You are on page 1of 5

Kejang atau seizure

adalah kondisi
aktivitas elektrik tak
terkontrol pada otak
yang dapat
menghasilkan konvulsi
fisik, gejala fisik minor,
gangguan pemikiran,
atau kombinasi dari
bermacam gejala.
Gejalanya dapat
bermacam-macam
tergantung di mana
aktivitas abnormal
terjadi pada otak,
penyebabnya, serta
faktor-faktor seperti
usia pasien dan kondisi medis secara umum.
Sementara itu, epilepsi adala keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi
berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi. Bangkitan
epilepsi itu sendiri berarti manifestasi klinik yang disebabkan oleh aktivitas
listrik
otak yang abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron.
Kejang umumnya terjadi secara singkat sehingga pada saat berada di
tempat

layanan kesehatan, seringkali pasien sedang tidak mengalami kejang. Akan


tetapi,
ada suatu kondisi yang disebut sebagai status epileptikus, yang membuat
kejang
masih terjadi saat pasien sudah berada di layanan kesehatan. SE
merupakan
suatu kondisi kegawatdaruratan.Pada kondisi ini, tenaga kesehatan harus
segera
sigap untuk melakukan tatalaksana segera.
Status epileptikus ini sendiri didefinisikan sebagai kondisi bangkitan yang
berlangsung lebih dari 30 menit, atau adanya dua bangkitan atau lebih di
mana di
antara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran.
Meskipun
terdapat kriteria lebih dari 30 menit, penatalaksanaan kejang harus sudah
dilakukan bila bangkitan konvulsif berlangsung >5 menit (tergantung kondisi
klinisnya, penatalaksanaan dapat dilakukan sesegera mungkin). SE dapat
dipastikan apabila pemberian benzodiazepin awal tidak efektif dalam
menghentikan bangkitan.
Apabila kondisi status epileptikus terjadi sebelum di rumah sakit, tatalaksana
awal
yang dapat diberikan adalah benzodiazepine rektal (dimasukan lewat anus)
selama
perjalanan ke rumah sakit.
Protokol penanganannya adalah sebagai berikut:
Stadium I (0-10 menit)
Pada kondisi ini, perbaikan fungsi kardio-respirasi adalah yang paling utama.
Harus

dipatikan bahwa jalan napas pasien tidak terganggu. Dapat pula diberikan
oksigen.
Jika diperlukan resusitasi dapat dilakukan
Stadium II (1-60 menit)
Pada stadium ini, perlu dilakukan pemeriksaan status neurologis dan tanda
vital.
Selain itu, perlu juga dilakukan monitoring terhadap status metabolik, analisa
gas
darah dan status hematologi. Pemeriksaan EKG jika memungkinan juga perlu
dilakukan .
Selanjutnya dilakukan pemasangan infus dengan NaCl 0,9%. Bila
direncakanan
akan digunakan 2 macam obat anti epilepsi, dapat dipakai 2 jalur infus.
Darah
sebanyak 50-100 cc perlu diambil untuk pemeriksaan laboratorium (AGD,
glukosa,
fungsi ginjal dan hati, kalsium, magnesium, pemeriksaan lengkap
hematologi, waktu
pembekuan dan kadar AED).
Pemberian OAE emergensi berupa:
Diazepam 0,2 mg/kg dengan kecepatan pemberian 5 mg/menit IV >
evaluasi
kejang 5 menit> masih kejang (?) > ulangi pemberian diazepam.
hipoglikemi: berikan 50 cc glukosa 50%.
alkoholisme: berikan thiamin 250 mg IV
Asidosis > bikarbonat
Selama penanganan ini, etiologi penyebab kejang harus dipastikan.
Stadium III (0-60/90 menit)

Jika kejang masih saja berlangsung, dapat diberikan:


Fenitoin IV 15-20 mg/kg dengan kecepatan <50 mg/menit (tekanan darah
dan EKG
perlu dimonitor selama pemberian fenitoin). Jika masih kejang, dapat
diberikan
fenitoin tambahan 5-10 mg/kgbb. Bila kejang berlanjut, berikan
phenobarbital 20
mg/kgbb dengan kecepatan pemberian 50-75 mg/menit (monitor pernapasan
saat
permberian phenobarbital). Pemberian phenobarbital dapat diulang 5-10 mg/
kgbb. Pada pemberian phenobarbital, fasilitas intubasi harus tersedia karena
resikonya dalam menimbulkan depresi napas. Selanjutnya, dapat
dipertimbangkan
apakah diperlukan pemberian vasopressor (dopamin).
Stadium IV (30-90 menit)
Bila selama 30-60 menit kejang tidak dapat diatasi, penderita perlu
mendapatkan
perawatan di ICU. Pasien diberi propofol (2mg/kgBB bolus IV) atau
midazolam
(0,1 mg/kgBB dengan kecepatan pemberian 4 mg/menit) atau tiopentone
(100-250
mg bolus IV pemberian dalam 2o menit dilanjutkan bolus 50 mg setiap 2-3
menit),
dilanjutkan hingga 12-24 jam setelah bangkitan klinik atau bangkitan EEG
terakhir,
lalu lakukan tapering off. Selama perawatan, perlu dilakukan monitoring
bangkitan
EEG, tekanan intrakranial serta memulai pemberian OAE dosis rumatan.
Referensi: Pedoman Tatalaksana Epilepsi dari Kelompok Studi Epilepsi

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) tahun 2011.

You might also like