Professional Documents
Culture Documents
PEMERIKSAAN
Keratopathy punctata superfisial di kornea diberi skor dari 0 sampai 3. Hilangnya sebagian
atau seluruhnya dari kelenjar meibom diskor menggunakan nilai berikut (meiboscore) untuk
setiap kelopak mata, grade 0: tanpa kehilangan kelenjar meibom, grade 1: area hilangnya <1/3
dari total daerah kelenjar meibom, grade 2: area yang hilang antara 1/3 dan 2/3 dari total kelenjar
meibom, grade 3: kehilangan >2/3 dari total area.
Distorsi ditentukan dengan meibography ketika distorsi >45 di satu kelenjar meibom di
kelopak mata atas atau bawah. Distorsi Kelenjar meibom (MG) dinilai untuk untuk kelopak mata
atas antara 0-2; grade 0: tidak ada distorsi kelenjar meibom; grade 1: 1-4 kelenjar meibom
dengan distorsi; grade 2: lebih dari lima MGS dengan distorsi (Gbr. 1).
Produksi air mata dievaluasi dengan uji Schirmer tanpa menerapkan anestesi topikal.
Tingkat sekresi meibom (meibum) dievaluasi secara semikuantitatif sebagai berikut: grade 0,
tidak ada tekanan; grade 1, cloudy meibum dengan tekanan ringan; kelas 2, cloudy meibum
dengan tekanan sedang; dan grade 3, meibum yang tidak dapat dinyatakan bahkan dengan
tekanan keras.
Uji t tidak berpasangan dan Uji Mann-Whitney U digunakan untuk membandingkan variabel
antara kedua kelompok.
Analisis korelasi Spearman digunakan untuk menguji hubungan antara nilai distorsi MG
dengan parameter lainnya pada subjek yang mengenakan kontak lensa baik dengan dan tanpa
konjungtivitis alergi.
Kruskal- Wallis test atau analisis varians (ANOVA) digunakan untuk membandingkan
variabel antara tiga atau lebih kelompok.
Uji Tukey-Kramer digunakan sebagai tes post hoc setelah ANOVA. Tingkat probabilitas
<0,05 dianggap signifikan secara statistik.
HASIL
Perbandingan perubahan kelenjar meibom dan factor hubungan film air mata antara empat
kelompok
Tabel 1 menunjukkan hasil pemeriksaan dalam empat kelompok. Tidak ada perbedaan
yang signifikan dari skor meibum (p = 0,25, uji Kruskal-Wallis), meiboscores (p = 0.051, uji
Kruskal-Wallis), atau nilai Schirmer (p = 0.16, ANOVA) antara empat kelompok. Nilai BUT (p =
0.0002, ANOVA) dan superfisial punctate keratopaty (p < 0,0001, Kruskal-Wallis test) berbeda
secara signifikan di antara empat kelompok. BUT secara signifikan lebih pendek pada pemakai
CL tanpa CLAC daripada subjek normal (p = 0.0002, uji Tukey-Kramer). Nilai keratopati
punctate superfisial secara signifikan lebih rendah pada subjek normal daripada pada pasien
dengan AC (p = 0,0076) dan pada pemakai CL tanpa CLAC (p <0,0001).
Tabel 2 menunjukkan perbandingan nilai distorsi MG. Rata-rata nilai distorsi MG secara
signifikan lebih tinggi pada pemakai CL dengan CLAC dibandingkan pemakai CL tanpa CLAC
(p < 0,0001). Nilai rata-rata distorsi MG secara signifikan lebih tinggi pada yang tidak
menggunakan CL dengan AC daripada non-CL tanpa AC (p < 0,0001). Tidak ada perbedaan
yang signifikan antara nilai rata-rata distorsi MG pada subjek non-CL dengan AC dan yang
menggunakan CL dengan CLAC (p = 0.27).
Pada subjek yang menggunakan CL dengan clac, tidak ada perbedaan yang signifikan
antara nilai rata-rata distorsi MG dari 16 orang yang menggunakan rigid gas-permeable lens
(0.31 0.70) dan 48 subjek yang memakai hydrogel lens (0.63 0.84) (p = 0,15); juga tidak ada
perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai MG distorsi dari 28 subjek yang memakai rigid
gas-permeable lens (0.036 0.19) tanpa CLAC dengan 49 orang yang memakai hydrogel lens
(0.12 0.39) tanpa CLAC (p = 0.29).
Korelasi antara nilai distorsi kelenjar meibomian dan faktor-faktor lain pada yang menggunakan
CL
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis korelasi Spearman antara skor distorsi MG dan
parameter lainnya di pemakai lensa kontak dengan atau tanpa konjungtivitis alergi. The MG Rata
distorsi menunjukkan signifikan fi korelasi positif cantly dengan skor meibum di CL para
pemakai dengan clac dan dengan meiboscore di CL pemakai tanpa clac.
DISKUSI
Dalam penelitian ini, distorsi MG diobservasi secara signifikan lebih sering pada pasien
dengan CLAC dibandingkan yang mengunakan CL tanpa CLAC. Selain itu, distorsi MG lebih
sering pada pasien dengan AC dibandingkan subjek normal.
Tidak ada perbedaan frekuensi distorsi MG yang signifikan antara pasien AC dengan
kelompok CLAC atau antara pemakai CL tanpa CLAC dengan subjek normal. Mekanisme yang
mendasari hubungan antara AC dan distorsi MG tidak jelas, perubahan peradangan di jaringan
konjungtiva mungkin menyebabkan tekanan pada MG di tarsus, sehingga air mata menjadi tidak
stabil, dan menyebabkan obstruksi.
Ada perbedaan meiboscores antara empat kelompok (p = 0.051). Meiboscores yang
memakai CL baik dengan dan tanpa CLAC cenderung lebih tinggi dibandingkan yang tidak
menggunakan CL. \ Memakai CL tidak terkait dengan distorsi MG. Oleh karena itu, yang
memakai CL cenderung menurun jumlah kelenjar meibom.
Skor meibum secara signifikan lebih tinggi pada yang memakai CL dengan CLAC
dibandingkan pemakai CL tanpa CLAC. Skor meibum secara signifikan lebih tinggi pada pasien
AC dengan distorsi MG dibandingkan pada pasien AC tanpa distorsi MG. Distorsi terjadi dalam
tahap pertama dari perubahan morfologi kelenjar meybom. Distorsi MG dapat menurunkan
ekspresi meibum selama berkedip.
Skor superficial punctate keratopathy lebih rendah pada subjek normal dibandingkan
yang memakai CL tanpa CLAC dan AC, karena yang memakai CL dengan AC bisa menginduksi
superficial punctate keratopathy.
Keterbatasan penelitian
1. Tidak mengamati morfologi kelenjar meibom sebelum salah memakai CL atau AC.
2. Tidak memeriksa apakah mereka yang awalnya memiliki distorsi saluran cenderung
menderita AC.
3. Tidak meneliti korelasi antara distorsi MG dan baik kualitas atau kuantitas meibum,