Professional Documents
Culture Documents
dr.WarihAndanPuspitosari,M.Sc,Sp.KJ
ASPEKPSIKOLOGISDALAMKEHAMILAN/PERSALINAN
EditedbyKarina
dr.WarihAndanPuspitosari,MSc,SpKJ
355
AspekPsikologisDalamKehamilan/Persalinan
dr.WarihAndanPuspitosari,M.Sc,Sp.KJ
Kedua orang tua mungkin mencemaskan kemampuan mereka dalam hal menjadi orang tua. Salah
satu atau kedua orang tua mungkin secara disadari atau tidak disadari bersikap ambivalen tentang
penambahan anak didalam keluarga dan pengaruhnya pada hubungan keluarga. Ayah mungkin merasa
bersalah tentang rasa tidak nyaman yang dialami istrinya selama kehamilan dan persalinan, dan beberapa
laki-laki merasa cemburu atau iri tentang pengalaman kehamilan. Dengan membiasakan untuk memuaskan
kebutuhan ketergantungan masing-masing, pasangan harus memperhatikan kebutuhan yang tidak hentihentinya dari seorang bayi yang baru lahir dan anak yang berkembang. Walaupun sebagian besar pasangan
berespon positif terhadap kebutuhan tersebut, beberapa pasangan tidak demikian.
Didalam kondisi yang ideal keinginan untuk menjadi orang tua dan mempunyai anak harus
merupakan suatu keputusan yang disetujui kedua pasangan untuk memenuhi kebutuhan generatif untuk
realisasi diri yang kreatif. Tetapi, kadang-kadang menjadi orang tua, dirasionalisasi (dijadikan alasan)
sebagai suatu cara untuk mencapai keintiman dalam suatu konflik perkawinan atau untuk menghindari
keharusan menghadapi masalah lainnya dalam kehidupan.
Pada umumnya, perilaku terhadap wanita yang hamil mencerminkan berbagai factor: inteligensia,
temperamen, praktek kultural, dan cerita-cerita masyarakat dan subkultur pada kedua orang tua yang akan
mempunyai anak. Respon seorang laki-laki yang menikah biasanya positif. Tetapi, bagi beberapa laki-laki
reaksi adalah bervariasi dari rasa kebanggaan yang salah tempat bahwa mereka mampu menyebabkan
seorang wanita menjadi hamil sampai rasa takut akan meningkatnya tanggung jawab dan selanjutnya
berhentinya hubungan. Anak kecil bereaksi terhadap kehamilan ibunya dengan rasa ingin tahu tentang asal
bayi, khususnya tentang di mana bayi akan keluar dan bagaimana asalnya bayi berada dalam kandungan.
Kehamilan dan Perilaku Seksual
Efek kehamilan pada perilaku seksual bervariasi di antara wanita-wanita. Beberapa wanita
mengalami suatu peningkatan dorongan seksual karena vasokongesti pelvis menyebabkan peningkatan
responsivitas seksual. Wanita lain lebih responsif dibandingkan sebelum kehamilan karena mereka tidak
lagi merasa takut menjadi hamil. Beberapa wanita mempunyai gairah yang menurun atau kehilangan minat
dalam aktivitas seksual sama sekali, baik karena gangguan kenyamanan fisik atau karena pikiran psikologis
yang menghubungkan menjadi ibu dengan aseksualitas.
Hubungan tersebut juga dapat terjadi pada laki-laki yang memandang wanita yang hamil adalah suci
dan tidak boleh dikotori oleh tindakan seksual. Beberapa laki-laki menemukan bahwa tubuh yang hamil
adalah jelek. Baik wanita maupun laki-laki dapat secara keliru menganggap hubungan seksual sebagai
potensial membahayakan janin yang sedang berkembang dan sebagau sesuatu yang harus dihindari karena
alasan tersebut. Jika seorang laki-laki mempunyai hubungan gelap di luar nikah selama kehamilan istrinya,
maka hal ini biasanya terjadi selama trimester terakhir.
KECEMASAN PADA KEHAMILAN dan PERSALINAN
Diantara keadaan bahagia dengan kehamilannya, calon ibu seringkali disertai rasa kegelisahan dan
kecemasan, bahkan dapat mengalami depresi. Sejak saat hamil pada umumnya ibu hamil sudah mengalami
kegelisahan dan kecemasan tentang kehamilannya. Kegelisahan dan kecemasan selama kehamilan
merupakan kejadian yang tidak terelakkan, merupakan fenomena yang hampir selalu menyertai kehamilan,
merupakan bagian dari suatu proses penyesuaian yang wajar terhadap perubahan fisik dan psikologis
mendasar yang terjadi selama kehamilan.
Untuk menurunkan gejala stres kehamilan umumnya tidak sulit, dengan perawatan psikologis dan
peningkatan kondisi fisik yang adekuat, respons stres tersebut dapat menurun sehingga dapat
menghilangkan sebagian aspek negatif dari proses kehamilam. Dukungan mental emosional/dukungan
soaial yang kuat dari orang-orang di sekitarnya akan mencegah terjadinya masalah psikologis dalam
kehamilan dan persalinan. Demikian pula hubungan suami-isteri yang mesra dapat mencegah timbulnya
komplikasi psikologis selama kehamilan.
Hasil studi tentang psikologi kehamilan membuktikan bahwa fenomena kecemasan yang
berhubungan dengan kehamilan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang merupakan beban ekstra yang dapat
berasal dari dalam tubuh sendiri maupun dari kejadian diluar tubuh. Apabila ibu hamil tidak mampu
beradaptasi dengan beban ekstra tersebut, akan mengalami kecemasan.
Beberapa faktor yang mempunyai pengaruh negatif terhadap kehamilan:
1. Stresfull life events, termasuk suami kehilangan pekerjaan, suami menganggur, masalah
perumahan, suami selingkuh, adanya anggota keluarga yang sakit keras.
356
Editor:Karina
AspekPsikologisDalamKehamilan/Persalinan
dr.WarihAndanPuspitosari,M.Sc,Sp.KJ
2. Adanya masalah dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari seperti masalah finansial, hilangnya
aset keluarga, kegagalan dalam business, hilangnya dukungan sosial dari pihak tertentu,
mempunyai riwayat hubungan perkawinan yang kurang serasi.
3. Pengalaman keguguran, bayi lahir mati, bayi lahir imatur, prematur, bayi lahir cacat, pernah
mengalami kondisi yang mengancam jiwa.
4. Adanya riwayat infertilitas disertai berbagai usaha sehingga berhasil hamil.
5. Pernah menderita penyakit jiwa.
Sesudah kehamilan mencapai puncaknya, pada tahap berikutnya terjadilah persalinan dan kelahiran
bayi. Kejadian yang normalnya kontinyu tersebut secara keseluruhan merupakan kejadian fisiologis dalam
kehidupan hampir setiap wanita. Karakteristik pada fase kehamilan adalah timbulnya kecemasan dan
kegelisahan yang diikuti dengan timbulnya respons stres berupa peningkatan tekanan darah, spasme otot,
dan sebagainya. Sedangkan pada fase persalinan dan kelahiran bayi, karakteristiknya berubah, disamping
cemas dan gelisah yang intensitasnya jauh lebih berat dibanding pada fase kehamilan, juga timbul nyeri
yang intensitasnya makin lama makin berat seiring dengan majunya proses persalinan. Dan akhirnya semua
tanda dan gejala kecemasan dan nyeri akan mencapai puncaknya pada saat bayi menjelang lahir, dan
sesudah lahir semua tanda dan gejala tersebut hilang.
Stres persalinan tidak hanya berakibat pada ibu, tetapi juga terhadap janin. Sebab ibu yang
mengalami stres, sinyalnya berjalan lewat aksis HPA (Hipotalamo-Pituitari-Adrenal) dapat menyebabkan
lepasnya hormon stres antara lain ACTH, Kortisol, Katekolamin, -Endorphin, GH, Prolaktin dan LH/FSH.
Akibatnya terjadi vasokonstriksi sistemik, termasuk diantaranya konstriksi vasa utero plasenta meyebabkan
gangguan aliran darah didalam rahim, sehingga penyampaian oksigen (DO2) kedalam miometrium
terganggu, berakibat melemahnya kontraksi otot rahim. Kejadian tersebut menyebabkan makin lamanya
proses persalinan (partus lama) sehingga janin dapat mengalami kegawatan (fetal- distress). Disamping itu
dengan meningkatnya plasma kortisol, berakibat menurunkan respons imun ibu dan janin. Dengan demikian
stres persalinan dapat membahayakan janin dan ibunya. Akibat tersebut terbawa sampai periode pasca
persalinan, misalnya terganggunya produksi ASI, melambatnya penyembuhan luka persalinan, kekuatan
bayi menyusu ibu melemah sehingga penambahan berat bayi lambat. Hasil akhirnya kontak fisik ibu dan
anak terganggu, dengan berbagai akibatnya.
Editor:Karina
357