Professional Documents
Culture Documents
LANDASAN TEORI
A.
berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada
bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi
usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan
seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun.
Tabel.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia
b) Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir,
sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia
1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari
volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan
berat rata-rata 70 kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi:
i.
Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial,
sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam
volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah
sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa5.
ii.
Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah
(contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa
sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari
sel darah merah, sel darah putih dan platelet5.
iii.
Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular
dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan
transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak
dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler5.
Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+).
Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar
sodium dan potassium ini.
4
ii.
Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat (PO43-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan
cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma
mencerminkan
komposisi
dari
cairan
ekstraseluler
tetapi
tidak
Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan
paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar
natrium plasma: 135-145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur
lewat beberapa mekanisme:
Left atrial stretch reseptor
Central baroreseptor
Renal afferent baroreseptor
Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
Atrial natriuretic factor
Sistem renin angiotensin
Sekresi ADH
Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body
Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
setiap hari adalah 100mEq (6-15 gram NaCl). 4
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan
interstitial maupun ke dalam dan ke luar sel. Apabila tubuh banyak
mengeluarkan natrium (muntah, diare) sedangkan pemasukkan
terbatas, maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan
natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti
dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan
5
cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila
volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan
sirkulasi. 4
ii)
Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan
ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan
air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB
dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat
berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. 4
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90
mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.4
iii)
Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 8090% dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah
pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan
endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjarkelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan hipofisis. Sebagian
besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.4
Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan
untuk pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan
feses.4
Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh
sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar
bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang
akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.4
b.
Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.5
B.
ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah
untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.4,5,6
C.
oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya
cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. 2
Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 20002500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan
cairan rata-rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml
kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paruparu.2
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme
oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari,
cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari
makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi
dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang
dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6
ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan
bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1
derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang
banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paruparu (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal (100-200
ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di
traktus gastrointestinal), third-space loses.5
Tabel 2. Rata-rata Harian Asupan dan Kehilangan Cairan pada Orang Dewasa
D.
1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan
tubuh yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling
umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah,
dekompresi nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat
berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi
jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut,
kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada
susunan saraf pusat dan jantung.2
a) Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi
serum
dari
natrium
menjadi
isonatremik
(130-150
mEq/L),
di
kompartemen
intravaskular
berpindah
ke
kompartemen
10
untuk
dehidrasi
(rehidrasi)
dilakukan
dengan
ii.
iii.
Pemberian cairan :
6 jam I = D + M atau 8 jam I = D + M (menurut Guillot )
11
Operasi kecil
: 4-6 ml x BB
Operasi sedang
: 6-8 ml x BB
Operasi besar
: 8-10 ml x BB
P : Lamanya puasa dihitung dari jumlah jam puasa x Maintenance
Perhitungan cairan menggunakan rumus :
Jam I
: M+O+P
Jam II-III
: M+O+P
Jam IV
: M+O
2. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi
akibat iatrogenik (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang
menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena
glukosa yang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat
insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung
kongestif2,3.
Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan
cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
3. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi,
gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang,
koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH,
12
menghitung
Na
serum
yang
dibutuhkan
dapat
menggunakan rumus2,3:
Na= Na 1 Na 0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
b. Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala
berupa
perubahan
mental,
letargi,
kejang,
koma,
lemah.
13
Cairan Perioperatif
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang
umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif2,3,9.
Faktor-faktor preoperative3,9 :
a. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat
diperburuk oleh stres akibat operasi.
b. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker
intravena dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang
tidak normal karena efek diuresis osmotik.
c. Pemberian obat
14
ke
third
space
15
F.
Patofisiologi
Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-
fase
penyembuhan
Perubahan yang terjadi meliputi perubahan-perubahan hormonal seperti3,9:
a.
Kadar adrenalin dan non adrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca
bedah atau trauma. Sekresi hormon monoamin ini kebih meningkat lagi
bila pada penderita tampak tanda-tanda sepsi, syok, hipoksia dan
b.
e.
ketakutan.
Kadar glukagon dalam plasma juga meningkat
Sekresi hormon dari kelenjar pituitaria anterior juga mengalami
peningkatan yaitu growth hormone dan adrenocorticotropic hormone
(ACTH). Trauma atau stres akan merangsang hipotalamus sehingga
dikeluarkan corticotropin releasing factor yang merangsang kelenjar
glikolisis
dan
16
elektrolit
utama
Na+
=1-2
mmol/kgBB/haridan
K+
c.
17
18
kebutuhan
normal
cairan
adalah
untuk
19
20
21
a. Keadaan
b.
c.
d.
e.
f.
pembedahan
Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi
Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.
Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit.
g. Usia penderita
Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah3,9,11:
-
1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar
hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
22
hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis. Terapi cairan ini
berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
b.
Penderita
dengan
hiperventilasi
atau
pernapasan
melalui
23
yang dilakukan oleh Heugman, yaitu pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat
mengakibatkan timbulnya edema paru berat. 3,4,5
Larutan ringer laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang
hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme dihati menjadi bikarbonat. Cairan
kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah nacl 0,9%, tetapi bila diberikan
berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic
acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida
karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitial.
Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema
otak dan meningkatnya tekanan intra cranial. 3,4,5
24
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar). 3,4,5
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali terdapat dalam
fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian
infus dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler. 3,4,5
25
26
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, ratarata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin
dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum
amilase (walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (PentaStarch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya
sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan
tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan pada penderita gawat. Kerugian dari plasma expander yaitu
mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat
menyebabkan gangguan pada cross match. 3,4,5
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul
rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,
yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Merupakan
Kristalloid
Inexpensive
Koloid
More sustained intravascullar increase
27
(intravascular volume)
pressure.
resuscitation of
trauma/hemorrhage.
effect
Expands intravascular
volume
remains intravascullar)
intravascularly)
Disadvantages
Expensive
pressure
and helastarch)
Higher incidence of
pulmonary
edema
bool (dextrans)
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
: Tn. M
: 28 Tahun
: Laki-laki
28
BB
Agama
Alamat
: 65 kg
: Islam
: Ds. Bale
B. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama
2. Riwayat penyakit sekarang
masuk dengan keluhan bengkak pada buah zakar kiri yang dialami
sejak beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Bengkak terasa nyeri
pada saat beraktifitas, berkurang ketika pasien beristirahat. Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut dan tidak bisa buang angin semenjak
merasakan keluhan bengkak pada buah zakarnya selain itu pasien juga
mengalami mual dan muntah 3 kali, sejak kurang lebih 3 jam sebelum
masuk RS. BAB kurang lancar, BAK jarang. Selain hal tersebut, tidak
ada gangguan lain yang menyangkut keluhan pasien.
3. Riwayat penyakit dahulu
:
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit hati disangkal
- Riwayat penyakit asma disangkal
- Riwayat alergi obat disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital Sign
- TD
- Nadi
- RR
- Suhu
2. Pemeriksaan Kepala
- Mata
: Sedang
: Composmentis, GCS: E4V5M6
: 110/80 mmHg
: 60 x/menit
: 25 x/menit
: 36,8 C
: Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
refleks
-
Telinga
Hidung
(-),
Mulut
29
3. Pemeriksaan leher
trakea,
pembesaran kelenjar
getah bening (-)
Tiroid
4. Pemeriksaan Dada
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi
:
Bentuk
:
simetris
Retraksi
:
Tidak ada
Palpasi
:
Vokal Fremitus kanan=kiri
Perkusi
:
Sonor kiri : kanan
Auskultasi
:
Suara Napas Dasar
: vesikuler +/+
Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi
:
Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
:
Ictus cordis teraba pada SIC
V linea
Perkusi
Auskultasi
Suara dasar
Bising
:
:
:
:
5.
midclavicula sinistra
Batas jantung normal
S1 dan S2 murni, regular
tidak ada
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk Datar
Auskultasi : bising usus (+) kesan menurun
Perkusi
: Bunyi
: timpani
Asites
: (-)
Palpasi
: Nyeri tekan
: nyeri tekan epigastrium (+)
Hati
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Ginjal
: tidak teraba
6. Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada, turgor melambat.
7. Genitalia : Tampak massa pada panggul yang mengarah ke skrotum
30
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
Waktu
perdarahan/CT
Waktu
perdarahan/BT
KIMIA DARAH
Kreatinin
Ureum
Hasil
Rujukan
Satuan
15,9
11.500
5.0
46
193.000
L: 14-18, P: 12-16
4.000-12.000
L: 4.5-6.5 P: 3.9-5.6
L: 40-46 P: 35-47
150.000-450.000
g/dl
/mm3
Juta/ul
%
/mm3
5-11(Duke)
m.det
1-3 (ivy)
m.det
Hasil
Rujukan
Satuan
1,4
39
L: 0.9-1.3, P: 0.6-1.1
4.000-12.000
mg/dl
mg/dl
susp. strangulata
b) Diagnosis post-bedah
susp. strangulata
c) Jenis pembedahan
Persiapan anestesi
: Laparotomy
: informed consent
Puasa 8 jam sebelum operasi
Jenis anestesi
: Regional Anestesi
Premedikasi anestesi
: Ondansentron 4 mg
Sedacum 3 mg
Medikasi
: Decain 10.5 mg
Ketorolac 30 mg
Pemeliharaan anestesi
: O2 2 L/menit
Teknik anestesi
: Spinal, SAB L3-L4
Pasien dalam posisi tidur, memiringkan badan ke arah kiri,
31
Respirasi
: Spontan
Status Fisik
: ASA I
Induksi mulai
: 09.55 WITA
Operasi mulai
: 10.10
Lama operasi
: 1 jam 20 menit
Pasien puasa
: 8 jam
Nadi (kali/menit)
(WITA)
09.55
10.00
10.05
10.10
10.15
10.20
10.25
10.30
10.35
108/70
100/65
110/72
100/65
100/72
100/73
100/76
110/60
108/68
58
56
60
50
50
58
62
65
62
32
10.40
10.45
10.50
10.55
11.00
11.05
11.10
11.15
11.20
11.25
11.30
107/65
105/68
116/73
110/70
110/68
110/70
108/63
108/65
105/70
100/69
100/68
60
59
66
58
59
60
58
57
59
55
59
33
PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op yang meliputi
anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang untuk menentukan status fisik ASA
dan risiko operasi. Pada pasien ini termasuk ASA I. Pasien tidak mengalami
gangguan organik, fisiologik, biokemik, maupun psikiatri.
Jenis anestesi yang dipilih adalah regional anestesi cara spinal. Anestesi
spinal dengan blok saraf setinggi L3-L4. Bagian yang akan dioperasi pada pasien
adalah perut bagian bawah, hal tersebut merupakan salah satu indikasi
penggunaan anestesi jenis regional spinal.
Ondansentron 4 mg/2 ml diberikan sebagai premedikasi. Ondansentron
merupakan suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan
sebagai pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah/POVN.
Analgetika yang diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri tanpa mempengaruhi susunan saraf pusat atau menurunkan kesadaran tidak
menimbulkan ketagihan. Obat yang digunakan pada pasien ini adalah ketorolac 30
mg, merupakan anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja pada jalur oksigenasi
menghambat biosintesis prostaglandin dengan analgetik yang kuat secara perifer
atau sentral juga memiliki efek antiinflamasi dan piretik. Ketorolac dapat
mengatasi rasa nyeri ringan sampai berat. Mula kerja efek analgesia ketorolac
mungkin sedikit lebih lambat, namun lama kerjanya lebih oanjang dibanding
opioid. Efek analgesianya akan mulai terasa dalam pemberian IV/IM, lama
analgesik adalah 4-6 jam.
Selama anestesi berlangsung, pasien diberikan sedacum (midazolam) 3 mg
IV. Midazolam adalah obat dengan efek anxiolitik yang merupakan turunan dari
bemzodiazepin. Pemberian obat ini bertujuan untuk mengurangi kecemasan yang
dirasakan pasien menjelang operasi dan memberikan efek amnesia enterograde
sehingga pasien tidak trauma dengan tindakan operasi. Midazolam bekerja
mendepresi sistem saraf pusat termasuk formatio retikularis dan limbik, serta juga
meningkatkan GABA.
34
2.
Jam II-III
Jam IV
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerjemah:
Rachman L.Y. et al. Edisi 11. EGC. Jakarta.
2. Pandey CK, Singh RB. 2003. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.
47(5):380-387.
36
Veterinary
Health.
2006.
[http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm
Dehydration.
eMed
J.
37