You are on page 1of 15

TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

PENDAHULUAN
Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering dijumpai. Aritmia adalah
irama jantung di luar irama sinus normal. Istilah aritmia sebenarnya tidak tepat karena aritmia
berarti tidak ada irama. Oleh karena itu sekarang lebih sering dipakai istilah disritmia atau
irama tidak normal.
Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang
ditandai dengan perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi
berkisar antara 150 sampai 280 per menit. TSV merupakan jenis disritmia yang
paling sering ditemukan pada usia bayi dan anak. Prevalensi TSV kurang lebih diantara
2500 anak. Serangan pertama s e r i n g t e r j a d i s e b e l u m u s i a 4 b u l a n d a n l e b i h
s e r i n g t e r j a d i p a d a a n a k l a k i - l a k i d a r i p a d a perempuan sedangkan pada anak yang
lebih besar prevalensi di antara kedua jenis kelamin tidak berbeda.
Pengenalan sevara dini jenis takidistrimia ini sangat penting, terutama pada bayi
karena sifatnya yang gawat darurat. Diagnosis awal dan tatalaksana SVT memberikan hasil
yang memuaskan. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi akan
memperburuk prognosis, mengingat kemungkinan terjadinya gagal jantung bila SVT
berlsangsung lebuh dari 24- 36 jam baik dengan kelainan struktural maupun tidak.
DEFINISI
Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan
perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150
kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi
dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS
normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung.

ANATOMI JANTUNG

IDENTIFIKASI
Bila kita perhatikan SVT dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Denyut jantung yang cepat, disebut takikardi yang artinya denyut jantung melebihi >
100 denyut per menit. Pada SVT denyut jantung ini berkisar antara 150-250 denyut
per menit.
2. Denyut jantung yang reguler (dapat dilihat dari kompleks QRS yang teratur) dengan
gelombang P yang superimposed dengan komplek QRS (tidak terlihat gelombang P).
3. Komplek QRS sempit (QRS < 0,12 detik atau 3 kotak kecil)

PENYEBAB
Pada keadaan normal, impuls elektrik dihasilkan oleh pacemaker yang disebut SA node.
Impuls elektrik ini akan diteruskan ke ventrikel melalui AV node, dimana pada nodus ini akan
terjadi perlambatan impuls. Selanjutnya impuls ini akan disebarkan ke seluruh ventrikel.
Pada SVT /PSVT, terjadi gangguan konduksi impuls yang menyebabkan atrium dan
kemudian ventrikel berdenyut sangat cepat. Disebut paroksismal karena denyut yang cepat ini
dapat terjadi tiba-tiba .
Bagaimana mekanisme terjadinya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada saat impuls
yang dihasilkan oleh SA node dialirkan ke AV node, tiba-tiba terjadi gangguan konduksi yang
biasanya disebabkan oleh atrial premature beat, dimana terjadi transient blok pada satu sisi
dari sistem konduksi (di ibaratkan berbentuk cincin ). Normalnya impuls yang masuk
disebarkan melalui dua arah dari kanan dan kiri. Bila terjadi blok pada satu sisi, maka impuls
akan berjalan melalui sisi satunya lagi. Pada saat blok tersebut menghilang maka impuls
tersebut akan berjalan terus melintasi area tersebut dan terciptalah suatu sirkuit tertutup yang
disebut circus movement. Pada saat ini SA node tidak bertindak sebagai pacemaker
primary namun terdapat jalur aksesori kecil (circus movement) yang memiliki impuls yang
berputar-putar secara terus-menerus dengan cepat. Setiap kali impuls dari sistem ini sampai
ke AV node makan impuls ini akan diteruskan ke ventrikel. Oleh sebab itu pada gambaran
ECG komplek QRS tampak normal. Pada gambaran ECG gelombang P bisa tampak terbalik

(oleh karena lintasan impuls yang terbalik), namun pada kebanyakan kasus depolarisasi
atrium dan ventrikel terjadi hampir bersamaan sehingga gelombang P menghilang atau
superimposed dengan kompleks QRS.

EPIDEMIOLOGI
Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering
ditemukan pada bayi dan anak. Angka kejadian TSV diperkirakan 1 per 250.000 sampai 1 per
120. Angka kekerapan masing-masing bentuk TSV pada anak berbeda dengan TSV pada
dewasa. Menurut Emily dkk bahwa angka kejadian TSV pada anak berkisar 1 dari 250 anak,
tapi sering kegajalnya samar-samar dan sering disalah artikan dengan gejala dari penyakit
umum lainnya pada anak.
TSV pada bayi biasanya terjadi pada hari pertama kehidupan sampai usia 1 tahun, tapi
sering terjadi sebelum umur 4 bulan. Sebagian besar TSV pada bayi dengan struktur jantung
yang normal hanya 15 % bayi TSV yang disertai dengan penyakit jantung, karena obat-obat
atau karena demam.

ELEKTROFISIOLOGI

Elektrofisiologi ditunjukkan bagi pasien dengan irama jantung yang abnormal, yang
sulit untuk dianalisa dengan menggunakan EKG dan holter monitor. Elektrofisiologi studi
adalah prosedur invasif minimal yang menguji sistem konduksi listrik pada jantung untuk
menilai aktivitas listrik dan jalur konduksi jantung. Studi ini digunakan untuk menyelidiki
penyebab, lokasi asal dan pengobatan terbaik untuk berbagai keluhan irama jantung
abnormal.
Prosedur ini dilakukan di dalam laboratorium kateterisasi. Sebuah tabung fleksibel
panjang akan dimasukkan melalui pembuluh darah pada pangkal paha dan berulir ke jantung
pasien. Mesin sinar x akan meninjukkan kondisi jantung kepada dokter dan akan
memungkinkan dokter untuk memandu elektroda ke dalam jalur konduksi serta sepanjang

dinding bagian dalam jantung. Selain itu, elektroda ini akan mengukur dan memetakan
aktivitas listrik pada jantung.
Ablasi Jantung
Apabila pada saat prosedur studi elektrofisiologi ditemukan, lokasi sumber aktivitas listrik
jantung yang abnormal, maka kita sebagai seorang dokter akan melakukan ablasi jantung.
Ablasi jantung dilakukan menggunakan energi radio frekuensi (gelombang yang serupa
dengan microwave/ gelombang mikro) atau proses pendinginan (cryoablation) yang secara
efektif menghancurkan sel-sel abnormal.
Prosedur ablasi ini dapat mengobati beberapa kondisi seperti Atrial Fibrillation (AF), Atrial
Flutter, Supraventricular Tachycardia (SVT), serangan jantung, gagal jantung kongestif
(CHF), Syncope (pingsan) dan Ventricular Tachycardia (VT).
Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan
rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta penghantaran
rangsang.
1. Gangguan pembentukan rangsang
Gangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terbentuk secara
aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan irama ektopik
dan bila terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama pengganti).
a.

Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan

fenomena reentry.
b. Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum
sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian jantung yang belum atau
tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis untuk mengeluarkan rangsangan
instrinsik yang memacu jantung berkontraksi.
c. Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan kecepatan
automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang melebihi keadaan normal.
d. Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional (blokade
terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah lain masuk kembali
secara retrograd melalui bagian yang mengalami blokade tadi setelah masa refrakternya
dilampaui. Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara ektopik. Bila reentry terjadi
secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak teratur (pada beberapa tempat), maka dapat
menimbulkan keadaan takikardi ektopik atau fibrilasi.

2. Gangguan konduksi
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi)
aliran rangsang yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya aliran
rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang untuk
dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang
mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras kanan kiri sampai
pada percabangan purkinye dalam miokard.
3. Gangguan pembentukan dan konduksi rangsangan
Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan rangsang
bersama gangguan hantaran rangsang.
MEKANISME TERJADINYA SVT
Berdasarkan p;emeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme
terjadinya supratakikardi supraventrikular yaitu:
1. Otomatisasi
Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami
percepatan pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium. Struktur lain yang dapat menjadi
sumber autofokus atomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena cava superior. Contoh
takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum
akhirnya taki aritmia berhenti. Taki aritmia karena otomasisasi sering berkaitam dengan
gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemnia, hipomagnesemia, dan asidosis.
2. Reentry
Adalah mekanisme yang terbanyak sebagai akibat penyebab taki aritmia dan paling mudah
dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi.
a. adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baiuk dari bagian distal
maupun proksimal hingga membentuk suatu rangkaian suatu konduksi tertutup.
b. salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah.

C. KLASIFIKASI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR


Terdapat 3 jenis TSV yang sering ditemukan pada bayi dan anak, yaitu:
1. Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik)
Terdapat sekitar 10% dari semua kasus TSV, namun TSV ini sukar diobati. Takikardi ini
jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau
karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer, tampak
adanya gelombang p yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu irama sinus,
tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak
didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan).
2. Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT)
Pada AVRT pada sindrom Wolf-Parkinson-White (WPW) jenis orthodromic, konduksi
antegrad terjadi pada jaras his-purkinye (slow conduction) sedangkan konduksi retrograd
terjadi pada jaras tambahan (fast conduction). Kelainan yang tampak pada EKG adalah
takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah
kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang antidromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras
tambahan sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras his-purkinye. Kelainan pada EKG
yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS yang lebar dengan gelombang p yang
terbalik dan timbul pada jarak yang jauh setelah kompleks QRS.
3.Atrioventricular nodal reentry tachycardia (AVNRT)
Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini merupakan
mekanisme yang paling sering menimbulkan TSV pada bayi dan anak. Sirkuit tertutup pada
jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi lambat (slow
limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini disebut juga jenis
typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi
dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks
QRS tersebut dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena gelombang p tersebut
terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat dan
konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis atypical (fast-slow) atau
antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit
dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh setelah komplek QRS.

D. PENYEBAB TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR


1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini biasanya
terjadi lebih sering pada bayi daripada anak.
2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya
setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan
interval PR yang pendek daninterval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan
langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan.
3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebsteins, single ventricle, L-TGA)

E. TANDA DAN GEJALA TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR


1. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi;
bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
2. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
3. Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan
(krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada
gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
4. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial);
kehilangan tonus otot/kekuatan.
F. PATOFISIOLOGI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR
Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme
terjadinya takikardi supraventrikular yaitu Otomatisasi (automaticity) dan Reentry. Irama
ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami
percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction,
bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi
adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus

takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia
berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik
seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis. Ini adalah mekanisme
yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada
pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah Adanya dua
jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal
hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup. Salah satu jalur tersebut harus
memiliki blok searah. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang
tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang
mengalami blok searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd
secara cepat pada jalur konduksi tersebut.
G.PENATALAKSANAAN
1.Penatalaksanaan segera
A. Pemberian adenosin.
Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik negatif,
dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung sangat
singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal. Adenosin
dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan cellular
uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera
pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry.
Adenosin mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.
Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi TSV
karena dapat menghilangkan hampir semua TSV. Efektivitasnya dilaporkan
pada sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti
dengan flush saline, mulai dengan dosis 50 g/kg dan dinaikkan 50 /kg
setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 250 /kg). Dosis yang efektif pada anak
yaitu 100 150 g/kg. Pada sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk
mencegah takikardi berulang.
Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing, dan
terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi
sinus node, gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang
mempengaruhi A-V node (seperti beta blokers, calsium channel blocker,

amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma.


B. Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini
bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd
pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering
dilaporkan pada saat loading dose diberikan.
C. Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan TSV pada anak.
Digoksin tidak digunakan lagi untuk penghentian segera TSV dan sebaiknya
dihindari pada anak yang lebih besar dengan WPW sindrom karena ada risiko
percepatan konduksi pada jaras tambahan. Digitalisasi dipakai pada bayi tanpa
gagal jantung kongestif. Penelitian oleh Wren dkk tahun 1990, pada 29 bayi
dengan TSV, pengobatan efektif dengan digoksin. Digoksin memperbaiki
fungsi ventrikel, baik melalui pengaruh inotropiknya maupun melalui blokade
nodus AV yang ditengahi vagus.
D. Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif
atau kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan
penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik
sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock
yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena
rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi
ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan DC
Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel.
Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang
tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka
diperlukan tindakan invasif.
E. Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis
secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah
sebesar dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan dosis
digitalisasi, 2 kali berturut-turut berselang 8 jam.

F. Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa
digunakan, dan digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa
dicoba untuk konversi cepat ke irama sinus. Phenylephrine dapat
meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan mengubah takikardi dengan
meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-synephrine) sama halnya
dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek vagal seperti juga
efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode ini tidak
direkomendasikan pada bayi dengan CHF karena dapat meningkatkan
afterload sehingga merugikan pada bayi dengan gagal jantung. Dosis
phenylephrin 10 mg ditambahkan ke dalam 200 mg cairan intravena diberikan
secara drip dengan pengawasan doketr terhadap tekanan darah. Tekanan
sistolik tidak boleh melebihi 150-170 mmHg.
G. Price dkk pada tahun 2002, menggunakan pengobatan dengan flecainide dan
sotalol untuk TSV yang refrakter pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun.
Flecainide dan sotalol merupakan kombinasi baru, yang aman dan efektif
untuk mengontrol TSV yang refrakter.
H. Penelitian oleh Etheridge dkk tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada
55% pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada
71% pasien dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol.
Keberhasilan terapi memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai
sebagai pilihan terapi pada beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari.
Semua pasien yang diterapi dengan amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati
dan fungsi tiroid setiap 3 bulan. Propanolol dapat digunakan secara hati-hati,
sering efektif dalam memperlambat fokus atrium pada takikardi atrial ektopik.
2. Penanganan Jangka Panjang
Umur pasien dengan TSV digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang
TSV. Di antara bayi-bayi yang menunjukkan tanda dan gejala TSV, kurang
lebih sepertiganya akan membaik sendiri dan paling tidak setengah dari
jumlah pasien dengan takikardi atrial automatic akan mengalami resolusi
sendiri. Berat ringan gejala takikardi berlangsung dan kekerapan serangan
merupakan pertimbangan penting untuk pengobatan.

Pada sebagian besar pasien tidak diperlukan terapi jangka panjang karena
umumnya tanda yang menonjol adalah takikardi dengan dengan gejala klinis
ringan dan serangan yang jarang dan tidak dikaitkan dengan preeksitasi. Bayibayi dengan serangan yang sering dan simptomatik akan membutuhkan obatobatan seperti propanolol, sotalol atau amiodaron, terutama untuk tahun
pertama kehidupan.
Pada pasien TSV dengan sindrom WPW sebaiknya diberikan terapi propanolol
jangka panjang. Sedangkan pada pasien dengan takikardi resisten digunakan
procainamid, quinidin, flecainide, propafenone, sotalol dan amiodarone.
Pada pasien dengan serangan yang sering dan berusia di atas 5 tahun,
radiofrequency ablasi catheter merupakan pengobatan pilihan. Pasien yang
menunjukkan takikardi pada kelompok umur ini umumnya takikardinya tidak
mungkin mengalami resolusi sendiri dan umunya tidak tahan atau
kepatuhannya kurang dengan pengobatan medikamentosa. Terapi ablasi
dilakukan pada usia 2 sampai 5 tahun bila TSV refrakter terhadap obat anti
aritmia atau ada potensi efek samping obat pada pemakaian jangka panjang.
Pada tahun-tahun sebelumnya, alternatif terhadap pasien dengan aritmia yang
refrakter dan mengancam kehidupan hanyalah dengan anti takikardi pace
maker atau ablasi pembedahan.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR


1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan
dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja).
Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel atau katup.
4. Pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang
dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan
kemampuan pompa.

5. Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang


menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
mnenyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan
atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh
endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10. GDA/na

KESIMPULAN
Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering
ditemukan pada bayi dan anak. Penyebab TSV adalah ideopatik sindrom wolf parkinsond
white (WPW) dan beberapa penyakit jantung bawaan.
Gejala klinis lain TSV dapat berupa gelisah, iritable, diaforesis, tidak mau minum susu,
kadang-kadang orang tua membawa bayinya karena bernafas sesak dan tampak pucat. Dapat
pula terjadi muntah-muntah laju nadi sangat cepat sekitar 200-300 permenit. Tidak jarang
disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi yang nyata, palpitasi, mudah lelah, hoyong,
nyeri dada, nafas pendek, dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah,
nyeri kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan. Resiko terjadinya gagal jantung sangat
rendah pada anak dan remaja dengan TSV tapi resikonya meningkat pada neonatus dan TSV,
neonatus dengan WPW dan pada anak dengan penyakit jantung.
Diaognosi TSV berdasarkan gejala klinis dan pemerikasaan EKG. Penatalaksaan TSV
berupa penatalaksaan segera dan jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sulistia Gan Gunawan.2009.Farmakologi dan Terapi. Depertemen farmakologi dan
terapeutik FKUI.
2. Willacy, halley.2010. anti arithmic drugs.

You might also like