Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era yang serba canggih sekarang ini terkadang kita lupa akan latar belakang
lahirnya hukum yang kita kenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia yang
menjadi latar ideologi yaitu adanya sumber dimana peraturan-peraturan hukum yang tidak
tertulis dan tumbuh dan berkembang serta dipertahankan dengan adat istiadat yang dianut
oleh masyarakat tersebut dijadikan sebagai acuan dan pedoman.Hukum adat karena sifatnya
yang tidak tertulis, majemuk antara lingkungan masyarakat satu dengan lainnya, maka perlu
dikaji perkembangannya. Pemahaman ini akan diketahui apakah hukum adat masih hidup ,
apakah sudah berubah, dan ke arah mana perubahan itu.
Ada banyak istilah yang dipakai untuk menamai hukum lokal: hukum tradisional,
hukum adat, hukum asli, hukum rakyat, dan khusus di Indonesia hukum adat. 1Bagaimana
tempat dan bagaimana perkembangannya hukum adat dalam masyarakat tergantung
kesadaran, paradigma hukum, politik hukum dan pemahaman para pengembannya- politisi,
hakim, pengacara, birokrat dan masyarakat itu sendiri. Hukum ada dan berlakunya tergantung
kepada dan berada dalam masyarakat.Dengan latar belakang hukum adat yang seperti itu, kita
dapat menarik garis besar dan membuat sistematika pertanyaan mengenai hukum adat dalam
berbagai masanya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan antara lain
adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
1 Keebet von Benda-Beckmann: Pluraisme Hukum, Sebuah Sketsa Genealogis dan Perdebatan
Teoritis, dalam: Pluralisme Hukum, Sebuah Pendekatan Interdisipliner, Ford Fondation, Huma,
Jakarta, 2006 hal 21
1
C. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat mengetahui apa itu yang dinamakan Hukum Adat,adat serta kebiasaan
2. Mengetahui sejarah terbentuknya hukum adat di indonesia
3. Mengetahui sejarah hukum adat sebagai masalah politik hukum dalam perundangan
Indonesia
4. Dapat Memahami mengenai Hukum adat secara menyeluruh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PROSES LAHIRNYA HUKUM ADAT
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di
Indonesia dan negara-negara.Asia lainnya seperti Jepang, India dan Tiongkok. Hukum adat
adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturaran hukum tidak
tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka
hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula
masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya
sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun
atas dasar keturunan.
a. Terminologi
Ada dua pendapat mengenai asal kata adat ini. Disatu pihak ada yang menyatakan
bahwa adat diambil dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Sedangkan menurut
Prof.Amura, istilah ini berasal dari bahasa sanskerta karena menurutnya istilah ini telah
dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang lebih 2000 tahun yang lalu. Menurutnya adat
berasal dari dua kata, a dan dato. A berarti tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat
kebendaan.
b. Perdebatan istilah Hukum Adat
Hukum Adat dikemukakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgrounje seorang Ahli
Sastra Timur dari Belanda (1894). Sebelum istilah Hukum Adat berkembang, dulu dikenal
istilah Adat Recht. Prof. Snouck Hurgrounje dalam bukunya de atjehers (Aceh) pada
tahun1893-1894 menyatakan hukum rakyat Indonesia yang tidak dikodifikasi adalah de
atjehers.Kemudian istilah ini dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven,
seorang Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai Guru Besar
pada Universitas Leiden di Belanda.
Ia memuat istilah Adat Recht dalam bukunya yang berjudul Adat Recht van
Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933.Perundangundangan di Hindia Belanda secara resmi mempergunakan istilah ini pada tahun 1929 dalam
3
Hukum adalah seperangkat norma dan aturan adat atau kebiasaan yang berlaku di
suatu wilayah. Istilah kebiasaan adalah terjemahan dari bahasa Belanda gewoonte,
sedangkan istilahadat berasal dari istilah Arab yaitu adah yang berarti juga kebiasaan.
Jadi istilah kebiasaan dan istilah adat mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan.Menurut
ilmu hukum, kebiasaan dan adat itu dapat dibedakan pengertiannya. Perbedaan itu dapat
dilihat dari segi pemakaiannya sebagai perilaku atau tingkah laku manusia atau dilihat dari
segi sejarah pemakaian istilahnya dalam hukum di Indonesia.
Sebagai perilaku manusia istilah biasa berarti apa yang selalu terjadi atau apa yang
lazim terjadi, sehingga kebiasaan berarti kelaziman. Adat juga bisa diartikan sebagai
kebiasaan pribadi yang diterima dan dilakukan oleh masyarakat.Sejarah perundang-undangan
di Indonesia membedakan pemakaian istilah kebiasaan dan adat, yaitu adat kebiasaan di luar
perundangan dan adat kebiasaan yang diakui oleh perundangan. Sehingga menyebabkan
munculnya istilah hukum kebiasaan / adat yang merupakan hukum tidak tertulis dan hukum
yang tertulis. Di Negara Belanda tidak membedakan istilah kebiasaan dan adat. Jika keduaduanya bersifat hukum, maka disebut hukum kebiasaan (gewoonterecht) yang berhadapan
dengan hukum perundangan (wettenrecht).
Istilah hukum adat sendiri berasal dari istilah Arab Hukm dan Adah. Kata hukm
(jama: ahakam) mengandung arti perintah atau suruhan, sedangkan kata adah berarti
kebiasaan. Jadi hukum adat adalah aturan kebiasaan.Di Indonesia hukum adat diartikan
sebagai hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik
Indonesia yang di sana-sini mengandung unsur agama.Terminologi Adat dan Hukum
Adat seringkali dicampur aduk dalam memberikan suatu pengertian padahal sesungguhnya
keduanya adalah dua lembaga yang berlainan.
Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal,
ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat
dimaklumi karena adatadalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di
masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal
pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat).Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya,
adat istiadat, dll.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan dsb) yg lazim
diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yg sudah menjadi kebiasaan;
wujud gagasan kebudayaan yg terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yg
satu dng lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Karena istilah Adat yang telah diserap
kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat dapat disamakan
dengan hukum kebiasaan.
Namun menurut Van Dijk, kurang tepat bila hukum adat diartikan sebagai hukum
kebiasaan.Menurutnya hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum yang timbul
karena kebiasaan berarti demikian lamanya orang bisa bertingkah laku menurut suatu cara
tertentu sehingga lahir suatu peraturan yang diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat.
Jadi, menurut Van Dijk, hukum adat danhukum kebiasaan itu memiliki perbedaan.
Sedangkan menurut Soejono Soekanto, hukum adat hakikatnya merupakan hukum
kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akhibat hukum (das sein das sollen).Berbeda
dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan penerapan dari hukum adat
adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju
kepada Rechtsvaardige Ordening Der Semenleving.
Menurut Ter Haar yang terkenal dengan teorinya Beslissingenleer (teori keputusan)
mengungkapkan bahwa hukum adat mencakup seluruh peraturan-peraturan yang menjelma
didalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan
pengaruh, serta didalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan
sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut. Keputusan tersebut dapat
berupa sebuah persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan dan
musyawarah. Dalam tulisannya Ter Haar juga menyatakan bahwa hukum adat dapat timbul
dari keputusan warga masyarakat.
Syekh Jalaluddin4menjelaskan bahwa hukum adat pertama-tama merupakan
persambungan tali antara dulu dengan kemudian, pada pihak adanya atau tiadanya yang
dilihat dari hal yang dilakukan berulang-ulang. Hukum adat tidak terletak pada peristiwa
tersebut melainkan pada apa yang tidak tertulis dibelakang peristiwa tersebut, sedang yang
tidak tertulis itu adalah ketentuan keharusan yang berada dibelakang fakta-fakta yang
menuntuk bertautnya suatu peristiwa dengan peristiwa lain.
4 Syekh Jalaluddin. Safinatul Hukam fi Tahlisil Khasam
6
Ter Haar
Ter Haar membuat dua perumusan yang menunjukkan perubahan pendapatnya tentang apa
yang dinamakan hukum adat.Hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan
warga masyarakat hukum adat, terutama keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala
rakyat (kepala adat) yang membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum,
atau dalam hal pertentangan kepentingan keputusan para hakim yang bertugas mengadili
sengketa, sepanjang keputusan-keputusan tersebut karena kesewenangan atau kurang
pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, melainkan senafas dan
seirama dengan kesadaran tersebut, diterima, diakui atau setidaknya tidak-tidaknya
ditoleransi5.
Hukum adat yang berlaku tersebut hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusankeputusan para fungsionaris hukum (kekuasaan tidak terbatas pada dua kekuasaan saja,
eksekutif dan yudikatif) tersebut. Keputusan tersebut tidah hanya keputusan mengenai suatu
sengketa yang resmi tetapi juga diluar itu didasarkan pada musyawarah (kerukunan).
Keputusan ini diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani dan
hidup kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan tersebut6.
Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma,
hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan
memiliki sanksi riil yang sangat kuat.
b. Definisi Hukum Adat Menurut pakar hukum
1. Prof. Mr. B. Terhaar
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusankeputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Te rhaar
terkenal dengan teori Keputusan artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat
itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum
5 Ter Haar. Peradilan Lanraad berdasarkan Hukum Tak Tertulis. Dalam pidato Dies Natalies. 1930.
6 Ter Haar. Hukum Adat Hindia Belanda di dalam Ilmu, praktik dan pengajaran Hukum Adat itu
dengan mengabaikan bagian-bagiannya yang tertulis dan keseluruhan peraturan yang menjelma dalam
keputusan-keputusan fungsionaris hukum yang mempunyai wibawa serta pengaruh dan dalam
pelaksanaannya berlaku serta merta dan dipatuhi sepenuh hati. Dalam orasi. 1937.
7
Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka terlihat unsur-unsur dari pada hukum
adat sebagai berikut :
1. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat.
2. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
3. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sacral
4. Adanya keputusan kepala adat
5. Adanya sanksi/ akibat hukum
6. Tidak tertulis
7. Ditaati dalam masyarakat
C. HUKUM ADAT,ADAT DAN HUKUM KEBIASAAN
a. Hukum Adat dan Kebiasaan
Di Eropa(Belanda) hukum kebiasaan dan Hukum adat memiliki arti yang sama,
disebut Gewontee Recht,yaitu adat atau kebiasaan yang bersifat Hukum yang berhadapan
dengan Hukum perundangan(WettenRecht),namun di Indonesia Hukum Adat dengan
kebiasaan berbeda.Hukum adat Berada diluar perundangan sedangkan Hukum Kebiasaan ada
yang didalam perundangan.
b. Perbedaan antara adat dengan hukum adat yaitu :
1. Dari Terhaar ;
Suatu adat akan menjadi hukum adat, apabila ada keputusan dari kepala adat dan
apabila tidak ada keputusan maka itu tetap merupakan tingkah laku/ adat.
2. Van Vollen Hoven :
Suatu kebiasaan/ adat akan menjadi hukum adat, apabila kebiasaan itu diberi sanksi.
3. Van Dijk :
Perbedaan antara hukum adat dengan adat terletak pada sumber dan bentuknya.
Hukum Adat bersumber dari alat-alat perlengkapan masyarakat dan tidak tertulis dan ada juga
yang tertulis, sedangkan adat bersumber dari masyarakat sendiri dan tidak tertulis.
4. Pendapat L. Pospisil :
Untuk membedakan antara adat dengan hukum adat maka harus dilihat dari atributatribut hukumnya yaitu :
a) Atribut authority, yaitu adanya keputusan dari penguasa masyarakat dan mereka yang
berpengaruh dalam masyarakat.
b) Intention of Universal Application : Bahwa putusan-putusan kepala adat mempunyai
jangka waktu panjang dan harus dianggap berlaku juga dikemudian hari terhadap
suatu peristiwa yang sama.
c) Obligation (rumusan hak dan kewajiban) : Yaitu dan rumusan hak-hak dan kewajiban
dari kedua belah pihak yang masih hidup. Dan apabila salah satu pihak sudah
meninggal dunia missal nenek moyangnya, maka hanyalah putusan yang merumuskan
mengeani kewajiban saja yang bersifat keagamaan.
d) Adanya sanksi/ imbalan : Putusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan
sanksi/imbalan yang berupa sanksi jasmani maupun sanksi rohani berupa rasa takut,
rasa malu, rasa benci dn sebagainya.
e) Adat/ kebiasaan mencakup aspek yang sangat luas sedangkan hukum adat hanyalah
sebagian kecil yang telah diputuskan untuk menjadi hukum adat.
f) Hukum adat mempunyai nilai-nilai yang dianggap sakral/suci sedangkan adat tidak
mempunyai nilai/ biasa7.
c. Lingkungan Hukum Adat di Indonesia.
Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan hukum adat
(rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam
disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut dibagi lagi dalam
beberapa bagian yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw). Lingkungan hukum adat
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
1. Tanah Gayo (Gayo lueus)
2. Tanah Alas
3. Tanah Batak (Tapanuli) :
Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun, Batak
Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing
(Sayurmatinggi)
Nias (Nias Selatan)
3. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar,
4.
5.
6.
7.
8.
Kerinci)
Mentawai (Orang Pagai)
Sumatera Selatan
1. Bengkulu (Renjang)
2. Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
3. Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
4. Jambi (Batin dan Penghulu)
5. Enggano
Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
Bangka dan Belitung
Kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak
Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei,
Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum,
sebagai alat atau prangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut. Dalam penjatuhan pidana
oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada
penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor
4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat
setempat dalam menjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat
setempat.
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan
masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian
Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan
pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan
serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap
"hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
c.
bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan-kepentingan pribadi sesuai dengan asas
permusyawaratan dan perwakilan sebagai sistem pemerintahan.Adanya musyawarah di Balai
Desa, setiap tindakan pamong desa berdasarkan hasil musyawarah dan lain sebagainya.
d. Bercorak Kontan
Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat yang
bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan penerimaan harus dilakukan secara serentak, ini
dimaksudkan agar menjaga keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat.
e. Bercorak Konkrit
Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau keinginan dalam
setiap hubungan-hubungan hukum tertentu harus dinyatakan dengan benda-benda yang
berwujud.Tidak ada janji yang dibayar dengan janji, semuanya harus disertai tindakan nyata,
tidak ada saling mencurigai satu dengan yang lainnya.
F. DASAR HUKUM SAH BERLAKUNYA HUKUM ADAT
Dalam Batang Tubuh UUD 1945, tidak satupun pasal yang mengatur tentang hukum
adat. Oleh karena itu, aturan untuk berlakunya kembali hukum adat ada pada Aturan
Peralihan UUD 1945 Pasal II, yang berbunyi :Segala badan Negara dan peraturan yang ada
masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar
ini.
Aturan Peralihan Pasal II ini menjadi dasar hukum sah berlakunya hukum adat.Dalam
UUDS 1950 Pasal 104 disebutkan bahwa segala keputusan pengadilan harus berisi alasanalasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan Undang-Undang dan aturan
adat yang dijadikan dasar hukuman itu. Tetapi UUDS 1950 ini pelaksanaannya belum ada,
maka kembali ke Aturan Peralihan UUD 1945.
14
Dalam Pasal 131 ayat 2 sub b. I.S. menyebutkan bahwa bagi golongan hukum
Indonesia asli dan Timur asing berlaku hukum adat mereka, tetapi bila kepentingan sosial
mereka membutuhkannya, maka pembuat Undang-Undang dapat menentukan bagi mereka.
BAB III
KESIMPULAN
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di
Indonesia dan negara-negara.Asia lainnya seperti Jepang, India dan Tiongkok. Hukum adat
adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturaran hukum tidak
tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya.Hukum Adat dikemukakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgrounje
seorang Ahli Sastra Timur dari Belanda (1894). Sebelum istilah Hukum Adat berkembang,
dulu dikenal istilah Adat Recht. Prof. Snouck Hurgrounje dalam bukunya de atjehers (Aceh)
pada tahun1893-1894 menyatakan hukum rakyat Indonesia yang tidak dikodifikasi adalah de
atjehers.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan dsb) yg lazim
diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yg sudah menjadi kebiasaan;
wujud gagasan kebudayaan yg terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yg
satu dng lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Karena istilah Adat yang telah diserap
kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat dapat disamakan
dengan hukum kebiasaan.
15
Di Eropa(Belanda) hukum kebiasaan dan Hukum adat memiliki arti yang sama,
disebut Gewontee Recht,yaitu adat atau kebiasaan yang bersifat Hukum yang berhadapan
dengan Hukum perundangan(WettenRecht),namun di Indonesia Hukum Adat dengan
kebiasaan berbeda.Hukum adat Berada diluar perundangan sedangkan Hukum Kebiasaan ada
yang didalam perundangan.
16