You are on page 1of 24

APPENDISITIS AKUT

Anis Adilah Izzati Binti Azizan (102011432)


Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Telp: 021 569 42061, Fax: 021 563 1731
anis_adilah@hotmail.com

Abstrak
Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut
merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah hiperplasia
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan
penyumbatan. Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan
negara berkembang. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita,
sedangkan meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia
20-an, dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Memandangkan apendisitis akut ini
merupakan salah satu dari akut abdomen, penatalaksanaan bedah haruslah segera dilakukan.
Komplikasi yang terburuk yang akan terjadi pada kasus apendisitis akut adalah peritonitis akibat
dari perforasi appendiks.
Kata kunci: Apendisitis akut, akut abdomen, peritonitis, perforasi.
Abstrak

Acute appendicitis is an inflammation that arises suddenly in the appendix and is one of
the most common cuses of acute abdomen. Acute appendicitis is a bacterial inflammation
triggered by many factors, including the lymphatic tissue hyperplasia, fecalith, tumor of the
appendix and ascaris worms which can cause blockage. The incidence of acute appendicitis is
higher in developed countries than developing countries. According to epidemiological data;
acute appendicitis is rare in infants, whereas increases during puberty, and reaches its peak
during adolescence and early 20s, and this figure decreases at the age of adulthood. Perceived
that acute appendicitis is one of the acute abdomen syndrome, surgical management should be
done immediately. The worst complication that will occur in cases of acute appendicitis is
peritonitis resulting from appendix perforation.
Key words : Acute appendicitis, acute abdomen, peritonitis, perforation

LATAR BELAKANG MASALAH


Apendisitis Akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan ini merupakan kasus
operasi intra abdominal tersering yang memerlukan tindakan bedah. Penyebab pasti dari
appendisitis belum diketahui pasti. Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 9
cm), menghasilkan lendir 1 2 ml/ hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan
selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat
mempermudah timbulnya apendisitis (radang pada apendiks).
Beberapa studi menyampaikan bahwa ada tendensi keturunan. Belakangan diketahui juga
disebabkan oleh kesamaan kebiasaan makan dan resistensi genetik dari flora bakteri. Kebiasaan
makan rendah serat, tinggi gula dan lemak juga merupakan predisposisi terjadi buang air besar
yang tidak banyak, waktu transit makanan di usus jauh lebih lama, dan peningkatan tekanan di
dalam lumen usus bisa menyebabkan terjadinya apendisitis.

SKENARIO
Seorang wanita berusia 35 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan nyeri hebat
pada perut kanan bawahnya sejak 6 jam yang lalu, ulu hatinya terasa sakit disertai
mual, akan tetapi keluhan tersebut tidak berkurang setelah pasien mengkonsumsi
obat maag. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum sakit sedang, tanda-tanda vital
dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik abdomen, terdapat nyeri tekan dan
nyeri lepas quadran kanan bawah.

ANAMNESIS 1
Anamnesis harus dilakukan dengan sebaiknya untuk mendapatkan segala informasi
tentang gejala- gejala dan keluhan utama yang menyebabkan sang pasien menemui dokter.
Anamnesis bisa dilakukan dengan menanya langsung kepada sang pasien apa yang dihadapinya
(autoanamnesis) atau bisa dokter tanyakan kepada ahli keluarga terdekat pasien (alloanamnesis).1

Pada anamnesis, pertama- pertama sekali ditanyakan tentang identitas, usia dan pekerjaan
pasien. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan keluhan utama yang membuatkan pasien
datang ke rumah sakit. Antara hal lain yang penting ditanyakan adalah:
-

Riwayat penyakit
Riwayat penggunaan obat- obat untuk penyakit yang dideritai atau penyakit lain
Riwayat penyakit yang dideritai oleh keluarga lain
Penyakit yang dideritai sekarang atau masa lampau

Untuk kasus ini, didapatkan dari anamnesis adalah:


-

Riwayat penyakit: keluhan demam dan nyeri yang dominan pada daerah perut sebelah

kanan bawah
Riwayat penggunaan obat- obat untuk penyakit yang dideritai atau penyakit lain: tidak

dinyatakan
Riwayat penyakit yang dideritai oleh keluarga lain: tidak dinyatakan
Penyakit yang dideritai sekarang atau masa lampau: sebelum dating kerumah sakit,
pasien berasa nyeri pada ulu hati
Setelah melakukan anmnesis yang terarah kepada diagnosis banding, dilakukan pula

pemeriksaan fisik abdomen yang mencakupi antaranya adalah auskultasi, palpasi dan perkusi.

PEMERIKSAAN FISIK1, 2
Pemeriksaan fisik umum yang dilakukan untuk pasien ini telah mendapatkan hasil yang seperti
berikut:
-

Pasiennya tampak sakit sedang.


Tekanan darah: 130/80mmHg
Nadi: 92x/menit
Frekuensi nafas: 22x/menit
Suhu tubuh: 38,3C 0
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan abdomen yang mencakupi inspeksi, auskultasi,

palpasi dan perkusi. Pada kebiasaannya auskultasi dilakukan yang terakhir tetapi dilakukan
setelah inspeksi adalah dengan tujuan supaya efek bunyi didalam abdomen tidak terdapat
perubahan atau terkena efeknya setelah dilakukan palpasi dan perkusi.
Inspeksi:

Pada pemeriksaan inspeksi ini, si dokter akan melihat keadaan abdomen sang pasien dan
melaporkannya. Pada pemeriksaan ini yang akan dilaporkan adalah:
-

Menyebutkan bentuk abdomen sang pasien, simetris ataupon tidak, datar, membuncit atau
cekung. Untuk kasus ini kemungkinan dengan pengamatan akan tampak adanya
pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang
(distensi) pada bagian kuandran kanan bawah.

Auskultasi:
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk mendengarkan bunyi bising usus dan
dilakukan secara sistematis mengikut kuadran abdomen dan setiap kuadran didengarkan selama
1menit (dari kuadran kanan atas, kanan bawah, kiri bawah dan kiri atas).
Palpasi:
Palpasi dilakukan menentukan apakah pasien menderita iritasi peritoneum apapun atau
tidak. Tanda iritasi peritoneum adalah nyeri tekan lokalisata, khas dalam kuadran kanan; rigiditas
atau defans muscular derajat apapun serta nyeri lepas. Secara umumnya dilakukan palpasi
superficial yang dimulai dari daerah yang tidak nyeri dan secara sistemastis. Kemudian
dilakukan pula palpasi dalam dan melaporkan sekiranya terdapat kelainan atau pon tidak.
Bila apendiks yang meradang terletak di dalam pelvis, maka nyeri tekan dapat dideteksi
dengan pemeriksaan rectum dan pelvis. Dengan apendisitis retrosekum atau retroileum, nyeri
bisa sukar dilokalisasi dan tidak ada nyeri tekan pada pemeriksaan abdomen, rectum atau pelvis.
Nyeri tekan hanya ditemukan dengan palpasi dan perkusi pinggang kanan atau angulus
kostovertebralis punggung.
Pada kasus ini, dilakukan palpasi khusus untuk membantu mengarah diagnosa pesakit pasien
menjadi diagnose kerja dan diagnose pasti. Antara yang dilakukan adalah:
1) Palpasi pada titik McBurney
- Pemeriksa akan melakukan palpasi pada titik McBurney dan sekiranya pasien berasa
sakit setelah ditekan pada 1/3 dari titik McBurney, ianya merupakan salah satu kunci
pasien mempunyai apendisitis.

Gambar 1: 1/3 dari garis Mc Burney


2) Melakukan pemeriksaan nyeri lepas (Blumberg Sign)
- Melakukan tekanan secara perlahan- lahan pada daerah abdomen (kuadran kanan bawahpada titik McBurney) dan kemudian dilepaskan dengan cepat. Sekiranya pasien berasa
sakit, Blumberg sign positif dan pasien tersebut juga menderita peritonitis dan tindakan
segera harus dilakukan.

Gambar 2: Blumberg Sign


3) Melakukan pemeriksaan kontra lateral (Rovsing Sign)
- Dilakukan penekanan pada kuandran kiri dan sekiranya pasien merasakan nyeri pada
kuandran kanan, Rovsing sign positif.
4) Melakukan pemeriksaan uji psoas
- Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau
fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang
meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri.

Gambar 3: Psoas Sign


5) Melakukan pemeriksaan uji obturator
- Dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan
pada apendisitis pelvika.

Gambar 4: Obturator Sign


6) Melakukan pemeriksaan colok dubur
- Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila
letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka
kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
Perkusi:
Dilakukan perkusi dengan cara yang sistematis sesuai kuadran.

PEMERIKSAAN PENUNJANG2
1) Pemeriksaan laboratorium

Bersifat nonspesifik dan tidak dapat digunakan untuk konfirmasi atau menyangkal
diagnosis. Antara pemeriksaan yang dilakukan:
I.
Pemeriksaan darah lengkap: Ditemukan jumlah leukosit yang meningkat antara

(lebih dari 10,000/ml). Penderita leukositosis.


II.
Pemeriksaan tes protein reaktif (CRP): Ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2) Pemeriksaan urin
- Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat
membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis. Pada
pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah
putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih
dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
3) Pemeriksaan radiologi
- Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi
ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks.
Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sekum.

DIAGNOSA BANDING3
DD
Batu ginjal

Gejala klinis

rasa nyeri : umumnya nyeri perut bagian bawah.Rasa nyeri yang timbul
ditentukan oleh lokasi dari batu saluran kemih. Batu saluran kemih yang
terdapat di ginjal menimbulkan 2 macam rasa nyeri: nyeri kolik dan
nyeri nonkolik. Nyeri kolik (hilang timbul) disebabkan oleh streching
(peregangan) sistem penampungan. Nyeri nonkolik, yang terasa sakit
terus-menerus, disebabkan oleh peregangan pembungkus ginjal.Batu
pada ureter atas atau tengah biasanya akan menyebabkan rasa nyeri
pinggang hebat yang menjalar ke perut bagian bawah.

Hematuria: Adanya darah yang keluar bersama urin (hematuria) dan

urin yang disertai dengan pasir atau batu (kristaluria) akan membantu
konfirmasi adanya batu saluran kemih.

Infeksi : Batu yang terdapat di saluran kemih ini menjadi tempat


bersarangnya kuman yang tidak dapat dijangkau dengan obat-obatan.

Kehamilan ektopik

Demam

nausea (rasa tidak enak, mual) dan vomiting (muntah)

sering berkemih

Kehamilan

ektopik

memiliki

tanda-tanda

seperti kehamilan pada

umumnya:

terlambat haid

mual dan muntah

mudah lelah

perabaan keras pada payudara.

Tanda-tanda yang harus diperhatikan pada kehamilan ektopik adalah :

Nyeri hebat pada perut bagian bawah, nyeri tersebut dapat terasa tajam
awalnya kemudian perlahan-lahan menyebar ke seluruh perut. Nyeri
bertambah hebat bila bergerak

Perdarahan vagina (bervariasi, dapat berupa bercak atau banyak seperti


menstruasi)

Kista ovari

Sering tanpa gejala.

Nyeri saat menstruasi

Nyeri di perut bagian bawah.

Nyeri pada saat berhubungan seksual.

Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.

Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil dan/atau buang air besar.

Siklus menstruasi tidak teratur; bisa juga jumlah darah yang keluar
banyak.

Obstruksi usus

Obstruksi Usus Halus


Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram
yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan
bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus,
tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi
sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan
mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat
terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastriuntestinal yang terjadi,
semakin jelas adaanya distensi abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak
diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan
kehilangan volume plasma.

Obstruksi Usus Besar


Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan
obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah
muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien

dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala


satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat
distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui
dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen
bawah.

DIAGNOSA KERJA4, 5, 6
Apendisitis akut
Anatomi apendiks:
Apendiks vermiformis adalah organ sempit berbentuk tabung yang terletak pada caecum,
pertemuan di 3 tinea yaitu tinea libera, colica, dan omentum. Panjangnya bervariasi dari 8- 10
cm. Permukaannya terletak pada iliaka fossa sebelah kanan pada 1/3 dari garis Mc Burney.

Gambar 5: Anatomi apendiks


Letak apendiks ini selalunya dalam posisi retrocaecal tetapi sering juga dideskripsikan
dalam pelbagai posisi kerna ujungnya yang mudah bergerak dan mungkin ditemukan pada
tempat- tempat berikut:
-

Preilieal

Postilieal

Promontoric

Pelvic

Subcecal

Paracolic/Prececal

Retrocaecal/Retrocolic (paling sering)

Gambar 6: Letak posisi apendiks


Apendiks vermiformis mendapat pendarahan dari arteri appendicularis cabang dari
a.illiocaecalis yang juga merupakan cabang dari a.mesenterika superior.

A.appendicularis

merupakan arteri tanpa kolateral, makanya, sekiranya berlaku obstruksi pada arteri ini, sehingga
apbila terjadi thrombus akan berakibat terbentuknya ganggren dan berakibat lanjut terjadinya
perforasi apendiks.4
Apendisitis akut5
Apendisitis akut merupakan peradangan yang terjadi pada jaringan apendiks. Apendisitis
akut termasuk dalam nyeri akut abdomen yang memerlukan terapi operasi segera.

Istilah

apendisitis ini pertama kali diperkenalkan oleh Reginal Fitz pada tahun 1886. Apendiks
merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir
itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum.
Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnya
apendisitis (radang pada apendiks). Sekiranya apendistis ini tidak dikesan dan dibuang dengan
lebih awal, ianya bisa bermanifestasi menjadi lebih buruk sehingga radang apendiks (usus buntu)
penderita bisa pecah dan menyebabkan infeksi dan lebih parah bisa menyebabkan kematian.

Gambar 6: Apendisitis
Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan
dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan
pembuluh darah.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah.
Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami
eksaserbasi
Morfologi apendisitis akut:6
-

Meliputi pembentukan sedikit eksudat neutrofil pada dinding apendiks, dengan kongesti

pembuluh darah subserosa dan emigrasi perivaskuler.


Tunika serosa terlihat suram, granuler dan berwarna merah.

Tanda Dan Gejala Apendisitis5

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan
menurun.
Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc
Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri
somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi
terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5
derajat celcius. Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut:
1) Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh
sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan
gerakan seperti berjalan, bernafas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena
adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2) Bila apendiks terletak di rongga pelvis

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala
dan

rangsangan

sigmoid

atau rektum, sehingga

peristalsis

meningkat,

pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).


Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan
akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui

setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak
khas:
1) Pada anak- anak
- Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa
menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah
dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis
diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui
setelah terjadi perforasi.
2) Pada orang tua usia lanjut
- Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru
dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3) Pada wanita
- Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa
dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang
panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan
trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan
gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan
lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan
di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan
Sistem skor Alvarado:
Kemungkinan

The Modified Alvarado Score


Gejala
Perpindahan nyeri dari ulu hati

dapat
dengan
skor
Sistem

Tanda
skor

meningkatkan
mendiagnosis

Pemeriksaan

Skor
1

diyakinkan

ke perut kanan bawah


Mual-Muntah
Anoreksia
Nyeri di perut kanan bawah
Nyeri lepas
Demam diatas 37,5 C
Leukositosis

1
1
2
1
1
2

Hitung jenis leukosit shift to

Lab
the left
Total
10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4

: sangat mungkin bukan apendisitis akut


5-7

: sangat mungkin apendisitis akut


8-10 : pasti apendisitis akut

apendisitis
menggunakan
Alvarado.
dibuat

untuk

cara
apendisitis.

Tabel 1. The Modified Alvarado score

EPIDEMIOLOGI7
Insidens apendisitis akut di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus
kegawatan abdomen. Apendisitis akut umumnya penyakit pada usia belasan dan awal 20-an
dengan penurunan setelah usia 30 tahun. Mengetahui distribusi penderita apendisitis akut
berdasarkan jenis kelamin, usia, manifestasi klinis, dan angka lekosit. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif non analisis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara internasional, apendisitis lebih banyak
dideritai oleh pria dibanding dengan wanita. Kebanyakan yang terkena apendisitis ini umumnya
pada usia belasan dan awal 20-an dengan penurunan setelah meningkat umur dewasa (30 tahun
dan keatas).
Kadar kematian yang dicatatkan adalah 0.2-0.8% kadar kematian ini bukanlah
disebabkan dari komplikasi atau semasa dalam operasi tetapi komplikasi dari apendisitis itu

sendiri. Sekiranya apendisitis ini tidak segera diubati maka keadaan akan memburuk dimana
apendisitis ini akan menyebar sehingga perforasi, gangrene dan seterusnya bisa menyebabkan
kematian. Kadar perforasi lebih tinggi pada pasien yang umurnya kurang dari 18 tahun dan pada
pasien manula yang berumur atas dari 50 tahun.

ETIOLOGI7
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan
limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan terjadinya sumbatan.
Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan
hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab
lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E.
histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat
menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya
tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis.

PATOGENESIS8
Nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi
meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus . Patologi apendisitis berawal di jaringan
mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada

apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan


pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin
bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun,
karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe,
sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus.
Apendisitis supuratif akut
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding
apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat,
sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Apendisitis ganggrenosa
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang
disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika
dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam
keadaan perforasi.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan
ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga
terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di
dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun,
jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi
tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

Alur 1: Patogenesis apendisitis (nyeri di bagian epigastrium)

Alur 2: Patogenesis apendisitis (nyeri di abdomen daerah kuandran kanan bawah)

PENATALAKSANAAN9
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam
waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan
antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi
diberikan drain diperut kanan bawah.
a. Tindakan pre operatif: meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk
menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan
b. Tindakan operatif: appendiktomi
Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara:

Gambar 7: Kanan adalah gambar dari operasi terbuka dan kiri dari laparoskopik
a) Cara terbuka

Satu sayatan akan dibuat ( sekitar 5 cm ) dibagian bawah kanan perut. Sayatan
akan lebih besar jika apendisitis sudah mengalami perforasi.

b) Cara laparoskopik.

sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah. Satu didekat pusar, yang lainnya
diseputar perut. Laparoskopi berbentuk seperti benang halus dengan kamera yang
akan dimasukkan melalui sayatan tersebut. Kamera akan merekam bagian dalam
perut kemudian ditampakkan pada monitor. Gambaran yang dihasilkan akan
membantu jalannya operasi dan peralatan yang diperlukan untuk operasi akan
dimasukkan melalui sayatan di tempat lain. Pengangkatan apendiks, pembuluh
darah, dan bagian dari apendiks yang mengarah ke usus besar akan diikat.

Gambar 8: operasi laparoskopi

Dengan

peningkatan

penggunaan

laparoskopi

dan

peningkatan

teknik

laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah


terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih
cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah.

c. Tindakan post operatif: Satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari
ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

PROGNOSIS9, 10
Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persiapan prabedah serta
stadium penyakit pada intervensi bedah. Apendisitis yang tidak ada komplikasi membawa
mortalitas kurang dari 0.1 persen, gambaran yang mencerminkan perawatan prabedah dan
pascabedah. Sekiranya apendisitis berkomplikasi, prognosisnya lebih buruk sehingga bisa
menyebabkan mortalitas meningkat terutama pada anak kecil dan manula. Makanya, pengesanan
dan tindakan segera amat dibutuhkan bagi mengelakkan dari berlakunya komplikasi dan
seterusnya kematian.

KOMPLIKASI10
Walaupon apendiks ini merupakan organ yang kadang tidak kita ketahui fungsinya, tetapi
jika kita sudah terkena peradangan pada organ ini (apedisitis akut) dan kita tidak segera buang
apendistis ini, ianya akan berlanjut kepada komplikasi- komplikasi yang lebih parah. Antaranya
adalah;
1) Perforasi
Keterlambatan untuk berjumpa dokter dan membuang apendisitis itu akhirnya
akan berlanjutan sehingga menjadi perforasi (menjadi lubang=bocor). Perforasi
biasanya disertai dengan nyeri yang sangat hebat dan penderita akan mengalami
demam panas lebih dari demam apendisitis. . Insiden perforasi adalah 105 sampai
32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum
terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Keadaan fisik perderita:
- Detak jantung yang cepat
- Berkeringat
- Perut yang lembek dan kencang untuk disentuh
- Mual
- Muntah
2) Peritonitis

Peritonitis merupakan peradangan yang terjadi pada selaput rongga perut


(peritoneum). Diklasifikasikan dalam 3 kelas yaitu primer, sekunder dan tertier.
Dan peritonitis yang disebabkan oleh apendisitis termasuk dalam peritonitis

sekunder.
Gejala yang terlihat:
- Penderita muntah
- Demam tinggi
- Merasakan nyeri tumpul di perut

KESIMPULAN
Apendisitis merupakan salah satu penyebab yang sering untuk nyeri abdomen. Walaupun
organ apendiks itu sering dikatakan tidak berfungsi tetapi sekiranya ianya sudah terkena
inflamasi menjadi apendisitis, ianya harus segera dioperasi bagi mengelakkan berlakunya
komplikasi. Makanya kita tidak boleh mengambil ringan jika mendapat nyeri abdomen dan
segeralah ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan dokter. Tanpa tindakan dini, apendisitis bisa
berkomplikasi manjadi parah dan bisa menyebabkan fatal.

SARAN
Seperti yang diketahui apendisitis tidak diketahui penyebabnya tetapi antara salah satu
faktor penyababnya adalah kebiasaan makanan dan diet seseorang. Makanya kebiasaan makan
harus diubah dengan membanyakkan makan makanan berserat dan minum banyak air agar tidak
terjadi peningkatan waktu transit makanan di usus halus sehingga kelamaan bisa menyebabkan
obstruksi dan seterusnya apendisitis. Diperlukan juga peningkatan penyuluhan kesehatan
secara umum khususnya tentang gejala-gejala khas yang berbeda untuk tiap penyakit
gastrointestinal dan peranan tenaga kesehatan baik di rumah sakit perlu ditingkatkan di
dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk tentang penyakit gastrointestinal pada
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1) Supartondo. Setiyohadi B. Anamnesis. In: Aru W.S, Bambang S, Idrus A, Marcellus


SK, Siti S, editors. Ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Interna publishing;
2009.p.25-8.
2) Anderson RE. Repeated clinical and laboratory examninations in pasients with
diagnostic of appendicitis. World of Surgeries. 2006. p.479-90
3) H. George Burkitt, Clive Reed R.G, Joanna Reed. Differential diangnoses of acute
appendicitis. Essential surgery: problems, diagnosis and management. 4th edition.
Churchchill Livingstone Elsevier publishing. 2007.p.393
4) John T. Hansen and David R. Lambert. Clinical correlation of appendicitis. In: Paul
Kelly, Jennifer Surich, editors. Netters clinical anatomy. Published by Icon learning
System LLC. 2005. P.399.
5) Donald C. MclLRATH. Kelainan bedah apendiks vermiformis. Sabiston DC.
Sabiston buku ajar bedah. Bagian 2. Jakarta: EGC; 2005.p. 1- 4
6) Robbins and Cotran. Morfologi apendisitis akut. Bab 17: Traktus gastrointestinal.
Inngris Tania, Husny Muttaqin, Frans Danny, editors. Edisi 7. Jakarta: EGC
2009.p.506.
7) Sandy Craig. Acute appendicitis. In: Barry E Brenner. Disease and condition,
gastroenterology. Medscape from WebMD.
8) Richard S. Snell. Jenis nyeri abdomen. Abdomen bahagian 2, cavitis abdominalis.
Huriawati Hartanto, Enny listiawati, Junko Sunyono, editors. Anatomi klinikal untuk
mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Penerbit buku kedokteran, Jakarta: ECG; 2007.p.298299.
9) Donald C. MclLRATH. Kelainan bedah apendiks vermiformis. Sabiston DC.
Sabiston buku ajar bedah. Bagian 2. Jakarta: EGC; 2005.p.5- 9
MedlinePlus. Acute appendicitis .National Institute of Health 2011

10)

Mei 02 (diunduh pada 23 Februari 2014). Available from: URL: HYPERLINK


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/spanish/Appendicitis.html.

You might also like