You are on page 1of 10

PROSEDUR DIAGNOSIS TMD

Anamnesis
Interview (anamnesis) merupakan hal yang paling penting dalam menentukan diagnosis.
Pengambilan data dimulai dari keluhan utama pasien dan sindrom yang mengikutinya.
Selama melakukan anamnesis, dokter juga harus memperhatikan abnormalitas gerakgerik pasien (contoh: postur kepala yang lebih ke depan), kebiasaan pergerakan rahang
atau wajah, asimetri wajah, dan ekspresi rasa sakit. Sistematika yang direkomendasikan
untuk anamnesis:
1. Keluhan utama
1

Keluhan utama dapat terdiri atas satu atau lebih gejala yang menyebabkan
ketidaknyamanan ataupun disfungsi yang membawa pasien datang mencari
perawatan. Keluhan utama harus sangat diperhatikan karena parameter
kesuksesan suatu perawatan ialah mengeliminasi atau mengurangi gejala tersebut.
Keluhan utama harus dicatat sesuai dengan kata-kata pasien sendiri. Jika kata-kata
tersebut dirasa kurang jelas dan ambigu maka dokter dapat mengulang kalimat
pasien dengan kata-kata yang lebih jelas. Untuk memperjelas area yang
mengalami rasa sakit, pasien diminta untuk menunjuk daerah yang bersangkutan.
Dapat pula digunakan analog pain scale untuk melihat keparahan rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
2. Riwayat penyakit yang sedang diderita
Gejala yang dialami oleh pasien harus bisa dideskripsikan sedetail mungkin.
Masing-masing keluhan utama harus dijabarkan mulai dari kualitas rasa sakit,
kapan pasien merasakan sakit, serta faktor yang menurunkan ataupun
meningkatkan rasa sakit yang dialami. Kualitas rasa sakit TMD biasanya konstan,
tumpul, dan sakit. Sedangkan rasa sakit pada orofasial yang tidak berasal dari
mastikatori, kualitas rasa sakitnya seringkali datang tiba-tiba atau terus-menerus
disertai dengan sensasi tajam, seperti tertembak, berdenyut, dan terbakar.

Pasien juga ditanyai Apakah rasa sakit yang dialami konstan atau tidak,
Apakah rasa sakit pernah menghilang?, Kapan rasa sakit paling parah, saat
bangun tidur, sebelum makan, saat malam hari, atau sepanjang hari?, Apakah
rasa sakit emmburuk saat hari kerja atau hari libur?
Gejala TMD biasanya berhubungan dengan kebutuhan fungsional saat kerja
ataupun di rumah. Rasa sakit seringkali meningkat saat mengunyah makanan
yang keras atau membuka mulut secara lebar. Sebaliknya, rasa sakit pada
orofasial yang tidak berasal dari mastikatori biasanya muncul secara spontan dan
tidak berhubungan dengan fungsi.
3. Riwayat medis
1

Tahap ini meliputi riwayat terakhir dirawat di rumah sakit, riwayat


operasi, alergi, penyakit, kecelakaan, dan medikasi yang diterima oleh pasien baik
berkaitan dengan gejala yang dialami maupun karena penyakit lain. Tanda-tanda
masalah fisiologis harus diidentifikasi. Selain itu, penggunaan alcohol,
pengobatan yang berlebihan, kafein, dan penyalahgunaan obat- obatan juga harus
diperiksa karena ada kemungkinan interaksi dengan farmakoterapi yang akan
diberikan.
4. Review sistemik

Dokter harus memperhatikan pasien secara menyeluruh dan membantu


menentukan efek masalah-masalah sistemik terhadap gejala penyakit yang
dialami pasien. Apabila didapati hal demikian, maka dibutuhkan konsultasi medis.
5. Riwayat diri dan keluarga
Informasi menyangkut pendidikan pasien, pekerjaan, status perkawinan, jumlah
annak, dan kesehatan anggota keluarga, termasuk orang tua penting untuk
menentukan diagnosis dan manajemen. Status ekonomi juga mungkin
mempengaruhi manajemen yang dipilih oleh dokter.
6. Riwayat psikologis

Karena tubuh dan psikis sangat erat hubungannya, maka adanya


kecemasan, depresi, atau gangguan tidur harus diidentifikasi. Parafungsional atau
kebiasaan saat kerja yang mungkin merupakan pencetus penyakit juga harus
diperhatikan.
7. Riwayat dental

Perawatan dental pasien terakhir juga harus dicatat. Perlu diketahui


ada/tidaknya trauma pada gigi geligi, wajah, ataupun tulang rahang. Begitu pula
dengan perawatan orthodontic yang sednag dijalani. Jika pasien memiliki protesa,
maka perlu diketahui pula lamanya waktu pemakaian protesa tersebut dalam
sehari.

2
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksana klinis terdiri atas pemeriksaan terhadap seluruh sistem mastikasi. Dilakukan
pemeriksaan terhadap kesimetrisan kepala dan leher serta adanya tanda-tanda hipertrofi
muscular. Pasien juga harus diperiksa terhadap adanya tanda-tanda kebiasaan buruk
seperti clenching. Pemeriksaan otot-otot mastikatori harus dilakukan dengan sistematis.
Dilihat ada/tidaknya rasa lunak (tenderness), fasikulasi, spasme, ataupun trigger point.

Pada TMJ juga dilakukan pemeriksaan terhadap adanya tenderness dan suara. Jika
didapati hal tersebut, maka perlu dicatat lokasi suara dan tenderness tersebut. Apabila saat
membuka mulut pasien merasa satu sisi lebih sakit dibandingkan sisi yang lain, hal itu
juga harus diperhatikan. Suara sendi yang paling sering muncul berupa clicking dan
crepitus. Beberapa suara apda sendi dapat dengan mudah didengar tanpa instrument
apapun, namun pada beberapa kasus, auskultasi dengan stetoskop dibutuhkan untuk
mendeteksi suara yang lemah.

Jarak pergerakan mandibula saat membuka mulut juga harus diperiksa. Jarak normal pada
orang dewasa sekitar 45mm (vertical) dan 10mm (protrusive dan lateral). Pergerakan
yang normal lurus dan simetris. Pada beberapa kasus, tenderness pada otot dan sendi
dapat menghalangi pembukaan mulut. dokter harus memperhatikan jarak maksimal
membuka mulut yang dapat dicapai oleh pasien dengan tekanan jari ringan. Di beberapa
kasus pada pasien yang tampaknya mengalami obstruksi mekanis saat membuka mulut,
dengan pemberian tekanan yang ringan pasien dapat membuka mulutnya dengan normal.
Hal ini menandakan kelainan lebih mengacu pada muscular, buka interkapsular.

Evaluasi gigi geligi juga merupakan hal yang penting. Sumber rasa sakit yang berasal
dari gigi harus dihilangkan. Gigi juga harus diperiksa apakah ada faset, mobilitas, dll
yang merupakan pertanda bruxism. Gigi yang hilang serta klasifikasi dental dan skeletal
juga perlu dicatat. Selain itu, adanya diskrepansi pada saat oklusi sentries dan relasi
sentries perlu diperhatikan. Semua info yang didapat dirangkum untuk membantu
penegakan diagnosis.
8
Pemeriksaan Radiograf
1. Panoramik
Merupakan foto radiograf terbaik untuk evaluasi secara keseluruhan pada TMJ.
Teknik ini dapat menggambarkan kedua TMJ dalam satu film. Pengambilan foto
dapat dilakukan dengan mulut terbuka ataupun tertutup.

2. Tomograms
Teknik ini memberikan detail yang lebih baik dari TMJ. Pada teknik ini dapat
dilakukan sectioning sendi berdasarkan level condyle dan fossa complex yang
berbeda, yang memungkinkan untuk melihat pada potongan medial ataupun
lateral. Teknik dapat mengeliminasi bony super-imposition dan overlap, serta
menghasilkan gambar anatomi tulang sendi yang jernih.
3. Temporomandibular Joint Arthrography
Teknik merupakan teknik pertama yang memberikan gambaran intraarticular disk.
Teknik menggunakan injeksi material kontras ke dalam ruang superior dan
inferior dari sendi, yang kemudian dilakukan foto radiograf. Evaluasi dilakukan
dengan melihat ruang pada sendi untuk menentukan posisi dan morfologi articular
disk. Teknik ini dapat memperlihatkan adanya perforasi dan adesi atau perlekatan
disk. Teknik ini jarang digunakan karena terdapat teknik lain yang less-invasive
dan lebih advanced.

4. Computed Tomography
Teknik ini memberikan kombinasi tomografi dengan perbaikan komputer pada
gambaran jaringan keras dan jaringan lunak. Teknik ini dapat memperlihatkan
keadan patologis jaringan keras dan jaringan lunak. Gambaran CT adalah yang
paling akurat. Pengambilan gambar dapat dilakukan dari prespektif yang berbedabeda dengan sekali ekspos radiasi.

5. Magnetic Resonance Imaging


Teknik ini merupakan teknik yang paling efektif untuk evaluasi jaringan lunak
pada TMJ. Teknik ini memberikan gambaran yang excellent pada jaringan lunak
intraarticular, hal ini membuat MRI menjadi teknik yang baik untuk melihat

posisi dan morfologi disk. Gambaran MRI dapat memperlihatkan fungsi sendi
yang dinamis dalam bentuk cinematic, dan memberikan informasi tentang
komponen anatomi pada sendi selama berfungsi. Keuntungan dari teknik ini
adalah tidak menggunakan radiasi inoizing.

6. Nuclear Imaging
Nuclear imaging menggunakan injeksi isotope, setelah 3 jam injeksi, dilakukan
pengambilan gambar menggunakan gamma camera. Walaupun teknik ini sangat
sensitif, informasi yang didapat sulit diintepretasikan.

Evaluasi psikologik
8 Banyak pasien dengan TMD dengan durasi yang lama, berkembang pada chronic pain
syndrom behavior. 10%-20% pasien TMD mengalami penyakit psikiatrik. 1/3 dari pasien
tersebut menderita depresi pada inisial, sedangkan 2/3 memiliki riwayat episode depresi
yang parah. Kelainan psikiatrik menimbulkan komponen somatik melalui kebiasaan
parafungsional yang menyebabkan dystonia dan myalgia, dan individu dengan chronic
pain biasanya memiliki insiden gangguan kecemasan yang lebih tinggi.

8 Perubahan behavior dapat dilihat dari pertanyaanmengenai limitasi fungsional yang


dihasilkan dari gejala pasien. Apabila limitasi fungsional muncul secara parah
dibandingkan dengan tanda klinis pasien atau pasien tampak depresi, maka dibutuhkan
evaluasi psikologikal lebih lanjut.

Referensi:
Hupp, JR dkk. 2008. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 5th Edition.
St.Louis : Mosby Elsevier.
Pertes, RA. Gross, SG. 1995. Clinical Managenent of Temporomandibular Disorders and
Orofacial Pain. Chicago: Quintessence Publishing Co, Inc.

You might also like