You are on page 1of 42

CBD

Anak Dengan Dengue Syok Syndrome Dengan Status Gizi Lebih

Disusun Oleh :
Aprillia Sri Haryati ( 01.207.5445 )

Pembimbing :
dr. Slamet Widi, Sp.A
dr. Lilia, Sp.A
dr. Z. Hidayati, Sp.A
dr. Hartono, Sp.A

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOTA SEMARANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014

LAPORAN KASUS I

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. R

Umur

: 7 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pendidikan

: SD

Agama

: Kristen

Suku

: Jawa

Alamat

: Sendangguwo 06/06 Tembalang

Nama Ayah

: Tn. E

Umur

: 31 tahun

Pekerjaan

: Pelayaran

Pendidikan

: D4

Nama Ibu

: Ny. S

Umur

: 29 tahun

Pekerjaan

: Staff accounting

Pendidikan

: D3

Bangsal

: ICU

No. CM

: 289889

Masuk RS

: 4 Juni 2014

B. DATA DASAR
1. Anamnesis ( Alloanamnesis )
Alloanamnesis dengan ibu penderita dilakukan pada tanggal 5 Juni 2014 pukul 09.00
WIB di ruang ICU dan didukung dengan catatan medis.
Keluhan utama : Tangan dan kaki teraba dingin sejak 1 hari sebelum masuk RS.
Keluhan Tambahan : demam yang naik turun sejak 5 hari sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang :
1

Sebelum masuk rumah sakit :

4 hari SMRS, panas tinggi mendadak, terus menerus sepanjang hari, disertai
pusing, tidak kejang, tidak menggigil, mengigau, ditemukan bintik-bintik merah
seperti digigit nyamuk pada badan serta kedua tangan dan kaki, tidak mimisan,
batuk, tidak ada gusi berdarah, tidak pilek, tidak sesak napas, tidak nyeri perut,
mual, muntah > 5x , tidak nyeri sendi, tidak ada lebam-lebam, BAB tidak ada
keluhan,1x/hari warna coklat kekuningan, konsistensi lembek, tidak ada darah,
tidak ada lendir. BAK lancar seperti biasa, 3-4x/hari, bewarna kuning jernih, dan
jumlah cukup. Nafsu makan dan minum menjadi berkurang dari biasanya karena
anak mual. Dan setiap tidur, menurut sang ibu pasien sering mengigau. Ibu pasien
hanya memberikan obat penurun panas namun demam hanya turun sebentar dan
kemudian naik lagi.

1 hari SMRS, panas tidak turun, disertai pusing, tidak kejang, tidak menggigil,
mengigau, ditemukan bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk pada badan serta
kedua tangan dan kaki, tidak mimisan, batuk, tidak ada gusi berdarah, tidak pilek,
tidak sesak napas, tidak nyeri perut, mual, muntah > 3x , tidak nyeri sendi, tidak
ada lebam-lebam, BAB tidak ada keluhan,1x/hari warna coklat kekuningan,
konsistensi lembek, tidak ada darah, tidak ada lendir. BAK lancar seperti biasa, 34x/hari, bewarna kuning jernih, dan jumlah cukup.maka oleh orangtua kembali
dibawa ke IGD RS Kota Semarang dan oleh dokter diberi obat penurun panas, dan
telah diberitahu oleh dokter jika pasien tidak ada perubahan segera dibawa ke RS.

10 jam SMRS, pasien semakin lemas, perut sakit, sesak nafas namun panas sudah
mulai turun dan kedua kaki dan tangan pasien menjadi dingin dan tampak
kebiruan. BAK mulai berkurang, 1-2x/hari, warna kuning jernih, tidak nyeri,
jumlah berkurang dari biasanya. BAB berwarna hitam seperti petis sebanyak 1x.
Nafsu makan dan minum mulai menurun. Mual setiap kali mau makan dan ada
muntah 5x/hari, isi muntahan makanan dan minuman yg dimakan. Kemudian oleh
orang tuanya dibawa berobat lagi ke IGD RS Kota Semarang, dan disarankan oleh
dokter untuk mendapatkan perawatan di ICU.

Setelah masuk RS:


2

Di IGD anak diperiksa, dan didapatkan


Kesan umum pasien tampak sakit berat, kesadaran apatis. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan: HR: 160 x/mnt; RR: 44 x/mnt; suhu: 37,7oC, TD: 90/60 mmHg, nadi
teraba lemah, ekstremitas atas dan bawah teraba dingin, CRT> 2detik, petechiae (+),
tanda-tanda perdarahan spontan: mimisan (-), gusi berdarah (-), BAB hitam seperti
petis (+).
Thorax: Pada inspeksi tampak dada kanan tertinggal, retraksi(-). Pada perkusi, paru
kanan terdengar redup, paru kiri terdengar sonor. Pada auskultasi terdengar suara napas
vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen: inspeksi : cembung, auskultasi : BU(+) normal Palpasi perut supel, nyeri
tekan pada regio epigastrium, Lien : tidak teraba, Hepar: tidak teraba
Dari hasil laboratorium didapatkan Hb: 16,9 ; HT: 46,10; Leukosit: 11.000();
Trombosit: 33.000 ().

Hari pertama perawatan ( sakit hari ke 5 ) pasien dirawat di ICU, masih nampak sesak,
demam sudah turun, namun kedua tangan dan kaki masih terasa dingin, terlihat lemas,
pasien masih mengeluh pusing. Untuk makan dan minum masih sulit. Pasien dipasang
selang NGT, dan dari selang NGT keluar cairan berwarna kecoklatan. BAK sedikit,
berwarna kuning jernih, tidak ada BAB. Kedua kelopak mata menjadi bengkak, dan

nyeri ulu hati.


Hari kedua perawatan ( sakit hari ke 6 ) pasien masih dirawat di ICU, demam sudah
turun dan mencapai normal. Kedua tangan dan kaki menjadi lebih hangat dari
sebelumnya. Makan dan minum masih sulit. Dari selang NGT cairan yang keluar
sudah tidak berwarna kecoklatan melainkan jernih. BAK sedikit, berwarna kuning
jernih, tidak ada BAB. Kedua kelopak mata sudah mulai mengempis dan nyeri ulu hati.

Hari ketiga perawatan ( sakit hari ke 7 ) pasien masih dirawat di ICU demam sudah
turun dan mencapai normal. Kedua tangan dan kaki menjadi hangat. BAK sudah mulai
banyak dari sebelumnya, berwarna kuning jernih. Pasien belum ada BAB. NGT masih
dipasang sudah tidak ada cairan yang keluar dan pasien sudah mulai minum susu
3

sedikit-sedikit. Kelopak mata sudah kempis tapi pasien masih merasakan nyeri pada

ulu hati
Hari keempat perawatan ( sakit hari ke 8 ) pasien dipindahkan ke ruangan, sudah tidak
demam, kedua tangan dan kaki sudah kembali normal, nafsu makan dan minum sudah
mulai membaik. BAK normal, dan bengkak pada kedua kelopak mata sudah membaik,

pasien masih merasakan sedikit nyeri pada daerah ulu hati terutama ketika makan.
Hari kelima perawatan ( sakit hari ke 9 ) sudah tidak demam, nafsu makan sudah baik.
BAK normal. Namun nyeri ulu hati masih dirasakan terutama ketika makan. Pasien
diizinkan untuk pulang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Anak belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.


Tidak ada anggota keluarga yang pernah sakit demam berdarah.

Riwayat Persalinan dan Kehamilan :


Anak perempuan dari ibu G1 P0 A0 hamil 40 minggu, ANC teratur, penyakit
kehamilan tidak ada, lahir secara spontan ditolong oleh bidan, anak lahir langsung
menangis, berat badan lahir 2700 gram , panjang badan saat lahir 48 cm, lingkar kepala
saat lahir ibu lupa, lingkar dada saat lahir ibu lupa, tidak ada kelainan bawaan.
Kesan : neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan

Riwayat Pemeliharaan Prenatal :


Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan terdekat. Saat
mengetahui hamil hingga menjelang persalinan, pemeriksaan dilakukan 1x/bulan.
Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan. Selama hamil ibu mengaku
mendapatkan obat yang diminum berupa vitamin dan tablet penambah darah untuk ibu

hamil. Tidak pernah menderita penyakit selama hamil. Riwayat perdarahan saat hamil
disangkal. Riwayat trauma saat hamil disangkal.
Riwayat Pemeliharaan Postnatal :
Pemeliharaan postnatal dilakukan di bidan dan pusat kesehatan masyarakat terdekat
dan tidak ada kelainan pada anak.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Ayah berkerja sebagai pelayaran, ibu bekerja sebagai staff acounting dan tinggal satu
rumah dengan pasien, 1 orang adik perempuan berusia 1,5 tahun, kakek dan neneknya.
Penghasilan ayahnya sekitar 2.000.000/bulan, dan biaya berobat di tanggung BPJS.
Kesan : sosial ekonomi cukup.
Data Keluarga
Perkawinan ke
Umur
Pendidikan terakhir
Agama

AYAH/WALI
I
31 tahun
D4

IBU/WALI
I
29 tahun
D3

ADIK
1,5tahun
-

Kristen

Kristen

Kristen

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak :


Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2700 gram , panjang badan lahir 48 cm, berat badan sekarang 39 kg,
panjang badan sekarang 125 cm.
Perkembangan :
5

Senyum

: ibu lupa

Miring

: ibu lupa

Tengkurap : 4 bulan

Duduk

Gigi keluar : ibu lupa

Merangkak : ibu lupa

Berdiri

: 12 bulan

Berjalan

: 18 bulan

Lari

: ibu lupa

Bicara

: 13 bulan

: ibu lupa

Saat ini pasien duduk dikelas 1 SD.


Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan umur.
Riwayat Makan dan Minum Anak :

ASI diberikan sejak lahir sampai umur 2 bulan.

Mulai usia 6 bulan diberikan makanan tambahan berupa bubur.

Mulai usia 10 bulan, anak diberi nasi lauk.

Mulai usia 1 tahun sampai sekarang,anak makan nasi, lauk pauk,dan sayur

Jenis Makanan

Frekuensi dan Jumlah

Nasi

3-5x/hari @ 1 piring

Sayur

1-3x/hari, porsi tidak teratur

Tempe/tahu

1x/hari @ 1 potong

Telur

1-2x/hari, porsi tidak teratur

Daging

1-2x/minggu, porsi tidak teratur


6

Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup.

Riwayat Imunisasi :
BCG

: 1x ( 1 bulan ), scar ( + )

DPT

: 3x ( 2,4,6 bulan)

Polio

: 4x ( 0,2,4,6 bulan).

Campak

: 1x ( 9 bulan)

Hepatitis B

: 3x ( 0,1,6 bulan )

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal imunisasi di posyandu.


Riwayat Keluarga Berencana :
Ibu penderita mengikuti program KB. Ibu menggunakan kontrasepsi suntik untuk
mencegah kehamilan.
2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 5 Juni 2014, pukul 09.00 WIB
Anak perempuan usia 7 tahun, berat badan 39 kg, panjang badan 125 cm.
Kesan umum : Composmentis, gelisah, kurang aktif, kesan gizi lebih, tampak tandatanda perdarahan spontan.
Tanda vital
-

Tekanan darah : 100/80 mmHg

HR

: 130 x/ menit

Nadi

: isi dan tegangan cukup

Laju nafas

: 50 x/ menit

Suhu

: 36,5 C ( axilla )

Status Internus
7

Kepala

: Normocephale, rambut hitam, tumbuh merata, tidak mudah dicabut

Mata

: edema palpebra (+/+), pupil isokhor (+/+), diameter 2 mm, refleks


cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-)

Hidung

: Epistaksis ( -), nafas cuping hidung ( -), sekret (-)

Telinga

: Discharge ( -)

Mulut

: Hematemesis (-), Gusi berdarah (-), kering (+) sianosis (-)

Leher

: Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe

Tenggorok

: T1- T1, faring hiperemis (-)

Dinding thorax :
Paru
Inspeksi

: simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi (-)

Palpasi

: sterm fremitus paru kanan lebih lemah daripada paru kiri

Perkusi

: paru kanan redup dan paru kiri sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+),, ronchi (-/-), wheezing (-/-)


Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: batas atas : ICS II parasternal line sinistra


Batas kanan : ICS IV parasternal line dextra
Batas kiri : ICS V, 2 cm medial dari midclavicula line sinistra

Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-)

Abdomen :
Inspeksi

: perut tampak cembung

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: Timpani di keempat kuadran abdomen, shifting dullness (+)

Palpasi

: teraba supel, nyeri tekan (+) pada daerah epigastrium

Hepar

: Tidak teraba

Lien

: Tidak teraba
8

Genitalia

: Perempuan, dalam batas nomal

Anus

: tidak ada kelainan

Kulit

: Petekhiae (+), dingin (+), sianosis (+), warna coklat sawo matang

Ekstremitas : Superior

Inferior

Akral dingin

+/+

+/+

Akral sianosis

+/+

+/+

Oedem

-/-

-/-

Capillary refill

> 2

>2

3. Pemeriksaan Penunjang
Darah Tanggal 4 Juni 2014 ( hari 1 perawatan, sakit hari ke 5 )
Pukul 19.00 WIB
-

Hb

: 16,9 gr/ dl

Ht

: 46,10 %

Leukosit : 11.000/ mm5

Trombosit : 33.000/ mm5

Darah Tanggal 4 Juni 2014 ( hari 1 perawatan, sakit hari ke 5 )


Pukul 23.00 WIB
-

Hb

: 13,7 gr/ dl

Ht

: 39,00 %

Leukosit : 9.600/ mm5

Trombosit : 24.000/ mm5

Darah Tanggal 5 Juni 2014 ( hari 2 perawatan, sakit hari ke 6 )


Pukul 07.00 WIB
-

Hb

: 15,7 gr/ dl

Ht

: 44,5 %

Leukosit : 13.800/ mm5

Trombosit : 19.000/ mm5


9

Darah Tanggal 5 Juni 2014 ( hari 2 perawatan, sakit hari ke 6 )


Pukul 14.00 WIB
-

Hb

: 14,9 gr/ dl

Ht

: 42,70 %

Leukosit : 14.500/ mm5

Trombosit : 14.000/ mm5

Darah Tanggal 6 Juni 2014 ( hari 3 perawatan, sakit hari ke 7 )


Pukul 08.00 WIB
-

Hb

: 12,3 gr/ dl

Ht

: 35,40 %

Leukosit : 12.600/ mm5

Trombosit : 50.000/ mm5

Darah Tanggal 6 Juni 2014 ( hari 3 perawatan, sakit hari ke 7 )


Pukul 18.19 WIB
-

Hb

: 10,7 gr/ dl

Ht

: 31,30 %

Leukosit : 14.100/ mm5

Trombosit : 87.000/ mm5

Darah Tanggal 7 Juni 2014 ( hari 4 perawatan, sakit hari ke 8 )


Pukul 08.38 WIB
-

Hb

: 11,3 gr/ dl

Ht

: 33,40 %

Leukosit : 15.300/ mm5

Trombosit : 134.000/ mm5

Darah Tanggal 9 Juni 2014 ( hari 6 perawatan, sakit hari ke 9 )


Pukul 09.20 WIB
-

Hb

: 11,3 gr/ dl

Ht

: 34,20 %

Leukosit : 7.100/ mm5

Trombosit : 325.000/ mm5


10

4. Pemeriksaan Khusus
Data Antropometri :
Anak perempuan, usia 7 tahun
Berat badan

39 kg

Panjang badan

125 cm

Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :

WAZ =

BB median
SD

39 21,8
4,20
=

= 4,09 ( Gizi Lebih )

tb median 125 120,6

SD
5,50
HAZ =

0,8 ( Normal )
BB median 39 24,1

SD
3,2

WHZ =

= 4,65 ( Gemuk )

Kesan : Status gizi lebih dengan perawakan gemuk

C. RESUME
Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 7 tahun, berat badan 39 kg, tinggi badan
125 cm. dengan keluhan utama dingin dikedua tangan dan kaki 1 hari SMRS. 4 hari SMRS,
panas tinggi mendadak, terus menerus sepanjang hari, disertai pusing, tidak kejang, tidak
menggigil, mengigau, ditemukan bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk pada badan serta
kedua tangan dan kaki, tidak mimisan, batuk, tidak ada gusi berdarah, tidak pilek, tidak sesak
napas, tidak nyeri perut, mual, muntah > 5x , tidak nyeri sendi, tidak ada lebam-lebam, BAB
tidak ada keluhan,1x/hari warna coklat kekuningan, konsistensi lembek, tidak ada darah, tidak
ada lendir. BAK lancar seperti biasa, 3-4x/hari, bewarna kuning jernih, dan jumlah cukup.
Nafsu makan dan minum menjadi berkurang dari biasanya karena anak mual. Dan setiap tidur,
menurut sang ibu pasien sering mengigau. Ibu pasien hanya memberikan obat penurun panas
namun demam hanya turun sebentar dan kemudian naik lagi.
1 hari SMRS, panas tidak turun, disertai pusing, tidak kejang, tidak menggigil, mengigau,
ditemukan bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk pada badan serta kedua tangan dan kaki,
11

tidak mimisan, batuk, tidak ada gusi berdarah, tidak pilek, tidak sesak napas, tidak nyeri perut,
mual, muntah > 3x , tidak nyeri sendi, tidak ada lebam-lebam, BAB tidak ada keluhan,1x/hari
warna coklat kekuningan, konsistensi lembek, tidak ada darah, tidak ada lendir. BAK lancar
seperti biasa, 3-4x/hari, bewarna kuning jernih, dan jumlah cukup.maka oleh orangtua kembali
dibawa ke IGD RS Kota Semarang dan oleh dokter diberi obat penurun panas, dan telah
diberitahu oleh dokter jika pasien tidak ada perubahan segera dibawa ke RS.
10 jam SMRS, pasien semakin lemas, perut sakit, sesak nafas namun panas sudah mulai
turun dan kedua kaki dan tangan pasien menjadi dingin dan tampak kebiruan. BAK mulai
berkurang, 1-2x/hari, warna kuning jernih, tidak nyeri, jumlah berkurang dari biasanya. BAB
berwarna hitam seperti petis sebanyak 1x. Nafsu makan dan minum mulai menurun. Mual
setiap kali mau makan dan ada muntah 5x/hari, isi muntahan makanan dan minuman yg
dimakan. Kemudian oleh orang tuanya dibawa berobat lagi ke IGD RS Kota Semarang, dan
disarankan oleh dokter untuk mendapatkan perawatan di ICU.
Setelah masuk RS:

Di IGD anak diperiksa, dan didapatkan


Kesan umum pasien tampak sakit berat, kesadaran apatis. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan: HR: 160 x/mnt; RR: 44 x/mnt; suhu: 37,7oC, TD: 90/60 mmHg, nadi
teraba lemah, ekstremitas atas dan bawah teraba dingin, CRT> 2detik, petechiae (+),
tanda-tanda perdarahan spontan: mimisan (-), gusi berdarah (-), BAB hitam seperti
petis (+).
Thorax: Pada inspeksi tampak dada kanan tertinggal, retraksi(-). Pada perkusi, paru
kanan terdengar redup, paru kiri terdengar sonor. Pada auskultasi terdengar suara napas
vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen: inspeksi : cembung, auskultasi : BU(+) normal Palpasi perut supel, nyeri
tekan pada regio epigastrium, Lien : tidak teraba, Hepar: tidak teraba
Dari hasil laboratorium didapatkan Hb: 16,9 ; HT: 46,10; Leukosit: 11.000();
Trombosit: 33.000 ().

12

Hari pertama perawatan ( sakit hari ke 5 ) pasien dirawat di ICU, masih nampak sesak,
demam sudah turun, namun kedua tangan dan kaki masih terasa dingin, terlihat lemas,
pasien masih mengeluh pusing. Untuk makan dan minum masih sulit. Pasien dipasang
selang NGT, dan dari selang NGT keluar cairan berwarna kecoklatan. BAK sedikit,
berwarna kuning jernih, tidak ada BAB. Kedua kelopak mata menjadi bengkak, dan

nyeri ulu hati.


Hari kedua perawatan ( sakit hari ke 6 ) pasien masih dirawat di ICU, demam sudah
turun dan mencapai normal. Kedua tangan dan kaki menjadi lebih hangat dari
sebelumnya. Makan dan minum masih sulit. Dari selang NGT cairan yang keluar
sudah tidak berwarna kecoklatan melainkan jernih. BAK sedikit, berwarna kuning
jernih, tidak ada BAB. Kedua kelopak mata sudah mulai mengempis dan nyeri ulu hati.

Hari ketiga perawatan ( sakit hari ke 7 ) pasien masih dirawat di ICU demam sudah
turun dan mencapai normal. Kedua tangan dan kaki menjadi hangat. BAK sudah mulai
banyak dari sebelumnya, berwarna kuning jernih. Pasien belum ada BAB. NGT masih
dipasang sudah tidak ada cairan yang keluar dan pasien sudah mulai minum susu
sedikit-sedikit. Kelopak mata sudah kempis tapi pasien masih merasakan nyeri pada

ulu hati
Hari keempat perawatan ( sakit hari ke 8 ) pasien dipindahkan ke ruangan, sudah tidak
demam, kedua tangan dan kaki sudah kembali normal, nafsu makan dan minum sudah
mulai membaik. BAK normal, dan bengkak pada kedua kelopak mata sudah membaik,

pasien masih merasakan sedikit nyeri pada daerah ulu hati terutama ketika makan.
Hari kelima perawatan ( sakit hari ke 9 ) sudah tidak demam, nafsu makan sudah baik.
BAK normal. Namun nyeri ulu hati masih dirasakan terutama ketika makan. Pasien
diizinkan untuk pulang.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesan umum : composmentis, gelisah, kurang aktif,
kesan gizi lebih, tampak tanda-tanda perdarahan. Tekanan darah 100/80 mmH, nadi dan nisi
tegangan kurang, laju nafas 50x/menit. Pada kulit tampak pucat dan teraba dingin. Pada mata
tampak edema palpebral pada kedua mata dan pada bibir tampak kering. Pada paru-paru,
sterm fremitus paru kanan lebih lemah dibandingkan paru kiri. Perkusi paru-paru didapatkan
redup pada paru kanan. Pada auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler +/+, Perut tampak
13

cembung, terdapat shifting dullness dan terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium. Di
ekstremitas superior dan inferior terdapat akral dingin dan akral sianosis.
Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan penurunan trombosit dan hematokrit.
Pada pemeriksaan antropometri didapatkan status gizi lebih dan perawakan gemuk.

D. DIAGNOSIS BANDING
I.

II.

Febris 5 hari :
i. Demam Berdarah Dengue
ii. Demam Dengue
iii. Demam Chikungunya
iv. Idiopatic Trombositopenia Purpura
Observasi syok :

Syok Normovolemik :

i. Cardiogenik
ii. Neurogenik

Syok Hipovolemik

1. Diare
2. Anafilaktik
3. DIC
4. Sepsis
5. DSS (Dengue Syok Syndrome)
III.

Status gizi lebih

J. DIAGNOSIS SEMENTARA
I.

DSS (Dengue Syok Syndrome)

II.

Status gizi lebih

K. TERAPI
-

O2 nasal kanul 2 liter/ menit


14

IVFD RL 10 cc/kgBB/10 menit ( 390 cc ) bolus dalam 10 menit bisa diulang 3x

Apabila syok belum teratasi, dilanjutkan dengan HAES 10 cc/kgBB/10 menit (390 cc)
bolus dalam 10 menit, dapat diulang 2x, selanjutnya dievaluasi keadaan umum dan
tanda-tanda vital

Jika syok sudah teratasi, dilanjutkan dengan IVFD RL 7 cc/kgBB/jam (273 cc/jam)
diberikan selama 4 jam, selanjutnya IVFD RL 5 cc/kgBB/jam (195cc/jam) diberikan
selama 4 jam, selanjutnya IVFD RL 3 cc/kgBB/jam (117 cc/jam) diberikan selama 4
jam.

Selanjutnya diberikan cairan maintanance 5cc/kgBB/jam 195 cc/jam 20 tpm

Injeksi Cefotaxime 3 x 400 mg iv

Injeksi ranitidin 3 x 30 mg iv

o P/O: Paracetamol syr 3 x 500 mg diberikan tiap 4 jam

Diet
BBI

= 9 + (n-1) x 2
= 9 + (7-1) x 2
= 9 + (6) x 2
= 9 + 12
= 21

Kalori = 39 x 100 kkal = 3900 kkal/hari


Protein = 39 x 2 gr/kgBB/hari = 78 gr/hari
Program:

Pantau keadaan umum, tanda-tanda vital, dan tanda syok berulang

Hitung balance cairan dan diuresis, hindari terjadinya overload

15

L. PROGNOSA
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad sanam

: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam

M. USULAN
1. Pemeriksaan serologi dengue (IgM, IgG)
2. Pemeriksaan Benzidine test
3. Cek darah rutin tiap 6 jam
4. X-foto thoraks
N. NASEHAT
Saat di RS :
1. Orangtua diminta untuk selalu mengawasi anak dari gejala seperti tangan dan kaki
dingin, anak tampak lemas, gelisah dan sesak nafas. Awasi apabila ada tanda-tanda
perdarahan seperti mimisan, gusi berdarah dan BAB berwarna hitam.
Saat dirumah :
1. Dianjurkan untuk memiliki termometer dan obat penurun panas di rumah. Jika anak
demam di rumah, kompres, perbanyak minum, dan berikan obat penurun panas. Jika
demam tidak turun, segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
2. Proteksi diri dan keluarga dari gigitan nyamuk dengan menggunakan repelant di dalam
atau di luar rumah. Menggunakan kelambu saat tidur.
3. Melakukan 3M+ untuk antisipasi memberantas jentik nyamuk.
4. Lapor kepada RT/RW setempat karena ada warga yang terkena demam berdarah,
diusulkan untuk memfogging daerah sekitar.

Follow up
Tanggal
5 Juni 2014

Keterangan
Pusing

(+), TD

tanda vital
: 100/80 mmHg

Terapi

O2 nasal 2 liter/menit
16

demam (-), nyeri HR


ulu

hati

(+), Nadi

terpasang NGT

: 130 x/ menit
:

isi dan tegangan

cukup
RR

: 50 x/ menit

Infus RL 30 tpm
Inj. Cefotaxime 3x400

mg
Ca gluconas+aquabidest
10 cc shyring pump

Suhu : 36,5 C ( axilla )

6 Juni 2014

Pusing

(+), TD

demam (-), nyeri HR


ulu

hati

(+), Nadi

terpasang NGT

: 100/70 mmHg
: 100 x/ menit
:

isi dan tegangan

cukup
RR

: 28 x/ menit

Suhu : 36,8 C ( axilla )

dalam 20 menit

O2 nasal 2 liter/menit
Infus RL 30 tpm
Inj. Cefotaxime 3x400

mg
Inj. Vit C 1x100 mg
Inj. Ranitidin 3x30 mg
Inj.
Dopamin
3
meq/kgBB/hari

7 Juni 2014

Nyeri ulu hati (+), TD

: 100/90 mmHg

BAK

: 70 x/ menit

terpasang NGT

3x HR
Nadi

isi dan tegangan

cukup
RR

: 20 x/ menit

Suhu : 36,2 C ( axilla )

O2 nasal 2 liter/menit
Infus RL 80 cc/jam
Inj. Cefotaxime 3x400

mg
Inj. Vit C 1x100 mg
Inj. Ranitidin 3x30 mg
Inj.
Dopamin
3
meq/kgBB/hari

8 Juni 2014

Nyeri ulu hati (+), TD

: 110/70 mmHg

pasien

HR

: 72 x/ menit

dipindahkan

Nadi

keruangan

cukup
RR

isi dan tegangan

: 30 x/ menit

Infus RL 80 cc/jam
Inj. Cefotaxime 3x400

mg
Inj. Vit C 1x100 mg
Inj. Ranitidin 3x30 mg
Dopamin 3

Suhu : 36,8 C ( axilla )

9 Juni 2014

Nyeri ulu hati (+), TD

: 110/80 mmHg

meq/kgBB/hari

Infus RL 80 cc/jam
17

pasien
pulang

diizinkan HR
Nadi

: 80 x/ menit
:

Inj. Cefotaxime 3x400

mg
Inj. Vit C 1x100 mg

isi dan tegangan

cukup
RR

: 24 x/ menit

Suhu : 36,0 C ( axilla )

TINJAUAN PUSTAKA

18

I. SINDROM SYOK DENGUE


DEFINISI

Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD disertai
dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah kelanjutan dari DBD dan
merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, yang dapat berakibat fatal.

ETIOLOGI

Penyebabnya adalah virus dengue (genus Flavivirus, famili flaviridae). Terdapat 4 serotipe
virus ini yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia
dimana DEN-3 adalah serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe tersebut, sedangkan antibodi terhadap serotipe lain sangat kurang
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe
selama hidupnya.
Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan Aedes
albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk Aedes dapat menerima virus
dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus yang
berada di kelenjar liurnya tersebut akan berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum akhirnya dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat
gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya
(transovarian transmission). Sekali virus masuk dan berkembang biak di dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia ke nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
setelah demam timbul.
EPIDEMIOLOGI

19

Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan
angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa.
Sampai akhir tahun 2005, DBD telah ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 35
Kabupaten/Kota telah melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB). Incidence Rate
meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968, menjadi 43,42 per 100.000
penduduk pada akhir tahun 2005.

Gambar 1. Distribusi Virus Dengue, Infeksi dan Daerah Epidemis

Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu
yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan dapat bertahan
hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama
di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di
Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus hingga
kasus terbanyak pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :
1) Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin
20

3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk

PATOGENESIS

Patogenesis DBD dan SSD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis immune
enhancement.
Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection. Pasien
yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai
resiko yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks
antigen-antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog, maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dalam waktu beberapa hari, terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan
titer tinggi antibodi IgG anti-dengue. Terbentuknya kompleks virus antigen-antibodi
mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang
ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia
hingga syok.

Gambar 2. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue

21

Gambar 3. Patogenesis terjadinya syok pada DBD

Hipotesis kedua yaitu antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma
kemudian terjadi hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura, asites).
Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan
replikasi, baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari
perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan
agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh
darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit
terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit,
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat), sehingga trombosit melekat satu
22

sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi stimulasi
trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID =
koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun
jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi
akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman hingga terjadi aktivasi sistem kinin lalu memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

Gambar 4. Patogenesis Perdarahan pada DBD

MANIFESTASI KLINIS

23

Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan
tubuh dan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus, sehingga infeksi dapat bersifat
asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam dengue
(DD), demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD).
Saat masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan merasa lemas.

Gambar 5. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue

Demam Dengue
Gejala klasiknya ialah demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle-back fever),
nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan
timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2
hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari
ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekie.
Pada keadaan wabah, telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan
seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi.

Demam Berdarah Dengue

24

Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka
kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan
muntah sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan
di bawah tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple
leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena. Kebanyakan
kasus, petekie halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum
mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi
lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam.
Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus
costae kanan.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam. Pada saat ini terjadi penurunan suhu
yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam beratringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan, perubahan yang terjadi minimal dan
sementara, sedangkan pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.

Sindrom Syok Dengue


Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit
ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi <
20 mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan produksi urin yang berkurang.
Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Bila terlambat
diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai
penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, infeksi (pneumonia,
sepsis, flebitis), terlalu banyak cairan (overhidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak
lazim seperti ensefalopati dan gagal hati. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi
dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada
kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.

25

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Parameter laboratori yang dapat diperiksa:
-

Leukosit: dapat normal atau menurun.


Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai
adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase
syok akan meningkat.

Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 akibat depresi


sumsum tulang.

Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan


hematokrit 20% dari hematokrit awal. Sering ditemukan mulai hari ke-3.

Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Imunoserologi
~ Pemeriksaan anti-dengue IgG, IgM
IgM

IgG

Interpretasi

Infeksi primer

Infeksi sekunder

Riwayat terpapar/ dugaan infeksi


sekunder

Bukan infeksi Flavivirus, ulang


3-5 hari bila curiga.

IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
26

IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
~ Uji HI: 1: 2560 Infeksi sekunder Flavivirus
-

Protein/Albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/SGPT dapat meningkat.

Ureum, Kreatinin: dapat meningkat pada keadaan gagal ginjal akut.

Gas darah: terdapat gangguan pada konsentrasi gas darah sesuai dengan keadaan
pasien.

Elektrolit: sebagai parameter pemberian cairan.

Golongan darah dan cross match: dilakukan sebelum tindakan tranfusi darah untuk
keamanan pasien.

2. Pemeriksaan Radiologis
-

Pemeriksaan foto roentgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama pada
hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi dapat dijumpai
pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan. Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi dalam keadaan klinis
ragu-ragu dan pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan.

USG: untuk mendeteksi adanya asites dan juga efusi pleura.

DIAGNOSIS DAN PENENTUAN DERAJAT PENYAKIT


Penegakan diagnosis berdasarkan kriteria WHO:
Demam Dengue
1. Probable
Demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai
berikut:
o

Nyeri kepala.

Nyeri retro-orbital.
27

Mialgia / Atralgia.

Ruam kulit.

Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).

Leukopenia, dan pemeriksaan serologi dengue positif.


2. Confirmed
Kasus dengan konfirmasi laboratorium berupa deteksi antigen dengue, peningkatan titer
antibodi > 4 kali pada serum akut dan serum konvalesens, dan/atau isolasi virus.

Demam Berdarah Dengue


Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium.
Kriteria Klinis:
o Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari, biasanya bifasik.
o Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk *uji bendung positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan / melena.
o Hepatomegali.
* Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada
tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila
ditemukan 10 atau lebih petekie per 2.5 cm2 (1 inci).

Kriteria Laboratorium:
o Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml).
o Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit >20% menurut standar umur
dan jenis kelamin.
Diagnosis: dua kriteria klinis pertama + trombositopenia dan hemokonsentrasi, serta
dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.

28

Sindrom Syok Dengue


Seluruh kriteria DBD disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :
- Penurunan kesadaran, gelisah
- Nadi cepat, lemah
- Hipotensi
- Tekanan nadi < 20 mmHg
- Perfusi perifer menurun
- Kulit dingin-lembab

PENENTUAN DERAJAT PENYAKIT


Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis perlu ditentukan
sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.

Gambar 6. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut:

29

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu kebocoran plasma.
Pedoman tatalaksana DD, DBD dan SSD berbeda dari segi resusitasi cairan dan indikasi
perawatan di RS. Pasien DD dapat berobat jalan, sedangkan pasien DBD dirawat di ruang
perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi (SSD) diperlukan perawatan
intensif.
Demam Dengue
Pada fase demam pasien dianjurkan untuk:
Tirah baring, selama masih demam.
Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, dll.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Semua
pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu
turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan sulit membedakan antara DD dan DBD
pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan, sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).
30

Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue


Tidak ada terapi spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama adalah terapi suportif
yaitu pemeliharaan volume cairan sirkulasi akibat kebocoran plasma. Tersangka DBD di UGD
dilakukan pemeriksaaan darah lengkap, minimal Hb, Ht, leukosit dan trombosit. Bila hasil
trombosit normal atau turun sedikit (100.000 150.000) pasien dipulangkan, wajib kontrol 24
jam berikut atau bila memburuk segera harus kembali ke UGD. Bila hasil Hb dan Ht normal,
trombosit <100.000, pasien dirawat. Bila hasil Hb, Ht meningkat, trombosit normal atau turun,
pasien dirawat.

Gambar 7. Penanganan Tersangka (probable) DBD Tanpa Syok

Tatalaksana kasus tersangka DBD tanpa perdarahan spontan masif dan tanpa syok, diberi
cairan infus kristaloid dengan rumus volume cairan yang diperlukan per hari:
1500 + (20 x (BB dalam kg 20)
Monitor Hb, Ht, leukosit dan trombosit per 24 jam. Bila hasil Hb dan Ht meningkat >10-20%
dan trombosit turun <100.000 maka jumlah cairan tetap, lalu lanjutkan monitor per 12 jam.
Bila hasil Hb, Ht meningkat >20% dan nilai trombosit <100.000 lanjutkan pemberian cairan
sesuai protokol di bawah.

31

Gambar 8. Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat

Peningkatan nilai Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Terapi
awal pemberian cairan yaitu infus kristaloid dengan dosis 6-7ml/kg/jam. Monitor dilakukan 34 jam setelah pemberian cairan. Parameter nilai perbaikan adalah kadar Ht, frekuensi nadi,
tekanan darah dan produksi urin. Bila didapatkan tanda perbaikan maka dosis cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila 2 jam kemudian keadaan tetap dan ada perbaikan, dosis
dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap membaik dalam 24-48 jam kemudian,
pemberian cairan infuse dapat dihentikan. Bila keadaan tidak membaik setelah terapi awal
maka dosis cairan infus naik menjadi 10ml/kgbb/jam. Bila 2 jam keadaan membaik, cairan
dikurangi menjadi 5 ml/kgbb jam. Bila memburuk, naik menjadi 15 ml/kgBB/jam. Bila tanda
syok (+) masuk ke protokol syok.

32

Gambar 9. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%

Sumber perdarahan masif dan spontan pada penderita DBD adalah epistaksis, perdarahan
saluran cerna (hematemesis, melena atau hematoskesia), saluran kencing (hematuria),
perdarahan otak, dan yang tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5
ml/kgBB/jam. Terapi cairan sama seperti kasus DBD tanpa syok. Pemeriksaan tanda vital, Hb,
Ht, trombosit dilakukan 4-6 jam disertai pemeriksaan trombosis dan hemostasis. Heparin
diberi bila tanda KID (+). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi, PRC diberi
bila Hb <10 g/dl. Trombosit hanya diberi pada pasien perdarahan spontan masif dengan kadar
trombosit <100.000 dengan atau tanpa tanda KID. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi
faktor pembekuan (PT dan aPTT memanjang).

33

Gambar 10. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting dalam menangani syok hipovolemia pada SSD.
Fase awal, guyur cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB, lalu evaluasi 15-30 menit kemudian. Bila
renjatan telah teratasi jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120
menit keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60 120
menit kemudian tetap stabil, dosis menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila stabil selama 24-48 jam,
hentikan infus karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami extravasasi terjadi
(ditandai dengan Ht yg turun), bila cairan tetap diberi bisa terjadi hipervolemi, edema paru dan
gagal jantung.
Selain itu dapat diberikan oksigen 2-4 liter per menit, dengan pemeriksaan darah perifer
lengkap, hemostasis, AGD, elektrolit, ureum dan kreatinin. Harus dilakukan pengawasan dini
terhadap kemungkinan syok berulang dalam waktu 48 jam karena proses patogenesis penyakit
masih berlangsung dan cairan kristaloid hanya menetap 20% dalam pembuluh darah setelah 1
jam pemberian. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.
Bila setelah fase awal, renjatan belum teratasi, cairan ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB
evaluasi dalam 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatikan nilai Ht. Bila ht
meningkat, perembesan plasma masih berlangsung, maka pilihan cairan koloid. Bila Ht
34

menurun, kemungkinan perdarahan dalam (internal bleeding) maka dapat diberikan transfusi
darah segar 10 cc/kgBB (dpt diulang sesuai kebutuhan). Tanda hemodinamik masih belum
stabil dengan nilai Ht lebih dari 30C dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan
koloid dengan perbandingan 4:1 atau 3:1.
Koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB, evaluasi setelah 10- 30
menit, dapat ditambah hingga jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Pilihan sebaiknya yang tidak
menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan mekanisme pembekuan darah ini dapat
disebabkan terutama karena pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu
sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam. Pada
kasus SSD apabila setelah pemberian cairan koloid syok dapat diatasi, maka penatalaksanaan
selanjutnya dapat diberikan ringer laktat dengan kecepatan sekitar 4-6 jam setiap 500 cc.
Pasang kateter vena sentral untuk pantau kecukupan cairan. Sasaran tekanan vena sentral 1518 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatian dan koreksi ganggguan asam basa,
elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID dan infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral sudah
sesuai dengan target namun renjatan belum teratasi, maka dapat diberikan obat
inotropik/vasopresor (dopamin, dobutamin, atau epinephrine).
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien SSD, dan apabila asidosis tidak
dikoreksi, akan memacu terjadinya KID sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks.
Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan
koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID tidak akan
tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.
Pemberian antibiotik perlu dipertimbangkan pada SSD mengingat kemungkinan infeksi
sekunder dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna. Indikasi lain pemakaian
antibiotik pada DBD yaitu bila didapatkan infeksi sekunder di tempat/organ lainnya, dan
antibiotik yang digunakan hendaknya yang tidak mempunyai efek terhadap sistem
pembekuan.

35

36

Gambar 11. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

37

Gambar 12. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO)


Kristaloid
-

Larutan ringer laktat (RL), larutan ringer asetat (RA), larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), dekstrosa 5% dalam larutan ringer
asetat (D5/RA), dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
Catatan: Untuk resusitasi syok digunakan larutan RL atau RA, tidak boleh larutan yang
mengandung dekstran

Pilihan Cairan Koloid pada Resusitasi Cairan SSD


Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai keunggulan dan
kekurangan masing-masing, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl starch (HES).
Golongan Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka pemberian dengan
larutan tersebut akan menambah volume intravaskular oleh karena akan menarik cairan
ekstravaskular. Efek volume Dekstran 70 6% dipertahankan selama 6-8 jam, sedangkan efek
volume Dekstran 40 10% dipertahankan selama 3-5 jam. Kedua larutan tersebut dapat
menggangu mekanisme pembekuan darah dengan cara menggangu fungsi trombosit dan
menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor VIII, terutama bila diberikan lebih dari 1000 ml/24
jam. Pemberian dekstran tidak boleh diberikan pada pasien dengan KID.

38

Golongan Gelatin (hemacell dan gelafundin) merupakan larutan gelatin yang mempunyai sifat
isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar 2-3 jam dan tidak
mengganggu mekanism pembekuan darah.
Hydroxy ethyl starch (HES): 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES 450/0,7 adalah
larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik dan
hiponkotik. Efek volume 6%/10% HES 200/0,5 menetap dalam 4-8 jam, sedangkan larutan
6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12 jam. Gangguan mekanisme
pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari 1500 cc/24 jam, dan efek ini terjadi
karena pengenceran dengan penurunan hitung trombosit sementara, perpanjangan waktu
protrombin dan waktu tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.

Kriteria Memulangkan Pasien


Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini:
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/ul
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik

Komplikasi.
o Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa syok.
o Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.
39

o Edema paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan.

Langkah Promotif / Preventif.


Pencegahan /pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan
melakukan tindakan 3M, yaitu:

Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau


menaburkan bubuk larvasida (abate).

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air.

DAFTAR PUSTAKA

40

1. Sutaryo. Masalah Demam Berdarah di Indonesia. Jakarta. 2002. Hal 32-42.


2. Djajadiman, Gatot. Perubahan Hematologi pada Infeksi Dengue. Jakarta. 1999. Hal 44-53.
3. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3. Jakarta. 2000. Hal 65-70.
4. A.V. Hoffbrand. Kapita Selekta Hematologi, edisi ke 2. Jakarta. 2005. Hal 30-5.
5. Berhman, RE; Kliegman, RM; Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, volume 2, edisi 15.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. Hal 1708-12.
6. Markum. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid 1. Jakarta: FKUI. 1991. Hal 331.
7. Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and Perinatal Medicine,
volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society, Jakarta: 2006, page 134-138.
8. Arijanty, Luszy; Nasar S sri; Sari pediatri vol. 5 No.1. http://www.idai.or.id/
saripediatri/pdfile/5.1.5.pdf. Juni 2003, hlm 21-26.
9. Depkes RI. 2005. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan
Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
10. WHO Indonesia. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta:
Depkes RI.
11. Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, edisi I. 2004. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2010. Hal 64-9.

41

You might also like