Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
JARAYANIH
111.040.144
Pembimbing II
Halaman Persembahan
1. ALLAH SWT yang telah memberikan kekuatan dan melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya.
2. Junjunganku Rasulullah Muhammad SAW yang menjadi inspirasi bagi
umatnya menuju kebenaran.
3. Papa dan mama tersayang yang telah memberikan dukungan, semangat,
materi dan doa.
4. Seluruh keluarga besar Patama Suanta Gumay yang tercinta.
5. Ir. H. Sugeng Raharjo, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Geologi.
6. Ir. Emanuel Baskoro, MT dan Ir. Bambang Triwibowo, MT selaku
pembimbing Skripsi yang memberikan arahan dan bimbingan.
7. Ir. H. Purwanto, MT dan Herry Riswandi, ST.MT selaku pembahas Skripsi
yang memberikan masukan dan motivasi.
8. Rekan - rekan geologi yang telah membantu : Fahmi, Ridho, Bennaser,
William, Zumhan, Stefano, Sindy, Handayani, Widyaningsih, Kartika, Intar
dan Rezza Kurniawan.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan ini baik secara
langsung maupun tidak langsung.
SARI
Secara administrasi lokasi penelitian terletak di daerah Srihardono
Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebelah utara daerah penelitian berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan di sebelah
timur berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul. Daerah penelitian termasuk
dalam Peta Rupa Bumi Digital BAKOSURTANAL. Secara Koordinat UTM
(Universal Transverse Mercator), daerah penelitian terletak pada 427000mE
432000mE (West-East) dan 9118000mN9124000mN (South-North).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi geologi
terhadap penyebaran potensi likuifaksi.
Daerah penelitian dibagi menjadi empat bentuk asal, yaitu struktural,
denudasional, karst dan fluvial. Bentuk asal struktural terdiri dari satuan bentuk lahan
perbukitan homoklin, bentuk asal denudasional terdiri dari satuan bentuk lahan bukit
sisa, bentuk asal karst terdiri dari satuan bentuk lahan perbukitan karst, dan bentuk
asal fluvial terdiri dari tiga satuan bentuk lahan, yaitu dataran aluvial, tubuh sungai
dan gosong sungai. Pola aliran di daerah telitian berdasarkan interpretasi dari peta
topografi termasuk ke dalam pola aliran subdendritik.
Stratigrafi daerah penelitian dimulai dari tua ke muda tersusun atas satuan
breksi Nglanggran, satuan batugamping Wonosari dan satuan endapan Fluvio
Vulkanik Merapi.
Endapan Kuarter menyusun sekitar 60% dari seluruh daerah penelitian.
Endapan ini sifat fisiknya masih urai atau berupa material lepas. Endapan Kuarter
tersebut termasuk ke dalam lingkungan pengendapan fluviatil. Posisi permukaan
airtanah tergolong dangkal, sehingga endapan kuarter tersebut jenuh air. Kegempaan
dapat bersumber dari aktivitas sesar Opak yang terletak tepat di tengah daerah
penelitian yang berarah barat dayatimur laut.
Dari hasil analisa Grain Size dan Granulometri pada sampel endapan tanah,
didapatkan kisaran gradasi butir seragam hingga gradasi buruk, kisaran sortasi
sedang hingga sortasi buruk, kisaran skewness (tingkat kecondongan penyebaran
besar butir) halus sampai kasar, kisaran kurtosis (derajat kemancungan kurva)
platikurtik hingga leptikurtik dengan jenis endapan berupa pasir halus sampai pasir
sedang.
Daerah penelitian dibagi menjadi tiga wilayah potensi likuifaksi, yaitu
wilayah potensi likuifaksi rendah, sedang dan tinggi. Pembagian wilayah potensi
likuifaksi ini didasarkan pada litologi (besar butir, pemilahan butir dan
permeabilitas), lingkungan pengendapan dan posisi kedalaman muka airtanah.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbillalamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan petunjuk dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga masih
diberi kesempatan, kecerahan berfikir dan daya juang untuk menyelesaikan laporan
Skripsi ini.
Skripsi dengan judul Geologi dan Studi Potensi Likuifaksi Daerah
Srihardono dan Sekitarnya Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta disusun sebagai syarat dalam meraih gelar Sarjana
Teknik pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Penulis telah berusaha menyusun laporan Skripsi ini dengan sebaik-baiknya,
namun penulis menyadari laporan Skripsi ini tidak luput dari kekhilafan dan apa
yang tertulis di dalamnya masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat
membangun dari para pembaca agar tercapainya kesempurnaan dalam penulisan
ilmiah berikutnya. Semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca.
Jarayanih
DAFTAR ISI
ii
BAB I.
PENDAHULUAN ..
I.1.
I.2.
I.3.
I.4.
I.5.
I.6.
BAB II.
II.1.
II.2.
II.2.1.
II.2.2.
II.2.3.
II.2.4.
BAB III.
KAJIAN PUSTAKA . 19
Likuifaksi ............................................................................... 23
III.1.4.1. Pengertian.............................................................. 24
III.1.4.2. Faktor-faktor penyebab Likuifaksi........................ 24
III.1.4.3. Dampak Dari Terjadinya Likuifaksi...................... 24
III.1.4.4. Langkah-langkah untuk mengurangi likuifaksi..... 26
BAB IV.
BAB V.
PEMBAHASAN ................................................................................. 45
V.1.
Litologi .................................................................................. 45
V.1.2.
Hidrogeologi .......................................................................... 47
V.1.2.1. Muka Air Tanah .................................................... 47
V.1.3.
V.2.
V.3.
Kegempaan ............................................................................ 50
V.2.2.
V.3.2.
V.3.3.
DAFTAR FOTO
Foto 1.1.
Foto 4.1.
33
Foto 4.2.
34
Foto 4.3.
35
Foto 4.4.
35
Foto 4.5.
36
Foto 4.6.
36
Foto 4.7.
38
Foto 4.8.
39
Foto 4.9.
40
Foto 4.10.
Foto 4.11.
41
42
Foto 4.12.
Kenampakan kekar 43
Foto 5.1.
51
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.
Gambar 1.2.
Gambar 2.1.
15
Gambar 2.2.
18
Gambar 3.1.
Jenis-jenis Sungai. 22
Gambar 3.2.
Gambar 3.3
Gambar 4.1.
28
Gambar 4.2.
29
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
Gambar 4.5.
Gambar 4.6.
Gambar 4.7.
Gambar 5.1.
48
Gambar 5.2.
50
Gambar 5.3.
51
Gambar 5.4.
52
Gambar 5.5.
54
37
43
1961)
Gambar 5.6.
Gambar 5.7.
Gambar 5.8.
Histogram Sampel 1
55
Gambar 5.9.
Histogram Sampel 2
56
57
58
59
60
61
Gambar 5.15. Diagram distribusi besar butir yang diplot ke dalam diagram
Tsucida (1971) . 66
Gambar 5.16. Peta potensi likuifaksi daerah Srihardono dan sekitarnya ... 68
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.
Tabel 5.1.
Tabel 5.2.
Tabel 5.3.
55
Tabel 5.4.
56
Tabel 5.5.
57
Tabel 5.6.
58
Tabel 5.7.
59
Tabel 5.8.
60
Tabel 5.9.
61
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 1.1. Peta lokasi kejadian likuifaksi di daerah Jogjakarta Klaten pada saat gempa
Yogyakarta (Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI)
Sebagai contoh, saat gempa bumi yang memicu terjadinya likuifaksi dan
menimbulkan korban jiwa, seperti Niigata (Jepang) 1964, Alaska (USA) 1964, Flores
1992, Maumere 1 Desember 1992, Kobe 1995, Biak 1996, Taiwan 1999, Bengkulu
2000, India 2001, Turki 2002, Aceh dan Nias 26 Desember 2004, Yogyakarta 27 Mei
2006. Mengingat dampak dari fenomena ini, maka perlu dilakukan penelitian yang
lebih terperinci menyangkut potensi likuifaksi di wilayah ini.
Foto 1.1. Akses jalan menuju Lokasi Penelitian, yang berada di desa Seloharjo
ini
diharapkan
dapat
menjadi
bahan
rekomendasi
atau
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
Kelengkapan administrasi
(Global
b. Pengambilan sampel :
Pengambilan sampel tanah antara lain untuk keperluan analisis grain size dan
analisis granulometri.
d. Pemetaan permukaan :
Pengamatan Petrografi
Analisa
sayatan
tipis
batuan
dengan
mikroskop
polarisator
untuk
mendapatkan data berupa komposisi dan ciri fisik batuan secara mikroskopis,
sehingga dapat diperoleh penamaannya sesuai dengan klasifikasi Fischer, 1954. Data
sampel batuan dilakukan analisa laboratorium seperti analisa petrografi menurut
Williams, 1954 untuk jenis batuan volkanik analisa petrografi ini dilakukan guna
mengetahui nama batuan secara mikroskopis. Tujuan dari hasil analisis sayatan tipis
ini adalah untuk dasar pembuatan satuan batuan peta geologi.
Pengamatan Paleontologi
Pengamatan ini bertujuan untuk menentukan umur relatif batuan dan
menentukan lingkungan pengendapan dari formasi yang ada pada daerah telitian dari
kehadiran fosil Foraminifera Plankton dan Foraminifera Bentos berdasarkan kisaran
umur relatif menurut W.H. Blow, 1969 dan kisaran zona bathymetri menurut
Phleger, 1951. Jika fosil tidak ditemukan, penentuan umur relatif mengikuti peneliti
terdahulu.
Prosedur pelaksanaan :
1. Benda uji dikeringkan dalam oven/heater.
2. Saringan benda uji lewat ukuran saringan dengan ukuran saringan paling
besar ditempatkan paling atas. Saringan diguncang dengan mesin
pengguncang selama 15 menit.
3. Benda uji yang tertahan pada masing-masing saringan ditimbang.
Perhitungan :
Analisis Granulometri
Maksud dari analisis granulometri adalah memisahkan fraksi butiran pasir
Sampel splitting
Untuk mendapatkan contoh pasir yang representatif dapat mewakili seluruh
fraksi butiran untuk dianalisis maka dilakukan sampel splitting, yaitu: sampel yang
diperoleh dari lapangan dituangkan secara hati-hati ke dalam sampel splitter secara
uniform. Splitting ini dilakukan terus-menerus sampai berat contoh untuk analisis
sekitar 50 gr atau 100 gr (dalam percobaan ini digunakan 100 gr). Cara
menggunakan splitting dengan metode quatering, yaitu cara splitting dengan
menggunakan karton/kayu yang disilangkan saling tegak lurus dengan corong.
Contoh pasir dituangkan dengan hati-hati dan uniform melalui corong yang
diletakkan di atas persilangan karton, maka contoh pasir tadi akan terbagi menjadi
empat bagian sesuai dengan kwadran dari persilangan karton tersebut sama banyak.
Contoh pasir dari kw I dicampur dengan kw III atau kw II dicampur dengan kw IV.
Salah satu percampuran ini digunakan sebagai analisis.
Pengayakan
Sebelum pengayakan dilakukan, semua jaringan yang akan digunakan harus
dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran atau butir-butir yang menempel dalam
kawat saringan. Cara membersihkannya dengan menyikat memakai kuas atau
menelungkupkan saringan tersebut kemudian diketuk berkali-kali secara merata.
Saringan ditumpuk secara berurut mulai dari bawah yang terkecil skala meshnya
dengan bottom pan sebagai alasnya, kemudian ayakan yang telah disusun tersebut
dipasang pada mesin pengaya, contoh dituangkan pada ayakan yang teratas lalu
ditutup. Mesin pengayak kemudian dijalankan.
Pengambilan fraksi butir dilakukan mulai dari saringan terkasar sampai yang
tertampung pada bottom pan. Pengambilan fraksi dilakukan dengan menuangkan
butir-butir yang tertampung disaringan dengan menelungkupkan saringan itu di atas
lembaran kertas putih, kemudian mengetuknya secara seragam dan menyikat
saringan dengan kuas. Selanjutnya fraksi butir yang diperoleh ditimbang dan
disimpan dalam tabung gelas/ kantong plastik.
kumulatif,
yaitu
frekuensi
yang
diperoleh
dengan
cara
STUDI PUSTAKA
PROPOSAL
OBSERVASI LAPANGAN
PERSIAPAN ALAT
PENGUMPULAN DATA
DAdaDATADATA
1.
2.
3.
4.
DATA PRIMER
Data Geologi
Data Muka Airtanah
Sampel Batuan
Sampel Tanah
1.
2.
3.
DATA SEKUNDER
Peta Geologi Regional
Peta Topografi 1 : 25.000
Peta Posisi Sumber
Gempa Bumi
ANALISA DATA
PENGAMATAN LABORATORIUM
1. Petrografi
2. Paleontologi
PENGUJIAN LABORATORIUM
1. Analisis Grain Size
2. Analisis Granulometri
PEMBUATAN PETA
1.
2.
Peta Geologi
Peta Potensi Likuifaksi
PEMBAHASAN
1.
2.
KESIMPULAN
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
III.1.2. Tanah
Pada mulanya bumi berupa bola magma cair yang sangat panas. Karena
pendinginan, permukaannya membeku, maka terjadi batuan beku oleh proses fisika
(panas/dingin), membeku/mencairnya), batu hancur menjadi butir-butir tanah
(sifatnya tetap seperti batu aslinya : kerikil, pasir, lanau). Oleh proses kimia (migrasi,
hidrasi, oksidasi) batu lapuk, sehingga terjadi tanah dengan sifat berubah dari batuan
aslinya.
Oleh proses alam, proses perubahan dapat bermacam-macam dan berulang.
Batu menjadi tanah karena pelapukan dan penghancuran. Tanah dapat menjadi batu
lagi karena pemadatan, sedimentasi, mencair kembali. Batu bisa menjadi batuan jenis
lain karena panas, tekanan, dan larutan.
III.1.3. Hidrogeologi
Hidrogeologi adalah suatu studi tentang air yang mempelajari distribusi
maupun pergerakan airtanah pada suatu media batuan. Dengan kata lain hidrogeologi
adalah studi tentang interaksi antara material - material geologi beserta proses
prosesnya dengan air khususnya airtanah (Fetter, 1994).
III.1.4. Likuifaksi
Keberadaan gunung api selama erupsi telah menebarkan letusannya pada
tubuh hingga disekitar kaki lereng, bilamana terjadi hujan maka diikuti proses
pengangkutan, material tersebut kemudian meluncur, menyebar dan mengendap ke
daerah yang lebih rendah sebagai lahar dan fluvio-vulkanik. Wilayah Yogyakarta
tersusun oleh sebaran fluvio-vulkanik dan endapan alluvial sungai. Material vulkanik
merapi yang tersebar di wilayah ini pada umumnya masih relatif muda dan bersifat
mudah lepas butirannya, maka dari itu mudah untuk bergerak terlebih di saat jenuh
air kemudian terpicu goncangan gempa sehingga terjadi likuifaksi.
III.1.4.1. Pengertian
Suatu proses hilangnya kekuatan geser tanah akibat kenaikan tegangan air
pori tanah yang timbul akibat beban siklis (cyclic mobility).
Hal ini dapat terjadi pada suatu deposit tanah yang tidak kohesif
(cohesionless) dan jenuh air (saturated) menerima beban siklik dengan
kondisi pembebanan undrained.
Gambar.3.2. Bangunan yang ambles karena hilangnya daya dukung tanah akibat
likuifaksi
Gambar.3.3. Tangki yang muncul ke permukaan tanah karena tekanan ke atas akibat
likuifaksi
Selain hal di atas, beberapa fenomena likuifaksi yang pernah ditemui di
Indonesia di kawasan pascagempa, diantaranya berupa semburan pasir yang
menyumbat sumur artesis/gali seperti di Bantul, dan perpindahan lateral pada
permukaan datar yang berupa retakan seperti di Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta.
Ada pula longsoran lereng tanah, kegagalan pondasi jembatan (loss of bearing
capacity), dan bangunan ambles (ground settlement).
Drainase
Pada lahan yang tidak memiliki saluran drainase yang memadai, air akan
terus tergenang atau minimal sekali terus berada dalam pori-pori tanah. Air yang
berada dalam pori-pori tanah ini sangat berbahaya dalam meningkatkan potensi
likuifaksi pada tanah ketika terjadinya gempa.
Oleh karena itu pada lahan yang akan dibangun sangat penting diberikan
saluran drainase yang memadai untuk mengalirkan air agar tidak tergenang atau terus
berada dalam pori tanah.
Mengurangi beban bangunan
Mengurangi beban bangunan dapat dilakukan dengan cara mengganti bahan
bangunan yang berat menjadi bahan yang ringan. Saat ini sudah banyak diproduksi
bahan bangunan ringan. Bata ringan, baja ringan, sampai dengan genteng ringan
sangat baik digunakan untuk pencegahan likuifaksi.
BAB IV
TATANAN GEOLOGI
Gambar 4.1. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi
dari Van Bemmelen, 1949)
IV.1.2. Stratigrafi Regional
Stratigrafi Pegunungan Selatan Jawa Tengah pada awalnya diteliti oleh Bothe
(1929,1934), kemudian dikembangkan oleh Sunu Sumosusastro (1956), Baumann.P.
(1974), Sumarsono dan Tutty Ismoyowati (1976) yang secara umum mereka meneliti
stratigrafi dan paleontologi daerah pegunungan Jiwo dan Pegunungan Selatan. Tahun
1977, Wartono Rahardjo dkk, memetakan daerah Klaten dan Jogjakarta termasuk
Pegunungan Selatan dan membagi daerah tersebut berdasarkan Sandi Stratigrafi
Indonesia dengan menggantikan istilah beds menjadi formasi. Pada tahun 1983
dikembangkan studi lebih detil mengenai lingkungan pengendapan sikuen sedimen
Pegunungan Selatan. Penanggalan radiometri batuan bekunya dilakukan oleh R.
Soeria Atmadja dkk. (1991, 1994) dalam kaitan menyusun jejak busur magmatik di
Jawa. Tahun 1992, Suyoto melakukan pendekatan sikuen stratigrafi dalam mengupas
fasies batugamping Pegunungan Selatan Jawa Tengah. Tahun 1994. Budianto Toha
dkk melakukan hal yang sama untuk stratigrafi Pegunungan Selatan secara
keseluruhan.
Formasi Wungkal-Gamping
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di
Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini di
bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa
batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa
batugamping.
2.
Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di
lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian
bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan
aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan
sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesitbasal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit.
3.
Formasi Semilir
Satuan batuan ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Butak, tersingkap
baik di Gunung Semilir dekat Peg. Baturagung dan Desa Semilir di utara Gunung
Blencong. Terdiri dari batuapsir tuffan, tuffa lapili, batupasir, tufa, breksi polimik,
batulempung, batulanau dan serpih. Perlapisan beulang-ulang dan perselang-selingan
sangat khas pada formasi ini. Formasi ini diendapkan dengan mekanisme arus
turbidit di lingkungan laut dalam. Berumur Miosen Awal. Di dalam Formasi Semilir
terdapat lenda-lensa breksi andesit dari Formasi Nglanggran. Dari data stratigrafi
hubungan keduanya beda fasies bersilang jari, terutama pada bagian atas Formasi
Semilir dan bagian bawah Formasi Nglanggran.
4.
Formasi Nglanggran
Tersingkap baik di dusun Nglanggran dan Gunung Blencong. Terdiri dari
breksi volkanik dan batupasir tufaan (kasar sedang). Didalam breksi tersebut sering
dijumpai fragmen-fragmen batugamping, tetapi yang paling dominan adalah fragmen
andesit. Terdapat pula sisipan berupa lava andesit dan tuf. Formasi ini diendapkan
dengan sistem sedimen gravity flow di lingkungan laut dalam. Formasi ini berumur
Miosen Awal Miosen Tengah bagian bawah.
5.
Formasi Sambipitu
Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya
Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian
bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai
oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping
berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit
yang mengandung fragmen andesit membulat.
7.
Formasi Wonosari
Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung
yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit
untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi ini
tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam
Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini
diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah menjemari
dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek.
Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping klastik
(berlapis) dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah napal.
Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.
8.
Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di
sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah barat
Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan
batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
9.
yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas
sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992) membagi
endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan Aluvium (Qa).
Sumber bahan rombakan berasal dari batuan Pra-Tersier Perbukitan Jiwo, batuan
Tersier Pegunungan Selatan dan batuan G. Merapi.
K2
F1
F2
F13
Foto 4.7. Singkapan breksi Nglanggran pada LP. 16 di desa Selopamioro dengan azimuth
foto profil N004E dan foto singkapan N045E
Plagioklas : (55%), warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran karlsbadAlbit sebagai fenokris (25%) berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedralanhedral, An 43 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%) berukuran 0,050,1mm, An43 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa
bagian memperlihatkan penjajaran mineral.
Mineral opak : (5%), hitam, isotrop relief tinggi, ukuran pada fenokris 0,050,1mm. hadir sebagai inklusi pada piroksen.
Hasil analisa sayatan tipis berupa batugamping klastik, warna krem, grain
supported, komposisi didominasi oleh butiran fosil dengan sedikit detritus mineral
opak, butiran berukuran 0,1 0,5mm. Dengan komponen penyusun, yaitu:
N13) dan Globigerina venezuelana (N3-N19), menurut J.A Postuma maka kisaran
umur N9-N13. Menurut W. Mohler/Chusman didapatkan fosil Nummulites italic
(Tab d) Eosen Atas Oligosen Atas dan Lepidocyclina italic (Td f) Oligosen
Atas Miosen Tengah.
Foto 4.11. Singkapan endapan Fluvio Vulkanik Merapi pada LP. 44 dengan
azimuth N190E di desa Srihardono
Kekar
N 265 E /84
N 227 E/82
N 270 E /82
N 220 E/72
N 202 E /74
N 268 E/80
N 150 E /75
N 261 E/82
Dalam penentuan arah tegasan dari arah umum bidang kekar yang
dijumpai, digunakan metoda statistik. Pengeplotan data kedudukan dilakukan ke
dalam diagram roset (gambar 4.7). Dari hasil analisa kekar menggunakan
diagram roset, diketahui arah umum dari kekar-kekar tersebut adalah 265 E.
Arah umum ini didapatkan dengan cara menarik garis tengah dari arah kekar
dengan frekuensi maksimum. Tegasan utama atau 1 yang membentuk kekarkekar tersebut berarah N 235 E, yang didapatkan dengan cara membuat sudut
sebesar 30 berlawanan arah jarum jam dari arah umum. 2 mengarah ke pusat
diagram sehingga tidak dapat tergambar pada diagram. 3 berarah N 145 E, yang
didapatkan dengan cara membuat sudut sebesar 90 berlawanan arah jarum jam
dari tegasan utama atau 1.
BAB V
PEMBAHASAN
V.1.1. Litologi
Sifat fisik endapan tanah dapat dikelompokkan menjadi non kohesif dan
kohesif. Endapan tanah non kohesif contohnya pasir yang mempunyai harga c = 0
sedangkan endapan tanah kohesif contohnya lempung. Kohesi dari lempung
diperkirakan disebabkan oleh sifat sifat dari air yang diserap pada permukaan
lempung.
Tanah yang mengalami tekanan mengakibatkan angka pori berkurang dan
merubah sifat-sifat mekanik tanah yang lain, seperti menambah tahanan geser. Berat
tanah yang terendam air disebut berat tanah efektif dan tegangan yang terjadi akibat
berat tanah efektif di dalam tanah disebut tegangan efektif.
V.1.2. Hidrogeologi
Daerah penelitian dan sekitarnya dilalui oleh sungai besar yaitu kali Opak dan
kali Oyo yang yang mengalir ke arah selatan. Sebaran muka air tanah di daerah
penelitian dari sumur penduduk dengan kedalaman yang bervariasi, umumnya terdiri
dari material lepas berupa pasir halus hingga pasir kasar sebagai lapisan permeable
dan lempung hingga lanau sebagai lapisan semipermeable. Endapan di daerah ini
dengan distribusi muka airtanah yang dangkal dapat berpotensi terhadap likuifaksi.
Foto 5.1. Sumur bor dangkal (Sumur 4) yang terletak di daerah Gunungpuyuh desa Panjang Rejo
kecamatan Pundong ( A : memperlihatkan posisi sumur dari atas dan B : memperlihatkan posisi sumur
dari samping) dengan arah N250E.
Nilai dari ketinggian muka airtanah daerah penelitian akan dibuat peta
sehingga nantinya dapat diketahui arah aliran airtanahnya. Ketinggian muka airtanah
dari 24 sumur dangkal penduduk yang ada pada daerah penelitian berkisar antara 7,1
20,9 meter diatas permukaan laut.
Contoh Perhitungan :
1. Lokasi Titik Sumur 4
Ketinggian MAT = Elevasi Kedalaman MAT
= 15 m 7,9 m = 7,1 m
2. Lokasi Titik Sumur 7
Ketinggian MAT = Elevasi Kedalaman MAT
= 25 m 4,1 m = 20,9 m
2
Lokasi
3
4
Posisi Koordinat
UTM
X (mE)
Y(mN)
428678 9119743
5
Elevasi
(mdpl)
6
b
(m)
7
a
(m)
8
d
(m)
9
h
(mdpl)
14
5.2
4.2
9.8
Seloharjo
Srihardono
428250
9119862
15
0.5
4.5
10.5
Panjangrejo
427728
9118442
14
5.3
0.5
4.8
9.2
4
5
6
Panjangrejo
Panjangrejo
Panjangrejo
427889
429557
429350
9118502
9121382
9122500
15
20
21
8.4
7.2
4.7
0.5
0.5
1
7.9
6.7
3.7
7.1
13.3
17.3
Canden
428325
9123657
25
5.1
4.1
20.9
8
9
10
11
12
13
14
Canden
Canden
Kebonangun
Imogiri
Sriharjo
Sriharjo
Sriharjo
427950
427350
430322
430835
431262
431790
431362
9123375
9123720
9123285
9124357
9121620
9120925
9120172
24
25
24
25
22
21
23
6.2
5.4
7.3
6.7
5.9
6.4
6.3
1.5
1
1
1
0.5
0.5
1
4.7
4.4
6.3
5.7
5.4
5.9
5.3
19.3
20.6
17.7
19.3
16.6
15.1
17.7
15
Srihardono
427802
9121045
19
4.9
0.5
4.4
14.6
16
Seloharjo
428067
9119315
15
5.5
0.6
4.9
10.1
17
Seloharjo
427975
9119600
16
6.6
0.6
10
18
Srihardono
429827
9120720
20
8.5
0.7
7.8
12.2
19
20
21
Srihardono
Srihardono
Srihardono
429732
429455
429727
9121917
9123065
9123650
22
25
26
7.2
6.6
7.1
0.8
0.7
0.6
6.4
5.9
6.5
15.6
19.1
19.5
22
Srihardono
428185
9122457
21
6.5
0.6
5.9
15.1
23
Srihardono
428220
9121637
20
6.8
0.7
6.1
13.9
24
Srihardono
429437
9120530
17
6.5
0.7
5.8
11.2
keterangan :
kolom 1 : nomor lokasi pengamatan sumur
kolom 2 : nama lokasi pengamatan sumur
kolom 3 : posisi koordinat UTM X
kolom 4 : posisi koordinat UTM Y
kolom 5 : elevasi (GPS)/ketinggian topografi
10
Litologi
batupasir
tidak
teramati
tidak
teramati
batupasir
batupasir
batupasir
tidak
teramati
batupasir
batupasir
batupasir
batupasir
batupasir
batupasir
batupasir
tidak
teramati
batupasir
tidak
teramati
tidak
teramati
batupasir
batupasir
batupasir
tidak
teramati
batupasir
tidak
teramati
V.1.3. Kegempaan
Faktor lain yang penting untuk dikaji adalah aspek kegempaan. Aspek
kegempaan daerah Kotamadya Yogyakarta ini cukup berpotensi untuk digoncang
gempa, walaupun lajur subduksi yang dianggap merupakan lajur sumber gempa yang
dapat memicu likuifaksi terletak jauh di selatan. Terbukti pada tanggal 27 Juli pukul
05:58 terjadi gempa yang cukup besar (M 6,5 skala Richter), pusat gempa di daratan
tepatnya di ujung selatan koridor sesar Opak kedalaman 60 km.
Sumber gempa bumi sebagai pemicu terjadinya perambatan gelombang
permukaan dapat mengakibatkan terjadinya likuifaksi. Wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta dipengaruhi gempa yang bersumber dari laut, akibat sistem aktivitas
zona subduksi dari tumbukan antara lempeng Samudera Indo-Australia dan lempeng
Benua Eurasia. Sedangkan gempa yang bersumber dari darat, akibat pergerakan
sistem sesar aktif/sesar opak yang terletak di sebelah selatan daerah Kotamadya
Yogyakarta (Supartoyo, 2006).
Tektonik pada bagian selatan Jawa sangat dipengaruhi oleh subduksi yang
berada di selatan Jawa. Daerah penelitian berkembang patahan/sesar aktif Opak yang
berarah hampir timur laut barat daya, sehingga dapat disimpulkan bahwa daerah
penelitian merupakan daerah yang berpotensi mengalami likuifaksi.
Pusat gempa yang terjadi bulan Mei-Juli tahun 2007 posisi di dasar laut
(marine) dan daratan (continent), sebagai contoh, pada tanggal 27 Mei 2006 kejadian
gempa bumi di Yogyakarta sumbernya terletak di daratan tepatnya di Kali Opak
(Gambar 5.3). Berdasarkan analisis momen tensor yang dibuat oleh USGS, fokal
mekanisme gempa dapat dilihat pada gambar penampang posisi gempa (gambar 5.4).
Getaran adalah syarat utama untuk terjadinya likuifaksi. Sumber getaran yang
paling umum terjadi adalah getaran yang berasal dari gempa bumi. Karakter dari
gerakan gempa bumi, seperti percepatan dan jangka waktu penggetaran sangat
menentukan regangan geser yang akan mendorong butiran-butiran endapan tanah.
Dorongan terhadap menyebabkan berkurangnya ikatan antar butiran tanah tersebut
yang pada akhirnya menjadi penyebab terjadinya likuifaksi. Peristiwa likuifaksi di
kecamatan Pundong kabupaten Bantul terjadi pada lapisan berukuran pasir halus
hingga pasir sedang yang dipengaruhi struktur geologi pada dataran Bantul-Klaten
berupa patahan/sesar mendatar yang dikenal sebagai sesar Opak yang berarah timur
laut - barat daya kurang lebih N235E/80, dimana blok timur relatif bergeser ke
utara dan blok barat ke selatan.
Gambar 5.4. Penampang posisi sumber pusat gempa bumi (sumber : United States Geological
Survey)
No
1
2
3
4
5
Nomor Contoh
Gt1
Gt2
Gt3
Gt4
Gt5
Gradasi
Seragam
Seragam
Seragam
Buruk
Buruk
Gambar 5.5. Kurva frekuensi yang memperlihatkan jenis sortasi (Folk, 1961)
Gambar 5.7. Hubungan antara Mode, Mean, Median, dan Skewness (Folk, 1961)
Mesh
8
16
30
50
100
200
PAN
Diameter
(mm)
Diameter
(phi)
2.39
1.19
0.59
0.297
0.149
0.074
<0,074
JUMLAH
-1.25
-0.25
0.75
1.75
2.75
3.75
>3,75
0.584
1.2067
5.779
16.1427
20.5721
32.2023
23.5132
100
Persen
Kumulatif
(%)
0.584
1.7907
7.5697
23.7124
44.2845
76.4868
100
Persen
Berat (%)
0.584
1.2067
5.779
16.1427
20.5721
32.2023
23.5132
Histogram S-1
40
Berat (%)
Berat (gr)
20
0
-1.25 -0.25
3.75 >3,75
: 3,8
Pemilahan (Sorting)
Kecondongan (Skewness)
Kurtosis
: Platikurtik
Persen
Melalui
99.416
98.2093
92.4303
76.2876
55.7155
23.5132
0
Mesh
8
16
30
50
100
200
PAN
Diameter
(mm)
Diameter
(phi)
Berat
(gr)
Persen
Berat (%)
2.39
1.19
0.59
0.297
0.149
0.074
<0,074
JUMLAH
-1.25
-0.25
0.75
1.75
2.75
3.75
>3,75
0.2546
0.9772
2.4493
4.3831
0.6719
50.6674
40.5965
100
0.2546
0.9772
2.4493
4.3831
0.6719
50.6674
40.5965
Persen
Melalui
99.7454
98.7682
96.3189
91.9358
91.2639
40.5965
0
Histogram S-2
60
Berat (%)
Persen
Kumulatif
(%)
0.2546
1.2318
3.6811
8.0642
8.7361
59.4035
100
40
20
0
-1.25
-0.25
3.75
>3,75
: 4
Pemilahan (Sorting)
Kecondongan (Skewness)
Kurtosis
: Platikurtik
Mesh
8
16
30
50
100
200
PAN
Diameter
(mm)
Diameter
(phi)
Berat
(gr)
Persen
Berat (%)
2.39
1.19
0.59
0.297
0.149
0.074
<0,074
JUMLAH
-1.25
-0.25
0.75
1.75
2.75
3.75
>3,75
2.4008
13.507
55.7143
25.5046
0.0314
2.4847
0.3572
100
2.4008
13.507
55.7143
25.5046
0.0314
2.4847
0.3572
Persen
Melalui
97.5992
84.0922
28.3779
2.8733
2.8419
0.3572
0
Histogram S-3
60
Berat (%)
Persen
Kumulatif
(%)
2.4008
15.9078
71.6221
97.1267
97.1581
99.6428
100
40
20
0
-1.25 -0.25
3.75 >3,75
: 0,8
Pemilahan (Sorting)
Kecondongan (Skewness)
Kurtosis
: Leptikurtik
Mesh
8
16
30
50
100
200
PAN
Diameter
(mm)
Diameter
(phi)
Berat
(gr)
2.39
1.19
0.59
0.297
0.149
0.074
<0,074
JUMLAH
-1.25
-0.25
0.75
1.75
2.75
3.75
>3,75
1.0148
1.4251
4.944
50.2451
38.454
3.428
0.489
100
Persen
Kumulatif
(%)
1.0148
2.4399
7.3839
57.629
96.083
99.511
100
Persen
Melalui
98.9852
97.5601
92.6161
42.371
3.917
0.489
0
Histogram-4
60
Berat (%)
Persen
Berat
(%)
1.0148
1.4251
4.944
50.2451
38.454
3.428
0.489
40
20
0
-1.25
-0.25
3.75
>3,75
: 1,95
Pemilahan (Sorting)
Kecondongan (Skewness)
Kurtosis
: Leptikurtik
Mesh
8
16
30
50
100
200
PAN
Diameter
(mm)
Diameter
(phi)
Berat
(gr)
2.39
1.19
0.59
0.297
0.149
0.074
<0,074
JUMLAH
-1.25
-0.25
0.75
1.75
2.75
3.75
>3,75
0.617
5.7921
48.9207
40.1796
0.0566
3.211
1.223
100
Persen
Kumulatif
(%)
0.617
6.4091
55.3298
95.5094
95.566
98.777
100
Persen
Melalui
99.383
93.5909
44.6702
4.4906
4.434
1.223
0
Histogram-5
60
Berat (%)
Persen
Berat
(%)
0.617
5.7921
48.9207
40.1796
0.0566
3.211
1.223
40
20
0
-1.25
-0.25
3.75
>3,75
: 0,94
Pemilahan (Sorting)
Kecondongan (Skewness)
Kurtosis
: Leptikurtik
Mesh
8
16
30
50
100
200
PAN
Diameter
(mm)
Diameter
(phi)
Berat
(gr)
2.39
1.19
0.59
0.297
0.149
0.074
<0,074
JUMLAH
-1.25
-0.25
0.75
1.75
2.75
3.75
>3,75
5.04
9.69
13.45
32.04
18.33
14.6
6.85
100
Persen
Kumulatif
(%)
5.04
14.73
28.18
60.22
78.55
93.15
100
Persen
Melalui
94.96
85.27
71.82
39.78
21.45
6.85
0
Histogram-6
40
Berat (%)
Persen
Berat
(%)
5.04
9.69
13.45
32.04
18.33
14.6
6.85
20
0
-1.25
-0.25
3.75
>3,75
: 1,8
Pemilahan (Sorting)
Kecondongan (Skewness)
Kurtosis
: Platikurtik
Diameter
(mm)
Diameter
(phi)
Berat
(gr)
Persen
Berat (%)
2.39
1.19
0.59
0.297
0.149
0.074
<0,074
JUMLAH
-1.25
-0.25
0.75
1.75
2.75
3.75
>3,75
2.75
9.175
12.415
29.99
19.205
13.605
12.86
100
2.75
9.175
12.415
29.99
19.205
13.605
12.86
Histogram-7
40
Berat (%)
Persen
Kumulatif
(%)
2.75
11.925
24.34
54.33
73.535
87.14
100
20
0
-1.25
-0.25
3.75
>3,75
: 1,85
Pemilahan (Sorting)
Kecondongan (Skewness)
Kurtosis
: Platikurtik
Persen
Melalui
97.25
88.075
75.66
45.67
26.465
12.86
0
Jenis sampel
Ukuran
sampel
Metode analisa
Bongkah
Berangkal
Kerakal
Kerikil
Pasir
Lanau
Lempung
Bongkah
Berangkal
Kerakal
Kerikil
Pasir
Lanau
Lempung
Tabel 5.11. Derajat sortasi berdasarkan nilai standar deviasi (Folk, 1974)
Standar deviasi
(Phi)
< 0.35
0.35 sampai 0.50
0.50 sampai 0.70
0.70 sampai 1.00
1.00 sampai 2.00
2.00 sampai 4.00
> 4.00
Sortasi
Sangat baik
Baik
Agak Baik
Sedang
Buruk
Sangat Buruk
Paling Buruk
Tabel 5.12. Skala ukuran butir berdasarkan diameter Phi (Udden-Wenworth, 1922)
Sampel
Mean
Gs1
3,8
Gs2
Gs3
0,80
Gs4
1,95
Gs5
0,90
Gs6
1,80
Gs7
1,85
No
5
6
Perhitungan Statistik
Standar
Skewness
Kurtosis
Deviasi
fine
1,28
Platikurtik
skewed
fine
0,65
Leptikurtik
skewed
coarse
0,68
Leptikurtik
skewed
coarse
0,69
Leptikurtik
skewed
coarse
0,59
Leptikurtik
skewed
fine
1,52
Platikurtik
skewed
fine
1,55
Platikurtik
skewed
7
Sortasi
Buruk
Agak
baik
Agak
baik
Agak
baik
Agak
baik
Buruk
Buruk
Endapan
Lokasi
Pasir
halus
Pasir
halus
Pasir
sedang
Pasir
halus
Pasir
sedang
Pasir
halus
Pasir
halus
Kec.
Imogiri
Kec.
Jetis
Kec.
Jetis
Kec.
Pundong
Kec.
Pundong
Kec.
Pundong
Kec.
Pundong
Keterangan:
Kolom 1 : nomor
Kolom 2 : sampel
Sampel endapan tanah yang dianalisis berukuran pasir halus sampai pasir
kasar dan berwarna abu-abu sampai abu-abu kehitaman. Pengujian laboratorium
analisis granulometri menunjukan bahwa sampel-sampel tersebut dapat digolongkan
masing-masing sesuai dengan tingkat potensinya. Nilai-nilai mean, standar deviasi,
skewness, kurtosis dan sortasi dapat diperoleh dari perhitungan statistik. Hasil dari
nilai kurtosis menggambarkan hubungannya terhadap nilai sortasi, apabila nilai
sortasinya baik maka akan dapat mendukung terjadinya potensi likuifaksi.
Sampel Gs2 dan Gs4 dapat digolongkan sebagai potensi likuifaksi tingkat
tinggi, dikarenakan hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai mean termasuk ke
dalam endapan yang berukuran pasir halus, nilai standar deviasi menunjukkan sortasi
yang agak baik dan tingkat skewness yang penyebarannya relatif condong ke halus.
Sampel Gs3 dan Gs5 dapat digolongkan sebagai potensi likuifaksi tingkat
sedang, dikarenakan hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai mean termasuk ke
dalam endapan yang berukuran pasir sedang dan tingkat skewness yang
penyebarannya condong ke kasar.
Sampel Gs1, Gs6 dan Gs7 dapat digolongkan sebagai potensi likuifaksi
tingkat rendah, dikarenakan hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai mean
termasuk ke dalam endapan yang berukuran pasir halus tetapi nilai standar deviasi
yang menunjukkan sortasi yang buruk sehingga tingkat kurtosis adalah platikurtik.
Ditinjau dari aspek lingkungan pengendapan, daerah penelitian berpotensi
terhadap likuifaksi. Tinsley drr. (1995), menyebutkan bahwa endapan yang terbentuk
di lingkungan tertentu seperti lingkungan sungai dan danau, serta daerah reklamasi
merupakan daerah yang mempunyai potensi likuifaksi tinggi. Hal ini karena
komposisi batuan umumnya terdiri dari endapan fluvial, alluvium atau endapan
colluvial yang masih urai dan jenuh air. Dari hasil analisa granulometri sampel tanah,
dapat diketahui bahwa lingkungan pengendapannya adalah fluvial.
Selanjutnya untuk mengetahui kaitan antara besar butir dengan potensi
terjadinya likuifaksi, gambar-gambar distribusi ukuran butir dari masing-masing
sampel yang dianalisis dimasukkan ke dalam diagram Tsucida (1971) (gambar 5.15).
Dalam gambar tersebut terlihat bahwa sampel pasir merupakan pasir yang berpotensi
untuk mengalami likuifaksi.
Gambar 5.15. Diagram distribusi ukuran butir yang diplot ke dalam diagram Tsucida (1971)
BAB VI
KESIMPULAN
1. Daerah penelitian terdiri dari tiga satuan batuan dengan urutan tua ke muda
yaitu satuan breksi Nglanggran, satuan batugamping Wonosari, dan satuan
endapan Fluvio Vulkanik Merapi. Hubungan stratigrafi batugamping
Wonosari diendapkan secara tidak selaras di atas satuan breksi Nglanggran
dan satuan endapan Fluvio Vulkanik Merapi yang terendapkan di atas satuan
batugamping Wonosari.
2. Daerah penelitian dibagi menjadi empat bentuk asal, yaitu struktural,
denudasional, karst dan fluvial. Bentuk asal struktural terdiri dari bentuk
lahan perbukitan homoklin, bentuk asal denudasional terdiri dari bentuk lahan
bukit sisa, bentuk asal karst terdiri dari bentuk lahan perbukitan karst, dan
bentuk asal fluvial terdiri dari tiga bentuk lahan, yaitu bentuk lahan dataran
aluvial, tubuh sungai dan gosong sungai. Pola aliran di daerah telitian
berdasarkan interpretasi dari peta topografi termasuk ke dalam pola aliran
subdendritik.
3. Daerah penelitian tersusun oleh endapan Kuarter yang sifat fisiknya masih
urai dan jenuh air. Endapan Kuarter tersebut termasuk ke dalam lingkungan
pengendapan endapan fluviatil sehingga berpotensi terhadap likuifaksi.
4. Posisi permukaan airtanah daerah penelitian tergolong dangkal, sehingga
endapan pasir tersebut tetap jenuh air maka endapan berpotensi mengalami
likuifaksi.
5. Kegempaan di daerah penelitian dapat bersumber dari sesar Opak yang
terletak tepat di tengah daerah penelitian yang berarah barat daya timur laut.
6. Dari hasil analisa Grain Size dan Granulometri pada sampel endapan tanah,
didapatkan kisaran gradasi seragam hingga gradasi buruk, kisaran sortasi
sedang hingga sortasi buruk, kisaran skewness halus sampai kasar, kemudian
DAFTAR PUSTAKA
Kontribusi
Ilmu
Kebumian
Dalam
Pembangunan