You are on page 1of 24

Martens et al.

: bahwa hilangnya GRN meningkatkan kehilangan neuron pada


cedera di SSP.
Pada fase akut, neurotoksin 1-methil-4-(2-methylphenyl)-1,2,3,6tetrahydrophine (MPTP), menargetkan neuron dopaminergik dari substansia
nigra pars compacta (SNPC), tikus dengan defisiensiGRN(Grn-/-)
menunjukkan respon inflamasi berkepanjangan dan berlebihan pada
mikroglia yang diaktifkan dan mekanisme ini mungkin berkontribusi dalam
meningkatkan kematian neuron setelah cedera.
Penipisan selektifGRNdari mikroglia pada campuran kortikal kultur
mengakibatkan peningkatan kematian neuron tanpa adanya cedera.
Grn (-/-) mikroglia yang diobati dengan LPS/IFN- menunjukan respon
inflamasi dan kondisi media dari mikroglia ini menyebabkan kematian kultur
neuron.

Peran GRNdalam melemahkan neuroinflammasi dan


menunjukkan bahwa mekanisme ini berkontribusi
pada neurodegenerasi padadefisiensi GRN FTLD.

Bellucci et al.

Aktivasi mikroglia dan produksi mediator proinflamasi oleh


neuron phospho-tau-positif mungkin secara berbeda
berkontribusi terhadap kematian neuronal dan
perkembangan penyakit pada tauopati neurodegeneratif.

Kesimpulan

Dalam beberapa tahun terakhir, aspek genetik dan molekuler yang me

NEUROIMMUNOLOGY OF CORTICAL
DISEASE: DEMENTIA
Definisi

Penyebab demensia dapat digolongkan


menjadi 3 golongan yakni:
Sindroma

Demensia merupakan sindroma yang dikarakteristikkan dengan


kerentanan pada ranah kognitif khususnya memori, bahasa,
persepsi visual, dan fungsi eksekutif.
Demensia degeneratif berasal dari etiologi yang reversibel
seperti Barey Lord depositor, Lewy levels, tanfiahoe atau
disfungsi protein, sedangkan demensia sekunder bisa diobati.
Demensia yang reversibel terbagi menjadi kelompok yang
berbeda-beda dengan etiologi yang bermacam-macam seperti:
Lesi otak struktural

Penyakit Alzheimer dikarakteristikkan sebagai defisit memori secara progresif, terganggunya fungsi kognitif dan

Penatalaksanaan Akut

Pasien dengan suspek autoimun imunologi


Pengobatan awal menggunakan
a. Kortikosteroid dosis tunggal
b. Metil Prednisolon IU 1000 mg selama 5
hari (dapat digunakan baik dirawat inap
maupun rawat jalan)
c. Pengobatan rawat jalan dengan
Prednison dengan dosis 60-80 mg.

Epilepsi Autoimun

Onsetyang
epilepsi
akut dan resisten
terhadap
obatsel
antiepileptik
Epilepsi
disebabkan
oleh antibodi
atau
T sitotoksik yang meny
Definisi Profil serum antibodi atau penanda inflamasi LCS (peningkatan protein atau

Diagnosis

Pasien
Petunjuk yang dapat membantnu identifikasi pasien dengan etiologi autoimun:
Pengurangan
Epilepsi
Satu atau lebih autoantibodi spesifik intraseluler saraf atau antigen membran plasma dal

Pentingnya Mempertimbangkan suatu Etiologi


Autoimun

Terapi dini dan maintenance imunoterapi yang sesuai menjanjikan keluaran optimal
pada pasien,
pengujian serologis informatif juga dapat mempercepat pencarian untuk kanker
stadium terbatas.

Kapan Seharusnya Melakukan Pemeriksaan?


1. Epilepsi kriptogenik onset akut dengan kontrol kejang yang tidak sempurna
dengan durasi < 2 tahun
2. Epilepsi kriptogenik onset akut ditambah satu atau lebih kriteria berikut:
a. Progresi subakut (frekuensi maksimal bangkitan kejang dalam 3 bulan)
b. Kejang multipel atau fasciobrachial distonik
c. Resisten terhadap OAE
d. Gejala penyerta psikiatri (psikosis, halusinasi)
e. Gangguan pergerakan (myoklonus, tremor, diskinesia)
f. Nyeri kepala
g. Ketidakseimbangan kognitif (encephalopati)
h. Sigmata autoimun (misal tanda fisik atau riwayat personal/keluarga
diabetes, tiroid, vitiligo, prematur, myasthenia gravis, rheumatoid arthritis
atau SLE, insufisiensi adrenocortical idiopatik)
i. Riwayat kanker
j. Riwayat merokok (>20 pak per tahun) atau faktor risiko kanker lain
k. Inflamasi LCS
l. Neuroimage yang mengarah pada proses inflamasi (limbik atau ekstra
temporal)

Test apa yang seharusnya diusulkan?


Evaluasi epilepsi autoimun
LCS (3 hari negatif, 5 hari positif),
serum (4 hari negatif, 7 hari positif)
Mengapa menguji sekaligus serum dan LCS?
Autoantibodi
neural lebih mudah
dideteksi dalam serum (misal IgG
kompleks VGKC) dan beberapa lebih
mudah dideteksi dalam LCS (misal IgG
reseptor NMDA) proses diagnosis
dapat dimaksimalkan dengan menguji
keduanya, secara simultan atau
berurutan.

Tujuan

Intervensi

Kesimpulan

METODE

HASIL
Karakteristik Klinis
Hasil secara klinis, radiologis, EEG, nilai autoimun
serologis, dan imunoterapi untuk 32 pasien disajikan
dalam Tabel 1 dan Tabel 2. Seluruhya ditampilkan
dengan kejang rekuren.
Lima puluh sembilan persen merupakan wanita.
Usia median saat onset kejang adalah 5.0.
Nilai median riwayat aktivitas kejang menurut
presentasi Mayo Clinic adalah 5 bulan.
Dasar autoimun dicurigai berdasarkan deteksi dari
autoantibodi neural, LCS dengan gambaran inflamasi,
atau MRI yang menunjukkan karakteristik inflamasi.

Kejang dan karakteristik EEG

Kejang parsial bersifat predominan


kejang parsial simpel dengan atau tanpa aura 27 orang dari 32 orang (84%);
parsial kompleks 26 orang dari 32 orang (81%);
kejang tonik-klonik sekunder umum 17 orang dari 32 orang (53%).
Kejang semiologi bervariasi atau berubah seiring waktu pada 12 orang pasien (38%).

Sebagian besar pasien (81%) telah menerima 2 atau lebih obat anti
epilepsi, namun tetap sering mengalami kejang: 26 orang (81%) mengalmi
kejang setiap hari; dan sisanya mengalami minimal 1 episode kejang
setiap bulan.
2 pasien telah melakukan operasi epilepsi tanpa kejang; dan tidak ada
yang mengalami neoplasma. Infiltrat sel infamasi kronik perivaskular
diutamakan pada penilaian histpatologi di dalam institusi.
32 orang pasien memiliki EEG yang tercatat di institusi kami dengan
median 2 per pasien.
EEG yang diperpanjang terjadi ada 13 orang pasien (41%).
Abnormalitas berikut ini dicatat: pengeluaran interiktal epileptiform, 20; gambaran
kejang elektrografik, 15; perlambatan fokal,13; dan perlambatan umum, 12.
3 pasien tidak memiliki gambaran abnormal pada EEG, namun pada 1 orang
pasien memiliki gambaran perubahan inflamasi pada MRI.

Manifestasi neuropsikiatri lain

Tambahan manifestasi termasuk


gangguan memori dan kognitif, 20 (63%);
perubahan kepribadian, 8 (25%);
depresi atau kecemasan, 6 (19%).
Perubahan neurkognitif berkebang pada 3
dari 11 pasien yang tidak memiliki
perubahan memori atau afektif pada
presentasi awal (34%).

Temuan neuroimaging

MRI otak digunakan untuk penilaian pada semua pasien.


15 (47%) memiliki hasil MRI normal saat evaluasi kejang awal.
Abnormalitas diamat pada 22 pasien (17 saat evaluasi awal, 5 saat
pemeriksaan follow-up): kemungkinan perubahan inflamasi ditemukan pada
20 (63%); 2 menunjukkan perubahan pasca operasi. Diantara 5 pasien yang
mengalami perubahan inflamasi, hanya terdeteksi pada pemeriksaan
subsequent.
Interval median antara hasil scan normal dan subsequent abnormal adalah
4 bulan.
Abnormalitas yang terjadi karena inflamasi termasuk pembengkakan dan
hipersensitivitas tipe 2 melibatkan kompeks amigdalahippokampus dan
struktur ekstramedial temporal.
6 dari 19 pengamatan gadolinium menunjukkan pengikatan kontras. Pada
imunoterapi, 4 pasien memiliki gambaran radiografik sklerosis medial
temporal.
FDG-PET seluruh tubuh menunjukkan gambaran keganasan pada 20 pasien.
Bagian otak pada pengamatan ini menunjukkan hipermetabolisme regio
medial temporal pada 11 pasien dan hipermetabolisme korteks parietal kiri
pada 1 orang pasien. Tidak ada kejadian kejang yang dilaporkan saat
pelaksanaan pemeriksaan PET. Hipometabolisme medial temporal dan
ekstra temporal terdeteksi pada 1 orang pasien.

Skrining profil autoantibodi dan


malignansi

Autoantibodi saraf diidentifikasi dari 29 pasien (91%).


Fitur khusus yang digunakan yaitu VGKC Kompleks, 18; GAD65, 7; CRMP-5, 2; Ma
(PNMA1 dan PNMA2).
NMDA reseptor 1 dan saraf reseptor nicotinic acetylcholine, jenis ganglionic. Di
antara 18 pasien, IgG kompleks VGKC, 14 (78%) untuk LGI1 terikat, terikat
dengan memiliki CASPR2, dan 3 berasal dari spesifisitas diketahui (e-gambar 1).
Tiga pasien, autoantibodi saraf terdeteksi kurang (Pasien 7, 11, dan 21) memiliki
fitur lain yang didukung kemungkinan autoimun Epilepsi: 2 memiliki CSF
inflamasi, ketiga memiliki gangguan inflamasi MRI, memiliki 2 masalah pribadi
(prostat dan payudara 1: 1), 1 memiliki autoimun yang berkaitan (tiroid dan
celiacs disease).
Teridentifikasi dari autoantibodi saraf pada 3 pasien (pasien 2, 4 dan 16). Hasil
deteksi calon kanker: 2 kompleks dengan antibodi VGKC memiliki karsinoma tiroid
atau prostat dan 1 pasien dengan CRMP-5 antibodi memiliki kanker kandung
kemih berulang. Kelainan cairan serebrospinal yang ditemukan pada 19 dari 30
pasien dievaluasi (63%): terjadi peningkatan jumlah leukosit (> 5 / ml) pada 5
pasien; CSF band oligoclonal eksklusif, 5 pasien; dan peningkatan protein (> 35
mg / dL) pada 17 pasien.

You might also like