You are on page 1of 19

PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN MATA

A. REFRAKSI
1. UJI CROWDING PHENOMENA
Tujuan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya ambliopia pada mata
pasien.
Dasar
Tidak diketahui dengan pasti bagaimana fenomena ini dapat terjadi, mungkin disebabkan
karena ada sesuatu hal yang terjadi pada retina, seperti fiksasi focus tidak pada satu titik
sehingga memberikan keraguan pada waktu fiksasi.
Alat
Kartu Snellen
Huruf isolasi
Teknik
Pasien diminta menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter
Pasien diminta membaca huruf pada kartu Snellen sampai huruf terkecil yang
dibuka satu persatu, atau pasien diminta membaca huruf isolasi
Kemudian diminta membaca huruf yang terletak dalam satu baris huruf yang
dibuka seluruhnya (tidak diisolasi)
Ditentukan tajam penglihatan pada kedua pemeriksaan ini, yaitu tajam
penglihatan sewaktu seluruh huruf dibuka, dan tajam penglihatan dengan hurufhuruf isolasi.
Nilai
Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari pembacaan huruf isolasi ke huruf
dalam baris maka ini disebabkan adanya crowding phenomena pada mata
tersebut, dan mata ini menderita ambliopia.
Catatan
Apabila dilakukan pengobatan pada mata ambliopia dan pemeriksaan ulang
menunjukkan berkurangnya penurunan tajam penglihatan huruf isolasi ke huruf
dalam baris berarti terjadi perbaikan dan dianggap pengobatan ambliopia ini
berhasil.
2. UJI ANISEIKONIA (Bayangan Tidak sama Besar)
Tujuan
Pemeriksaan aniseikonia dilakukan bila pasien sering mengeluh rasa tidak enak pada
matanya atau penglihatannya yang terganggu sesudah dilakukan koreksi, karena
terdapatnya perbedaan besar benda yang dilihat antara mata kanan dengan mata kiri. Hal
ini terdapat terutama pada mata dengan anisometropia.
Dasar
Aniseikonia terjadi akibat kelainan proses visual binokuler yang mempengaruhi
neuromuskuler penderita dan kemampuan penetapan ruangnya. Pasien dengan
penglihatan binokuler normal akan dapat membedakan ukuran benda bila bayangan
berbeda 0,25-0,50 persen.
Teknik
Pemeriksa berdiri 2-3 meter didepan pasien.
Pemeriksa membentangkan tangannya ke lateral.
Pasien menentukan perbandingan panjang tangan pemeriksa
Pemeriksa memajukan tangannya ke depan dengan jari terbuka
Pasien kembali menentukan perbandingan panjang tangan pemeriksa
Nilai
Bila ada aniseikonia horizontal maka tangan pada kedudukan pertama terlihat
lebih pendek dan tangan pada kedudukan kedua lebih panjang
3. UJI SFERIS MINUS
Tujuan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan amplitudo akomodasi seseorang.
Dasar

Bila lensa negatif diletakkan didepan mata, yang mengakibatkan bayangan benda akan
terletak di belakang retina, maka untuk melihat jelas mata akan berusaha meletakkan
benda kembali pada retina (makula) dengan berakomodasi. Bila bayangan tersebut terlalu
jauh misalnya pada pemakaian lensa negatif terlalu kuat maka pada ukuran tertentu mata
tidak kuat mengimbanginya dengan akomodasi, sehingga bayangan tidak terletak pada
retina yang akan mengakibatkan penglihatan menjadi kabur.
Alat
Target kecil
Teknik
Satu mata pasien ditutup
Target kecil diletakkan 40cm didepan mata pasien
Lensa spheris minus dipasang pada mata tersebut dan ditambahkan kekuatannya
perlahan-lahan.
Setiap saat pemasangan tambahan penderita ditanya apakah penglihatan kabur
atau apakah masih dapat melihat target
Ditentukan lensa negatif terkuat yang mengakibatkan mulai melihat kabur
Nilai
Amplitudo akomodasi adalah jumlah sferis negatif yang memberikan
penglihatan mulai kabur ditambah 2,5 dioptri (disebabkan jarak baca 40 cm).
4. UJI METODE PUSH UP
Tujuan
Pemeriksaan ini dipakai untuk mengukur amplitudo akomodasi.
Dasar
Mata mempunyai batas tertentu untuk dapat melihat dekat, hal ini disebabkan terbatasnya
kemampuan akomodasi untuk melihat dekat.
Alat
Target kecil
Teknik
Mata pasien diberi kacamata koreksi yang diperlukan untuk melihat jauh.
Target kecil digeser perlahan-lahan mendekati mata.
Pasien diminta memberitahukan segera pada saat target terlihat kabur.
Nilai
Jarak target dengan mata pada waktu pasien memberi tahu melihat kabur, yang
dinyatakan dalam dioptri, merupakan nilai amplitudo akomodasi.
Catatan
Pemeriksaan ini dapat dilakukan monokuler atau binokuler. Pada pasien
presbiopia dapat ditambahkan lensa (+), untuk melihat jarak tertentu dan
kekuatannya dikurangkan dari hasil yang didapatkan
Misal: Adisi S+2.00 sedang jarak terdekat 20cm (5.00 dioptri) maka amplitudo
akomodasi 5.0-2.0 = 3.0 dioptri
5. UJI HITUNG JARI
Tujuan
Mengetahui turunnya tajam penglihatan seseorang.
Dasar
Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
Teknik
Pasien duduk dikamar yang terang
Pasien diminta melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak
tertentu
Nilai
Bila jari yang diperlihatkan dikenal pada jarak 1 meter maka dikatakan tajam
penglihatan seseorang adalah 1/60
Bila masih dapat dilihat pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam
penglihatannya 3/60.

6. UJI LAMBAIAN TANGAN


Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih
buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada
jarak 300 meter. Bila pasien hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter,
berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.
7. UJI PROYEKSI SINAR
Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. Kadang-kadang
seseorang pasien hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat
lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/ tidak berhingga (1/~).
Proyeksi sinar menentukan letak retina yang masih normal atau terganggu, sehingga
dapat dinyatakan :
1/~ proyeksi baik, berarti seluruh fungsi retina perifer masih baik. Pada keadaan
ini belum tentu fungsi macula lutea normal.
1/~ proyeksi nasal salah, berarti fungsi retina temporal terganggu.
Buta
Bila pasien sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya
adalah 0 (nol) atau buta total.
Catatan
Bila dipakai huruf tunggal pada uji tajam penglihatan jauh maka pasien ambliopia
akan mempunyai tajam penglihatan huruf tunggal lebih baik dibandingkan
memakai huruf ganda.
Huruf pada satu baris tidak sama mudahnya terbaca karena bentuknya kadangkadang sulit dibaca seperti huruf T dan W.
Pemeriksaan tajam penglihatan mata anak jangan sampai terlalu melelahkan anak.
Gangguan lapang pandangan dapat memberikan gangguan penglihatan pada satu
sisi pembacaan uji baca.
Tajam penglihatan dengan kedua mata akan lebih baik dibanding dengan
membaca dengan satu mata.
Amati pasien selama pemeriksaan karena mungkin akan mengintip dengan
matanya yang lainnya.
8. UJI LOBANG KECIL (Pinhole Test)
Tujuan
Pemeriksaan ini bermaksud untuk mengetahui apakah tajam penglihatan turun akibat
kelainan refraksi atau kelainan media penglihatan atau saraf optik.
Dengan pinhole dapat ditentukan dengan cepat dan tepat apakah koreksi yang telah
dilakukan sesuai.
Dasar
Makin kecil diameter pupil makin bertambah dalam pandangan (depth of focus).
Kelainan refraksi apapun akan membaik tajam penglihatannya bila diberi pinhole di
depan mata tersebut.
Alat
Lempeng pinhole (lempeng dengan celah berdiameter 0,75 mm)
Kartu Snellen
Di kamar ruangan biasa
Teknik
Pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter
Pasien diminta membaca huruf terakhir (terkecil) yang masih dapat terbaca pada
katu Snellen
Pada mata tersebut dipasang lempeng pinhole
Pasien diminta membaca kembali kartu Snellen
Nilai
Bila dapat dibaca huruf yang lebih kecil daripada huruf sebelumnya pada kartu
Snellen berarti terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi penuh
3

Bila huruf yang terbaca lebih besar daripada huruf yang sebelumnya terbaca pada
kartu Snellen berarti terdapat kelainan pada media penglihatan

Catatan
Bila tidak ada perbaikan tajam penglihatan dengan pinhole berarti terdapat kelainan pada
media penglihatan (kornea, lensa, akuos humor, dan badan kaca) atau kehilangan fungsi
makula dan saraf optik.
9. UJI MIOPIA
Tujuan
Pemeriksaan dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk
memperbaiki tajam penglihatan sehingga tajam penglihatan menjadi normal atau tercapai
tajam penglihatan terbaik.
Dasar
Mata miopia mempunyai daya lensa positif yang lebih sehingga sinar yang sejajar
atau datang dari tidak terhingga difokuskan di depan retina
Lensa negatif menggeser bayangan benda ke belakang sehingga dapat diatur tepat
jatuh pada retina
Alat
Bingkai percobaan
Sebuah set lensa coba
Teknik
Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter
Pada mata dipasang bingkai percobaan
Satu mata ditutup
Pasien diminta membaca kartu Snellen mulai huruf terkecil yang masih dibaca
Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan
menjadi lebih baik ditambah kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat dibaca
huruf pada baris terbawah
Sampai terbaca baris 6/6
Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama

Nilai
Bila dengan S-1.50 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S-1.75 penglihatan
6/6 2 sedang dengan S-2.00 penglihatan 6/7.5 maka pada keadaan ini derajat
miopia mata yang diperiksa adalah S-1.50 dan kacamata dengan ukuran ini
diberikan pada pasien
Pada pasien miopia selamanya diberikan lensa sferis minus terkecil yang
memberikan tajam penglihatan terbaik
Catatan
Dalam klinik dikenal miopia dalam bentuk:
1. miopia aksial bila bola mata terlalu panjang
2. miopia kurvatur bila terdapat lengkungan kecembungan kornea atau lensa yang
sangat kuat
3. miopia refraktif bila kekuatan refraktif lensa atau kornea yang bertambah
10. PEMERIKSAAN HIPERMETROPIA
Tujuan
Pemeriksaan bertujuan mengetahui derajat lensa positif yang diperlukan untuk
memperbaiki tajam penglihatan sehingga tajam penglihatan menjadi normal atau tercapai
tajam penglihatan yang terbaik.
Dasar
Mata hipermetropia mempunyai kekuatan lensa positif kurang sehingga sinar sejajar
tanpa akomodasi difokus di belakang retina. Lensa positif menggeser bayangan benda ke

depan sehingga pada mata hipermetropia lensa positif dapat diatur derajat kekuatannya
untuk mendapatkan bayangan jatuh tepat pada retina
Alat
Kartu Snellen
Gagang lensa coba
Satu set lensa coba
Teknik
Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter
Pada mata dipasang gagang lensa coba
Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk memeriksa
mata kanan
Pasien diminta membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar (teratas) dan
diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf terkecil yang masih dapat
dibaca
Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksa dan bila tampak lebih
jelas oleh pasien lensa positif tersebut ditambah kekuatannya perlahan-lahan dan
diminta membaca huruf-huruf pada baris lebih bawah
Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf-huruf pada baris 6/6
Ditambah lensa positif +0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat
huruf-huruf diatas.
Mata yang lain dilakukan dengan cara yang sama.
Nilai
Beda dengan S+2.00 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S+2.25 tajam
penglihatan 6/6 sedang
Dengan S +2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan ini derajat
hipermetropia yang diperiksa S+2.25 dan kacamata dengan ukuran ini diberikan
pada pasien
Pada pasien hipermetropia selamanya diberikan lensa sferis positif terbesar yang
memberikan tajam penglihatan terbaik
Catatan
Kurangnya kekuatan lensa positif pada hipermetropia disebabkan:
diameter anterposterior bolamata lebih pendek atau mata kecil, hipermetropia
aksial
kurang lengkungnya kornea atau lensa, hipermetropia kurvatur (lengkungan)
kurangnya indeks refraksi media penglihatan, hipermetropia refraktif
11. PEMERIKSAAN ASTIGMAT
Tujuan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui derajat lensa silinder yang diperlukan dan
sumbu silinder yang dipasang untuk memperbaiki tajam penglihatan menjadi normal atau
tercapai tajam penglihatan terbaik.
Dasar
Pada mata dengan kelainan refraksi astigmat didapatkan 2 bidang utama dengan kekuatan
pembiasan pada satu bidang lebih besar dibanding dengan bidang lain. Biasanya kedua
bidang utama ini tegak lurus satu dengan lainnya. Pada mata astigmat lensa silinder yang
sesuai akan memberikan tajam penglihatan yang maksimal.
Alat
Kartu Snellen
Bingkai percobaan
Sebuah set lensa coba
Kipas astigmat
Teknik
Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter
Pada mata dipasang bingkai percobaan
Satu mata ditutup

Dengan mata yang terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan
dengan lensa (+) atau (-) sampai tercapai ketajaman penglihatan terbaik, dengan
lensa positif atau negatif tersebut
Pada mata tersebut dipasang lensa + (positif) yang cukup besar (misal S+3.00)
untuk membuat pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat miopikus
Pasen diminta melihat kartu kipas astigmat
Pasien ditanya tentang garis pada kipas yang paling jelas terlihat
Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat maka lensa S+3.00
diperlemah sedikit demi sedikit sehingga pasien dapat menentukan garis mana
yang terjelas dan mana yang terkabur
Lensa silinder negatif diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu tersebut
hingga pada satu saat tampak garis yang mula-mula terkabur sama jelasnya
dengan garis yang sebelumnya terlihat terjelas
Bila sudah tampak sama jelas garis pada kipas astigmat, dilakukan tes melihat
kartu Snellen
Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu Snellen, maka mungkin lensa positif (+)
yang diberikan terlalu berat, sehingga perlu secara perlahan-lahan dikurangi
kekuatan lensa positif tersebut atau ditambah lensa negatif
Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa negatif (-) ditambah
perlahan-lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6

Nilai
Derajat astigmat sama dengan ukuran lensa silinder negatif (-) yang dipakai sehingga
gambar kipas astigmat tampak sama jelas.
Catatan
Pemeriksaan ini disebut cara pengaburan (fogging technigue of refraction).
Pemeriksaan ini dianggap cukup teliti.
Ditemukan Otto Heinrich Enoch Becker.
12. UJI PRESBIOPIA
Tujuan
Pemeriksaan bertujuan mengukur derajat berkurangnya kemampuan seseorang
berakomodasi akibat bertambahnya usia. Biasanya dilakukan pada pasien berusia lebih
dari 40 tahun.
Dasar
Gangguan akomodasi pada usia lanjut terjadi akibat kurang lenturnya lensa disertai
melemahnya kontraksi badan siliar. Pada presbiopia pungtum proksimum (titik terdekat
yang masih dapat dilihat) terletak makin jauh di depan mata dibanding dengan keadaan
sebelumnya. Gejala presbiopia atau sukar melihat pada jarak dekat yang biasanya
terdapat pada usia 40 tahun, dapat diatasi dengan bantuan kacamata untuk melihat dekat.
Alat

Kartu Snellen
Kartu baca dekat
Sebuah set lensa coba
Bingkai percobaan

Teknik
Pasien diperiksa akan penglihatan sentral untuk jauhnya dan diberikan kacamata jauh
sesuai yang diperlukan (dapat lensa positif, negatif ataupun astigmat)
Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca):
Pasien diminta membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat
Diberikan lensa positif mulai S+1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca
huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.
Dilakukan pemeriksaan mata satu persatu
Nilai
Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan ukuran
lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca

Hubungan lensa adisi dan umur biasanya:


40-45 tahun 1.0 dioptri
45-50 tahun 1.5 dioptri
50-55 tahun 2.0 dioptri
55-60 tahun 2.5 dioptri
60 tahun 3.0 dioptri
Catatan
Hasil pemeriksaan ini, bila dilakukan pemeriksaan ulang dengan kedua mata,
biasanya lebih rendah. Hasil ukuran binokuler ini diberikan pada pasien untuk
kacamatanya
Sesudah dilakukan pemeriksaan mata satu per satu kemudian kedua mata dibuka,
bila terdapat kekaburan mungkin hal ini terjadi akibat eksoforia yang bertambah
karena adisi plus. Bila penglihatan dengan kedua mata masih tetap kabur untuk
beberapa lama, maka sebaiknya jarak bingkai percobaan diperkecil. Pada keadaan
ini terdapat efek prisma dengan dasar kedalam (base in) daripada lensa positif
yang terpasang. Hal tersebut sedikit mengoreksi eksoforia yang mungkin terdapat
pada pasien.
B. REKONSTRUKSI
1. UJI FUNGSI LEVATOR
Tujuan
Tes ini untuk mengukur kemampuan levator mengangkat kelopak pada mata dengan
ptosis pada kelainan levator, sehingga dapat ditentukan rencana pembedahan levator
untuk memperbaiki ptosis tersebut.
Dasar
Dahi sering menolong pergerakan levator palpebra untuk mengangkat kelopak.
Alat
Mistar
Teknik
Mistar ditaruh tegak lurus pada fisura palpebra
Pergerakan dahi ditahan dengan menekan dahi dengan telapak tangan pemeriksa
Ditentukan lebar fisura palpebra terendah dengan menyuruh pasien melihat
kebawah
Diminta membuka kelopak sebesar-besarnya
Diukur lebar fisura palpebra yang terbesar
Nilai
Daya angkat normal levator palpebra 14-15 mm
Catatan
Dua mm dari pergerakan kelopak akibat perlengketan levator denga otot rektus superior
Bila fungsi levator baik maka akan terlihat suklus palpebra. Pada paralisis levator total
masih terlihat pengangkatan kelopak 2-4 mm pada waktu melihat dari bawah keatas
karena relaksasi otot kelopak.
Dengan mengetahui derajat fungsi levator, dibuat perhitungan derajat koreksi yang
diharapkan pada pasien dengan ptosis kongenital monokuler.
Pada mata yang baik kelopak menutup kornea 2-3 mm.
Derajat reseksi levator (Berke)
Jumlah aksi
leator
2-3 mm
4-5 mm
6-7 mm
8-9 mm
10-11 mm

Kornea harus tertutup


oleh kelopak ptosis
0 mm
1-2 mm
2-3 mm
3-4 mm
6 mm

Pasca bedah diharapkan


angkat
0 mm
0 mm
0-1 mm
2-3 mm
4-5 mm

jatuh
2-3 mm
0-1 mm
0 mm
0 mm
0 mm

Over koreksi atau


under koreksi
diharapkan
Under 1-2 mm
Over 0-1 mm
Over 0-1 mm
Over 0-1 mm
Over 2-3 mm

C. KORNEA DAN LENSA

1. UJI SENSIBILITAS KORNEA REFLEKS KEDIP / REFLEKS KORNEA


Tujuan
Tes untuk pemeriksaan fungsi saraf trigeminus yang memberikan sensibilitas kornea.
Dasar
Mata akan terkedip bila terkena sinar kuat, benda yang mendekati mata terlalu cepat,
mendengar suara keras, adanya rabaan pada kornea, konjungtiva, sehingga dibedakan
refleks taktil, optik dan pendengaran. Refleks tatktil kornea didapatkan melalui serabut
aferen saraf trigeminus dan serabut eferen saraf fasial. Terdapat hubungan dengan korteks
yang berupa rasa sakit.

Alat
kapas
Teknik
pasien diminta melihat ke sisi yang berlawanan dari bagian kornea yang akan
dites.
Pemeriksaan menahan kelopak mata pasien yang terbuka dengan jari telunjuk dan
ibu jari
Dari sisi lain (untuk mencegah terlihat) kapas digeser sejajar dengan permukaan
iris menuju kornea yang akan diperiksa
Diusahakan datang/ mendekatnya kapas tidak disadari pasien
Kapas ditempel pada permukaan kornea.
Dilihat:
terjadinya refleks mengedip
perasaan tidak enak oleh pasien, yang dinyatakan dengan perasaan sakit
timbulnya lakrimasi.
Nilai
apabila terjadi refleks kedip berarti sensibilitas kornea baik dan fungsi trigeminus
normal
refleks kedip menurun pada keratitis atau ulkus herpes seimpleks dan infeksi
herpes zooster
Catatan
Adalah penting diketahui (karakteristik) hilangnya atau berkurangnya reflaks kedip yang
dapat berarti adanya tumor pada sudut serebolopontin. Hal ini adalah penting karena
refleks kornea hilang sebelum gejala kelainan gangguan saraf trigeminus terlihat.
2. UJI SENSIBILITAS KUANTITATIF (KORNEA)
Tujuan
Untuk mengetahui derajat sensibilitas kornea

Dasar
Kornea normal dapat merasakan tekanan luar. Filamen yang panjang akan bengkok pada
tekanan yang sedikit pada kornea, dan sebaliknya filamen yang pendek akan bengkok bila
tekanan lebih besar pada kornea.
Alat
Esthesiometer kornea (Luneau dan Coffignon) yang terdiri atas filamen yang
dapat keluar dari suatu tongkat sedang panjang filamen yang keluar dapat
ditentukan
Filamen ini terdiri atas monofilamen nylon
Teknik
Mata pasien dibuka
Ujung filamen ditaruh (diarahkan) tegak lurus pada dataran depan kornea, yang
akan diperiksa
Dimulai dengan memakai filamen ukuran panjang (40 mm) ditekan pada dataran
depan kornea

Ditanyakan pada pasien, apakah ia merasakan sesuatu berkontak dengan matanya,


bila ia belum merasakan sesuatu maka filamen diperpendek dan dilakukan teknik
yang sama
Bila pasien sudah merasakan sesuatu kontak dengan korneanya maka panjang
filamen diukur

Nilai
Biasanya sensibilitas terkuat pada zona optik yang secara progresif berkurang ke
perifer
Bagian yang berhubungan dengan dunia luar lebih sensitif (kornea horizontal
lebih sensitif daripada yang vertikal)
Kornea bawah lebih sensitif daripada kornea atas
Makin pendek filamen yang dipakai makin rendah sensibilitas kornea

3. TES BAYANGAN (IRIS) SHADOW TEST


Tujuan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa
Dasar
Makin sedikit lensa keruh pada bagian posterior maka makin besar bayangan iris pada
lensa yang keruh tersebut sedang makin tebal kekeruhan lensa makin kecil bayangan iris
pada lensa yang keruh
Alat
Lampu sentolop
Loupe
Teknik
Sentolop disinarkan pada pupil dengan membuat sudut 45 derajat dengan dataran
iris
Dengan Loupe dilihat bayangan iris pada lensa yang keruh
Nilai
Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil
berarti lensa belum keruh seluruhnya (belum sampai ke depan), ini terjasi pada
katarak imatur, keadaan ini disebut shadow test (+)
Apabila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terhadap pupil berarti lensa
sudah keruh seluruhnya (sampai pada kapsul anterior) terdapat pada katarak matur
(shadow test (-))
Bila katarak hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya, mengecil serta terletak
jauh di belakang pupil, sehingga bayangan iris pada lensa besar dan keadaan ini
disebut pseudopositif

D. NEUROOFTALMOLOGI
1. UJI REFLEKS PUPIL
Tujuan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat refleks miosis pupil akibat suatu penyinaran
pada mata, baik reaksi penyinaran langsung pada mata yang bersangkutan atau refleks
tidak langsung pada mata yang lainnya.
Dasar
Ada suatu lingkaran refleks sinar dengan motorik pupil, yang langsung mengenai mata
yang disinari yang disebut refleks langsung (direk).
Refleks tidak langsung (indirek = konsensual) terjadi bila mata sebelah dari pada mata
yang disinari memberikan refleks atau reaksi.
Mata normal akan memberikan ambang dan intensitas lampu kedua refleks sama.
Bila sinar dinaikkan perlahan-lahan maka reaksi akan terjadi sampai ambang rangsang.

Refleks sinar langsung.


Teknik
Mata disinari
Dilihat keadaan pupil pada mata yang disinari apakah terjadi miosis (mengecil)
pada saat penyinaran
Nilai

Ada periode laten 0.2 detik sesudah rangsangan. Sesudah pupil berkonstraksi
kuat akan disusul dilatasi ringan terutama bila penyinaran tidak keras. Bila terjadi
hal ini disebut refleks pupil langsung (+)
Pada refleks langsung + atau normal berarti visus ada dan motorik saraf ke III
berfungsi baik

Refleks sinar konsensual


Mata disinari dengan diusahakan sinar tidak masuk pada mata yang lain. Dilihat keadaan
pupil mata yang tidak disinari apakah terjadi miosis (mengecil) pada saat penyinaran
mata sebelahnya.
Nilai
Terdapat periode laten seperti pada mata yang disinari langsung. Keras kontraksi
pupil sama dengan mata yang disinari langsung. Bila terjadi refleks miosis disebut
refleks pupil tidak langsung (+).
Pada keadaan dinilai fungsi saraf motorik ke III untuk membuat konstriksi atau
miosis dari mata yang tidak disinar.
Catatan
Refleks langsung terganggu bila saraf optik sakit (atrofi, papilitis, neuritis) atau
ada kerusakan saraf okulomotor mata yang disinari
Refleks tidak langsung terganggu bila pada saraf mata yang disinari ada kelainan
atau terdapat kerusakan saraf okulomotor mata yang sedang diperiksa refleks
konsensual.
Kedua pupil pada keadaan normal mempunyai ukuran yang sama, bulat, dan bereaksi
terhadap sinar dan saat berakomodasi atau melihat dekat.
Refleks pupil
Diperiksa di kamar gelap.
Refleks pupil dapat dilihat dengan oftalmoskop direk pada jarak 1-2 kaki.
Refleks pupil normal berwarna merah
Refleks pupil abnormal berwarna putih yang disebut sebagai leukokoria
Perlu dirujuk untuk kemungkinan:
- retinoblastoma
- kekeruhan kornea
- endoftalmitis
- kekeruhan badan kaca
- penyakit atau kelainan kornea
3. UJI DEFEK AFEREN PUPIL (MARCUS GUNN PUPILLARY RESPONSE
TEST)
Tujuan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah serabut aferen (saraf optik) mata
berfungsi baik dengan melihat reaksi pupil langsung dan tidak langsung.
Dasar
Refleks pupil langsung terjadi akibat penyinaran pada mata maka rangsangan melalui
saraf optik atau serabut aferen akan diteruskan ke nukleus saraf ke III (edinger Westfall).
Akibat rangsangan ini akan terjadi hal berikut:
pada sisi yang sama serabut eferen atau saraf ke III meneruskan rangsangan ke
pupil untuk mengecil. Dalam hal ini terjadi refleks pupil langsung yang positif.

10

Pada sisi berlawanan saraf eferen atau n III pun dirangsang oleh nukleus saraf ke
III yang akan meneruskan rangsangan ke pupil sebelahnya. Bila pupil tersebut
juga mengecil maka keadaan ini disebut refleks pupil tidak langsung atau
konsensual untuk mata yang tidak disinari adalah positif.

Bila terdapat kerusakan saraf optik atau serabut saraf retina aferen pada satu mata akan
mengakibatkan reaksi pupil tertentu.
Mata dimana saraf optiknya rusak tidak akan memberikan rangsangan pada saraf
ke III, sehingga walaupun mata tersebut dirangsang tidak terjadi miosis dan
disebut reaksi langsung negatif.
Keadaan ini juga tidak akan mengecilkan pupil mata sebelahnya pada saat mata
yang sakit dirangsang. Hal ini disebut reaksi konsensual untuk mata terakhir
adalah negatif.
Setiap mata menunjukkan tenaga pupilomotor miosis atau midriasis. Pada waktu istirahat
biasanya kedua pupil mempunyai ukuran yang sama. Bila terdapat defek aferen maka
akan terjadi midriasis pupil tersebut sehingga ukuran kedua pupil tidak sama.
Alat
Sentolop
Teknik
Mata sehat ditutup sehingga terjadi dilatasi kedua pupil
Mata sehat disinari dan terjadi refleks konsensual pada mata sakit yang positif
dengan derajat miosis mata sakit sama dengan mata sehat
Mata sakit disinari langsung dan dilihat apakah terjadi dilatasi pupil mata yang
sehat
Nilai
Bila terdapat dilatasi mata yang sehat waktu mata sakit disinari berarti fungsi
makula dan saraf optik (saraf aferen) tidak baik atau terdapat pupil aferen defek.
Catatan
Hal ini tidak akan terjadi bila terdapat kerusakan yang sama pada kedua saraf optik.
4. UJI SWINGING LIGHT (ALTERNATE LIGHT TESTING)
Tujuan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui keadaan fungsi saraf optik dengan melihat reaksi pupil
yang terjadi waktu dilakukan penyinaran.
Dasar
Setiap mata mempunyai kekuatan pupilomotor. Kerusakan saraf optik memperlemah
reaksi pupilomotor.
Alat
Sentolop dengan sinar kecil
Loupe
Teknik
Pasien duduk dikamar dengan penerangan ruangan biasa, dan diminta melihat
jauh
Dilihat lebar pupil kedua mata, apakah besarnya sama, regular dan adanya sinekia
Dilakukan pemeriksaan satu mata dengan sinar digeser dari perifer ke sentral dan
kemudian sinar dipindah pada mata sebelahnya
Keadaan yang sama dilakukan pada mata sebelahnya
Nilai
Reaksi langsung atau tidak langsung pada kedua mata biasanya normal sama
Bila pupil sedikit membesar waktu sinar pindah ke mata sebelah berarti ada lesi
pada saraf optik mata yang disinari terakhir. Mata ini menderita aferen pupil
defek (APD). Pada keadaan ini dugaan adalah pasien menderita kelainan saraf
optik atau kerusakan retina, walaupun banyak kelainan lain yang dapat
menyebabkannya.
Catatan
Pemeriksaan ini hampir sama dengan pemeriksaan defek aferen pupil.

11

E. GLAUKOMA
1. TONOMETRI DIGITAL PALPASI
Dasar
Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa.
Alat
Jari telunjuk kedua tangan
Teknik
Mata ditutup
Pandangan kedua mata menghadap kebawah
Jari-jari lainnya bersandar pada dahi dan pipi pasien
Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian
(alternate)
Satu telunjuk mengimbangi tekanan saat telunjuk lainnya menekan bola mata.
Nilai
Didapat kesan berapa ringannya bola mata dapat ditekan
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat dicatat, mata
N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan lebih tinggi atau
lebih rendah daripada normal.
Tekanan dapat dibandingkan dengan tahanan bagian lentur telapak tangan dengan
tahanan tekanan bola mata bagian superior. Bila tekanan lebih tinggi dapat
dicurigai adanya glaukoma.
Catatan
Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit
dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea irregular dan infeksi kornea. Cara
pemeriksaan ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subyektif.
Ingat refleks okulo kardiak. Bila bola mata ditekan akan terjadi penurunan pulsa nadi.
Kadang-kadang penekanan yang menimbulkan refleks ini dipergunakan untuk membuat
nadi berkurang (bradikardia) pada takikardia supraventikular. Menurunkan nadi juga
bermanfaat untuk mengurangi sakit angina.
2. UJI PEMERIKSAAN KEKAKUAN SKLERA (SCLERAL RIGIDITY)
Tujuan
Tes ini mengukur kekakuan sklera dengan memakai tabel nomogram Friendenwald.
Dasar
Kekakuan sklera (scleral rigidity) merupakan tahanan sklera terhadap kemungkinan
membesarnya bola mata.
Alat
Tonometer Schiotz
Anestesi lokal tetes mata
Teknik
Diukur tekanan bola mata dengan tonometer Schiotz dengan beban 5.5 dan 10
gram atau 7.5 dan 15 gram
Dengan beban 5.5 dan 10 gram dilakukan pembacaan skala tonometer dan
dimasukkan kedalam nomogram Friendenwald
Dengan tabel didapatkan Po
Dibuat garis penghubung antara kedua titik ini (beban 5.5 dan 10 gram)
Dibuat garis sejajar melalui titik 0 dengan garis penghubung tersebut (a)
Pada titik potong garis ini dengan ordinat akan memberikan tekanan Po dan pada
lengkung garis dengan (a) ini merupakan angka kekakuan sklera.
Nilai
Kekauan sklera normal = 0.0215
Catatan
Sangat perlu hati-hati dengan adanya kekakuan sklera pada pemeriksaan tonometri
dengan tonometer Schiotz, karena tonometer Schiotz tidak memperhatikan faktor
kekakuan sklera. Adalah baik bila dilakukan pemeriksaan tekanan bla mata dengan beban
5.5-10 gram atau 7.5-15 gram. Pemberian miotik terlalu lama akan mengakibatkan
merendahnya scleral rigidity (kekakuan sklera).

12

Diketahui dengan tonometer indentasi Schiotz pergerakan cairan dalam bola mata
sebanyak 7-14 mm kubik sehingga kekauan sklera memegang peranan dalam perhitungan
tekanan bola mata.
F. RETINA
1. OFTALMOSKOPI DIREK
I.

INTRODUKSI
1. Sapa pasien dengan ramah
2. Perkenalkan diri kepada pasien

II.

PERSIAPAN PEMERIKSAAN
1. Jelaskan pada penderita tentang pemeriksaan oftalmoskop direk, kegunaan
dan proses penatalaksanaannya.

III.

PELAKSANAAN PEMERIKSAAN OFTALMOSKOP DIREK


1. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa, begitu pula
untuk mata kiri
2. Fokuskan oftalmoskop direk dengan cara menggeser lempeng rekoss yang
memiliki beberapa lensa yang mempunyai kekuatan plus dan minus.
Fokus yang optimal tergantung pada kelainan refraksi pasien, kelainan
refraksi pemeriksa dan jarak pemeriksaan.
3. Untuk memulai pemeriksaan, fokus lensa dipasang pada titik nol (atau
kelainan refraksi pemeriksa), dan refleks fundus pasien diperiksa pada
jarak 2 kaki. Dengan memfokuskan oftalmoskop pada iris. Kekeruhan
pada media refraksi dapat terlihat sebagai bayangan hitam. Vitreus floaters
dapat terlihat saat pasien merotasikan matanya keatas dan kebawah.
4. Mata pasien untuk melihat jauh ke depan. Tahan kelopak mata pasien
agar ,mata membuka , pemeriksa memfokuskan lempeng lensa pada
oftalmoskop sampai bayangan fundus menjadi jelas. Lensa minus
digunakan untuk mengkoreksi kelainan miopia pasien dan mata pemeriksa
tanpa akomodasi. Jika mata pemeriksa emtrop atau telah dikoreksi,
kekuatan lensa untuk memfokuskan oftalmoskop dengan jarak refraksi
pasien untuk miop atau hipermetrop ringan. Jarak pemeriksaan yang
optimal adalah 2-3 cm dari mata pasien
5. Temukan diskus optikus dengan cara menelusuri satu pembuluh darah
retina, posisi oftalmoskop sekitar 15 di temporal titik fiksasi. Tergantung
pada keadaan refraksi pasien, sebagian atau seluruh diskus optikus akan
terlihat pada saat pemeriksaan
6. Periksa retina peripapil. Gunakan filter red free untuk memeriksa defek
lapisan serabut syaraf arkuata yang terjadi pada kasus glaucoma dan
kelainan neuropati optic yang lain.
7. Dari diskus optikus, ikuti pembuluh darah keluar untuk memeriksa area di
sekitar polus posterior di superonasal, inferonasal, inferotemporal dan
superotemporal. Catat warna, caliber, percabangan, persilangan dan latar
belakang keadaan sekitar pembuluh darah.
8. Gunakan cahaya red free untuk melihat perubahan pembiasan cahaya pada
dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh arteriosklerosis terutama
pada titik penekanan arteriovena
9. Periksa makula untuk proses irregularitas. Gunakan cahaya slit untuk
mendeteksi adanya distorsi permukaan retina.
10. Jika dicurigai adanya abnormalitas pada koroid atau epitel pigmen retina,
arahkan secara langsung oftalmoskop dekat dengan detil fundus yang
sedang diperiksa. Gunakan pencahayaan proksimal untuk membantu
pemeriksa membedakan antara lesi transparan dan lesi keruh.
11. Perkirakan tingginya suatu lesi yang menonjol (seperti tumor koroid atau
edema diskus) dengan menggunakan lempeng untuk memfokuskan.
Pertama fokuskan pada area retina yang datar, kemudian fokuskan ulang
pada permukaan lesi. Kurangi nilai dua dioptri untuk menyimpulkan

13

perbedaan tingkat (pada mata fakik atau pseudofakik, 3 dioptri setara


dengan 1 mm)
12. Temukan titik fiksasi pasien dengan cara mengurangi intensitas
pencahayaan dan lempeng yanng mengandung target fiksasi. Minta pasien
untuk melihat pada cahaya dan titik tengah pada lempeng target. Tentukan
apakah titik tengah lempeng target jatuh pada refleks tengah fovea atau
pada suatu lokasi eksentrik. Tanya pada pasien apakah objek fiksasi yang
terlihat sebagai garis yang lurus atau jauh dari pusat.
G. STRABISMUS
Kedudukan Mata
Mengukur kedudukan mata adalah suatu keadaan yang kompleks yang memerlukan pula
pengetahuan optik.
Uji keseimbangan otot mata
Pemeriksaan mata berikut menentukan apakah kedua mata melihat bersama-sama
serentak. Pemeriksaan ini terutama mengamati upaya mata melihat dengan jarak berbeda.
Pemeriksaan fungsi pergerakan otot mata dilakukan untuk melihat setiap kelemahan atau
cacat otot ekstra okular yang disebabkan tidak terkoordinasinya pergerakan mata.
1. UJI REFLEKS KORNEA (REFLEKS HIRSCHBERG)
Tujuan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai derajat pengguliran bola mata abnormal dengan
melihat refleks sinar pada kornea.
Dasar
Bila terdapat fiksasi sentral pada satu mata maka refleks sinar yang diberikan pada kornea
mata lainnya dapat menentukan derajat deviasi mata secara kasar
Alat
Sentolop
Teknik
Sentolop disinarkan setinggi mata pasien, sebagai sinar fiksasi
Sentolop terletak 30 cm dari pasien
Refleks sinar pada mata fiksasi diletakkan di tengah pupil
Dilihat letak refleks sinar pada kornea mata yang lain
Nilai
Pada keadaan normal refleks kornea ini sedikit ke nasal dari pusat kornea. Refleks
cahaya pada mata yang berdeviasi bila: lebih dekat pertengahan pupil, berarti
deviasi 5-6 derajat, sedang bila pada tepi pupil, berarti deviasi 12-15 derajat (20
prisma dioptri).
Bila refleks sinar pada kornea terletak antara pinggir pupil dan limbus, berarti
deviasi 25 derajat, dan bila pada pinggir limbus berarti deviasi 45-60 derajat
Umumnya: pergeseran sinar dari tengah pupil 1 (satu) milimeter atau sama
dengan deviasi 7 derajat (15 prisma dioptri)
Catatan
Pemeriksaan ini tidak teliti. Pada mata normal refleks sinar pada kedua kornea terletak di
sentral. Letak sinar bila diluar berarti esodeviasi, bila didalam berarti eksodeviasi.
Pemeriksaan ini sangat berguna terutama untuk pasien yang tidak kooperatif atau fiksasi
kurang.
2. UJI POSISI OTOT MATA LUAR
Tujuan
Tes untuk memeriksa fungsi gerak otot penggerak mata.
Dasar
Otot rektus superior berfungsi untuk elevasi, intorsi dan adduksi, dan tes kemampuan
elevasi dilakukan pada kedudukan mata abduksi. Otot oblik superior berfungsi untuk
depresi, intorsi dan abduksi, dan tes kemampuan depresi dilakukan pada kedudukan mata
adduksi. Otot oblik inferior untuk elevasi, ekstorsi dan abduksi, dan tes kemampuan
elevasi dilakukan pada kedudukan mata adduksi. Otot rektus medius untuk adduksi dan
otot rektus lateral untuk abduksi
Alat

14

Obyek (jari)
Teknik
Dilihat kemampuan pergerakan otot pada posisi yang dibuat untuk mendapatkan
nilai kemampuan pergerakan otot, dengan menyuruh pasien mengikuti gerakan
jari
Nilai
Bila ternyata otot tertentu tidak mampu mengikuti gerakan jari maka mungkin
terdapat parese otot tersebut. Gambar Refleks Kornea (Hirschberg).
3. UJI DUKSI
Tujuan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat pergerakan setiap otot mata menurut fungsi
gerakan otot tersebut.
Dasar
Setiap otot penggerak mata mempunyai fungsi khusus pada pergerakan mata.
Alat
Okluider
Lampu fiksasi
Teknik
Pemeriksaan ini dilakukan pada jarak dekat atau 30 cm
Mata diperiksa satu persatu mata
Dilihat pergerakan mata dengan menyuruh mata tersebut mengikuti gerakan sinar
keatas, kebawah, kekiri, kekanan, temporal atas, temporal bawah, nasal atas dan
nasal bawah
Nilai
Bila tidak terlihat keterlambatan pergerakan otot disebut fungsi otot normal
Catatan
Abduksi merupakan gerakan horizontal ke arah lateral menurut sumbu vertikal. Gerakan
ini dilakukan dengan relaksasi rektus medius dan kontraksi rektus lateral.
Adduksi merupakan gerakan horizontal kearah medial menurut sumbu vertikal. Gerakan
ini dilakukan dengan relaksasi rektus lateral dan kontraksi rektus medius.
Supraduksi merupakan pergerakan vertikal dengan sumbu horizontal. Gerakan ini terjadi
pada kontraksi rektus rektus superior dan oblik inferior dengan relaksasi rektus inferior
dan oblik superior.
Infraduksi merupakan pergerakan depresi dengan sumbu horizontal. Gerakan terjadi pada
kontraksi rektus inferior dan oblik superior dengan relaksasi rektus superior dan oblik
inferior.
4. UJI ORTOFORIA
Tujuan
Untuk mengetahui apakah gangguan fusi pada satu mata akan merubah kedudukan bola
mata.
Dasar
Pda ortoforia (mata normal) bila fusi diganggu maka sumbu penglihatan tetap dalam
kedudukan satu arah. Maddox rod dapat mengganggu fusi.
Alat
Maddox rod
Sentolop
Teknik
Pasien duduk 6 meter atau 30 cm dari sumber cahaya
Maddox rod diletakkan didepan satu mata
Ditanya kedudukan garis Maddox rod terhadap lampu yang dilihat dari mata tanpa
Maddox rod.
Nilai
Bila garis dibentuk Maddox rod berimpit dengan lampu berarti mata ini ortoforia
Catatan

15

Pemeriksaan untuk mengetahui adanya foria (juling laten) dapat juga dilakukan dengan
disosiasi seperti pada pemeriksaan uji tutup mata (cover test), uji tutup buka (cover
uncover) dan ditutup bergantian (alternate cover).
5. UJI CROSS COVER (ALTERNATE COVER TEST)
Tujuan
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat apakah mata melihat dengan binokuler.
Dasar
Dengan menutup mata bergantian tidak dimungkinkan kedua mata melihat bersamasama. Dengan menutup satu mata akan terjadi disosiasi
Teknik
Pasien melihat jauh 6 meter atau dekat 30 cm
Okuler dipindah dari satu mata ke mata lain bergantian
Pada setiap penutupan mata diberikan waktu cukup untuk mata lain berfiksasi
Nilai
Bila tidak terdapat pergerakan mata berarti mata ortoforia atau ortotropia yaitu
mata normal
Pemeriksaan ini membantu pemeriksaan cover dan cover uncover
Bila terjadi pergerakan berarti ada tropia atau foria yaitu mata tersebut juling atau
terdapat juling laten
Catatan
Dapat diukur derajat juling manifes atau laten (hetero tropia atau forianya) dengan
memakai prisma.
6. UJI TUTUP MATA (COVER TEST)
Tujuan
Tes untuk memeriksa adanya heterotropia (juling) pada satu mata
Dasar
Mata yang heterotropia akan terus menerus berusaha untuk fiksasi dengan matanya yang
mata dominan.
Alat
Kartu Snellen
Penutup mata
Teknik
Bila pasien pakai kacamata, maka kacamata dipasang
Pasien duduk 6 meter dari kartu uji baca atau optotip atau 30 cm kertas kaca
dengan addisi S+3.00.
Pasien melihat pada satu titik atau pada baris 20/40 kartu Snellen
Pemeriksa menutup salah satu mata
Dilihat sifat gerakan yang mungkin terjadi mata yang tidak ditutup, untuk
melakukan fiksasi

Nilai
Mata yang terbuka mungkin:
- bergerak keluar berarti mata ini sebelumnya esotropia (strabismus konvergen)
- bergerak ke dalam berarti mata ini sebelumnya eksotropia (strabismus divergen)
- Bila mata yang berfiksasi yang terbuka maka tidak akan terjadi pergerakan
Catatan
Uji tutup mata merupakan pemeriksaan yang sangat penting dan perlu dilakukan dengan
cara yang benar. Uji ini adalah untuk menentukan adanya heteroforia atau heterotropia.
Yang juga untuk menentukan beratnya kelainan.
7. UJI TUTUP BUKA (COVER UNCOVER TEST)
Tujuan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya fusi dan foria
Dasar

16

Heteroforia merupakan deviasi laten. Bila pada heteroforia fusi kedua mata diganggu
deviasi laten akan terlihat.
Alat
Kartu Snellen
Okluder
Teknik
Bila pasien memakai kacamata maka kacamata tersebut dipasang
Fiksasi pasien:
- diperiksa dalam kedudukan mata posisi primer
- benda yang dilihat 1 garis lebih besar daripada tajam penglihatan terburuk
- dapat dipergunakan nonakomodatif target (sinar)
Mata ditutup bergantian dengan okluder dari mata kanan ke kiri dan sebaliknya
Dilihat kedudukan mata dibawah okluder atau saat okluder dipindah pada mata
yang lain
Nilai
Bila mata di belakang okluder bergerak ke luar, ke dalam, ke atas, atau ke bawah
menunjukkan adanya heteroforia
Bila mata segera sesudah okluder dibuka mencoba berfiksasi sehingga terlihat
pergerakan ke luar, ke dalam, ke atas atau ke bawah, hal ini berarti ada foria
Derajat foria dapat diukur dengan meletakkan prisma sehingga tidak terjadi
pergerakan mata pada saat mata dibuka
Catatan
Pemeriksaan dilakukan untuk jarak 30 cm dan 6 meter.
8. UJI METODE KRIMSKY
Tujuan
Tes ini merupakan pemeriksaan melihat refleks sinar pada kornea pada mata juling
sehingga dapat diketahui derajat deviasi mata tersebut.
Dasar
Refleks kornea pada mata berdeviasi dapat diatur letaknya dengan merubah-rubah
kekuatan prisma
Alat
Susunan prisma
sumber cahaya (sentolop)
Teknik
Sumber cahaya setinggi mata disinarkan pada mata penderita pada jarak 30 cm
Pada
mata
deviasi
diletakkan
prisma
didepan
satu
mata
bila:
- Eso base out (dasar ke luar)
- Ekso base in (dasar ke dalam)
Pasien diminta fiksasi dengan mata dominan
Prisma dirubah-rubah kekuatannya sampai letak sinar pada mata yang berdeviasi
(dengan prisma) dan mata fiksasi sama yaitu di sentral.
Nilai
Derajat deviasi dapat diukur berdasarkan kekuatan prisma yang dipakai sehingga
letak kedua sinar pada kornea sama (sentral)
Catatan
Hasil tidak begitu tepat karena sudut Kappa yang mungkin ada tidak diperhatikan dan
sudah dimasukkan ke dalam juling yang terlihat.
9. UJI NEAR POINT CONVERGENCE (NPC)
Tujuan
Tes untuk mengukur titik terdekat yang masih dapat diperhatikan dengan konvergensi
kedua mata (bila kedua mata melihat obyek bersama-sama).
Dasar

17

Konvergensi hanya dapat dipertahankan selama masih dapat melihat tunggal (single
binocular vision).
Alat
Mistar berskala
Teknik
Mistar berskala diletakkan pada kantus luar, tegak lurus pada bidang mata
Perlahan-lahan target fiksasi didekatkan pada mata, di bidang median mata
Pada suatu jarak tertentu satu mata akan berdeviasi keluar, karena tidak dapat
mempertahankan konvergensi lagi. Biasanya mata ini adalah mata yang lemah
Pasien biasanya akan menyatakan diplopia bila mata tersebut sudah mulai
berdeviasi
Pada saat mata berdeviasi jarak mata dengan obyek fiksasi diukur
Nilai
Normal NPC 70 mm
Catatan
Biasanya pasien akan melakukan supresi pada mata tersebut pada saat sudah mulai
berdeviasi.
10. UJI VERSI
Tujuan
Tes untuk melihat pergerakan kedua mata pada satu arah yang sama
Dasar
Pasangan otot setiap mata akan berkontraksi sama ke arah yang sama (Hukum Hering)
sedang pada otot berlawanan terjadi pergerakan antagonis yang sesuai (Hukum
Sherington).
Alat
Obyek (lampu fiksasi)
Okluder
Teknik
Diletakkan obyek 30 cm didepan mata
Pasien diminta tetap menegakkan kepala
Dilakukan pemeriksaan dengan lampu fiksasi pada kedudukan arah kardinal
sekaligus pada kedua mata
Pemeriksaan mengamati kemungkinan adanya aksi lebih (over aksi) pada kedua
otot oblik inferior, aksi kurang (under aksi) otot dan aksi lebih (over aksi) otot
kontralateral, sinergis, tarikan bola mata dan pengecilan celah kelopak
Nilai
Diberikan (+) bila terdapat overaksi (aksi lebih). (-) bila terdapat underaksi (aksi
kurang)
Versi horizontal: dekstroversi dan levoversi
Dekstroversi: kontraksi rektus medius kanan dan rektus lateral kiri
Levoversi: kontraksi rektus lateral kiri dan rektus medius kanan serta relaksasi
rektus medius kiri dan rektus lateral kanan
11. UJI DIPLOPIA
Tujuan
Pemeriksaan untuk melihat akibat juling terhadap penglihatan.
Dasar
Daerah (titik) pada retina yang tidak sekoresponden (sefaal) bila terangsang tidak dapat
berfungsi pada kesadaran mental tunggal sehingga akan terdapat kesan ganda yang
disebut diplopia. Dapat diinduksikan prisma pada mata yang ortoforia (kedudukan
normal).
Alat
Sumber cahaya
Teknik
Pasien diminta melihat benda pada jarak 6 meter atau dekat
Pasien diminta menyatakan letak benda yang terlihat mata kanan dibanding
dengan yang dilihat oleh mata kiri.

18

Nilai
Bila benda yang dilihat dengan mata kanan terletak sebelah kiri benda yang
dilihat dengan mata kiri berarti kedudukan bola mata membuat sudut di belakang
bola mata (crossed), keadaan ini terdapat pada parese rektus medius atau overaksi
rektus lateral mata kanan ataupun mata kiri (eksotropia).
Bila benda yang dilihat dengan mata kanan terletak sebelah kanan benda yang
dilihat mata kiri berarti kedudukan mata kanan membuat sudut didepan bola mata
(uncrossed), ini terdapat pada parese rektus lateral mata kanan atau overaksi
rektus mata kanan ataupun mata kiri (esotropia)
Catatan
Derajat diplopia dapat diukur dengan prisma. Diplopia tidak terjadi bila prisma yang
sesuai diletakkan pada mata.

19

You might also like