You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan
kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik,
yang secara klinis ditandai dengan ikterus.1
Penyebab utama kematian neonatal pada minggu pertama kehidupan
menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 adalah gangguan
pernapasan (35,9%), prematuritas dan BBLR (32,4%), sepsis (12%), hipotermi
(6,3%), hiperbilirubinemia (5,6%), post matur (2,8%) dan kelainan kongenital.
Hiperbilirubinemia memiliki presentase yang kecil sebagai penyebab kematian
neonatal, namun mempunyai komplikasi yang dapat menyebabkan kematian.2
Sepsis neonatorum merupakan suatu sindrom klinis bakteremia yang
ditandai dengan gejala dan tanda sistemik terutama pada bulan pertama
kehidupan. Berdasarkan awitan gejala, sepsis neonatorum dibedakan menjadi dua,
yaitu sepsis awitan dini (SAD) timbul dalam 72 jam pertama kehidupan dan sepsis
awitan lanjut (SAL) timbul setelah umur 72 jam. 3 Insiden sepsis neonatorum di
negara berkembang masih tinggi, 1,8-18/1.000 kelahiran dibandingkan dengan
negara maju 1-5/1.000 kelahiran. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta, insidens sepsis neonatorum masih tinggi mencapai 13,7% dengan angka
kematian 14%.4
Omfalitis didefinisikan sebagai infeksi umbilicus, khususnya di tali pusat,
pada bayi baru lahir. Omfalitis dapat menyebar ke vena porta dan menyebabkan
berbagai macam komplikasi akut yang memerlukan intervensi medis bedah.
Sekitar tiga per empat dari omfalitis berasal dari polimikrobial. Bakteri aerob
merupakan penyebab dari 85% kasus, yang didominasi oleh Staphylococcus
aureus, Streptococcus grup A, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia dan
Proteus mirabilis. Omfalitis jarang terjadi di negara maju, dengan angka kejadian
0,2-0,7 %. Untuk kejadian di negara berkembang, terjadi antara 2-7 bayi dalam

setiap 100 kelahiran hidup. Kejadian ini bahkan lebih tinggi dimasyarakat dengan
aplikasi praktek dirumah yang tidak steril.5
Berikut ini akan dibahas sebuah kasus pada seorang bayi laki-laki yang
dirawat di bagian Neonatologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan
diagnosa Hiperbilirubinemia + Sepsis + Omfalitis.

BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Bayi
Nama Bayi

: By. W.A

Tanggal Lahir

: 18 April 2015

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tempat Lahir

: Puskesmas Belang

Umur

: 4 hari

Berat/Panjang Lahir : 2000 gr/43 cm


Kebangsaan

: Indonesia

Proses kelahiran

: Spontan letak belakang kepala

Agama

: Kr. Protestan

Dibantu oleh

: Bidan

Identitas Orangtua
Ayah

Ibu

Nama

: N. W

Nama

: R. A

Umur

: 21 tahun

Umur

: 17 tahun

Pendidikan

: SMA

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Swasta

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Ds. Buku Utara Jaga IV

Anamnesis
Pasien laki-laki, usia 4 hari, dirujuk dari UPTD Puskesmas Belang dengan
diagnosa bayi premature 4 hari dengan asfiksia. Bayi laki-laki masuk ruang NICU
pada tanggal 22 April 2015. Faktor resiko sepsis yaitu ketuban pecah dini >12
jam, keputihan yang tidak diobati dan usia kehamilan <37 minggu.
Sejak pagi ibu penderita mengeluh bayi tampak kuning seluruh badan.
Pada saat dimandikan tampak kebiruan dimuka. Kebiruan baru pertama kali
dialami oleh penderita. Riwayat kebiruan saat menangis atau menetek tidak ada.

Ibunya juga mengeluhkan bahwa penderita hanya minum sedikit-sedikit, menetek


hanya sebentar dan tiap minum susu hanya dapat menghabiskan 20 mL susu.
Riwayat buang air besar cair, muntah-muntah, demam disangkal.
Penderita lahir di puskesmas belang tanggal 18 April 2015 jam 15.30
WITA secara spontan letak belakang kepala. Berat badan lahir 2000 gr, panjang
badan lahir 43 cm, Apgar Score langsung menangis (menurut anamnesis di
keluarga). Lahir dari ibu G1P0A0, 17 tahun hamil 32 minggu
Sewaktu hamil, ibu kontrol di puskemas secara teratur dan mendapat
imunisasi TT sebanyak 2 kali. Selama hamil ibu tidak pernah sakit. Riwayat
ketuban pecah dini >12 jam (+), riwayat demam saat inpartu (-), riwayat
keputihan pada ibu yang tidak diobati (+), merokok (-).riwayat konsumsi obatobatan dan alkohol disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: aktif , refleks

Berat Badan

: 2000 gr

Panjang badan

: 43 cm

Tanda Vital

: HR: 160 x/menit, RR:46 x/menit, Sb: 36,50C

Kulit

: Warna : sawo matang


Lapisan : cukup
Turgor : kembali lambat

Kepala

: mesocephal, UUB cekung

Mata

: Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik (+), Pupil


bulat isokor diameter 2mm/2mm RC +/+, mata cowong
(+), air mata (+) sedikit.

Hidung

: Pernapasan cuping hidung (-)


Bentuk normal, sekret tidak ada

Telinga

: Bentuk normal, sekret tidak ada

Mulut

: Sianosis tidak ada, mukosa mulut kerinng

Leher

: Trakea letak tengah, pembesaran kelenjar (-)

Tenggorokan

: Tonsil T1-T1 hiperemis (-)

Dada

: Simetris kiri = kanan,

Jantung

: Iktus kordis tidak tampak


Bunyi jantung I-II N, bising (-)
Batas jantung kiri: linea midclavicularis sinistra
Batas jantung kanan : linea parasternalis dextra
Batas jantung atas : ICS II-III

Paru-paru

: Suara pernapasan bronkial, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: Cembung, lemas, Bising usus (+) normal


Hepar dan lien tidak teraba
tali pusat berbau (+), pus (+)

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT < 3, sianosis (-),

Tulang belulang

: Deformitas (-)

Otot-otot

: Eutrofi

Genitalia

: Perempuan, normal, labia mayora menutupi labia minora

Anus

: Lubang (+)

Refleks-refleks

: RP -/-. RF +/+
Refleks Moro (+)
Refleks Grasping (+)
Refleks Rooting (+)

Status Lokalis

: Ikterik (+) sampai kaki

Diagnosis

: Dehidrasi ringan sedang e.c intake kurang + Omphalitis +


ikterus neonatorum + Suspek Sepsis

Terapi

O2 via nasal canule k/p


IVFD KAEN 4B = 175 ml/kgBB/hari = 385 ml/hari = 16-17 ml/jam
Injeksi Amoxicilin 2 x 100 mg IV
Injeksi Gentamicin 10 mg IV/36 jam
Fuladic cream zalf 3x1 App
ASI/ PASI on demand
Observasi

Rencana pemeriksaan :
-

Darah Lengkap + elektrolit

Bilirubin total, Bilirubin direct

Kultur darah

Crossmatch

FOLLOW UP
23 Februari 2015
Berat badan

: 2100 gr

Keluhan

: demam (-), sesak (-), muntah (-), intake (+)

Keadaan umum

: aktif (+) menurun, refleks (+) menurun

Denyut jantung

: 138 x/m

Frekuensi napas

: 40 x/m

Suhu badan

: 37,0C

Kepala

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+), sianosis (-)


Pernapasan cuping hidung (-)

Thoraks

: Simestris, retraksi (-)


Cor : bising (-)
Pulmo : Sp bronkovesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal


Hepar / Lien : tidak teraba
Tali pusat basah, bau (+), pus (-)

Ekstremitas

: Akral hangat, deformitas (-), CRT 3 detik, sianosis (-)

Status Lokalis

: Ikterik sampai dengan kaki

Diagnosis

: Dehidrasi ringan sedang e.c intake kurang + Omphalitis


+ ikterus neonatorum + Suspek Sepsis

Terapi :
O2 0,5 l/m via nasal canule k/p
IVFD KAEN 4B = 175 ml/kgBB/hari = 385 ml/hari = 16-17 ml/jam
Injeksi Amoxicilin 2 x 100 mg IV (2)
Injeksi Gentamicin 10 mg IV/36 jam

Fuladic cream zalf 3x1 App


ASI/ PASI on demand
Observasi
Hasil pemeriksaan Lab 23/04/15
Hb

: 17,4

Bilirubin total : 14,02 mg/dL

Ht

: 57,5

Bilirubin Direct: 1,04 mg/dL

Leukosit

: 17.640

Natrium

Trombo

: 158.000

Kalium

: 141 mg/dL
: 4,15 mg/dL

Diff Count : 4/3/8/17/62/6

Klorida

: 106,5 mg/dL

IT Ratio

Kalsium

: 8,68 mg/dL

: 0,32

24 Februari 2015
Berat badan

: 2100 gr

Keluhan

: demam (-), sesak (-), muntah (-), kuning (+), intake (+)

Keadaan umum

: aktif (+), refleks (+)

Denyut jantung

: 132 x/m

Frekuensi napas

: 44 x/m

Suhu badan

: 36,5C

Kepala

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+), sianosis (-)


Pernapasan cuping hidung (-)

Thoraks

: Simestris, retraksi (-)


Cor : bising jantung (-)
Pulmo : Sp bronkovesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal, turgor kulit kembali


cepat
Hepar / Lien : tidak teraba
Tali pusat kering, bau (+), pus (-)

Ekstremitas

: Akral hangat, deformitas (-), CRT 3 detik, sianosis (-)

Status Lokalis

: Ikterik sampai dengan kaki

Diagnosis

: Hiperbilirubinemia (BT: 14,02, BD: 1,04) + Omphalitis


+ Susp. Sepsis + Post dehidrasi

Terapi :
O2 0,5 l/m via nasal canule k/p
IVFD KAEN 4B ganti venvlon
Injeksi Amoxicilin 2 x 100 mg via INT (3)
Injeksi Gentamicin 10 mg/36 jam via INT
Fuladic cream zalf 3x1 App
ASI/ PASI on demand
Fototerapi hari I
Observasi
Tunggu hasil kultur 27/04/15
25 Februari 2015
Berat badan

: 2100 gr

Keluhan

: demam (-), sesak (-), muntah (-), kuning (+), intake (+)

Keadaan umum

: aktif (+), refleks (+)

Denyut jantung

: 152 x/m

Frekuensi napas

: 50 x/m

Suhu badan

: 36,9C

Kepala

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sianosis (-)


Pernapasan cuping hidung (-)

Thoraks

: Simestris, retraksi (-)


Cor : bising jantung (-)
Pulmo : Sp bronkovesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal, turgor kulit kembali


cepat
Hepar / Lien : tidak teraba
Tali pusat kering

Ekstremitas

: Akral hangat, deformitas (-), CRT 3 detik, sianosis (-)

Status Lokalis

: Ikterik sampai dengan kaki

Diagnosis

: Hiperbilirubinemia (BT: 14,02, BD: 1,04) + Omphalitis


+ Susp. Sepsis + Post dehidrasi

Terapi :
O2 0,5 l/m via nasal canule k/p
Injeksi Amoxicilin 2 x 100 mg (4) via INT
Injeksi Gentamicin 10 mg IV/36 jam
Fuladic cream zalf 3x1 App
ASI/ PASI on demand
Fototerapi hari II
Observasi
Tunggu hasil kultur 27/04/15
26 Februari 2015
Berat badan

: 2100 gr

Keluhan

: demam (-), sesak (-), muntah (-), kuning (+), intake (+)

Keadaan umum

: aktif (+), refleks (+)

Denyut jantung

: 140 x/m

Frekuensi napas

: 50 x/m

Suhu badan

: 36,7C

Kepala

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sianosis (-)


Pernapasan cuping hidung (-)

Thoraks

: Simestris, retraksi (-)


Cor : bising jantung (-)
Pulmo : Sp bronkovesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal, turgor kulit kembali


cepat
Hepar / Lien : tidak teraba
Tali pusat kering

Ekstremitas

: Akral hangat, deformitas (-), CRT 3 detik, sianosis (-)

Status Lokalis

: Ikterik sampai dengan kaki

Diagnosis

: Hiperbilirubinemia (BT: 14,02, BD: 1,04) + Omphalitis


+ Susp. Sepsis

Terapi :
O2 0,5 l/m via nasal canule k/p
Injeksi Amoxicilin 2 x 100 mg IV (5)
Injeksi Gentamicin 10 mg IV/36 jam
Fuladic cream zalf 3x1 App
ASI/ PASI on demand
Fototerapi hari III
Observasi
Tunggu hasil kultur 27/04/15
27 Februari 2015
Berat badan

: 2100 gr

Keluhan

: demam (-), sesak (-), muntah (-), kuning (+), intake (+)

Keadaan umum

: aktif (+), refleks (+)

Denyut jantung

: 150 x/m

Frekuensi napas

: 52 x/m

Suhu badan

: 37,0C

Kepala

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sianosis (-)


Pernapasan cuping hidung (-)

Thoraks

: Simestris, retraksi (-)


Cor : bising jantung (-)
Pulmo : Sp bronkovesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal, turgor kulit kembali


cepat
Hepar / Lien : tidak teraba
Tali pusat kering

Ekstremitas

: Akral hangat, deformitas (-), CRT 3 detik, sianosis (-)

Status Lokalis

: Ikterik sampai dengan kaki

10

Diagnosis

: Hiperbilirubinemia (BT: 14,02, BD: 1,04) + Omphalitis


+ Susp. Sepsis

Terapi :
O2 0,5 l/m via nasal canule k/p
Injeksi Amoxicilin 2 x 100 mg IV (6)
Injeksi Gentamicin 10 mg IV/36 jam
Fuladic cream zalf 3x1 App
ASI ad libitum
Observasi
Rencana Pemeriksaan: Darah Lengkap, Diff Count, CRP, Protein Total, Albumin,
Bilirubin Total, Bilirubin Direct, Na, K, Cl, Ca
Hasil pemeriksaan Lab 27/04/15
Hb

: 15,6 g/dL

Bilirubin total : 10,81 mg/dL

Ht

: 44,3 %

Bilirubin Direct: 0,60 mg/dL

Leukosit

: 9500/uL

Natrium

Trombo

: 361.000/uL

Kalium

: 137 mg/dL
: 5,43 mg/dL

Diff Count : 1/0/6/41/40/12

Klorida

: 102,9 mg/dL

IT Ratio

: 0,13

Kalsium

: 9,01 mg/dL

Albumin

: 3,15

Protein total

: 4,60 g/dL

Globulin

: 1,45

Kultur darah : pertumbuhan kuman (-)

28 Februari 2015
Berat badan

: 2100 gr

Keluhan

: demam (-), sesak (-), muntah (-), kuning (+) berkurang,


intake (+), BAB (+), BAK (+)

Keadaan umum

: aktif (+), refleks (+)

Denyut jantung

: 150 x/m

Frekuensi napas

: 42 x/m

Suhu badan

: 37,0C

11

Kepala

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sianosis (-)


Pernapasan cuping hidung (-)

Thoraks

: Simestris, retraksi (-)


Cor : bising jantung (-)
Pulmo : Sp bronkovesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal, turgor kulit kembali


cepat
Hepar / Lien : tidak teraba

Ekstremitas

: Akral hangat, deformitas (-), CRT 3 detik, sianosis (-)

Status Lokalis

: Ikterik sampai dengan kaki berkurang

Diagnosis

: Hiperbilirubinemia (BT: 10,81, BD: 0,60) + Omphalitis


+ Susp. Sepsis

Terapi :
O2 0,5 l/m via nasal canule k/p
Injeksi Amoxicilin 2 x 100 mg IV (7)
Injeksi Gentamicin 10 mg IV/36 jam
Fuladic cream zalf 3x1 App
ASI ad libitum
Pro : rawat transisi
29 Februari 2015
Berat badan

: 2100 gr

Keluhan

: demam (-), sesak (-), muntah (-), kuning (+) berkurang,


intake (+), BAB (+), BAK (+)

Keadaan umum

: aktif (+), refleks (+)

Denyut jantung

: 140 x/m

Frekuensi napas

: 44 x/m

Suhu badan

: 36,6C

Kepala

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sianosis (-)


Pernapasan cuping hidung (-)

Thoraks

: Simestris, retraksi (-)

12

Cor : bising jantung (-)


Pulmo : Sp bronkovesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal


Hepar / Lien : tidak teraba

Ekstremitas

: Akral hangat, deformitas (-), CRT 3 detik, sianosis (-)

Status Lokalis

: Ikterik sampai dengan kaki berkurang

Diagnosis

: Hiperbilirubinemia (BT: 10,81, BD: 0,60) + Omphalitis


+ Susp. Sepsis

Terapi :
O2 0,5 l/m via nasal canule k/p
Cefixime 2 x 15 mg Pulv
Fuladic cream zalf 3x1 App
ASI ad libitum
Pro : Rawat jalan

13

BAB II
PEMBAHASAN
Ikterus jaundice terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah
sehingga kulit atau sklera bayi tampak kekuningan. Selama dalam kandungan,
tugas mengeluarkan bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta dan bukan oleh
hati. Setelah bayi lahir, tugas ini langsung diambil alih oleh hati, yang
memerlukan sampai beberapa minggu untuk penyesuaian. Selama selang waktu
tersebut, hati bekerja keras untuk mengeluarkan bilirubin dari darah. Walaupun
demikian, jumlah bilirubin yang tersisa masih menumpuk di dalam tubuh. Oleh
karena bilirubin berwarna kuning, maka jumlah bilirubin yang berlebihan dapat
memberi warna kuning pada kulit, sklera, dan jaringan tubuh lainnya.1
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum
setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum
bilirubin. Pada neonatus, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >5 mg/dL.
Bilirubin diproduksi dalam sisterm retikuloendotelial sebagai produk akhir dari
katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat
hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada
albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut kedalam hepatosit, terikat
dengan ligandin. Setelah diekskresikan kedalam usus melalui empedu, bilirubin
direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba diusus besar. Bilirubin tak
terkonjugasi ini dapat diserap kembali kedalam sirkulasi, sehingga meningkatkan
bilirubin plasma total. 1
Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada
sebagian lagi dapat bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang
menetap atau bahkan menyebabkan kematian. Seorang bayi dikatakan menderita
hiperbilirubinemia apabila kadar bilirubin total 12 mg/dL pada bayi cukup
bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dL.6
Hiperbilirubinemia yang bersifat patologis ditandai dengan ikterus yang terjadi
sebelum usia 24 jam, peningkatan bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi,
peningkatan bilirubin serum >5 mg/dL/24 jam, kadar bilirubin terkonjugasi >2
mg/dL, bayi menunjukkan tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum,
14

penurunan berat badan, apnea, takipnu, instabilitas suhu), dan ikterus yang
menetap > 2 minggu.7
Ikterus dapat dideteksi secara klinis dengan cara mengobservasi warna
kulit setelah dilakukan penekanan menggunakan jari. Pemeriksaan terbaik
dilakukan menggunakan cahaya matahari. Ikterus dimulai dari kepala dan meluas
secara sefalokaudal. Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonates
secara mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer. Caranya
dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak
pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut
disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.7
Tabel 17
Derajat
ikterus

Daerah ikterus

Perkiraan kadar
bilirubin total

Kepala & Leher

5,0 mg/dL

Leher Pusat

9,0 mg/dL

Pusat Paha

11,4 mg/dL

Lengan & Tungkai

12,4 mg/dL

Tangan & Kaki

16,0 mg/dL

Walaupun demikian inspeksi visual tidak dapat dijadikan indicator yang


andal untuk memprediksi kadar bilirubin serum. Hal-hal yang harus dicari pada
pemeriksaan fisik:7
-

Prematuritas

Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan polisitemia

Tanda infeksi intrauterine, misalnya mikrosefali, kecil masa kehamilan

Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom

15

Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah


ekstravaskular

Petekie, berkaitan dengan infeksi congenital, sepsis dan eritroblastosis

Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi


congenital atau penyakit hati

Omfalitis

Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi congenital

Tanda hipotiroid
Penyebab hiperbilirubinemia indirek pada neonatal antara lain yaitu

peningkatan

produksi

bilirubin

akibat

inkompatibilitas

golongan

darah,

peningkatan penghancuran hemoglobin akibat defisiensi glucose-6-phosphate


dehydrogenase (G6PD), perubahan clearance bilirubin hati akibat imaturitas,
perubahan perubahan fungsi dan perfusi hati (kemampuan konjugasi) akibat
asfiksia, hiposia, hipotermi, hipoglikemi maupun sepsis, peningkatan sirkulasi
enterohepatik akibat keterlambatan pasase mekonium ataupun puasaatau
keterlambatan

minum,

perubahan

produksi

atau

aktivitas

Uridine

Diphosphoglucoronyl transferase akibat gangguan metabolic/endokrin.7,8


Pada kasus diduga penyebab hiperbilirubinemia pada bayi adalah
perubahan clearance bilirubun dihati karena imaturitas, dimana diketahui dari
anamnesis bahwa bayi lahir dari ibu G1P0A0 17 tahun hamil 32 minggu secara
spontan, letak belakang kepala.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab
langsung ikterus.6 Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan pemberian
substrat yang dapat menghambat metabolism bilirubin (plasma atau albumin),
mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolestiramin), terapi sinar dan
transfusi tukar.6,9

16

Terapi sinar merupakan yang paling sering digunakan sebagai tata laksana
hiperbilirubinemia. Adapun cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah
bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk diekskresikan melalui
empedu atau urin. Terapi sinar yang intensif dapat menurunkan kadar bilirubin
total serum 1-2 mg/dL dalam 4-6 jam. 8 Yang dimaksud dengan fototerapi intensif
adalah

radiasi

dalam

spektrum

biru-hijau

(panjang

gelombang

antara

430-490 nm), setidaknya 30 W/cm2 per nm (diukur pada kulit bayi secara
langsung di bawah pertengahan unit fototerapi) dan diarahkan ke permukaan kulit
bayi seluas-luasnya. Pengukuran harus dilakukan dengan radiometer spesifik dari
manufaktur unit fototerapi tersebut.9 Semakin lama terapi sinar atau fototerapi,
semakin cepat penurunan kadar bilirubin, namun perlu diperhatikan efek samping
yang dapat timbul berupa eritema, kerusakan oksidasi, dehidrasi, hipertermi, diare
dan kerusakan retina.8 Sampai saat ini belum ada standar pasti untuk
menghentikan terapi sinar, akan tetapi terapi sinar dapat dihentikan bila kadar
Bilirubin Serum Total (BST) sudah berada di bawah nilai acuan dari setiap
kategori.9,10 American Academy of Pediatrics menghentikan fototerapi jika kadar
bilirubin total pasca fototerapi di bawah 13 mg/dL sedangkan UKK Perinatologi
IDAI menghentikan pemberian fototerapi jika bilirubin total di bawah 15 mg/dL.8
Panduan untuk terapi sinar untuk bayi dengan usai gestasi 35 minggu
yang dianut di Departemen IKA FKUI/RSCM mengacu pada diagram yang
diajukan oleh American Academy of Pediatrics (AAP) tahun 2004 (diagram 1)
sedangkan tata laksana untuk neonatus kurang bulan dapat dilihat pada table 2.7,8
Diagram 1

17

Tabel 27
Berat
< 1000g
1000-1500g
1500-2000g
2000-2500g

Indikasi terapi sinar


Bilirubin serum total
(mg/dL)
Dimulai dalam 24 jam
pertama
7-9
10-12
13-15

Indikasi transfuse tukar


Bilirubin serum total
(mg/dL)
10-12
12-15
15-18
18-20

Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan


dengan cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam
mengganti eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang
menimbulkan hemolisis. Walaupun transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi
efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu di perhatikan dan
karenanya tindakan transfusi tukar hanya dilakukan bila ada indikasi. Komplikasi
yang dimaksud adalah suhu rektal 350C, serum albumin < 2,5 g/dL, gejala
neurologis yang terbukti memburuk, terbukti sepsis atau meningitis dan anemia
hemolitik. Transfusi tukar terdiri dari double volume, iso volume dan partial
exchange.6
Pada kasus ini kadar bilirubin total didapatkan 14,02 mg/dL. Hasil ini
sesuai dengan diagnosa hiperbilirubinemia dimana kadar bilirubin total
12 mg/dL. Selain itu ikterus yang muncul pada penderita sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa ikterus akan tampak bila serum bilirubin >5 mg/dL.

18

Penderita pada kasus ini diterapi dengan fototerapi. Hal ini sesuai dengan panduan
terapi sinar untuk bayi prematur yang diajukan oleh American Academy of
Pediatric (AAP) tahun 2004 dimana untuk bayi dengan berat badan 2000-2500
gram dengan bilirubin total 13-15 mg/dL diindikasikan untuk fototerapi. Selain itu
teori diatas juga menyatakan pemberian fototerapi merupakan tatalaksana yang
efektif untuk kasus hiperbilirubinemia.
Omfalitis didefinisikan sebagai infeksi umbilicus, khususnya di tali pusat,
pada bayi baru lahir. Hal ini jarang dilaporkan diluar masa neonatus. Variasi pada
keadaan kongenital merupakan factor predisposisi terjadinya infeksi pada tali
pusat. Tali pusat biasanya lepas 1 minggu setelah lahir dan luka sembuh dalam 15
hari. Sebelum luka sembuh, hal tersebut merupakan jalan masuk untuk kuman dan
infeksi yang dapat menyebabkan sepsis. 5
Tali pusat merupakan penghubung antara janin dan ibu dalam rahim. Tali
pusat terdiri dari jaringan ikat dan pembuluh darah. Tali pusat ini diporong setelah
lahir dan meninggalkan puntung tali pusat. Biasanya puntung yang tersisa
merupakan daerah yang berpotensi menjadi tempat pertumbuhan bakteri pathogen
selama atau segera setelah lahir. Bakteri ini yang akan menarik leukosit
polimorfonuklear ke tali pusat. Hingga dapat terjadi suatu reaksi radang.5
Manifestasi klinis omfalitis dibedakan menjadi 2 yaitu lokal dan sistemik.
Manifestasi klinis pada gejala lokal yaitu eritema periumbilikal, edema, keluar
pus, dan berbau busuk. Sedangkan pada gejala sistemik yaitu berupa takikardi,
hipotensi, takipnea, distensi abdomen, letargi, hipotonus maupun hipertonus.
Adapun beberapa faktor resiko terjadinya omfalitis yaitu:5
1. Penanganan tali pusat yang tidak benar
2. Infeksi sekunder (ketuban pecah dini, ibu dengan infeksi, proses kelahiran
yang tidak steril, prematuritas)
3. Bayi berat badan lahir rendah
4. Higenitas kurang
Etiologi omfalitis dapat berasal dari polimikrobial. Bakteri aerob
merupakan penyebab dari 85% kasus, yang didominasi oleh Staphylococcus

19

aureus, Streptococcus grup A, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia dan


Proteus mirabilis.5
Penanganan omfalitis dengan infeksi lokal adalah dengan cara encuci
tangan sebelum memegang atau membersihkan tali pusat untuk mencegah
berpindahnya kuman dari tangan. Bersihkan tali pusat menggunakan larutan
antiseptic dengan kain kassa yang bersih, oles tali pussat pada daerah sekitarnya
dengan larutan antiseptic. Selain itu dapat diberikan antibiotic kombinasi antara
golongan penisilin dan aminoglikosida untk bakteri gram negatif dan positif serta
perlu dipertimbangkan dikombinasikan dengan metronidazole untuk kemungkinan
infeksi akibat bakteri anaerob.5
Pada kasus ini kemungkinan penyebab dari omfalitis yaitu karena bayi
lahir prematur dengan berat badan lahir rendah. Dimana pada bayi premature
umumnya imunitasnya lebih rendah. Transport immunoglobulin melalui plasenta
terutama terjadi pada paruh terakir trimester ketiga kehamilan. Segera setelah lahir
konsentrasi immunoglobulin serum terus menurun, imaturitas kulit juga
melemahkan pertahanan kulit. Selain itu bayi dengan berat badan lahir rendah
dapat menjadi faktor resiko infeksi yang dapat berujung pada sepsis.
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai
bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Angka
kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1.000 kelahiran hidup dan mencapai 1327 per 1.000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat < 1.500 gram. Angka
kematian 13-50%, terutama pada bayi prematur (5-10 kali kejadian pada neonatus
cukup bulan) dan neonatus dengan penyakit berat dini.11,12
Pada sepsis neonatorum terjadi infeksi secara vertikal dari penyakit ibu
atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran. Di negara maju,
penyebab sepsis neonatorum ialah kelompok kuman Beta Streptokokus, E. Coli
dan Haemofilus influenza. Umumnya di negara berkembang termasuk Indonesia,
sepsis neonatorum disebabkan oleh kuman enterik Gram negatif seperti
Enterobacter Sp, Klebsiella Sp dan Coli Sp.13
Sepsis neonatal dipengaruhi oleh dua kelompok faktor resiko, yaitu faktor
resiko mayor dan faktor resiko minor.3,14 Faktor resiko mayor meliputi:

20

1. Ketuban pecah dini > 18 jam


2. Demam intrapartum >380C
3. Korioamnionitis
4. Ketuban berbau
5. Denyut jantung janin > 160 x/m
Sementara faktor resiko minor meliputi:
1. Ketuban pecah dini > 12 jam
2. Demam intrapartum > 37,50C
3. Skor APGAR rendah
4. Berat badan lahir rendah
5. Usia kehamilan < 37 minggu
6. Persalinan kembar
7. Keputihan yang tidak diobati
8. Infeksi Saluran Kemih
Diagnosis sepsis neonatorum ditegakkan bila didapatkan 2 faktor resiko
mayor atau 1 faktor resiko mayor ditambah dengan 2 faktor resiko minor.
Diagnosis sepsis neonatorum diperberat oleh adanya gambaran klinis sepsis
berupa letargi, bayi tampak sakit, refleks hisap menurun, merintih, iritabel,
kejang,

ikterus

patologik,

terdapat

gangguan

kardiovaskuler,

gangguan

hematologi, gangguan gastrointestinal dan gangguan respirasi.3


Selain gejala klinik, pemeriksaan penunjang dibutuhkan dalam membantu
mendiagnosa sepsis. Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah septic
workup yang terdiri dari kultur darah dan pemeriksaan darah rutin yang meliputi
leukopenia atau leukositosis, trombositopenia, laju endap darah meningkat, rasio
neutrofil imatur/total >0,2 (20%) serta CRP yang positif, biakan urin atau tinja,
pemeriksaan apusan Gram dan lain-lain misalnya bilirubin, gula darah dan
elektrolit.13,15 Sampai saat ini, kultur darah masih merupakan baku emas untuk
menegakkan diagnosis sepsis neonatorum, tetapi yang masih menjadi kendala
ialah hasil diperoleh setelah 2 5 hari.17

21

Beberapa peneliti berpendapat bahwa adanya satu tanda klinis yang sesuai
dengan infeksi disertai dengan nilai CRP > 10 mg/L sudah cukup untuk
mendiagnosa suatu sepsis neonatorum. Sementara untuk menentukan kriteria
standar pada sepsis, beberapa peneliti menggabungkan nilai CRP > 10 mg/L dan
rasio netrofil imatur terhadap netrofil total (IT Rasio) 0,25 sebagai kriteria untuk
pemberian antibiotika meskipun belum ditemukan gejala sepsis. Philip dan Mills
merekomendasikan bahwa semua bayi dengan nilai CRP > 10 mg/L yang disertai
1 gejala klinis atau 1 faktor resiko infeksi harus diberlakukan pedoman rawat
inap neonatus di NICU dan dimulai dengan terapi antibiotika.13
Sepsis merupakan kedaruratan medik sehingga memerlukan pengobatan
segera untuk menurunkan angka kematian. Karena masih tingginya angka
kematian sepsis neonatal, tatalaksana yang utama adalah upaya pencegahan
dengan pemakaian proteksi di setiap tindakan terhadap neonatus, termasuk
pemakaian sarung tangan, masker serta mencuci tangan sebelum dan sesudah
terkena darah atau cairan tubuh lainnya.16 Pengobatan umumnya menggunakan
antibiotika kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme
patogen penyebab. Antibiotika yang dipilih ialah golongan ampisilin, vankomisin
dan golongan aminoglikosida/sefalosporin, dengan lama pengobatan yang
dianjurkan selama 10-14 hari.12 Antibiotik yang diberikan seharusnya sesuai
dengan uji kepekaan kuman. Antibiotik awal yang dapat diberikan adalah
Ampisilin dan Gentamisin.15
Penderita pada kasus ini didiagnosa sepsis neonatorum karena terdapat
faktor resiko yaitu ketuban pecah dini > 12 jam, keputihan yang tidak diobati dan
usia gestasi <37 minggu. Selain itu dari gejala klinik didapatkan ikterus patologik,
bayi tampak sakit dan letargi. Sementara dari pemeriksaan penunjang didapatkan
adanya lekositosis, peningkatan IT Rasio 0,25 (0,32). Hasil ini sesuai untuk
mendiagnosa sepsis neonatorum pada penderita dan sekaligus menjadi kriteria
dalam pemberian antibiotik.
Mortalitas dan prognosis bayi dengan sepsis dan hiperbilirubinemia
bervariasi berdasarkan etiologi dan kondisi yang mendasari dan responnya
terhadap pengobatan. Pada hari terakhir perawatan, penderita tidak ada keluhan

22

lagi. Pada kasus ini prognosisnya dubia ad bonam dikarenakan pasien dalam
perjalanan penyakitnya masih sensitif terhadap pengobatan ditandai dengan
kondisi pasien sampai pulang mengalami perbaikan dan dapat dilakukan rawat
jalan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mathindas S, Wilar R, Wahani A. Hiperbilirubinemia pada neonatus. JBM.
2013;5:4-10.
2. Riyantini Y. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan, sikap
dan keterampilan ibu serta kejadian hiperbilirubinemia pada bayi baru
lahir di RSAB Harapan Kita Jakarta [tesis]. [Depok]:Universitas
Indonesia;2010.
3. Wilar R, Kumalasari E, Suryando DY, Gunawan S. Faktor resiko sepsis
awitan dini. Sari Pediatri. 2010;12(4):265-9.
4. Aminullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A,
Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku ajar neonatologi. Edisi ke-1.Jakarta:
Badan Penerbit IDAI;2008.h.170-85.
5. Gallaher P. Omphalitis. Departements of Pediatrics, Pathology and
Genetics. Yale University. 2006
6. Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik S. Hiperbilirubinemia pada
neonatus. 2010: 1-14.
7. Dewanto N.E, Dewi R. Hiperbilirubinemia. Dalam: Pudjiadi A dkk.
Pedoman Pelayanan Medis. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2011. H.114-122

23

8. Rahardjani KM. Kadar bilirubin neonatus dengan dan tanpa defisiensi


Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase yang mengalami atau tidak
mengalami infeksi. Sari Pediatri. 2008;10(2):122-8.
9. Tazani RM, Mustamin, Syah S. Gambaran faktor resiko sepsis neonatorum
pada neonatus di ruang perinatologi RSUD Raden Mattahea Jambi tahun
2013.[tesis]. [Jambi]:Universitas Jambi;2013.
10. Kasim MS, Soetandio R, Sakundarno M. Dampak lama fototerapi terhadap
penurunan kadar bilirubin total pada hiperbilirubinemia neonatal. Sari
Pediatri. 2008;10(3):201-6.
11. Rohsiswatmo R. Indikasi terapi sinar pada bayi menyusui yang kuning.
2013. Diakses tanggal: 23 Maret 2015.
12. Torkaman M, Afsharpaiman S H, Hoseini M J, MoradiM, Mazraati A,
Amirsalari S, dkk. Platelet count and neonatal sepsis: a high prevalence of
enterobacter spp.Singapore Med J 2009;50:482-5.
13. Gessner BD, Castrodale L, Gabarro MS. Aetiologies and risk factors for
neonatal sepsis and pneumonia mortality among Alaskan infants.
Epidemiol Infect 2005;133:877-81.
14. Salendu P. Sepsis neonatorum dan pneumonia pada bayi aterm. JBM.
2012;4:175-9.
15. Kosim S, Indarso F, Sarosa G, Hendrarto T. Pelatihan pelayanan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal esensial dasar (buku acuan).
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2005. h. 53.
16. Pusponegoro T. Sepsis pada neonatus. Sari Pediatri: 2010; 2: 96-102.
17. Thermiany AS, Retayasa W, Kardana M, Lila IN. Diagnostic accuracy of
septic markers for neonatal sepsis. Paediatr Indones. 2008;48(5): 299-305.

24

You might also like