Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Aprillia Sri Haryati ( 01.207.5445 )
Pembimbing :
dr. Slamet Widi, Sp.A
dr. Lilia, Sp.A
dr. Z. Hidayati, Sp.A
dr. Hartono, Sp.A
LAPORAN KASUS I
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. R
Umur
: 7 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: SD
Agama
: Kristen
Suku
: Jawa
Alamat
Nama Ayah
: Tn. E
Umur
: 31 tahun
Pekerjaan
: Pelayaran
Pendidikan
: D4
Nama Ibu
: Ny. S
Umur
: 29 tahun
Pekerjaan
: Staff accounting
Pendidikan
: D3
Bangsal
: ICU
No. CM
: 289889
Masuk RS
: 4 Juni 2014
B. DATA DASAR
1. Anamnesis ( Alloanamnesis )
Alloanamnesis dengan ibu penderita dilakukan pada tanggal 5 Juni 2014 pukul 09.00
WIB di ruang ICU dan didukung dengan catatan medis.
Keluhan utama : Tangan dan kaki teraba dingin sejak 1 hari sebelum masuk RS.
Keluhan Tambahan : demam yang naik turun sejak 5 hari sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang :
1
4 hari SMRS, panas tinggi mendadak, terus menerus sepanjang hari, disertai
pusing, tidak kejang, tidak menggigil, mengigau, ditemukan bintik-bintik merah
seperti digigit nyamuk pada badan serta kedua tangan dan kaki, tidak mimisan,
batuk, tidak ada gusi berdarah, tidak pilek, tidak sesak napas, tidak nyeri perut,
mual, muntah > 5x , tidak nyeri sendi, tidak ada lebam-lebam, BAB tidak ada
keluhan,1x/hari warna coklat kekuningan, konsistensi lembek, tidak ada darah,
tidak ada lendir. BAK lancar seperti biasa, 3-4x/hari, bewarna kuning jernih, dan
jumlah cukup. Nafsu makan dan minum menjadi berkurang dari biasanya karena
anak mual. Dan setiap tidur, menurut sang ibu pasien sering mengigau. Ibu pasien
hanya memberikan obat penurun panas namun demam hanya turun sebentar dan
kemudian naik lagi.
1 hari SMRS, panas tidak turun, disertai pusing, tidak kejang, tidak menggigil,
mengigau, ditemukan bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk pada badan serta
kedua tangan dan kaki, tidak mimisan, batuk, tidak ada gusi berdarah, tidak pilek,
tidak sesak napas, tidak nyeri perut, mual, muntah > 3x , tidak nyeri sendi, tidak
ada lebam-lebam, BAB tidak ada keluhan,1x/hari warna coklat kekuningan,
konsistensi lembek, tidak ada darah, tidak ada lendir. BAK lancar seperti biasa, 34x/hari, bewarna kuning jernih, dan jumlah cukup.maka oleh orangtua kembali
dibawa ke IGD RS Kota Semarang dan oleh dokter diberi obat penurun panas, dan
telah diberitahu oleh dokter jika pasien tidak ada perubahan segera dibawa ke RS.
10 jam SMRS, pasien semakin lemas, perut sakit, sesak nafas namun panas sudah
mulai turun dan kedua kaki dan tangan pasien menjadi dingin dan tampak
kebiruan. BAK mulai berkurang, 1-2x/hari, warna kuning jernih, tidak nyeri,
jumlah berkurang dari biasanya. BAB berwarna hitam seperti petis sebanyak 1x.
Nafsu makan dan minum mulai menurun. Mual setiap kali mau makan dan ada
muntah 5x/hari, isi muntahan makanan dan minuman yg dimakan. Kemudian oleh
orang tuanya dibawa berobat lagi ke IGD RS Kota Semarang, dan disarankan oleh
dokter untuk mendapatkan perawatan di ICU.
Hari pertama perawatan ( sakit hari ke 5 ) pasien dirawat di ICU, masih nampak sesak,
demam sudah turun, namun kedua tangan dan kaki masih terasa dingin, terlihat lemas,
pasien masih mengeluh pusing. Untuk makan dan minum masih sulit. Pasien dipasang
selang NGT, dan dari selang NGT keluar cairan berwarna kecoklatan. BAK sedikit,
berwarna kuning jernih, tidak ada BAB. Kedua kelopak mata menjadi bengkak, dan
Hari ketiga perawatan ( sakit hari ke 7 ) pasien masih dirawat di ICU demam sudah
turun dan mencapai normal. Kedua tangan dan kaki menjadi hangat. BAK sudah mulai
banyak dari sebelumnya, berwarna kuning jernih. Pasien belum ada BAB. NGT masih
dipasang sudah tidak ada cairan yang keluar dan pasien sudah mulai minum susu
3
sedikit-sedikit. Kelopak mata sudah kempis tapi pasien masih merasakan nyeri pada
ulu hati
Hari keempat perawatan ( sakit hari ke 8 ) pasien dipindahkan ke ruangan, sudah tidak
demam, kedua tangan dan kaki sudah kembali normal, nafsu makan dan minum sudah
mulai membaik. BAK normal, dan bengkak pada kedua kelopak mata sudah membaik,
pasien masih merasakan sedikit nyeri pada daerah ulu hati terutama ketika makan.
Hari kelima perawatan ( sakit hari ke 9 ) sudah tidak demam, nafsu makan sudah baik.
BAK normal. Namun nyeri ulu hati masih dirasakan terutama ketika makan. Pasien
diizinkan untuk pulang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Anak belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
hamil. Tidak pernah menderita penyakit selama hamil. Riwayat perdarahan saat hamil
disangkal. Riwayat trauma saat hamil disangkal.
Riwayat Pemeliharaan Postnatal :
Pemeliharaan postnatal dilakukan di bidan dan pusat kesehatan masyarakat terdekat
dan tidak ada kelainan pada anak.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Ayah berkerja sebagai pelayaran, ibu bekerja sebagai staff acounting dan tinggal satu
rumah dengan pasien, 1 orang adik perempuan berusia 1,5 tahun, kakek dan neneknya.
Penghasilan ayahnya sekitar 2.000.000/bulan, dan biaya berobat di tanggung BPJS.
Kesan : sosial ekonomi cukup.
Data Keluarga
Perkawinan ke
Umur
Pendidikan terakhir
Agama
AYAH/WALI
I
31 tahun
D4
IBU/WALI
I
29 tahun
D3
ADIK
1,5tahun
-
Kristen
Kristen
Kristen
Senyum
: ibu lupa
Miring
: ibu lupa
Tengkurap : 4 bulan
Duduk
Berdiri
: 12 bulan
Berjalan
: 18 bulan
Lari
: ibu lupa
Bicara
: 13 bulan
: ibu lupa
Mulai usia 1 tahun sampai sekarang,anak makan nasi, lauk pauk,dan sayur
Jenis Makanan
Nasi
3-5x/hari @ 1 piring
Sayur
Tempe/tahu
1x/hari @ 1 potong
Telur
Daging
Riwayat Imunisasi :
BCG
: 1x ( 1 bulan ), scar ( + )
DPT
: 3x ( 2,4,6 bulan)
Polio
: 4x ( 0,2,4,6 bulan).
Campak
: 1x ( 9 bulan)
Hepatitis B
: 3x ( 0,1,6 bulan )
HR
: 130 x/ menit
Nadi
Laju nafas
: 50 x/ menit
Suhu
: 36,5 C ( axilla )
Status Internus
7
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
: Discharge ( -)
Mulut
Leher
Tenggorok
Dinding thorax :
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Hepar
: Tidak teraba
Lien
: Tidak teraba
8
Genitalia
Anus
Kulit
: Petekhiae (+), dingin (+), sianosis (+), warna coklat sawo matang
Ekstremitas : Superior
Inferior
Akral dingin
+/+
+/+
Akral sianosis
+/+
+/+
Oedem
-/-
-/-
Capillary refill
> 2
>2
3. Pemeriksaan Penunjang
Darah Tanggal 4 Juni 2014 ( hari 1 perawatan, sakit hari ke 5 )
Pukul 19.00 WIB
-
Hb
: 16,9 gr/ dl
Ht
: 46,10 %
Hb
: 13,7 gr/ dl
Ht
: 39,00 %
Hb
: 15,7 gr/ dl
Ht
: 44,5 %
Hb
: 14,9 gr/ dl
Ht
: 42,70 %
Hb
: 12,3 gr/ dl
Ht
: 35,40 %
Hb
: 10,7 gr/ dl
Ht
: 31,30 %
Hb
: 11,3 gr/ dl
Ht
: 33,40 %
Hb
: 11,3 gr/ dl
Ht
: 34,20 %
4. Pemeriksaan Khusus
Data Antropometri :
Anak perempuan, usia 7 tahun
Berat badan
39 kg
Panjang badan
125 cm
WAZ =
BB median
SD
39 21,8
4,20
=
SD
5,50
HAZ =
0,8 ( Normal )
BB median 39 24,1
SD
3,2
WHZ =
= 4,65 ( Gemuk )
C. RESUME
Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 7 tahun, berat badan 39 kg, tinggi badan
125 cm. dengan keluhan utama dingin dikedua tangan dan kaki 1 hari SMRS. 4 hari SMRS,
panas tinggi mendadak, terus menerus sepanjang hari, disertai pusing, tidak kejang, tidak
menggigil, mengigau, ditemukan bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk pada badan serta
kedua tangan dan kaki, tidak mimisan, batuk, tidak ada gusi berdarah, tidak pilek, tidak sesak
napas, tidak nyeri perut, mual, muntah > 5x , tidak nyeri sendi, tidak ada lebam-lebam, BAB
tidak ada keluhan,1x/hari warna coklat kekuningan, konsistensi lembek, tidak ada darah, tidak
ada lendir. BAK lancar seperti biasa, 3-4x/hari, bewarna kuning jernih, dan jumlah cukup.
Nafsu makan dan minum menjadi berkurang dari biasanya karena anak mual. Dan setiap tidur,
menurut sang ibu pasien sering mengigau. Ibu pasien hanya memberikan obat penurun panas
namun demam hanya turun sebentar dan kemudian naik lagi.
1 hari SMRS, panas tidak turun, disertai pusing, tidak kejang, tidak menggigil, mengigau,
ditemukan bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk pada badan serta kedua tangan dan kaki,
11
tidak mimisan, batuk, tidak ada gusi berdarah, tidak pilek, tidak sesak napas, tidak nyeri perut,
mual, muntah > 3x , tidak nyeri sendi, tidak ada lebam-lebam, BAB tidak ada keluhan,1x/hari
warna coklat kekuningan, konsistensi lembek, tidak ada darah, tidak ada lendir. BAK lancar
seperti biasa, 3-4x/hari, bewarna kuning jernih, dan jumlah cukup.maka oleh orangtua kembali
dibawa ke IGD RS Kota Semarang dan oleh dokter diberi obat penurun panas, dan telah
diberitahu oleh dokter jika pasien tidak ada perubahan segera dibawa ke RS.
10 jam SMRS, pasien semakin lemas, perut sakit, sesak nafas namun panas sudah mulai
turun dan kedua kaki dan tangan pasien menjadi dingin dan tampak kebiruan. BAK mulai
berkurang, 1-2x/hari, warna kuning jernih, tidak nyeri, jumlah berkurang dari biasanya. BAB
berwarna hitam seperti petis sebanyak 1x. Nafsu makan dan minum mulai menurun. Mual
setiap kali mau makan dan ada muntah 5x/hari, isi muntahan makanan dan minuman yg
dimakan. Kemudian oleh orang tuanya dibawa berobat lagi ke IGD RS Kota Semarang, dan
disarankan oleh dokter untuk mendapatkan perawatan di ICU.
Setelah masuk RS:
12
Hari pertama perawatan ( sakit hari ke 5 ) pasien dirawat di ICU, masih nampak sesak,
demam sudah turun, namun kedua tangan dan kaki masih terasa dingin, terlihat lemas,
pasien masih mengeluh pusing. Untuk makan dan minum masih sulit. Pasien dipasang
selang NGT, dan dari selang NGT keluar cairan berwarna kecoklatan. BAK sedikit,
berwarna kuning jernih, tidak ada BAB. Kedua kelopak mata menjadi bengkak, dan
Hari ketiga perawatan ( sakit hari ke 7 ) pasien masih dirawat di ICU demam sudah
turun dan mencapai normal. Kedua tangan dan kaki menjadi hangat. BAK sudah mulai
banyak dari sebelumnya, berwarna kuning jernih. Pasien belum ada BAB. NGT masih
dipasang sudah tidak ada cairan yang keluar dan pasien sudah mulai minum susu
sedikit-sedikit. Kelopak mata sudah kempis tapi pasien masih merasakan nyeri pada
ulu hati
Hari keempat perawatan ( sakit hari ke 8 ) pasien dipindahkan ke ruangan, sudah tidak
demam, kedua tangan dan kaki sudah kembali normal, nafsu makan dan minum sudah
mulai membaik. BAK normal, dan bengkak pada kedua kelopak mata sudah membaik,
pasien masih merasakan sedikit nyeri pada daerah ulu hati terutama ketika makan.
Hari kelima perawatan ( sakit hari ke 9 ) sudah tidak demam, nafsu makan sudah baik.
BAK normal. Namun nyeri ulu hati masih dirasakan terutama ketika makan. Pasien
diizinkan untuk pulang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesan umum : composmentis, gelisah, kurang aktif,
kesan gizi lebih, tampak tanda-tanda perdarahan. Tekanan darah 100/80 mmH, nadi dan nisi
tegangan kurang, laju nafas 50x/menit. Pada kulit tampak pucat dan teraba dingin. Pada mata
tampak edema palpebral pada kedua mata dan pada bibir tampak kering. Pada paru-paru,
sterm fremitus paru kanan lebih lemah dibandingkan paru kiri. Perkusi paru-paru didapatkan
redup pada paru kanan. Pada auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler +/+, Perut tampak
13
cembung, terdapat shifting dullness dan terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium. Di
ekstremitas superior dan inferior terdapat akral dingin dan akral sianosis.
Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan penurunan trombosit dan hematokrit.
Pada pemeriksaan antropometri didapatkan status gizi lebih dan perawakan gemuk.
D. DIAGNOSIS BANDING
I.
II.
Febris 5 hari :
i. Demam Berdarah Dengue
ii. Demam Dengue
iii. Demam Chikungunya
iv. Idiopatic Trombositopenia Purpura
Observasi syok :
Syok Normovolemik :
i. Cardiogenik
ii. Neurogenik
Syok Hipovolemik
1. Diare
2. Anafilaktik
3. DIC
4. Sepsis
5. DSS (Dengue Syok Syndrome)
III.
J. DIAGNOSIS SEMENTARA
I.
II.
K. TERAPI
-
Apabila syok belum teratasi, dilanjutkan dengan HAES 10 cc/kgBB/10 menit (390 cc)
bolus dalam 10 menit, dapat diulang 2x, selanjutnya dievaluasi keadaan umum dan
tanda-tanda vital
Jika syok sudah teratasi, dilanjutkan dengan IVFD RL 7 cc/kgBB/jam (273 cc/jam)
diberikan selama 4 jam, selanjutnya IVFD RL 5 cc/kgBB/jam (195cc/jam) diberikan
selama 4 jam, selanjutnya IVFD RL 3 cc/kgBB/jam (117 cc/jam) diberikan selama 4
jam.
Injeksi ranitidin 3 x 30 mg iv
Diet
BBI
= 9 + (n-1) x 2
= 9 + (7-1) x 2
= 9 + (6) x 2
= 9 + 12
= 21
15
L. PROGNOSA
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad sanam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad bonam
M. USULAN
1. Pemeriksaan serologi dengue (IgM, IgG)
2. Pemeriksaan Benzidine test
3. Cek darah rutin tiap 6 jam
4. X-foto thoraks
N. NASEHAT
Saat di RS :
1. Orangtua diminta untuk selalu mengawasi anak dari gejala seperti tangan dan kaki
dingin, anak tampak lemas, gelisah dan sesak nafas. Awasi apabila ada tanda-tanda
perdarahan seperti mimisan, gusi berdarah dan BAB berwarna hitam.
Saat dirumah :
1. Dianjurkan untuk memiliki termometer dan obat penurun panas di rumah. Jika anak
demam di rumah, kompres, perbanyak minum, dan berikan obat penurun panas. Jika
demam tidak turun, segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
2. Proteksi diri dan keluarga dari gigitan nyamuk dengan menggunakan repelant di dalam
atau di luar rumah. Menggunakan kelambu saat tidur.
3. Melakukan 3M+ untuk antisipasi memberantas jentik nyamuk.
4. Lapor kepada RT/RW setempat karena ada warga yang terkena demam berdarah,
diusulkan untuk memfogging daerah sekitar.
Follow up
Tanggal
5 Juni 2014
Keterangan
Pusing
(+), TD
tanda vital
: 100/80 mmHg
Terapi
O2 nasal 2 liter/menit
16
hati
(+), Nadi
terpasang NGT
: 130 x/ menit
:
cukup
RR
: 50 x/ menit
Infus RL 30 tpm
Inj. Cefotaxime 3x400
mg
Ca gluconas+aquabidest
10 cc shyring pump
6 Juni 2014
Pusing
(+), TD
hati
(+), Nadi
terpasang NGT
: 100/70 mmHg
: 100 x/ menit
:
cukup
RR
: 28 x/ menit
dalam 20 menit
O2 nasal 2 liter/menit
Infus RL 30 tpm
Inj. Cefotaxime 3x400
mg
Inj. Vit C 1x100 mg
Inj. Ranitidin 3x30 mg
Inj.
Dopamin
3
meq/kgBB/hari
7 Juni 2014
: 100/90 mmHg
BAK
: 70 x/ menit
terpasang NGT
3x HR
Nadi
cukup
RR
: 20 x/ menit
O2 nasal 2 liter/menit
Infus RL 80 cc/jam
Inj. Cefotaxime 3x400
mg
Inj. Vit C 1x100 mg
Inj. Ranitidin 3x30 mg
Inj.
Dopamin
3
meq/kgBB/hari
8 Juni 2014
: 110/70 mmHg
pasien
HR
: 72 x/ menit
dipindahkan
Nadi
keruangan
cukup
RR
: 30 x/ menit
Infus RL 80 cc/jam
Inj. Cefotaxime 3x400
mg
Inj. Vit C 1x100 mg
Inj. Ranitidin 3x30 mg
Dopamin 3
9 Juni 2014
: 110/80 mmHg
meq/kgBB/hari
Infus RL 80 cc/jam
17
pasien
pulang
diizinkan HR
Nadi
: 80 x/ menit
:
mg
Inj. Vit C 1x100 mg
cukup
RR
: 24 x/ menit
TINJAUAN PUSTAKA
18
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD disertai
dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah kelanjutan dari DBD dan
merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, yang dapat berakibat fatal.
ETIOLOGI
Penyebabnya adalah virus dengue (genus Flavivirus, famili flaviridae). Terdapat 4 serotipe
virus ini yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia
dimana DEN-3 adalah serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe tersebut, sedangkan antibodi terhadap serotipe lain sangat kurang
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe
selama hidupnya.
Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan Aedes
albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk Aedes dapat menerima virus
dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus yang
berada di kelenjar liurnya tersebut akan berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum akhirnya dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat
gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya
(transovarian transmission). Sekali virus masuk dan berkembang biak di dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia ke nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
setelah demam timbul.
EPIDEMIOLOGI
19
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan
angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa.
Sampai akhir tahun 2005, DBD telah ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 35
Kabupaten/Kota telah melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB). Incidence Rate
meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968, menjadi 43,42 per 100.000
penduduk pada akhir tahun 2005.
Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu
yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan dapat bertahan
hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama
di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di
Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus hingga
kasus terbanyak pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :
1) Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin
20
PATOGENESIS
Patogenesis DBD dan SSD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis immune
enhancement.
Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection. Pasien
yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai
resiko yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks
antigen-antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog, maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dalam waktu beberapa hari, terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan
titer tinggi antibodi IgG anti-dengue. Terbentuknya kompleks virus antigen-antibodi
mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang
ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia
hingga syok.
21
Hipotesis kedua yaitu antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma
kemudian terjadi hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura, asites).
Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan
replikasi, baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari
perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan
agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh
darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit
terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit,
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat), sehingga trombosit melekat satu
22
sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi stimulasi
trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID =
koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun
jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi
akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman hingga terjadi aktivasi sistem kinin lalu memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
MANIFESTASI KLINIS
23
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan
tubuh dan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus, sehingga infeksi dapat bersifat
asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam dengue
(DD), demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD).
Saat masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan merasa lemas.
Demam Dengue
Gejala klasiknya ialah demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle-back fever),
nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan
timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2
hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari
ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekie.
Pada keadaan wabah, telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan
seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi.
24
Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka
kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan
muntah sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan
di bawah tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple
leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena. Kebanyakan
kasus, petekie halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum
mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi
lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam.
Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus
costae kanan.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam. Pada saat ini terjadi penurunan suhu
yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam beratringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan, perubahan yang terjadi minimal dan
sementara, sedangkan pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
25
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Parameter laboratori yang dapat diperiksa:
-
Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Imunoserologi
~ Pemeriksaan anti-dengue IgG, IgM
IgM
IgG
Interpretasi
Infeksi primer
Infeksi sekunder
IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
26
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
~ Uji HI: 1: 2560 Infeksi sekunder Flavivirus
-
Gas darah: terdapat gangguan pada konsentrasi gas darah sesuai dengan keadaan
pasien.
Golongan darah dan cross match: dilakukan sebelum tindakan tranfusi darah untuk
keamanan pasien.
2. Pemeriksaan Radiologis
-
Pemeriksaan foto roentgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama pada
hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi dapat dijumpai
pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan. Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi dalam keadaan klinis
ragu-ragu dan pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan.
Nyeri kepala.
Nyeri retro-orbital.
27
Mialgia / Atralgia.
Ruam kulit.
Kriteria Laboratorium:
o Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml).
o Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit >20% menurut standar umur
dan jenis kelamin.
Diagnosis: dua kriteria klinis pertama + trombositopenia dan hemokonsentrasi, serta
dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.
28
29
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu kebocoran plasma.
Pedoman tatalaksana DD, DBD dan SSD berbeda dari segi resusitasi cairan dan indikasi
perawatan di RS. Pasien DD dapat berobat jalan, sedangkan pasien DBD dirawat di ruang
perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi (SSD) diperlukan perawatan
intensif.
Demam Dengue
Pada fase demam pasien dianjurkan untuk:
Tirah baring, selama masih demam.
Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, dll.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Semua
pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu
turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan sulit membedakan antara DD dan DBD
pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan, sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).
30
Tatalaksana kasus tersangka DBD tanpa perdarahan spontan masif dan tanpa syok, diberi
cairan infus kristaloid dengan rumus volume cairan yang diperlukan per hari:
1500 + (20 x (BB dalam kg 20)
Monitor Hb, Ht, leukosit dan trombosit per 24 jam. Bila hasil Hb dan Ht meningkat >10-20%
dan trombosit turun <100.000 maka jumlah cairan tetap, lalu lanjutkan monitor per 12 jam.
Bila hasil Hb, Ht meningkat >20% dan nilai trombosit <100.000 lanjutkan pemberian cairan
sesuai protokol di bawah.
31
Peningkatan nilai Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Terapi
awal pemberian cairan yaitu infus kristaloid dengan dosis 6-7ml/kg/jam. Monitor dilakukan 34 jam setelah pemberian cairan. Parameter nilai perbaikan adalah kadar Ht, frekuensi nadi,
tekanan darah dan produksi urin. Bila didapatkan tanda perbaikan maka dosis cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila 2 jam kemudian keadaan tetap dan ada perbaikan, dosis
dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap membaik dalam 24-48 jam kemudian,
pemberian cairan infuse dapat dihentikan. Bila keadaan tidak membaik setelah terapi awal
maka dosis cairan infus naik menjadi 10ml/kgbb/jam. Bila 2 jam keadaan membaik, cairan
dikurangi menjadi 5 ml/kgbb jam. Bila memburuk, naik menjadi 15 ml/kgBB/jam. Bila tanda
syok (+) masuk ke protokol syok.
32
Sumber perdarahan masif dan spontan pada penderita DBD adalah epistaksis, perdarahan
saluran cerna (hematemesis, melena atau hematoskesia), saluran kencing (hematuria),
perdarahan otak, dan yang tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5
ml/kgBB/jam. Terapi cairan sama seperti kasus DBD tanpa syok. Pemeriksaan tanda vital, Hb,
Ht, trombosit dilakukan 4-6 jam disertai pemeriksaan trombosis dan hemostasis. Heparin
diberi bila tanda KID (+). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi, PRC diberi
bila Hb <10 g/dl. Trombosit hanya diberi pada pasien perdarahan spontan masif dengan kadar
trombosit <100.000 dengan atau tanpa tanda KID. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi
faktor pembekuan (PT dan aPTT memanjang).
33
Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting dalam menangani syok hipovolemia pada SSD.
Fase awal, guyur cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB, lalu evaluasi 15-30 menit kemudian. Bila
renjatan telah teratasi jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120
menit keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60 120
menit kemudian tetap stabil, dosis menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila stabil selama 24-48 jam,
hentikan infus karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami extravasasi terjadi
(ditandai dengan Ht yg turun), bila cairan tetap diberi bisa terjadi hipervolemi, edema paru dan
gagal jantung.
Selain itu dapat diberikan oksigen 2-4 liter per menit, dengan pemeriksaan darah perifer
lengkap, hemostasis, AGD, elektrolit, ureum dan kreatinin. Harus dilakukan pengawasan dini
terhadap kemungkinan syok berulang dalam waktu 48 jam karena proses patogenesis penyakit
masih berlangsung dan cairan kristaloid hanya menetap 20% dalam pembuluh darah setelah 1
jam pemberian. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.
Bila setelah fase awal, renjatan belum teratasi, cairan ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB
evaluasi dalam 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatikan nilai Ht. Bila ht
meningkat, perembesan plasma masih berlangsung, maka pilihan cairan koloid. Bila Ht
34
menurun, kemungkinan perdarahan dalam (internal bleeding) maka dapat diberikan transfusi
darah segar 10 cc/kgBB (dpt diulang sesuai kebutuhan). Tanda hemodinamik masih belum
stabil dengan nilai Ht lebih dari 30C dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan
koloid dengan perbandingan 4:1 atau 3:1.
Koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB, evaluasi setelah 10- 30
menit, dapat ditambah hingga jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Pilihan sebaiknya yang tidak
menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan mekanisme pembekuan darah ini dapat
disebabkan terutama karena pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu
sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam. Pada
kasus SSD apabila setelah pemberian cairan koloid syok dapat diatasi, maka penatalaksanaan
selanjutnya dapat diberikan ringer laktat dengan kecepatan sekitar 4-6 jam setiap 500 cc.
Pasang kateter vena sentral untuk pantau kecukupan cairan. Sasaran tekanan vena sentral 1518 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatian dan koreksi ganggguan asam basa,
elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID dan infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral sudah
sesuai dengan target namun renjatan belum teratasi, maka dapat diberikan obat
inotropik/vasopresor (dopamin, dobutamin, atau epinephrine).
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien SSD, dan apabila asidosis tidak
dikoreksi, akan memacu terjadinya KID sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks.
Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan
koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID tidak akan
tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.
Pemberian antibiotik perlu dipertimbangkan pada SSD mengingat kemungkinan infeksi
sekunder dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna. Indikasi lain pemakaian
antibiotik pada DBD yaitu bila didapatkan infeksi sekunder di tempat/organ lainnya, dan
antibiotik yang digunakan hendaknya yang tidak mempunyai efek terhadap sistem
pembekuan.
35
36
37
Larutan ringer laktat (RL), larutan ringer asetat (RA), larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), dekstrosa 5% dalam larutan ringer
asetat (D5/RA), dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
Catatan: Untuk resusitasi syok digunakan larutan RL atau RA, tidak boleh larutan yang
mengandung dekstran
38
Golongan Gelatin (hemacell dan gelafundin) merupakan larutan gelatin yang mempunyai sifat
isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar 2-3 jam dan tidak
mengganggu mekanism pembekuan darah.
Hydroxy ethyl starch (HES): 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES 450/0,7 adalah
larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik dan
hiponkotik. Efek volume 6%/10% HES 200/0,5 menetap dalam 4-8 jam, sedangkan larutan
6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12 jam. Gangguan mekanisme
pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari 1500 cc/24 jam, dan efek ini terjadi
karena pengenceran dengan penurunan hitung trombosit sementara, perpanjangan waktu
protrombin dan waktu tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.
Komplikasi.
o Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa syok.
o Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.
39
DAFTAR PUSTAKA
40
41