tuli sedang
: 41 55 dB
Tuli sedang-berat : 56 70 dB
Tuli berat
: 71 90 dB
Tuli total
: > 90 dB
Pemeriksaan Radiologi.
a.
Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna
untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
b.
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang
pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.
c.
Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan
kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan
antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran.
d.
Pemeriksaan penunjang lain yang sering dilakukan pada kasus otitis media kronis ini
diantaranya meliputi :
Kultur dan uji sensitifitas: dilakukan bila dilakukan timpanosesntesis (Aspirasi jarum dari
telinga tengah melalui membrane timpani)
Rontgen mastoid atau CT scan kepala dilakukan untuk mengetahui adanya penyebaran
infeksi ke struktur di sekeliling telinga
Tes BERA (Brainstem Evoke Response Audoimetry) pada pasien-pasien yang tidak dapat
diajak berkomunikasi/ anak kecil.
2.2.4. Penatalaksanaan
Terapi otitis media supuratif kronik (OMSK) tergantung dari jenisnya. Prinsip terapi otitis
media supuratif kronik (OMSK) benigna dengan cara konservatif (medikamentosa) sedangkan
otitis media supuratif kronik (OMSK) maligna dengan cara pembedahan.
Ada 3 cara terapi konservatif (medikamentosa) otitis media supuratif kronik (OMSK)
benigna, yaitu :
Obat pencuci telinga.
Bahannya H2O2 3%. Berikan selama 3-5 hari. Pengobatan ini kita berikan bila sekret telinga
keluar terus-menerus.
Obat tetes telinga.
Lanjutkan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik & kortikosteroid
setelah sekret yang keluar telah berkurang. Jangan berikan selama lebih 1-2 minggu secara
berturut-turut. Juga hindari pemberiannya pada otitis media supuratif kronik (OMSK)
tenang. Hal ini disebabkan semua antibiotik tetes telinga bersifat ototoksik.
Obat antibiotik..
Berikan antibiotik oral golongan ampisilin atau eritromisin sebelum hasil tes resistensi obat
kita terima. Berikan eritromisin jika pasien alergi terhadap golongan penisilin. Berikan
ampisilin asam klavulanat bila terjadi resistensi ampisilin.
Irigasi Telinga
Irigasi Telinga adalah proses pembilasan saluran telinga eksternal dengan air steril atau
saline steril.
Tujuan: Untuk membersihkan atau mengeluarkan benda asing dari dalam telinga.
Indikasi:
a. Untuk mengeluarkan cairan, serumen, bahan-bahan asing dari kanal audiotory
eksternal.
b. Untuk mengirigasi kanal audiotory eksternal dengan lartutan antiseptic.
c. Untuk menghangatkan atau mendinginkan kanal audiotory eksterna.
Kontra Indikasi:
1. Perforasi membran timpani atau resiko tidak utuh (injurie sekunder, pembedahan,
miringitomi).
2. Terjadi komplikasi sebelum irigasi
3. Temperatur yg ekstrim panas dapat menyebabkan pusing, mual dan muntah.
4. Bila ada benda penghisap air dalam telinga, seperti bahan sayuran (kacang), jangan
diirigasi karena bahan- bahan tersebut mengmbang dan sulit dikeluarkan.
Peralatan:
1. Alat irigasi telinga dengan penghisap (peralatan dapat bervariasi dari sprit balon
sampai
Cara Pemakaian:
Teteskan ke dalam lubang telinga 2 - 3 tetes, 3 kali sehari. Atau menurut petunjuk dokter.
Peringatan dan Perhatian:
Hindarkan penggunaan jangka lama karena dapat merangsang hipersensitivitas dan
superinfeksi oleh kuman yang resistan.
Obat tetes ini hanya bermanfaat untuk infeksi yang sangat superfisial, infeksi yang dalam
memerlukan terapi sistemik.
Efek samping:
Iritasi lokal, seperti gatal, rasa panas, dermatitis vesikuler dan mukolopapular.
Kemasan:
Botol @ 10 ml.
Pencegahan
Karena OMA lebih sering terjadi pada anak-anak dan sering terjadi berulang maka
perawat sebagai Community Organizing memberikan penyuluhan yang berhubungan dengan
penyakit OMA. Beberapa hal yang dapat megurangi risiko OMA yaitu:
o Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak
o Pemberian ASI minimal selama 6 bulan
o Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring
o Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
o Penghindaran pengeluaran mucus (ingus) dengan paksaan/tekanan yang berlebihan.
o Jangan mengorek-ngorek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek membran
timpani
o Jika ada benda asing yang masuk, datanglah ke dokter untuk meminimalisasi kerusakan
telinga yang terjadi
2.
3.
4.
5.
2. Konselor
Merupakan proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi gangguan citra tubuh
yang dialami [adanya cairan yang keluar dari telinga klien] . Hal ini dapat menyebabkan klien
menarik diri dan tidak mau berinteraksi di lingkungannya. Dengan upaya ini diharapkan
gangguan citra tubuh klien dapat teratasi. Sehingga klien tetap dapat membangun hubungan
interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan diri klien . Didalamnya
diberikan dukungan emosional dan intelektual.
Peran perawat :
1. Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
2. Perubahan pola interaksi merupakan Dasar dalam merencanakan metode untuk
meningkatkan kemampuan adaptasinya.
3. Memberikan konseling atau penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam
mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
4. Pemecahan masalah :
- Diskusikan aspek positif diri.
-Anjurkan klien untuk membersihkan telinganya
-Anjurkan klien untuk menggunakan antibiotik secara teratur.
3. Edukator
Merupakan proses interaktif yang bertujuan untuk merubah perilaku klien. (Redman,
1998 : 8 ). Inti dari perubahan perilaku selalu didapat dari pengetahuan baru atau ketrampilan
secara teknis.
1.
Dilakukan kepada klien /klg , tim kes. Lain baik secara spontan pada saat berinteraksi
maupun formal.
2.
3.
4. Kolaborator
Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan yang terdiri dari dokter fisioterapis, ahli gizi,
dan lain-lain Apabila klien telah mendapat obat antibiotic dari dokter, instruksikan klien untuk
menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun
lokal). Apabila klien telah diberikan aspirin atau analgesic, anjurkan klien untuk mengkonsumsi
Aspirin/analgesik tersebut sesuai instruki, beri sedatif sesuai indikasi
5. Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah
serta sesuai dengan kebutuhan klien.
Tujuan Perawat sebagi koordinator adalah :
a.
Untuk memenuhi asuhan kesehatan secara efektif, efisien dan menguntungkan klien.
b.
Pengaturan
c.
waktu
dan
1.
Merencanakan
2.
Mengorganisasikan
3.
Mengarahkan
4.
Mengontrol
seluruh
aktifitas
atau
penanganan
pada
klien.
6. Agen perubahan
Mengidentifikasi masalah, mengkaji motifasi pasien dan membantu klien untuk berubah,
menunjukan alternatif, menggali kemungkinan hasil dari alternatif, mengkaji sumber daya
menunjukan peran membantu, membina dan mempertahankan hubungan membantu, membantu
selama fase dari proses perubahan dan membimbing klien melalui fase ini (Marriner Torney)
2.2.6. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Biodata
Nama
:
Usia
:
Jenis kelamin :
16 tahun
Perempuan
Diagnosa medis
:
Otitis Media Supuratif Kronis
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh keluar cairan dari telinga yang sakit disertai dengan pendengaran yang
berkurang sejak 3 bulan lalu.
3. Kesehatan sekarang
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan membrane timpani tidak intak , terdapat edema
mukosa, dan suhu 38,3 C yang menunjukkan suhu febris.
4. Riwayat kesehatan masa lalu - { diperlukan untuk mengetahui apakah klien pernah
mengalami ISPA berulang sebagai penyebab dari OMSK}
5. Riwayat kesehatan keluarga 6. Pemeriksaan fisik
1. Membrane timpani tidak intak / perforasi
2. Terdapat edema mukosa
3. RR = 18x/ menit
4. Suhu = 38.3 C
2. Anamnesis
1. Gangguan pendengaran
.a. Gangguan pendengaran tersebut hanya pada satu telinga atau pada keduanya,
timbulnya secara tiba-tiba atau bertambah secara bertahap, dan berapa lamanya gangguan
pendengaran tersebut.
b. Adakah riwayat trauma kepala, trauma pada telinga atau penggunaan obat ototoksik
sebelumnya {contoh : obat tTBC}
2. Nyeri dalam telinga/ otalgia
a. Nyeri yang dirasakan di telinga sebelah kiri atau kanan atau keduanya. Sudah
seberapa lama nyeri tersebut dirasakan .
b. Nyeri tersebut bias saja merupakan nyeri alihan dari nyeri gigi, sendi mulut, nyeri
tonsil. Karena organ organ tersebut disarafi saraf sensoris dari organ telinga.
3. Keluar cairan
a. Cairan keluar dari salah satu telinga atau dari keduanya. Keluar cairan tersebut
disertai rasa sakit atau tidak. Seberapa lama keluar cairan tersebut .
b. Tanyakan pada pasien banyaknya volume cairan yang keluar, warna dan baunya
- Jika cairan yang keluar sedikit, itu menandakan infeksi telinga luar
- Jika cairan yang dikeluarkan banyak dan berupa mukoid, itu berasal dari telinga
-
tengah.
Cairan yang berbau busuk menandakan adanya koleostatom
Cairan yang bercampur darah menandakan infeksi akut yang berat atau adanya
tumor .
Jika warna cairan yang keluar berwarna jernih , bias jadi liquor serebrospinal.
4. Berdengung
- Berdengung bias pada kepala atau pada salah satu telinga / keduanya.
5. Vertigo
- Verigo dapat muncul pada posisi tertentu . contoh : berkurang saat berbaring dan
-
3. Analisis data
DO
DS
DIAGNOSA
TUJUAN
1
1. Ajarkan
untuk
mengalihkan
2. Kompres
dingin
pembuluh
dapat
darah
membuat
mengalami
efektif
pada
pasien
untuk
DO
DS
DIAGNOSA
TUJUAN
membersihkan
telinga
RASIONAL
1. Apabila penyebab pokok ketulian tidak
progresif,
maka
pendengaran
yang
terhadap
masalah-masalah
dosis
antibiotik
yang
organisme
dapat
sisa
menyebabkan
berkembang
biak
DO
DS
DIAGNOSA
3
TUJUAN
suhu
mendekati
normal
keadaan
anak
setelah
DO
DS
DIAGNOSA
TUJUAN
4
pasien.
3. Dapat membersihkan keluaran tersebut,
dapat mengurangi perbedaan dari orang
lain.
4. Antibiotik
dapat
mencegah
bertambahnya
perluasan
permukaan
yang terinfeksi.
BAB III
(PENUTUP)
3.1 Simpulan
Otitis Media Supuratif Kronik adalah suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik
terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah
(Soepardi, 2001). Sebagian besar OMSK merupakan kelanjutan dari otitis media akut yang
prosesnya sudah berjalan lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang
terlambat, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh rendah, atau
kebersihan buruk.
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari
meatus auditoris eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi
saluran
nafas
atas.
Organisme-organisme
dari
meatus
auditoris
eksternal
termasuk
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk OMSK antara lain menggunakan otoscope
untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar, timpanogram untuk mengukur kesesuaian
dan kekakuan membran timpany, kultur dan uji sensitifitas dilakukan bila dilakukan
timpanosentesis (aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani), rontgen mastoid
atau CT scan kepala dilakukan untuk mengetahui adanya penyebaran infeksi ke struktur di
sekeliling telinga, tes BERA (Brainstem Evoke Response Audoimetry) pada pasien-pasien yang
tidak dapat diajak berkomunikasi/ anak kecil.
Beberapa masalah keperawatan yang timbul dari kasus Otitis Media Supuratif Kronik
adalah ganguan persepsi/sensori: penurunan pendengaran berhubungan dengan dengan obstruksi,
infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Niluh Gede Yasmin.2006.Keperawatan Medikal Bedah : Klien dengan gangguan
Pernapasan.Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi:Buku Saku.Jakarta: EGC
Kee, Joyce L.2006.Farmakologi:Pendekatan Proses Keperawatan.Jakarta : EGC
Latief, Abdul. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.
Jurnal Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Marlyn E. Dongoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler .2000. Rencana asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Jakarta: Kedokteran EGC.
http://www.dechacare.com/ERLAMYCETIN-Tetes-Telinga-P600.html
http://www.scribd.com/doc/omsk-fix.html
Muscari, Mary E.2005.Panduan Belajar:Keperawatan Pediatrik.Jakarta:EGC
Rukmini, Sri.2005.Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan.Jakarta:EGC
Sari, Dina Permata. 1999. Faktor Resio Terjadinya Kurang Pendengaran Campuran pada Otitis
Media Supuratif Kronik. Masters thesis, program Pascasarjana Universitas Diponegoro.