You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain

sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus
bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh
sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul
infeksi saluran pencernaan.
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Untuk itu
tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan
tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan
penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara
terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang
utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang
demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien
dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif,
memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan
kebutuhan penanganannya.1,2,7

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi
yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap
cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius atau lebih suhu
rektal. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron
otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya
atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari
luar otak.
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
bersifat sementara. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari
kumpulan gejala dengan demam. Kejang demam sering juga disebut kejang
demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5
tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara
umur 6 bulan dan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam fokal, lebih
dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Pada kejang demam sederhana kejang
bersifat umum, singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam.1,2

B. Insiden Kejang Demam


Diperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah menderita
kejang demam. Anak laki-laki lebih sering daripada anak perempuan dengan
perbandingan

1,4 :1,0. Menurut ras muka kulit putih lebih banyak daripada

kulit berwarna. Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung pada umur,


tinggiserta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga memegang peranan.
C. Eiologi Kejang Demam
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam.
Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah,
infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada
suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dpat
menyebabkan kejang. Kovulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama
disbanding masa kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk
pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan
penyebab tersering pada bayi kecil.
D. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan
normal, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan elektrolit
seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran dari sel neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi


dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Perbedaan
potensial membran sel neuron disebabkan oleh :
1.
2.

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.


Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, aliran

listrik dari sekitarnya.


3.

Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.


Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%.
Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama
(>15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
5

metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab


hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian
hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi
epilepsi.7
E.

GAMBARAN KLINIS
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti,
anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat
diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering
terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih
dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan
frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali
sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali
sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Gejalanya berupa:

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara
tiba-tiba)

Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada
anak-anak yang mengalami kejang demam)

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya


berlangsung selama 10-20 detik)

Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)

Lidah atau pipinya tergigit

Gigi atau rahangnya terkatup rapat

Inkontinensia (mengompol)

Gangguan pernafasan

Apneu (henti nafas)

Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya: akan kembali sadar dalam waktu beberapa
menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih, terjadi amnesia (tidak ingat apa yang
telah terjadi), sakit kepala, mengantuk, linglung (sementara dan sifatnya ringan)

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854)
ada 4 faktor yang perlu dikerjakan :
1. Segera diberikan diezepam intravena dosis rata-rata 0,3mg/kg 10 kg = 10 mg
Bila kejang tidak berhenti tunggu 15 menit atau diazepam rektal dosis 10 kg
= 5mg/kg dapat diulangi dengan dosis/cara yang sama.
Kejang berhenti berikan dosis awal fenobarbital
neonatus =30 mg IM
1 bln-1 thn=50 mg IM
>1 thn=75 mg IM
Pengobatan rumat
4 jam kemudian
Hari I+II = fenobarbital 8-10 mg/kg dibagi dlm 2 dosis
Hari berikutnya = fenobarbital 4-5 mg/kg dibagi dlm 2 dosis

Bia diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal
selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2.

Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya

3.

Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh
dan bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali
kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB

4.

memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10
menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Penatalaksanaan yang lain yaitu:
a.

Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera

dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2


4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan
glukosa 10 % sebanyak 60 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca glukosa
hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan
bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara
intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per
oral setiap sebelum minum susu.
b.

Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam

bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 %
mg SO4 (IV) sebanyak 2 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala
hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
c.

Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik

seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan


utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang,
mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga
melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis
awal 20 mg, kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas
kejang pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat
mencegah kejang berikutnya. Disamping itu pemberian bersama-sama dengan

fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam


mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin
dalam darah.
F. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang
demam tergantung faktor :
1.

Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

2.

Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita


kejang

3.

Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya
terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam
2%-3% saja (Consensus Statement on Febrile Seizures 1981).

BAB III
PENUTUP
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rektal diatas 38 derajat celcius) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Infeksi virus saluran pernafasan atas, roseola dan otitis media akut
adalah penyebab kejang demam yang paling sering.
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kerjakan yaitu:
memberantas kejang secepat mungkin, Pengobatan penunjang, Memberikan
pengobatan rumat, Mencari dan mengobati penyebab.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik. Dari penelitian
yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50%, yang umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC.
2. Hassan Ruspeno, et all. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid
II. Ed.11. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
3. Sukandar.E.Y.(et all).2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
4. Frank J. Domino, MD. The 5-Minute Cinical Consult. Philadelphia: Department
of Family Medicine and Community Health; 2008.
5. Abdul Latief, et all. Pemeriksaan Neurologis. Diagnosis Fisis pada Anak. Ed.2.
2009. Jakarta: CV Sagung Seto
6. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta:
EGC; 2007.
7. Faizi M. kejang demam. www.pediatrik.com. 2009. diakses tanggal 24 Januari
2011.

11

You might also like