Professional Documents
Culture Documents
dise
kitarnya dan juga lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995). Gangguan ini
biasanya berdampak pada kemampuan kognitif dan psikomotor pasien.
Terkait
dengan tingginya prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi
maka
sangat dibutuhkan pemberian standa
r asuhan keperawatan yang tepat dan benar
serta maksimal kepada masing
masing pasien gangguan persepsi: halusinasi
untuk menghadapi masalahnya dan meminimalkan resiko yang terjadi
(Purba,
Eka, Mahnum, Hardiyah, 2009).
Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh
Keliat (2006), pemberian asuhan
keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerjasama
antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai
tingkat
kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan juga menggunakan
pendekatan
Nusa Indah dan Kakak Tua. Metode pengumpulan data menggunakan lembar observasi.
Tehnik analisa data paired t test. Penelitian ini menggunakan tabel distribusi frekuensi dan
deskriptif narasi didasarkan pada usia, jenis kelamin, lama dirawat dan pendidikan. Hasil
penelitian diketahui bahwa setelah pasien diberikan terapi aktivitas individu: menghardik
semua responden 100% mampu mengontrol halusinasi pendengaran. Dan Hal ini dibuktikan
dengan hasil analisis statistik adalah thit (2.542) t(5)(0,05) (2,447), artinya ada pengaruh
terapi aktivitas individu menghardik terhadap kemampuan mengontrol halusinasi
pendengaran. Kesimpulan penelitian ini adalah ada pengaruh terapi aktivitas individu
menghardik terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran. Dan diharapkan bagi
petugas kesehatan untuk melakukan terapi secara efektif. Nur Halimatus Sadiyah,
Anik Yuliati, Eddi Sudjarwo.
https://qjournal.id/jurnal/paper/0002300035/Pengaruh-Terapi-Aktivitas-IndividuMenghardik-Terhadap-Kemampuan-Mengontrol-Halusinasi-Pendengaran. 2013
gangguan jiwa, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap
tahunnya. Daerah Asia Tenggara, hampir 1/3 dari penduduk tahun 2011, pernah mengalami
gangguan neuropsikiatri dengan tanda-tanda halusinasi dan perilaku kekerasan, sedangkan di
Indonesia dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2011, diperkirakan sebanyak
264 jiwa dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan jiwa (Depkes RI, 2011).
Suryani (2010) masyarakat Bali mengalami gangguan jiwa setiap tahunnya cenderung
bertambah rata-rata 100-150 orang, dengan rata-rata penderita gangguan jiwa sekitar 11.675
orang. Berdasarkan data Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali selama tiga bulan terakhir,
dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2012, rata-rata jumlah pasien di ruang rawat
inap sebanyak 266 orang, 92% (245 orang) diantaranya skizofrenia dan dari 245 orang
tersebut, sebanyak 86 orang (35%) dengan halusinasi, 52 orang (21%) dengan menarik diri,
sebanyak 38 orang (15%) dengan harga diri rendah dan masalah lainnya sebesar 29%.
Gangguan jiwa dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu gangguan jiwa ringan (neurosa)
dan gangguan jiwa berat (psikosis). Psikosis sebagai salah satu bentuk gangguan jiwa
merupakan
ketidakmampuan
untuk
berkomunikasi
atau
mengenali
realitas
yang
menghadapi
stressor
pada
pasien
gangguan
jiwa sangat
kurang
disertai
terjadinya
dalam perbaikan klinis. Menurut Maramis (2008), medikasi antipsikotik adalah inti dari
pengobatan skizofrenia dengan gejala penyertanya. Penelitian Maramis (2008) menemukan
bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis, seperti psikoterapi suportif
individual atau kelompok. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan
halusinasi diantaranya dengan membantu pasien mengenali halusinasinya, melatih pasien
mengontrol halusinasinya, dengan cara: menghardik halusinasi, melatih bercakap-cakap
dengan orang lain, melatih pasien beraktivitas secara terjadwal, dan melatih pasien
menggunakan obat secara teratur (Keliat, 2010). Tindakan pengobatan (medis) yang dapat
dilakukan kepada pasien dengan halusinasi yaitu pengobatan psikofarmaka dan terapi kejang
listrik (Maramis, 2008). Salah satu terapi keperawatan jiwa yang dapat mendukung
psikoterapi suportif pada pasien gangguan jiwa adalah Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).
TAK untuk mengatasi halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi.
TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi adalah suatu bentuk terapi yang mengajarkan dan
mempraktikkan kepada individu atau pasien dengan perilaku halusinasi agar mampu
mengontrol halusinasinya. TAK stimulasi persepsi halusinasi, terdiri dari 5 sesi, yaitu sesi 1:
mengenal halusinasi, sesi 2: mengontrol halusinasi dengan menghardik, sesi 3: mengontrol
halusinasi dengan melakukan kegiatan, sesi 4: mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap,
dan sesi 5: mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat (Keliat dan Akemat, 2005).
Penelitian yang dilakukan Puter (2012), dengan judul penelitian pengaruh terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi ihalusinasi terhadap kemampuan pasien mengontrol
halusinasi di Ruang Nakula dan Sahadewa RSJ Provinsi Bali, didapatkan hasil penelitian
bahwa ada perbedaan kemampuan pasien mengontrol halusinasi setelah TAK stimulasi
persepsi halusinasi pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p=0,007).
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan
cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
Berdasarkan Tabel
5, analisis statistik deskriptif tersebut diatas, sebelum dilakukan
TAK stimulasi
persepsi halusinasi, diperoleh kemampuan mengontrol halusinasi klien
yang kurang adalah 2 orang, cukup sebanyak 31 orang dan baik sebanyak 1
orang,
sedangkan sesudah dilakukan TAK stimulasi persepsi halusinasi, diperoleh
kemampuan mengontrol halusinasi kli
en yang kurang adalah 1 orang, cukup sebanyak
13 orang dan baik sebanyak 20 orang, perubahan kemampuan mengontrol
halusinasi
antara sebelum perlakuan dan setelah perlakuan dikarenakan pasien mampu
dalam
melakukan TAK stimulasi persepsi dengan baik dan mamp
u mengontrol halusinasi,
.
Peningkatan
kemampuan dalam mengontrol halusinasi
yang muncul kemampuan dalam
mengontrol halusinasi (menghardik,
bercakap
cakap, melakukan kegiatan dan
minum obat) dan mampu mengidentifikasi
pikiran dan perilaku otomatis yang negatif,
mampu menggunakan tan
ggapan yang
rasional terhadap pikiran yang negatif,
mampu memodifikasi perilaku negatif
menjadi positif dengan memberikan token
dan mampu menjelaskan pentingny
psikofarma sebesar 100%.
Pada pemberian
terapi perilaku kognitif memberikan
peningkatan kemampu
an klien dan respon
terhadap stressor pada aspek kognitif,
afektif, fisiologis dan sosial.
bahwa banyak klien yang merasa yakin
akan kesembuhan klien yaitu sebanyak 17
klien (85%).
Keyakinan dan gambaran
positif seseorang dapat menjadi dasar dari
harapan yang dapat mempertahankan
koping adaptif walaupun dalam kondisi
penuh stressor. Keyakinan harus dikuatkan
untuk membentuk keyakinan positif
(kognitif) dan dapat menguatkan afektif,
k
estabilan fisiologis tubuh, perilaku
konstruktif dan sosial yang baik.
Kondisi
ini klien dengan halusinasi perlu
mendapatkan terapi yang lebih
advance