You are on page 1of 54

Abortion

Ferryal Basbeth

Menurut WHO (2000) 50 juta dari 75 juta perempuan


didunia, yang tidak menginginkan kehamilan atau akan
mengakhiri dengan aborsi disengaja dan 20 juta
perempuan melakukan dengan tidak aman sehingga
13% akan beresiko terjadi kematian karena komplikasi
aborsi yang tidak aman.
Indonesia merupakan satu-satunya Negara dengan
angka kematian ibu yang tertinggi di Asia tenggara ( 373
per 100.000 kelahiran hidup 1997) walaupun kontribusi
aborsi sering tidak dilihat sebagai salah satu faktor
tingginya angka tersebut.
Tingginya Anemia atau kurang darah dimana 1 jam ada
2 perempuan meninggal karena kehamilan atau
keguguran bahkan jam ada 1 perempuan yang
meninggal (Yayasan Kesehatan Perempuan)

YKP tahun 2002 atas dukungan sejumlah institusi pemerintah bersama


beberapa LSM, Mahkamah Agung, Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, Komisi
VII DPR-RI, POGI (Perkumpulan Obstetrik dan Ginekolog Indonesia
melakukan Penelitian Penghentian Kehamilan Tak Diinginkan yang Aman
berbasis Konseling di 9 Kota besar termasuk Manado.
Dan hasilnya digunakan sebagai data pendukung amandemen pasal 15 UU
No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Penelitian yang melibatkan 1446 perempuan (klien)di 9 Kota Besar di
Indonesia ini menghasilkan :
Klien kebanyakan (58%) berusia diatas 30 tahun, hanya 3%berusia
dibawah 20 tahun
Sekitar 87% klien berstatus menikah, hampir separuhnya telah memeliki
sekurangnya 2 orang anak
Pendidikan klien setingkat SMU (54%), 21 % tamat akademi/universitas
Klien sudah melakukan tindakan aborsi sendiri berupa : Minum
jamu, pergi ke dukun, minum gynecosid atau cytotec merupakan
upaya-upaya yang dilakukan sebelum klien datang keklinik atau
Rumah Sakit
Hampir separuhnya (47%) adalah ibu Rumah Tangga. Dari yang bekerja
(619 klien), 47% adalah karyawan swasta dan 23% pegawai negeri
termasuk anggota TNI/Polri
Sekitar 21% klien telah melakukan aborsi berulang dengan jumlah
maksimal 4 kali

penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah


perdarahan, infeksi dan eklampsia.
Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering
tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai
perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi
masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat.
Di negara-negara yang tidak mengizinkan aborsi seperti Indonesia,
banyak perempuan terpaksa mencari pelayanan aborsi tidak aman
karena tidak tersedianya pelayanan aborsi aman atau biaya yang
ditawarkan terlalu mahal.
Dari 46 juta aborsi/tahun, 20 juta dilakukan dengan tidak aman, 800
wanita diantaranya meninggal karena komplikasi aborsi tidak aman
dan sekurangnya 13 persen kontribusi Angka Kematian Ibu Global
(AGI, 1997; WHO 1998a; AGI, 1999)
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menyebutkan
aborsi berkontribusi 11,1% terhadap kematian ibu di Indonesia,
angka sebenarnya mungkin lebih besar lagi mengingat belum
dilakukannya pencatatan data mengenai tindakan aborsi
Bahkan secara informal, Direktora Jendral Bina Kesehatan
Masyarakat Departemen Kesehatan Indonesia berani menyatakan
aborsi tidak aman berkontribusi hingga 50% dari kematian ibu di
Indonesia.

WHO memperkirakan ada 4,2 juta aborsi dilakukan per


tahun, 750.000 1,5 juta dilakukan di Indonesia, 2.500
orang diantaranya berakhir dengan kematian (Wijono,
2000). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
1995 : Aborsi berkontribusi 11,1 % terhadap
Angka kematian Ibu (AKI) , sedangkan menurut
Rosenfield dan Fathalla (1990) sebesar 10 % (Wijono,
2000)
sebuah studi di Bali menemukan bahwa 71 %
perempuan yang melakukan aborsi adalah perempuan
menikah (Dewi, 1997), juga studi yang dilakukan oleh
Population Council, 98,8 % perempuan yang melakukan
aborsi di sebuah klinik swasta di Jakarta, telah menikah
dan rata-rata sudah memiliki anak (Herdayati, 1998),
alasan yang umum adalah karena sudah tidak ingin
memiliki anak lagi, seperti hasil survey yang dilakukan
Biro Pusat Statistik (BPS), 75 % wanita usia reproduksi
berstatus kawin tidak menginginkan tambahan anak
(BPS, Dep.Kes 1988)

Aborsi mungkin sudah menjadi kebutuhan karena alasan


di atas, namun karena adanya larangan baik hukum
maupun atas nama agama, menimbulkan praktek aborsi
tidak aman meluas
Penelitian pada 10 kota besar dan 6 kabupaten
memperlihatkan 53 % Jumlah aborsi terjadi di kota,
padahal penduduk kota 1,36 kali lebih kecil dari
pedesaan, dan pelayan aborsi dilakukan oleh tenaga
yang tidak terlatih terdapat di 16 % titik pelayanan aborsi
di kota oleh dukun bayi dan 57 % di Kabupaten.
Kasus aborsi yang ditangani dukun bayi sebesar 11 % di
kota dan 70 % di Kabupaten dan dari semua titik
pelayanan 54 % di kota dan 85 % di Kabupaten
dilakukan oleh swasta/ pribadi (PPKLP-UI, 2001).

Hukum yang ada di Indonesia seharusnya mampu


menyelamatkan ibu dari kematian akibat tindak aborsi
tak aman oleh tenaga tak terlatih (dukun). Ada 3 aturan
aborsi di Indonesia yang berlaku hingga saat ini yaitu,
Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan
alasan apapun, aborsi adalah tindakan melanggar hukum.
Sampai saat ini masih diterapkan.
Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan.
Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan
yang menuliskan dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan
medis tertentu (aborsi).

Namun keberadaan peraturan di atas justru dianggap


menimbulkan kerugian, karena aborsi masih dianggap
sebagai tindakan kriminal, padahal aborsi bisa dilakukan
secara aman (safe abortion).
UU Kesehatan dibuat untuk memperbaiki KUHP, tapi
memuat definisi aborsi yang salah sehingga pemberi
pelayanan (dokter) merupakan satu-satunya yang
dihukum.
Pada KUHP, baik pemberi pelayanan (dokter), pencari
pelayanan (ibu), dan yang membantu mendapatkan
pelayanan, dinyatakan bersalah. dan akibat aborsi
dilarang, angka kematian dan kesakitan ibu di Indonesia
menjadi tinggi karena ibu akan mencari pelayanan pada
tenaga tak terlatih
Padahal kita seharusnya lebih merasa tidak bermoral,
tidak berbudaya dan tidak beragama bila membiarkan
saja begitu banyak perempuan mati dan kesakitan
karena aborsi tidak aman.

Sebaiknya jika aborsi bisa dilakukan, ada persayaratan


yang mungkin dapat dibuat peraturannya oleh
pemerintah, seperti
Aborsi sebaiknya dilakukan di RS atau klinik yang
memenuhi persyaratan dan mendapatkan izin
Batas umur kehamilan trismester pertama sampai
kehamilan 23 minggu
Perempuan yang berniat melakukan aborsi perlu
mendapatkan konseling agar dapat memutuskan
sendiri untuk diaborsi atau tidak dan konseling pasca
aborsi guna menghindari aborsi berulang
Perempuan di bawah usia kawin harus didampingi
orangtuanya dalam membuat keputusan aborsi
Undang-undang sebaiknya mengizinkan aborsi atas
indikasi kesehatan, yang diputuskan oleh Menteri
Kesehatan, dengan batas waktu dua tahun sekali
Pelayanan aborsi oleh klinik yang ditunjuk pemerintah,
dan dikenakan biaya relatif murah

[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[

Introduction
Moral stances on Abortion
Konsep Kehidupan
Statistik
Pengertian
Metode aborsi
Komplikasi
Autopsi Pada kasus aborsi
Pembuktian delik aborsi
Miscarriage or aborticide?
Permasalahan dlm Pembuktian
delik aborsi
[ Delik Aborsi Menurut UU kes no 15
pasal 23

Introduction
Abortion or pregnancy termination remains a
controversial issue in contemporary society in
the early 21st century as much as in previous
centuries
Abortion is a medical procedure involves the
challenging of moral, political, religious, legal,
medical and psychological boundaries

Moral stances on abortion


Mothers Rights vs. Fetus
Rights (Pro-life vs. Pro
Choice)
Unwanted pregnancy, Failed
contraceptives
Genetic predispositions / fetal
risk

Konsep Kehidupan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Sejak saat kontak sperma dengan ovum


Saat spermatozoa masuk ke dalam ovum dan terjadi penyatuan
kromosom
Sejak terjadinya pembelahan sel yang pertama
Sejak ovum bernidasi (pendapat American College of Obstetrician
and gynecologist dan Planned Parenthood World Population
Council)
Hukum Gereja: Berbeda dari satu Paus dengan Paus lainnya
Agama Islam: Sejak ditiupkan Ruh
Sejak otak mulai berfungsi 5 16 minggu setelah konsepsi
Sejak Jantung mulai berdenyut 16 20 minggu setelah konsepsi
Sejak dirasakannya gerakkan janin 20 minggu setelah kehidupan
Sejak saat dilahirkan yaitu saat janin benar-benar hidup mandiri
dan tidak tergantung dari ibunya

Statistik (1)

300 juta pasangan usia subur, tanpa alat


kontrasepsi,berisiko untuk kehamilan yang tidak
diingini (W.Fert.Survey,1987)
15 juta remaja mengalami kehamilan diluar
nikah dan 60% berakhir dengan abortus (WHO)
20 juta kasus abortus tak aman / tahun
80.000 kematian maternal / tahun akibat
abortus tak aman (dengan risiko)
Satu dari 8 kematian maternal, diakibatkan oleh
abortus berisiko (15%)

Nugroho Kampono
Bagian Obstetri Ginekologi FKUI

Statistik (2)
Aborsi dilakukan di RS 55%, Klinik 34%, dan
di Rumah 11%
Aborsi dilakukan pada usia kehamilan 4- 8
mgg 62%, lebih dari 8 mgg 30%, kurang dari 4
mgg 8%
Alasan dilakukan aborsi: Banyak anak 47 %,
masih sekolah 17%, gagal KB 16%, masih
bekerja 7%, terlanjur minum jamu/obat 3%,
lainnya 10%
Djaja Surya Atmadja
Forensik FKUI

Statistik (3)

Djaja Surya Atmadja


Forensik FKUI

Wanita umumnya melakukan berbagai upaya


pendahuluan untuk mendapatkan haidnya
kembali dengan cara:
Minum jamu terlambat bulan 74%, obat-obatan spt
Gynecosid, M kapsul, pil Tuntas 21%, Jamu peluntur
15%
Makan Nenas 84%, pijat 82%, makan mangga 11%,
upaya lainnya 5 %

Upaya ini dilakukan pada usia kehamilan di


bawah 1 mgg 67%, 1-2 mgg 20%, lebih dari 2
mgg 13%

Pengertian
Menurut Hukum ialah tindakan menghentikan
kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu
kelahiran, tanpa melihat usia kandungannya
Tidak dipersoalkan apakah dengan
pengguguran kandungan tersebut lahir bayi
hidup atau mati
Yang penting adalah sewaktu pengguguran
kehamilan dilakukan, kandungan tersebut masih
hidup

Metode Aborsi (1)


Pada kehamilan di bawah 14 hari
Dengan alat vakum. Pada umumnya tdk
membahayakan dan pasien dpt segera
dipulangkan
Pada kehamilan < 12 mgg (Triwulan 1)
Kuretase. Kemungkinan komplikasi lebih
besar dari pada yang pertama

Metode Aborsi (2)


Aborsi pada triwulan ke dua
Induksi pitosin. Hanya memerlukan alat
sederhana tapi komplikasinya lebih besar.
Infus prostaglandin dan pemberian
prostaglandin atau misoprostol kedlm
vagina

Aborsi di atas 5 bulan


Tidak dianggap sebagai aborsi di kalangan
medis.
Aborsi dalam terminologi kedokteran berarti
pengeluaran janin sebelum ia dapat hidup di luar
kandungan.
Pengeluaran janin > 5 bln tidak dianggap sbg
tindakan aborsi tp induksi partus biasa.
Terminologi hukum adalah penghentian
kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu
melahirkan, tanpa melihat usia kehamilan.

Teknik Aborsi Kriminal


1.
2.

Dengan menggunakan kekerasan umum atau aktifitas


fisik yg berlebihan: Lari-lari, loncat, menunggang kuda
Menggunakan kekerasan lokal
1.
2.
3.
4.

3.

Menggunakan instrumen: sonde, kateter, tang kuret.


Tanpa menggunakan instrumen: memijat, menginjak, meninju
Dengan alat non medis: kawat, kayu, batang kayu
Dengan zat kimia: air hangat, air dengan kreolin, lisol, air
sabun, larutan zink klorida

Menggunakan obat-obatan abortifisien


1.
2.
3.
4.

Obat emetika
Obat purgativa atau laxantia
Obat pelancar haid (emenagoga)
Obat perangsang otot rahim (Ecbolica)

Komplikasi Abortus (1)


1. Kematian segera (immediate)

Vagal reflex (vagal inhibition of heart)


terjadi karena rangsangan pada permukaan dalam
canalis cervicalis. Khas terjadi di meja operasi
Emboli udara
sering terjadi pada aborsi dengan alat semprot.
Udara ikut masuk ke dalam pewmbuluh darah dan
menyebabkan emboli udara pada arteri koronaria
atau otak. Kematian terjadi dlm 10 mnt.
Jumlah udara 10 cc dapat sbkan kematian tp
pernah dilaporkan bhw pasien dpt sembuh setelah
mengalami emboli 100 cc

Komplikasi Abortus (2)


2.

Kematian tidak begitu cepat (moderate)


1.

2.

Emboli cairan:
Bila digunakan cairan (air sabun atau antiseptik) maka cairan
tsb dapat mengakibatkan emboli. Kematian tdk segera, tetapi
menunggu sampai terjadi nekrosis jaringan atau hemolisis.
Perdarahan:
Terjadi karena robeknya vagina, cervix atau uterus

3.

Kematian Lambat (late)


1.
2.

Sepsis: alat tdk steril, uterus tdk bersih, robeknya usus besar
Gagal ginjal (ARF) setiap keadaan syok, apapun sebabnya
dpt menimbulkan gagal ginjal akut.

Autopsi pada kematian akibat tindakan abortus


Autopsi pada dugaan kematian akibat emboli
udara vena dg menemukan udara dalam bilik
jantung kanan atau udara dalam vena cava
inferior
Uterus diiris mendatar dengan jarak 1 cm untuk
mendeteksi perdarahan dari bawah.

Pemeriksaan Korban Aborsi (1)


Pada korban Hidup
Harus dibuktikan pernah hamil dan usaha
penghentian kehamilan.
Anamnsa yang teliti.
Pemeriksaan fisik: Payudara membesar dan
mengeluarkan ASI, warna kehitaman disekitar
payudara,uterus masih membesar, striae, Lochia
dari vagina, perlukaan pada portio.
Usaha penghentian kehamilan : Toksikologi,
pemeriksaan PA jaringan hasil aborsi, HLA, DNA.
Pemeriksaan fisik : memar, udem, laserasi dan
perdarahan pada alat kelamin, infeksi atau sepsis.

Pemeriksaan Korban Aborsi (2)


Pada korban mati
Periksa luar, periksa dalam, toksikologik, urin
untuk gravindex, PA
Pada autopsy: dilihat adakah pembesaran,
krepitasi, proliferasi pada uterus
Tentukan usia kehamilan dari janin.
Tentukan kaitan genetik antara janin aborsi
dengan ibu.
Preserverasi dengan menggunakan alkohol
untuk pemeriksaan DNA.

Pembuktian delik aborsi (1)


1. Pelaku aborsi : wanita hamil atau orang
lain yang melakukan tindakkan tsb harus
dibuktikan bhw wanita tsb pernah hamil,
bila ditemukan dlm keadaan nifas harus
sesuai dg saat kelahirannya tsb. Dan
ada hub antara ibu dan anak dg janin yg
ditemukan.

Pembuktian delik aborsi (2)


2. Alat / obat yang digunakan: Pitocin, methergin,
prostaglandin, kateter, balon kateter, kayu,
tongkat, busi dll
3. Jaringan hasil konsepsi (PA: sel endometrium,
sel desidua), potongan tubuh janin
4. Tidak ada indikasi medis
5. Tidak dipenuhinya persyaratan tindakan
aborsi, sebagaimana diatur pada pasal 15 (2)
uu NO. 23 TH 1992

Permasalahan Dalam pembuktian Delik


Aborsi
1.
2.
3.
4.
5.

Sulitnya menemukan kasus


Sulitnya menemukan saksi
Sulitnya menemukan bukti kejahatan
Tidak ada/tidak lengkapnya RM
Perbedaan persepsi mengenai abortus
provokatus kriminalis
6. Sulitnya mendapatkan keterangan ahli
7. Sikap ambivalensi aparat hukum
8. Sikap pesimisif masyarakat terhadap
tindakkan aborsi

Permasalahan Dalam pembuktian Delik


Aborsi (1)
1. Sulitnya menemukan kasus:
pelaku dan tersangka mengetahui bhw
itu tindakan pidana, jadi sama-sama
menutupi kasusnya.
Bila ada komplikasi tidak akan
melaporkan pada polisi
Kasus yg terungkap adalah hasil
laporan dari masyarakat yang
terganggu oleh pelayanan aborsi di
klinik tsb.

Permasalahan Dalam pembuktian Delik


Aborsi (2)
2. Sulitnya menemukan saksi: unus testis
nullus testis satu saksi bukan saksi.
Praktek aborsi biasanya dilakukan scr
tersembunyi, tersamar, diruang tertutup,
tanpa adanya saksi, ok kesaksiannya
akan membuat dirinya menjadi trsangka.
Wanita tsb hanya mungkin scr sukarela
menjadi saksi bila aborsi dilakukan tanpa
persetujuannya.

Permasalahan Dalam pembuktian Delik


Aborsi (3)
3. Sulitnya menemukan bukti kejahatan
Jaringan serta janin hasil aborsi
biasanya dimusnahkan bersama limbah
lainnya atau di bakar dlm insenerator.
Alat-alat yg digunakan biasanya bukan
alat khusus utk aborsi. Laminaria dll
sesungguhnya mrpkan alat yang biasa
digunakan untuk tindakkan medis
lainnya.

Permasalahan Dalam pembuktian Delik


Aborsi (5)
5. Perbedaan persepsi mengenai abortus
provokatus kriminalis: Dalam masyarakat
ada pendapat bahwa aborsi pada usia <
4 bln tidak dilarang, krn janin belum
hidup, sebaliknya aborsi pada usia
kehamilan di atas 5 bulan bukanlah
aborsi karena janinnya sudah dapat
hidup diluar kandungan. Sehingga dalam
masyarakat dianggap bukan tindakkan
pidana dan tidak perlu dilaporkan.

Permasalahan Dalam pembuktian Delik


Aborsi (6)
6. Sulitnya mendapatkan keterangan ahli.
KUHAP 179: setiap dokter wajib memberikan
keterangan ahli di pengadilan jk diminta oleh hakim.
Pd kenyataannya dokter yg dipanggil sbg ahli belum
dpt memberikan ket ahli scr optimal, ok kurangnya
pengetahuan dokter mengenai konsep aborsi
menurut hk positif di indonesia.
Perasaan solider sesama dokter.

Permasalahan Dalam pembuktian Delik


Aborsi (7)
7. Sikap ambivalensi aparat hukum
aparat hukum tdk berani menindak
pelaku aborsi yg dilakukan di klinik KB
atau RS pemerintah krn takut dianggap
menghambat program KB Nasional.

Permasalahan Dalam pembuktian Delik


Aborsi (8)
8. Meskipun ada banyak pakar atau ahli
agama yg menyatakan penolakan
terhadap praktek aborsi, pada
kenyataannya masyarakat kita
sesungguhnya tidaklah terlalu anti
terhadap aborsi

Keguguran atau digugurkan?


Pemeriksaan melalui jar aborsi atau bahan
kuretase.
Minimal ditemukannya vili koriales. Sering
tercampur dg bekuan darah dan jar desidua, jar
nekrotik dan inflamasi.
Pada keguguran dapat ditemukan adanya sel
radang spesifik spt TBC, yg menerangkan sb
abortus.
Cari penyebab keguguran lainnya scr anam,
bakteriologikal, PA, laboratorium TORCH
Bila ditemukan adanya fetus yg intak tanpa sel
radang yg spc maka dpt diklarifikasi dg riwayat
kejadian, riwayat penyakit, penemuan klinik, dan
hasil anamnesa.

Pasal 15 UU Kesehatan

Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan


jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis
tertentu

Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat


hanya dapat dilakukan:
a.
b.
c.
d.

Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan


tersebut
Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim ahli
Dengan persetujuan ibu hamil ybs atau suami atau keluarganya
Pada sarana kesehatan tertentu

Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu


sebagaimana dimaksud dalam ayat dan ayat diterapkan
dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan Pasal 15 UU Kesehatan


Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan
dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan
dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan,
dan norma kesopanan. Namun, dalam keadaan darurat
sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau
janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan
medis tertentu.

(2) Penjelasan per butir:


a)

b)

c)

d)

Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar benar


mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa
tindakan medis tertentu itu, ibu hamil atau janinnya terancam
bahaya maut.
Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah dokter ahli kebidanan
dan penyakit kandungan. Sebelum melakukan tindakan tersebut,
ia harus meminta pertimbangan tim ahli yang dapat terdiri dari
berbagai bidang seperti medis, agama, hukum, dan psikologi.
Hak utama memberikan persetujuan adalah ibu hamil yang
bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak
dapat memberikanpersetujuan, dapat dimintakan dari suami atau
keluarganya.
Sarana kesehatan tertentu adalah sarana yang memiliki tenaga
dan peralatan yang memadai dan telah ditunjuk oleh pemerintah

Abortion by minors and rights to abort


Seorang gadis berumur 19 tahun, mengalami
kecelakaan lalu lintas datang kebagian UGD, setelah
diperiksa dirujuk ke anda sebagai dokter kebidanan
karena adanya indikasi abortus yang mengancam,
sebagai dokter kebidanan anda akan melakukan
tindakan medis tertentu.
Pertanyaan : kepada siapa informed konsen tersebut
diambil? Siapa yang berhak menanda tangani informed
konsen tsb? Ortu atau anak?
Si gadis tersebut berkata kepada anda agar tidak
bercerita kepada ortunya, apa tindakkan anda?

Right to Abort: mothers v fathers


The legal principle derived from Paton and
C v S is that all mothers, married or
unmarried have the right to decide
whether to have an abortion (within the
limits of the law or, in some cases, at the
courts discretion) but fathers, married or
unmarried, have no corresponding right of
veto when it comes to deciding on whether
to abort.

Delik Aborsi Menurut KUHP


Pasal 346 KUHP
Pasal 347 KUHP
Pasal 348 KUHP
Pasal 349 KUHP
Pasal 283 KUHP
Pasal 299 KUHP
Pasal 535 KUHP

Pasal 346 KUHP


Seorang perempuan yang sengaja
menggugurkan kandungan atau
mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam pidana
penjara paling lama 4 tahun

Pasal 347 KUHP

Barang siapa dengan sengaja menyebabkan


gugur atau mati buah kandungan seorang
perempuan tanpa izin orang perempuan itu,
dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya 12 tahun

Jika perbuatannya itu berakibat orang


perempuan itu mati, ia dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.

Pasal 348 KUHP


Barang siapa dengan sengaja menyebabkan
gugur atau matinya buah kandungan seorang
perempuan dengan ijin perempuan itu,
dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya 5 tahun 6 bulan
Jika perbuatan itu berakibat orang perempuan
itu mati, ia dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya 7 tahun.

Pasal 349 KUHP


Jika seorang dokter, bidan atau juru obat
membantu kejahatan tersebut dalam pasal 346
atau bersalahmelakukan atau membantu bsalah
satu kejahatan yang dimaksud dalam pasal 347
dan pasal 348, maka hukuman yang ditentukan
dalam pasal-pasal itu dapat ditambah dengan
sepertiganya dan ia dapat dicabut haknya untuk
melakukan pekerjaan yang dipergunakan untuk
melakukan kejahatan itu.

Pasal 283 KUHP


Barang siapa mempertunjukkan alat/cara
menggugurkan kandungan kepada anak
di bawah usia 17 tahun/di bawah umur
dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya 9 bulan

Pasal 299 KUHP


Barang siapa
menganjurkan/merawat/memberi obat
kepada seorang wanita dengan memberi
harapan agar gugur kandungannya
dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya 4 tahun

Pasal 535 KUHP


Barangsiapa mempertunjukan secra
terbuka alat/cara menggugurkan
kandungan dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya 3 bulan

You might also like