You are on page 1of 3

AspekPsikologisDalamKehamilan/Persalinan

dr.WarihAndanPuspitosari,M.Sc,Sp.KJ

ASPEKPSIKOLOGISDALAMKEHAMILAN/PERSALINAN
EditedbyKarina

dr.WarihAndanPuspitosari,MSc,SpKJ

alhamdulillah banget ni cakul masuk els.hehheee.


mulai aj yabismillahirohmanirrahim.
Learning Objectif :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang aspek psikologi dalam kehamilan
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang factor-faktor yang mempengaruhi kondisi psikologis dalam
kehamilan dan persalinan
PSIKOLOGI KEHAMILAN
Kehamilan merupakan peristiwa yang membahagiakan bagi seluruh anggota keluarga, terutama bagi
calon ibu. Namun demikian ada kalanya proses kehamilan juga mendatangkan berbagai perasaan cemas dan
gelisah pada calon ibu. Wanita yang hamil mengalami perubahan biologis, fisiologis dan psikologis yang
nyata.
Pada wanita yang sehat secara psikologis, kehamilan adalah suatu ekspresi rasa perwujudan diri dan
identitasnya sebagai wanita. Banyak wanita yang melaporkan bahwa menjadi hamil adalah suatu
pengalaman yang memuaskan suatu kebutuhan narsistik yang mendasar. Perilaku negatif terhadap
kehamilan sering kali disertai dengan rasa takut akan kelahiran anak atau peranan menjadi ibu. Beberapa
wanita memandang kehamilan sebagai suatu cara untuk menghilangkan keraguan diri mereka tentang
femininitasnya atau sebagai suatu cara untuk menentramkan diri mereka sendiri bahwa mereka mampu
untuk menjadi hamil.
Selama kehamilan, khususnya jika merupakan kehamilan yang pertama, ibu merekapitulasi stadium
awal perkembangannya sendiri. Diantara stadium-stadium tersebut proses sparasi-individuasi adalah
mempunyai kepentingan yang besar. Rasa takut yang tidak disadari dan khayalan yang berhubungan dengan
kehamilan pertama seringkali merupakan pusat konsep penggabungan dengan ibunya sendiri. Jika ibunya
sendiri merupakan model peran yang buruk, rasa kompetensi maternal wanita tersebut mungkin terganggu,
dan menyebabkan tidak adanya kepercayaan sebelum dan sesudah kelahiran bayi.
Perlekatan psikologis dengan janin dimulai sejak dalam rahim. Pada awal trimester kedua sebagian
wanita mempunyai suatu gambaran mental tentang bayinya. Janin dipandang sebagai tokoh terpisah sejak
sebelum dilahirkan dan disertai dengan suatu kepribadian pranatal. Menurut ahli teori psikoanalisis, calon
anak adalah suatu layar kosong dimana ibu memproyeksikan harapan dan ketakutannya. Pada sedikit kasus,
proyeksi tersebut berperan dalam keadaan psikologis pascapersalinan. Misalnya seorang ibu yang ingin
menyakiti bayinya, karena dipandang sebagai bagian dari dirinya sendiri yang dibenci. Tetapi pada keadaan
normal, melahirkan seorang anak adalah sebuah pemenuhan kebutuhan dasar seorang wanita untuk
menciptakan dan mengasuh kehidupan.
Psikologi ayah juga sangat dipengaruhi oleh kehamilan. Datangnya masa menjadi orang tua
memerlukan suatu sintesis masalah perkembangan tertentu seperti peran jenis kelamin dan identitasnya,
seksualitas, generativitas. Fantasi kehamilan pada seorang laki-laki dan mengharapkan kelahiran seorang
anak laki-laki adalah identifikasi awal dengan ibu dan harapan untuk menjadi kuat dan kreatif seperti yang
ia rasakan seharusnya.
Bagi beberapa laki-laki, membuat seorang wanita menjadi hamil adalah bukti dari potensinya, suatu
dinamika yang memainkan peranan besar dalam menjadi ayah pada masa remaja. Pada umumnya,
psikodinamika kehamilan adalah didasarkan pada riwayat perkembangan seseorang. Hal ini merupakan
suatu peristiwa yang juga mempunyai pengertian psikodinamika untuk orang yang berhubungan dengan
wanita hamil, termasuk orang tua, kakek-nenek, dan keluarga jauh, dan teman-teman.
KEHAMILAN DAN PERKAWINAN
Calon ibu yang merupakan istri dan calon ayah yang merupakan suami harus menentukan kembali
peranannya sebagai pasangan dan sebagai individu. Mereka menghadapi penyesuaian kembali dalam
hubungan mereka dengan teman-teman dan sanak saudara, dan mereka harus menghadapi tanggung jawab
baru sebagai untuk pengasuh bayi yang baru lahir dan untuk satu sama lain.
Editor:Karina

355

AspekPsikologisDalamKehamilan/Persalinan
dr.WarihAndanPuspitosari,M.Sc,Sp.KJ

Kedua orang tua mungkin mencemaskan kemampuan mereka dalam hal menjadi orang tua. Salah
satu atau kedua orang tua mungkin secara disadari atau tidak disadari bersikap ambivalen tentang
penambahan anak didalam keluarga dan pengaruhnya pada hubungan keluarga. Ayah mungkin merasa
bersalah tentang rasa tidak nyaman yang dialami istrinya selama kehamilan dan persalinan, dan beberapa
laki-laki merasa cemburu atau iri tentang pengalaman kehamilan. Dengan membiasakan untuk memuaskan
kebutuhan ketergantungan masing-masing, pasangan harus memperhatikan kebutuhan yang tidak hentihentinya dari seorang bayi yang baru lahir dan anak yang berkembang. Walaupun sebagian besar pasangan
berespon positif terhadap kebutuhan tersebut, beberapa pasangan tidak demikian.
Didalam kondisi yang ideal keinginan untuk menjadi orang tua dan mempunyai anak harus
merupakan suatu keputusan yang disetujui kedua pasangan untuk memenuhi kebutuhan generatif untuk
realisasi diri yang kreatif. Tetapi, kadang-kadang menjadi orang tua, dirasionalisasi (dijadikan alasan)
sebagai suatu cara untuk mencapai keintiman dalam suatu konflik perkawinan atau untuk menghindari
keharusan menghadapi masalah lainnya dalam kehidupan.
Pada umumnya, perilaku terhadap wanita yang hamil mencerminkan berbagai factor: inteligensia,
temperamen, praktek kultural, dan cerita-cerita masyarakat dan subkultur pada kedua orang tua yang akan
mempunyai anak. Respon seorang laki-laki yang menikah biasanya positif. Tetapi, bagi beberapa laki-laki
reaksi adalah bervariasi dari rasa kebanggaan yang salah tempat bahwa mereka mampu menyebabkan
seorang wanita menjadi hamil sampai rasa takut akan meningkatnya tanggung jawab dan selanjutnya
berhentinya hubungan. Anak kecil bereaksi terhadap kehamilan ibunya dengan rasa ingin tahu tentang asal
bayi, khususnya tentang di mana bayi akan keluar dan bagaimana asalnya bayi berada dalam kandungan.
Kehamilan dan Perilaku Seksual
Efek kehamilan pada perilaku seksual bervariasi di antara wanita-wanita. Beberapa wanita
mengalami suatu peningkatan dorongan seksual karena vasokongesti pelvis menyebabkan peningkatan
responsivitas seksual. Wanita lain lebih responsif dibandingkan sebelum kehamilan karena mereka tidak
lagi merasa takut menjadi hamil. Beberapa wanita mempunyai gairah yang menurun atau kehilangan minat
dalam aktivitas seksual sama sekali, baik karena gangguan kenyamanan fisik atau karena pikiran psikologis
yang menghubungkan menjadi ibu dengan aseksualitas.
Hubungan tersebut juga dapat terjadi pada laki-laki yang memandang wanita yang hamil adalah suci
dan tidak boleh dikotori oleh tindakan seksual. Beberapa laki-laki menemukan bahwa tubuh yang hamil
adalah jelek. Baik wanita maupun laki-laki dapat secara keliru menganggap hubungan seksual sebagai
potensial membahayakan janin yang sedang berkembang dan sebagau sesuatu yang harus dihindari karena
alasan tersebut. Jika seorang laki-laki mempunyai hubungan gelap di luar nikah selama kehamilan istrinya,
maka hal ini biasanya terjadi selama trimester terakhir.
KECEMASAN PADA KEHAMILAN dan PERSALINAN
Diantara keadaan bahagia dengan kehamilannya, calon ibu seringkali disertai rasa kegelisahan dan
kecemasan, bahkan dapat mengalami depresi. Sejak saat hamil pada umumnya ibu hamil sudah mengalami
kegelisahan dan kecemasan tentang kehamilannya. Kegelisahan dan kecemasan selama kehamilan
merupakan kejadian yang tidak terelakkan, merupakan fenomena yang hampir selalu menyertai kehamilan,
merupakan bagian dari suatu proses penyesuaian yang wajar terhadap perubahan fisik dan psikologis
mendasar yang terjadi selama kehamilan.
Untuk menurunkan gejala stres kehamilan umumnya tidak sulit, dengan perawatan psikologis dan
peningkatan kondisi fisik yang adekuat, respons stres tersebut dapat menurun sehingga dapat
menghilangkan sebagian aspek negatif dari proses kehamilam. Dukungan mental emosional/dukungan
soaial yang kuat dari orang-orang di sekitarnya akan mencegah terjadinya masalah psikologis dalam
kehamilan dan persalinan. Demikian pula hubungan suami-isteri yang mesra dapat mencegah timbulnya
komplikasi psikologis selama kehamilan.
Hasil studi tentang psikologi kehamilan membuktikan bahwa fenomena kecemasan yang
berhubungan dengan kehamilan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang merupakan beban ekstra yang dapat
berasal dari dalam tubuh sendiri maupun dari kejadian diluar tubuh. Apabila ibu hamil tidak mampu
beradaptasi dengan beban ekstra tersebut, akan mengalami kecemasan.
Beberapa faktor yang mempunyai pengaruh negatif terhadap kehamilan:
1. Stresfull life events, termasuk suami kehilangan pekerjaan, suami menganggur, masalah
perumahan, suami selingkuh, adanya anggota keluarga yang sakit keras.
356

Editor:Karina

AspekPsikologisDalamKehamilan/Persalinan
dr.WarihAndanPuspitosari,M.Sc,Sp.KJ

2. Adanya masalah dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari seperti masalah finansial, hilangnya
aset keluarga, kegagalan dalam business, hilangnya dukungan sosial dari pihak tertentu,
mempunyai riwayat hubungan perkawinan yang kurang serasi.
3. Pengalaman keguguran, bayi lahir mati, bayi lahir imatur, prematur, bayi lahir cacat, pernah
mengalami kondisi yang mengancam jiwa.
4. Adanya riwayat infertilitas disertai berbagai usaha sehingga berhasil hamil.
5. Pernah menderita penyakit jiwa.
Sesudah kehamilan mencapai puncaknya, pada tahap berikutnya terjadilah persalinan dan kelahiran
bayi. Kejadian yang normalnya kontinyu tersebut secara keseluruhan merupakan kejadian fisiologis dalam
kehidupan hampir setiap wanita. Karakteristik pada fase kehamilan adalah timbulnya kecemasan dan
kegelisahan yang diikuti dengan timbulnya respons stres berupa peningkatan tekanan darah, spasme otot,
dan sebagainya. Sedangkan pada fase persalinan dan kelahiran bayi, karakteristiknya berubah, disamping
cemas dan gelisah yang intensitasnya jauh lebih berat dibanding pada fase kehamilan, juga timbul nyeri
yang intensitasnya makin lama makin berat seiring dengan majunya proses persalinan. Dan akhirnya semua
tanda dan gejala kecemasan dan nyeri akan mencapai puncaknya pada saat bayi menjelang lahir, dan
sesudah lahir semua tanda dan gejala tersebut hilang.
Stres persalinan tidak hanya berakibat pada ibu, tetapi juga terhadap janin. Sebab ibu yang
mengalami stres, sinyalnya berjalan lewat aksis HPA (Hipotalamo-Pituitari-Adrenal) dapat menyebabkan
lepasnya hormon stres antara lain ACTH, Kortisol, Katekolamin, -Endorphin, GH, Prolaktin dan LH/FSH.
Akibatnya terjadi vasokonstriksi sistemik, termasuk diantaranya konstriksi vasa utero plasenta meyebabkan
gangguan aliran darah didalam rahim, sehingga penyampaian oksigen (DO2) kedalam miometrium
terganggu, berakibat melemahnya kontraksi otot rahim. Kejadian tersebut menyebabkan makin lamanya
proses persalinan (partus lama) sehingga janin dapat mengalami kegawatan (fetal- distress). Disamping itu
dengan meningkatnya plasma kortisol, berakibat menurunkan respons imun ibu dan janin. Dengan demikian
stres persalinan dapat membahayakan janin dan ibunya. Akibat tersebut terbawa sampai periode pasca
persalinan, misalnya terganggunya produksi ASI, melambatnya penyembuhan luka persalinan, kekuatan
bayi menyusu ibu melemah sehingga penambahan berat bayi lambat. Hasil akhirnya kontak fisik ibu dan
anak terganggu, dengan berbagai akibatnya.

Editor:Karina

357

You might also like