You are on page 1of 49

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA


KELOMPOK LANSIA DI SASANA TRESNA WERDHA
KARYA BAKTI RIA PEMBANGUNAN

OLEH :
Kelompok IV
Bani Larasati (1410721013)
Dhita Eka Risdyanti (1410721)
Ari Nur Fauxy Cahyaningsih (1410721010)
Ririn Novia Shandy (1410721)
Euis Salsabila Izzati (1410721006)
Taufik Hidayatullah (1410721)

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
VETERAN JAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka
kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak
pada meningkatnya usia harapan hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya
jumlah penduduk golongan lanjut usia. Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia
(lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia dalam kurun waktu
tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi
25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu
berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia, di bawah
Cina, India, dan Amerika Serikat. Menurut data demografi internasional dari
Bureau of the Census USA (1993), kenaikan jumlah lansia Indonesia antara tahun
1990-2025 mencapai 41,4%, tertinggi di dunia. Kenaikan pesat itu berkait dengan
usia harapan hidup penduduk Indonesia. Dalam sensus Badan Pusat Statistik
(BPS) 1998, harapan hidup penduduk Indonesia rata-rata 63 tahun untuk kaum
pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi menurut kajian WHO (1999) harapan penduduk
Indonesia rata-rata 59,7 tahun, menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu
adalah Jepang (74,5 tahun). Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia
sudah meningkat. GBHN 1993 mengamanatkan agar lansia yang masih produktif
dan mandiri diberi kesempatan berperan aktif dalam pembangunan.. Pemerintah
juga menetapkan tanggal 29 mei sebagai Hari Lansia Nasional, sedang DPR
menerbitkan UU no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia. Dengan makin
bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita golongan ini yang
memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen populasi lain, populasi
lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang lebih
tinggi dibanding populasi lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas yang
tinggi pada segmen populasi ini selalu membutuhkan derajat keperawatan yang
tinggi. Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi

keperawatan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik,


sehingga di bidang keperawatan pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia
berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai berkembang. Keperawatan
lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan atas Gerontologic nursing
(gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai keterlibatannya dalam bidang yang
berlainan. Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah perawat yang
bertugas memberikan asuhan keperawatan pada semua penderita berusia diatas 65
tahun (di Indonesia dan Asia dipakai batasan usia 60 tahun) tanpa melihat apapun
penyebabnya dan dimanapun dia bertugas. Secara definisi, hal ini berbeda dengan
perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia diatas 65 tahun dan menderita lebih
dari satu macam penyakit (multipel patologi), disertai dengan berbagai masalah
psikologik maupun sosial.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik.
b. Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan
Lansia di STW.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengenal masalah kesehatan lansia.
b. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada
lansia.
c. Melakukan tindakan keperawatan yang tepat kepada lansia yang berada di
stw.
d. Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis, sosial)
sehingga dapat meningkatkan kesehatan lansia.
e. Memanfaatkan sumber daya yang ada di STW (fasilitas pelayanan
kesehatan).
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa dapat mengenal masalah kesehatan yang muncul pada lansia.
b. Mahasiswa dapat memberikan tindakan keperawatan yang tepat terhadap
c.

lansia yang berada di STW.


Mahasiswa memiliki gambaran tentang proses keperawatan terhadap
lansia yang berada di STW.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Hipertensi


1. Pengertian
Hipertensi didefinisikan suatu peningkatan tekanan darah sistolik dan
diastolik yang abnormal (Price and Wilson, 2000).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (Corwin,
2001).
2. Type Penyakit darah tinggi atau Hipertensi
Type Penyakit darah tinggi atau Hipertensi dibagi menjadi 2, diantaranya
Hipertensi Primary dan Hipertensi Secondary :
a. Hipertensi Primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor
lingkungan.

Seseorang

yang

pola

makannya

tidak

terkontrol

dan

mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan


pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat
mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang
kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.
b. Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/ menderita penyakit
lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon
tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat
kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di
atas normal atau gemuk (gendut)

3. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa


Kategori

Normal

Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolic


Dibawah 130 mmhg

Dibawah 85 mmhg

Normal tinggi
Stadium1
(hipertensi ringan)
Stadium2
(hipertensi sedang)
Stadium3
(hipertensi berat)
Stadium4
(hipertensi maligna)

130-139 mmhg

85-89 mmhg

140-159 mmhg

90-99 mmhg

160-179 mmhg

100-109 mmhg

180-209 mmhg

110-119 mmhg

210 mmhg atau lebih

120 mmhg atau lebi

Sumber : sustrani, lany, syamsir alam, iwan hadibroto. 2006. Hipertensi.


jakarta: gramedia

4.

Penyebab

Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan seseorang memiliki tekanan darah
tinggi. Ada faktor penyebab tekanan darah tinggi yang tidak dapat Anda
kendalikan. Ada juga yang dapat Anda kendalikan sehingga bisa mengatasi
penyakit darah tinggi. Beberapa faktor tersebut antara lain:
a.

Keturunan
Faktor ini tidak bisa Anda kendalikan. Jika seseorang
memiliki orang-tua atau saudara yang memiliki tekanan
darah tinggi, maka kemungkinan ia menderita tekanan
darah tinggi lebih besar. Statistik menunjukkan bahwa
masalah tekanan darah tinggi lebih tinggi pada kembar
identik daripada
penelitian

yang kembar tidak identik. Sebuah

menunjukkan

bahwa

ada

bukti

diturunkan untuk masalah tekanan darah tinggi.

gen

yang

b.

Usia
Faktor ini tidak bisa Anda kendalikan. Penelitian menunjukkan bahwa seraya usia
seseorang bertambah, tekanan darah pun akan meningkat. Anda tidak dapat
mengharapkan bahwa tekanan darah Anda saat muda akan sama ketika Anda
bertambah tua. Namun Anda dapat mengendalikan agar jangan melewati batas
atas yang normal.

c.

Garam
Faktor ini bisa Anda kendalikan. Garam dapat meningkatkan tekanan darah
dengan cepat pada beberapa orang, khususnya bagi penderita diabetes,
penderita hipertensi ringan, orang dengan usia tua, dan mereka yang berkulit
hitam.

d.

Kolesterol
Faktor ini bisa Anda kendalikan. Kandungan lemak yang berlebih dalam darah
Anda, dapat menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah.
Hal ini dapat membuat pembuluh darah menyempit dan akibatnya tekanan darah
akan meningkat. Kendalikan kolesterol Anda sedini mungkin. Untuk tips
mengendalikan kolesterol, silahkan lihat artikel berikut: kolesterol.

e.

Obesitas / Kegemukan
Faktor ini bisa Anda kendalikan. Orang yang memiliki berat badan di atas 30
persen berat badan ideal, memiliki kemungkinan lebih besar menderita tekanan
darah tinggi.

f.

Stress
Faktor ini bisa Anda kendalikan. Stress dan kondisi emosi yang tidak stabil juga
dapat memicu tekanan darah tinggi.

g.

Rokok

Faktor ini bisa Anda kendalikan. Merokok juga dapat meningkatkan tekanan
darah menjadi tinggi. Kebiasan merokok dapat meningkatkan risiko diabetes,
serangan jantung dan stroke. Karena itu, kebiasaan merokok yang terus
dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi, merupakan kombinasi yang
sangat berbahaya yang akan memicu penyakit-penyakit yang berkaitan dengan
jantung dan darah.

h.

Kafein
Faktor ini bisa Anda kendalikan. Kafein yang terdapat pada kopi, teh maupun
minuman cola bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah.

i.

Alkohol
Faktor ini bisa Anda kendalikan. Konsumsi alkohol secara berlebihan juga
menyebabkan tekanan darah tinggi.

j.

Kurang Olahraga
Faktor ini bisa Anda kendalikan. Kurang olahraga dan bergerak bisa
menyebabkan tekanan darah dalam tubuh meningkat. Olahraga teratur mampu
menurunkan tekanan darah tinggi Anda namun jangan melakukan olahraga yang
berat jika Anda menderita tekanan darah tinggi.
5.

Tanda dan Gejala

Hipertensi memiliki tanda dan gejala seperti :


a.

Sakit kepala atau pusing

b.

Mudah marah

c.

Susah tidur

d.

Berat di tengkuk

e.

Sesak napas

f.

Mual dan muntah

g.

Pandangan kabur

h.

Telinga berdenging

i.

Perdarahan dari hidung

6.

Pencegahan

a.

Jaga berat badan

b.

Kurangi makan makanan berlemak dan garam

c.

Berhenti merokok dan alkohol

d.

Kurangi atau tidak minum kopi

e.

Cukup istirahat dan tidur

f.

Hindari stress

g.

Olahraga secara teratur

h.

Banyak makan sayur dan buah

7.

Bahaya hipertensi/ komplikasi

Hipertensi harus dicegah karena :


a.

Dapat menyebabkan gangguan penglihatan

b.

Stroke atau kelumpuhan

c.

Serangan jantung

d.

Gagal ginjal.

8.

Pengobatan
a.

Medis

Pengobatan hipertensi biasanya dikombinasikan dengan beberapa obat;


1) Diuretic

{Tablet

Hydrochlorothiazide

(HCT),

Lasix

(Furosemide)}.

Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan


tubuh via urine. Tetapi karena potasium berkemungkinan terbuang dalam
cairan urine, maka pengontrolan konsumsi potasium harus dilakukan.
2) Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}. Merupakan obat
yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses
memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi) pembuluh
darah.

3) Calcium channel blockers {Norvasc (amlopidine), Angiotensinconverting


enzyme (ACE)}. Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam
pengontrolan darah tinggi atau Hipertensi melalui proses rileksasi pembuluh
darah yang juga memperlebar pembuluh darah.
B. Konsep Dasar Lanjut Usia Dengan Jatuh
1. Pengertian Lanjut Usia Dan Jatuh
a. Lanjut Usia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan
yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagai dariposes penuan
normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut kerut keuan diwajah,
berkurangmya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh,
merupakan ancamanbagi integritas orang usia lanjut.
Belum bagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran
diri, kedudukan sosial,serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua
hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat
menyikapi secara bijak. (Soejono,2000)

b. Jatuh
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor
berperan di dalamnya, baik faktor intrinsic dalam diri lansia tersebut
seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah,
kekakuan sendi, sinkope dan dizzines, serta faktor ekstrinsik seperti lantai
yang licin dan tidak rata, tersandung benda benda, penglihatan kurang
karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.
The International Classification of Disease (ICD 9) mendefinisikan
jatuh sebagai kejadian yag diharapka dimana seseorang terjatuh dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dengan atau tempat
yang sama tingginya( Masud, Morris, 2006).

King, mendefinisikan jatuh sebagai kejadian yang tidak disadari oleh


seseorang yang terduduk di lantai/tanah atau tampat yang lebih rendah
tanpa disebabkan oleh hilangnya kesadaran, stroke, atau kekuatan yang
berlebihan(King, 2004).
2. Faktor Resiko
Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti
bahwa stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:
1.

Sistem sensorik
Yang berperan di dalamnya adalah: visus ( penglihatan ),

pendengaran, fungsi vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau


perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Semua
penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe
perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karpena adanya perubahan
fungsi vestibuler akibat proses manua. Neuropati perifer dan penyakit
degeneratif leher akan mengganggu fungsi proprioseptif ( Tinetti, 1992 ).
Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita
lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
2. Sistem saraf pusat ( SSP )
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input
sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan
normal, sering diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP
sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik ( Tinetti, 1992 ).
3. Faktor-Faktor Resiko Jatuh Pada Lansia
Faktor faktor resiko jatuh pada lansia dibagi dalam 2 golonga besar,
yaitu:
a. Faktor instrinsik

Faktor instrinsik dapat disebabkan oleh proses penuaan dan berbagai


penyakit sepertiStroke dan TIA yang mengakibatkan kelemahan tubuh
sesisi , Parkinson yang mengakibatkan kekakuan alat gerak, maupun
Depresi yang menyebabkan lansia tidak terlalu perhatian saat
berjalan . Gangguan penglihatan pun seperti misalnya katarak
meningkatkan

risiko

jatuh

pada

lansia.

Gangguan

sistem

kardiovaskuler akan menyebabkan syncope, syncope lah yang sering


menyebabkan jatuh pada lansia.Jatuh dapat juga disebabkan oleh
dehidrasi. Dehidrasi bisa disebabkan oleh diare, demam, asupan cairan
yang kurang atau penggunaan diuretik yang berlebihan.
b. Ekstrinsik
Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau
tergeletak di bawah,tempat tidur tidak stabil atau kamar mandi yang
rendah dan tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah
dipegang, lantai tidak datar, licin atau menurun, karpet yang tidak
dilem dengan baik, keset yang tebal/menekuk pinggirnya, dan bendabenda alas lantai yang licin atau mudah tergeser,lantai licin atau basah,
penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), alat bantu
jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.
1. Faktor Faktor Lingkungan Yang Sering

Dihubungkan Dengan

Kecelakaan Pada Lansia.


a. Alat alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak
stabil, atau tergeletak di bawah
b. Tempat tidur atau WC yang rendah / jongkok.
c. Tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang.
d. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun.
e. Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal / menekuk
pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah
tergeser.
f. Lantai yang licin atau basah.
g. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan).

h. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara
penggunaannya.
2. Faktor Faktor Situasional Yang Mungkin Mempresipitasi Jatuh
Antara Lain
a. Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa
seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya
sedikit sekali ( 5% ), jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas
berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh juga
sering terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga,
mungkin disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih
banyak. Jatuh juga sering terjadi pada lansia yang imobil ( jarang
bergerak ) ketika tiba tiba dia ingin pindah tempat atau mengambil
sesuatu tanpa pertolongan.
b. Lingkungan
Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di
tangga, dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak
dibanding saat naik, yang lainnya terjadi karena tersandung /
menabrak benda perlengkapan rumah tangga, lantai yang licin atau tak
rata, penerangan ruang yang kurang
c. Penyakit Akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut
dari penyakit kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan
jatuh, misalnya sesak nafas akut pada penderita penyakit paru
obstruktif menahun, nyeri dada tiba tiba pada penderita penyakit
jantung iskenmik, dan lain lain.
3. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi komplikasi seperti :

a. Perlukaan ( injury ).
1) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
2) Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ),
humerus, lengan bawah, tungkai bawah, kista.
3) Hematom subdural
b. Perawatan rumah sakit.
1)

Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi ).

2)

Risiko penyakit penyakit iatrogenic


c. Disabilitas

1)

Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.


2) Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak
d. Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan ( nursing home )
e. Mati
4. Pencegahan
Pencegahan dilakukan berdasar atas faktor resiko apa yang dapat
menyebabkan jatuh seperti faktor neuromuskular, muskuloskeletal,
penyakit yang sedang diderita, pengobatan yang sedang dijalani, gangguan
keseimbangan dan gaya berjalan, gangguan visual, ataupun faktor
lingkungan.dibawah ini akan di uraikan beberapa metode pencegahan
jatuh pada orang tua :
a. Latihan fisik
Latihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan
meningkatkan kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki
keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya
lingkungan, latihan fisik juga bisa mengurangi kebutuhan obat-obatan
sedatif. Latihan fisik yang dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai,
tidak terlalu berat dan semampunya, salah satunya adalah berjalan
kaki.(1,4,5,6)

b. Managemen obat-obatan
Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik di antara:
1)

Perhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat


2) Gunakan alat bantu berjalan jika memang di perlukan selama
pengobatan
3) Kurangi pemberian obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama
terutama sedatif dan tranquilisers
4) Hindari pemberian obat multiple (lebih dari empat macam) kecuali
atas indikasi klinis kuat
5) Menghentikan obat yang tidak terlalu diperlukan

c. Modifikasi lingkungan
Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin untuk
menghindari pusing akibat suhu di antara:
1) Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada
dalam jangkauan tanpa harus berjalan dulu
2) Gunakan karpet antislip di kamar mandi.
3) Perhatikan kualitas penerangan di rumah.
4) Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk
melintas.
5) Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu
tambahan untuk daerah tangga.
6) Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan
yang biasa untuk melintas.
7) Gunakan lantai yang tidak licin.
8) Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah,
menghindari tersandung.
9) Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti
misalnya di kamar mandi.
d. Memperbaiki kebiasaan pasien lansia misalnya :

1) Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.


2) Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.
3) Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai.
4) Hindari olahraga berlebihan.
Alas kaki
Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki:
1)

Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar


2) Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga
keseimbangan
3) Pakai sepatu yang antislip
f. Alat bantu jalan
Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau
faktor yang mendasarinya.
1) Penggunaannya alat bantu jalan memang membantu meingkatkan
keseimbangan, namun di sisi lain menyebabkan langkah yang
terputus dan kecenderungan tubuh untuk membungkuk, terlebih
jika alat bantu tidak menggunakan roda., karena itu penggunaan
alat bantu ini haruslah direkomendasikan secara individual.
2) Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat
ditangani dengan obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena
itu, penanganannya adalah dengan alat bantu jalan seperti cane
(tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika hanya 1
ekstremitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan pakai cane.
Pemilihan cane type apa yang digunakan, ditentukan oleh
kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika ke-2
ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang paling cocok
adalah four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan,

maka pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang diperlukan


dalam menunjang berat badan.
g. Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran.
h. Hip protektor : terbukti mengurangi resiko fraktur pelvis.
i. Memelihara kekuatan tulang
1) Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti
meningkatkan densitas tulang dan mengurangi resiko fraktur akibat
terjatuh pada orang tua
2) Berhenti merokok
3) Hindari konsumsi alcohol
4) Latihan fisik
5) Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor
estrogen
6) Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.

C. Relaksiasi Otot Progresif


Relaksasi adalah satu teknik dalam terapi perilaku untuk mengurangi
ketegangan dan kecemasan. Teknik ini dapat digunakan oleh pasien tanpa bantuan
terapis dan mereka dapat menggunakannya untuk mengurangi ketegangan dan
kecemasan yang dialami sehari-hari di rumah.
Dalam buku Student manual for theory and practice of counseling and
psychotherapy, oleh Gerald Corey pada tahun 2005, istilah relaksasi sering
digunakan untuk menjelaskan aktifitas yang menyenangkan. Rekreasi, olahraga,
pijat, dan menonton bioskop. Semua bentuk kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan suasana rileks merupakan contoh yang banyak diaggap sebagai
relaksasi.
Oleh karena itu efek yang dihasilkan andalah perasaan senang, relaksasi mulai
digunakan untuk mengurangi ketegangan psikis yang berkaitan dengan

permasalahan kehidupan. Tedapat banyak macam teknik relaksasi yang bisa


dilakukan. Terdapat empat macam tipe relaksasi, yaitu:
1

Relaksasi otot (progresive muscle relaxation)

Pernafasan (diaphragmatic breathing)

Meditasi (attention-focussing exercises)

Relaksasi perilaku (behavioral relaxation training)

Dalam relaksasi otot (progresive muscle relaxation) sendiri, individu akan


diberikan kesempatan untuk mempelajari bagaimana cara menegangkan
sekelompok otot tertentu kemudian melepaskan ketegangan itu. Bila sudah dapat
merasakan keduanya, klien mulai membedakan sensasi pada saat otot dalam
keadaan tegang dan rileks.
Sesuatu yang diharapkan disini adalah individu secara sadar untuk belajar
merilekskan otot-ototnya sesuai dengan keinginannya melalui suatu cara yang
sistematis. Subjek juga belajar menyadari otot-ototnya dan berusaha untuk sedapat
mungkin mengurangi atau menghilangkan ketegangan otot tersebut.
Jenis jenis dari relasasi otot prigresif (progresive muscle relaxation/PMR) sendiri
terdapat dua macam, yaitu:
1

Overt PMR (tense up and letting go)


Secara sadar menegangkan kelompok otot sekitar 5-10 detik dan kemudian

melepaskannya selama kurang lebih 30 detik. Seringkali menggunakan 11


kelompok otot.
2

Covert PMR (letting go)


Jenis PMR yang hanya merilekskan kelompok otot tanpa menegangkannya
lebih dahulu. Dapat dipraktekkan sendiri, tanpa latihan seperti jenis overt
PMR dan seringkali dikombinasikan dengan autogenic training.

Hal hal yang perlu juga diperhatikan dalam melakukan kegiatan relaksasi
otot progresif adalah :
a

Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan karena dapat melukai


diri sendiri.

Untuk merilekskan otot-otot membutuhkan waktu sekitar 20-50


detik.

Posisi tubuh, lebih nyaman dengan mata tertutup. Jangan dengan


berdiri.

Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan.

Melakukan pada bagian kanan tubuh dua kali, kemudian bagian


kiri dua kali.

Memerikasa apakah klien benar-benar rileks.

Terus menerus memberikan instruksi.

Memberikan instruksi tidak terlalu cepat, dan tidak terlalu lambat.

Manfaat dari relaksasi otot progresif ini sendiri adalah untuk mengatasi
berbagai macam permasalahan dalam mengatasi stres, kecemasan, insomnia,
dan juga dapat membangun emosi positif dari emosi negatif. Keempat
permasalahan tersebut dapat menjadi suatu rangkaian bentuk gangguan
psikologis bila tidak diatasi.
Stres terhadap tugas maupun permasalahan lainnya, yang tidak segera
diatasi dapat memunculkan suatu bentuk kecemasan dalam diri seseorang.
Kecemasan itu sendiri bila tidak juga diatasi dapat berakibat pada munculnya
emosi negatif baik terhadap permasalah yang timbul akibat stres juga perilaku
sehari-hari seseorang. Dan akibat dari itu semua menyebabkan suatu bentuk
gangguan tidur atau insomnia. Dan relaksasi bisa digunakan agar seseorang
kembali pada taraf keadaan normal.

1 Langkah langkah Relaksasi Otot Progresif


Berikut dipaparkan masing-masing gerakan dan penjelasan mengenai
otot otot yang dilatih:
Gerakan pertama ditujukan untuk melatih
otot tangan yang dilakukan dengan cara
menggenggam tangan kiri sambil membuat
suatu kepalan. Klien diminta membuat
kepalan ini semakin kuat (gambar 2), sambil
merasakan sensasi ketegangan yang terjadi.
Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu
untuk merasakan rileks selama 10 detik.
Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua
kali sehingga klien dapat membedakan
perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan relaks yang dialami. Prosedur
serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.
Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang.
Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada
pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan
bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit (gambar 2).
Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps adalah otot
besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan (lihat gambar 3). Gerakan ini
diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian
membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi
tegang.

Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk


mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat
kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh
kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi
di bahu, punggung atas, dan leher.
Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan
untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otototot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan
cara mengerutkan dahi dan alis sampai ototototnya terasa dan kulitnya keriput.
Gerakan yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan
menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata
dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata (gambar 5).

Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh


otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigigigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang.
Gerakan kedelapan ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut.
Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di
sekitar mulut.
Gerakan kesembilan (gambar 7) dan gerakan kesepuluh (gambar 7) ditujukan
untuk merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun belakang. Gerakan
diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian depan.
Klien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta
untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa
sehingga klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan
punggung atas.

Sedangkan

gerakan

kesepuluh

bertujuan

untuk melatih otot leher


bagian

depan

(lihat

gambar 7). Gerakan ini


dilakukan dengan cara
membawa

kepala

ke

muka, kemudian klien


diminta

untuk

membenamkan dagu ke
dadanya. Sehingga dapat
merasakan ketegangan di
daerah

leher

bagian

muka.
Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini
dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian
punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada sehingga tampak seperti pada
gambar 6. Kondisi tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks. Pada
saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi
lemas.
Gerakan berikutnya adalah gerakan keduabelas, dilakukan untuk melemaskan
otototot dada. Pada gerakan ini, klien diminta untuk menarik nafas panjang untuk
mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan selama
beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun ke
perut. Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat bernafas normal dengan lega.
Sebagaimana dengan gerakan yang lain, gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga
dapat

dirasakan

perbedaan

antara

kondisi

tegang

dan

rileks.

Setelah latihan otot-otot dada, gerakan ketigabelas bertujuan untuk melatih otot-

otot perut. Gerakan ini dilakukan


dengan cara menarik kuat-kuat
perut

ke

dalam,

menahannya

kemudian

sampai

menjadi

kencang

Setelah

10

detik

perut

dank

eras.

dilepaskan

bebas, kemudian diulang kembali


seperti gerakan awal untuk perut
ini. Gerakan 14 dan 15 adalah
gerakan-gerakan untuk otot-otot
kaki.

Gerakan

ini

dilakukan

secara berurutan.
Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan
dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki (lihat gambar delapan)
sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut
(lihat gambar delapan), sedemikian sehingga ketegangan pidah ke otot-otot betis.
Sebagaimana prosedur relaksasi otot, klien harus menahan posisi tegang selama
10 detik baru setelah itu melepaskannya. Setiap gerakan dilakukan masing-masing
dua kali.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008).
Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32)
II.2 Batasan Lanjut Usia
Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.
1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
2. Departemen Kesehatan RI tahun 2013 mengklasifikasikan lanjut usia
sebagai berikut:
a. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa.

e. Lansia tidak potensial


Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.
II.3 Tipe Lanjut Usia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam
buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan
kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz),
para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri
sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri

dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia
dip anti werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan
mental.
II.4 Proses Penuaan
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah
sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Seiring
dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan
atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.
II.5 Mitos dan Stereotip Seputar Lanjut Usia
Menurut Sheiera Saul, 1974 mitos-mitos seputar lansia antara lain sebagai berikut:
1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup, hasil
kerja, dan jerih payahnya di masa muda. Berbagai guncangan kehidupan
seakan-akan sudah berhasil dilewati. Kenyataannya, sering ditemui lansia
yang mengalami stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta
penderitaan karena penyakit.
2. Mitos konservatif dan kemunduran
Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan, tradisi, dan
keadaan yang berlaku. Adanya anggapan bahwa para lansia itu tidak
kreatif, menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, kembali ke masa
kanak-kanak, sulit berubah, keras kepala, dan cerewet. Kenyataannya,
tidak semua lansia bersikap dan mempunyai pemikiran demikian.
3. Mitos berpenyakitan
Adanya anggapan bahwa masa tua dipandang sebagai masa degenerasi
biologis yang disertai berbagai penyakit dan sakit-sakitan. Kenyataannya,
tidak semua lansia berpenyakitan. Saat ini sudah banyak jenis pengobatan

serta lansia yang rajin melakukan pemeriksaan berkala sehingga lansia


tetap sehat dan bugar.
4. Mitos senilitas
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah pikun. Kenyataannya, banyak
yang masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak
cara untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan daya ingat.
5. Mitos tidak jatuh cinta
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan
bergairah kepada lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan emosi setiap
orang berubah sepanjang masa serta perasaan cinta tidak berhenti hanya
karena menjadi tua.
6. Mitos aseksualitas
Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan, dan daya seks berkurang. Kenyataannya,
kehidupan seks para lansia normal-normal saja dan tetap bergairah, hal ini
dibuktikan

dengan

banyaknya

lansia

yang

ditinggal

mati

oleh

pasangannya, namun masih ada rencana untuk menikah lagi.


7. Mitos ketidakproduktifan
Adanya anggapan bahwa para lansia tidak produktif lagi. Kenyataannya,
banyak para lansia yang mencapai kematangan, kemantapan, dan
produktivitas mental maupun material.
Mitos-mitos di atas harus disadari perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan, karena banyak kondisi lansia yang sesuai dengan mitos tersebut dan
sebagian lagi tidak mengalaminya.
II.6 Teori Proses Penuaan
Sebenarnya secara individual tahap proses penuaan terjadi pada orang dengan usia
berbeda, masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda, tidak ada
satu faktor pun ditemukan untuk mencegah proses penuaan.
II.6.1 Teori-Teori Biologi
a. Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatic Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara generik untuk spesiesspesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia

yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya


akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah
1) Mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional
sel).
2) Kegiatan yang berlebihan dan stress dapat menyebabkan sel-sel tubuh
lelah (terpakai).
3) Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori
akumulasi dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen
Lipofuchine di sel otot jantung dan sel susunan syaraf pusat pada
orang lanjut usia yang mengakibatkan mengganggu sel itu sendiri.
4) Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
5) Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan
gizi.
b. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh ialah
tambahan kelenjar timus yang ada pada usia dewasa berinvolusi dan
semenjak itu terjadilah kelainan autoimun (menurut Goldteris dan
Brocklehurst).
c. Teori Immunology Slow Virus (Immunology Slow Virus Theory)
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
d. Teori Stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
e. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di dalam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan proton. Radikal ini menyebabkan sel-sel
tidak dapat regenerasi.
f. Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau using, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
g. Teori Program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah


setelah sel-sel tersebut mati.
II.6.2 Teori Kejiwaan Sosial
a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut
usia.
3) Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar
tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
b. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori
ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia dipengaruhi
oleh tipe personality yang dimiliknya.
c. Teori Pembebasan (Didengagement Theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran
individu oleh Cummning dan Henry 1961. Teori ini menyatakan bahwa
dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai
melepsakan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi
kehilangan ganda (Triple Loss), yakni:
1) Kehilangan peran (Loss of Role)
2) Hambatan kontak sosial (Restrastion of Contacts and Relation Ships)
3) Berkurangnya komitmen (Reuced Commitment to Social Mores and
Values)
II.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan
R. Siti Maryam, dkk, 2008 menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi
penuaan adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Hereditas (Keturunan/Genetik)
Nutrisi (Asupan Makanan)
Status Kesehatan
Pengalaman Hidup

5. Lingkungan
6. Stress
II.8 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut
sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur.
Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai
berikut:
1. Perubahan Fisik
a. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal,
dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan
sel.
b. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun,
berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga
mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap
suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap
sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya
membedakan warna menurun.
d. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara
atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi
atrofi menyebabkan otosklerosis.
e. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan
sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari tidur ke
duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun

menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya


resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal 170 mmHg,
diastole normal 95 mmHg.
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
beberapa faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara
lain: temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan
tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi
rendahnya aktifitas otot.
g. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan
kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya
aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak
berganti.
h. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun,
pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul
konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
i. Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun
sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi
atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan
disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks
sekunder.
j. Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),
penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone,
dan testoteron.
k. Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses
keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas
akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan

rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan


pada bentuk sel epidermis.
l. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan
pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
a. Perubahan fisik.
b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Hereditas.
e. Lingkungan.
f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya
kekakuan sikap.
g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
h. Kenangan lama tidak berubah.
i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor
waktu.
3. Perubahan Psikososial
a. Perubahan lain adalah

adanya

perubahan

psikososial

yang

menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu


mengancam sering bingung panik dan depresif.
b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan
sosioekonomi.
c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

status, teman atau relasi.


Sadar akan datangnya kematian.
Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
Penyakit kronis.
Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
Gangguan syaraf panca indra.
Gizi
Kehilangan teman dan keluarga.
Berkurangnya kekuatan fisik.

II.9 Permasalahan pada Lansia


Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lansia
antara lain (Setiabudi, 1999: 40-42):
1. Permasalahan Umum
a. Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional pelayanan
lansia.
e. Belum membudaya dan melembaganya pembinaan kesejahteraan
lansia.
2. Permasalahan Khusus
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
b.
c.
d.
e.

fisik, mental maupun sosial.


Berkurangnya integrasi sosial lansia.
Rendahnya produktivitas kerja lansia.
Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat.
Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan

masyarakat individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.
II.10 Beberapa Penyakit dan Sifat Penyakit pada Lansia
Penyakit atau gangguan umum pada lansia ada 7 macam, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Depresi Mental
Gangguan Pendengaran
Bronkitis Kronis
Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan
Gangguan pada koksa/sendi panggul
Anemia
Demensia

Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada
orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini:
1. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh
(endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh

(eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan
fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena
proses menua, sehingga produksi hormone, enzim, dan zat-zat yang
diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan demikian,
lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari
satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri
maupun saling berkaitan dan memperberat.
2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas
Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak didapati
demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit
sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya
tidak berat dan tidak perlu berobat.
3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)
Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya
memerlukan obat yang beraneka ragam dibandingkan dengan orang
dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh
seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolah obat-obat yang
masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hal ini menyebabkan
kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan terjadi
keracunan obat dengan segala komplikasinya bila diberikan dengan dosis
yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu
dikurangi pada lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia
yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian
obat tadi (iatrogenik), misalnya poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat
diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh
akibat

penggunaan

obat-obat

penurun

tekanan

darah,

penenang,

antidepresi, dan lain-lain. Efek samping obat pada lansia biasanya terjadi
karena diagnosis yang tidak tepat, ketidakpatuhan meminum obat, serta
penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang
lama.
4. Sering mengalami gangguan jiwa
Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan
jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya
gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang

justru seing tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti


akan mempersulit penyembuhan penyakitnya.
II.11 Pembinaan Kesehatan Lansia di STW dan Terapi Modalitas
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatnya derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia di STW agar
mereka dapat hidup layak.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia STW, baik
oleh petugas kesehatan maupun petugas STW.
2) Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang
tinggal di STW dalam memelihara kesehatan diri sendiri.
3) Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya
pemeliharaan kesehatan lansia di STW.
2. Sasaran
a. Sasaran Umum
1) Pengelola dan petugas penghuni STW
2) Keluarga lansia
3) Masyarakat luas
4) Instansi dan organisasi terkait
b. Sasaran Khusus
Lansia penghuni STW
3. Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
a. Upaya Promotif
Adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan
derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga,
maupun

masyarakat.

Kegiatan

tersebut

dapat

berupa

penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas STW mengenai


hal-hal berikut ini:
1) Masalah gizi dan diet
a) Cara mengukur keadaan gizi lansia.
b) Cara memilih bahan makanan yang bergizi bagi lansia.
c) Cara menyusun menu sehat dan diet khusus.
d) Cara menghitung kebutuhan makanan di STW.
e) Cara menyelenggarakan penyediaan di STW.
f) Cara mengawasi keadaan gizi lansia.
2) Perawatan dasar kesehatan
Melakukan pengkajian komprehensif pada lansia

a)
b)
c)
d)

Perawatan kesehatan dasar lansia yang masih aktif.


Perawatan kesehatan dasar bagi lansia yang pasif.
Perawatan khusus lansia yang mengalami gangguan.
Perawatan dasar lingkungan STW, baik di dalam maupun di luar

STW.
3) Keperawatan kasus darurat
a) Mengenal kasus darurat.
b) Tindakan pertolongan pertama kasus darurat.
c) Mengenal kasus gangguan jiwa.
d) Tanda dan gejala gangguan jiwa pada lansia.
e) Cara mencegah dan mengatasi gangguan jiwa pada lansia.
4) Olah raga
a) Maksud dan tujuan olah raga bagi lansia.
b) Macam-macam olah raga yang tepat bagi lansia.
c) Cara-cara melakukan olah raga yang benar.
5) Teknik-teknik berkomunikasi
a) Bimbingan rohani.
b) Sarasehan, pembinaan mental, dan ceramah keagamaan.
c) Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di STW.
d) Rekreasi.
e) Kegiatan lomba antar lansia di dalam STW atau antar STW.
f) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di STW
maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media.
b. Upaya Preventif
Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadi penyakitpenyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya.
Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut ini:
1) Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di STW oleh petugas
kesehatan yang datang ke STW secara periodik atau di puskesmas
dengan menggunakan KMS lansia.
2) Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di
puskesmas maupun petugas STW yang telah dilatih dalam
pemeliharaan kesehatan lansia.
3) Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas
STW yang menggunakan buku catatan pribadi.
4) Melakukan olah raga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan
kondisi masing-masing.
5) Mengelola diet dan makanan lansia penghuni STW sesuai dengan
kondisi kesehatannya masing-masing.
6) Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
7) Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap
produktif.

8) Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap


lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan
hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara
optimal.
c. Upaya Kuratif
Upaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas
kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini dapat
berupa hal-hal berikut ini:
1) Pelayanan kesehatan dasar di STW oleh petugas kesehatan atau
petugas STW yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

petugas kesehatan/puskesmas.
Pengobatan jalan di puskesmas.
Perawatan dietetik.
Perawatan kesehatan jiwa.
Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
Perawatan kesehatan mata.
Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas.
Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang

diperlukan.
d. Upaya Rehabilitatif
Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin.
Kegiatan

ini

dapat

berupa

rehabilitasi

mental,

vokasional

(ketrampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh


petugas kesehatan, petugas STW yang telah dilatih dan berada dalam
pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).
Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa para
lansia yang dititipkan di STW pada dasarnya memiliki sisi negatif dan
positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan
kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat
usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga kebersamaan ini
dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami.
Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman berada
di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi
kekeluargaan, tinggal di panti merupakan sesuatu hal yang tidak natural
lagi, apa pun alasannya. Tinggal di rumah masih jauh lebih baik dari
pada di panti.

Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul
perasaan tidak berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka yang
sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal.
Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang
suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput mereka masih
dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.
10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo (2001)
adalah sebagai berikut:
1) Makanan cukup dan sehat (healthy food).
2) Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories).
3) Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay).
4) Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities).
5) Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical, judicial
assistance).
6) Transportasi umum (facilities for public transportations).
7) Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations).
8) Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic).
9) Rasa aman dan tentram (safety feeling).
10) Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids). Kesinambungan
bantuan dana dan fasilitas (continuation of subsidies and facilities).
4. Terapi Modalitas
Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu
luang bagi lansia.
a. Tujuan
1) Mengisi waktu luang bagi lansia.
2) Meningkatkan kesehatan lansia.
3) Meningkatkan produktivitas lansia.
4) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia.
b. Jenis Kegiatan
1) Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat
dipilih sesuai dengan masalah lansia.
2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan,
bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk
terlaksananya terapi ini dibutuhkan leader, co-leader, dan fasilitator.
Misalnya cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.
3) Terapi musik
Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan
gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu.
4) Terapi berkebun

Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan


waktu luang.
5) Terapi dengan binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih saying dan mengisi harihari sepinya dengan bermain bersama binatang.
6) Terapi okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan
produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan
yang telah disediakan.
7) Terapi kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas
cermat, mengisi TTS, dan lain-lain.
8) Life review terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan
menceritakan pengalaman hidupnya.
9) Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan
rasa bosan, dan melihat pemandangan.

10) Terapi keagamaan


Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan
meningkatkan

rasa

nyaman.

kebaktian, dan lain-lain.

Seperti

mengadakan

pengajian,

BAB III
TINJAUAN KASUS
III.1 Gambaran Sasana Tresna Werdha
Dalam kehidupan dewasa ini jumlah lanjut usia akan semakin banyak, itu semua
disebabkan karena adanya peningkatan kualitas hidup maka dari itu para lanjut
usia wajib mendapatkan perlindungan, perawatan, kesejahteraan dan juga
pendidikan yang layak dan sesuai dengan keadaan lanjut usia. Wujud nyata
tindakan tersebut adalah dengan dibangunnya Sasana Trena Werdha bagi lansia
yang bertujuan untuk melindungi, merawat, mensejahterakan serta mendidik usia
lanjut.
III.1.1 Identitas Sasana Tresna Werdha
Sasana Tresna Werdha adalah unit pelaksanaan teknis dari Yayasan Karya
Bhakti RIA Pembangunan yang mempunyai tugas memberikan pelayanan

sosial bagi para lansia, sehingga mereka dapat menikmati sisa hidupnya
dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.
III.1.2 Sejarah Berdirinya Sasana Tresna Werdha
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti yang dimiliki dan dikelola oleh
Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, diprakarsai oleh Ibu Hj. Siti
Hartinah Soeharto dan diresmikan oleh Bp.Soeharto tanggal 14 Maret
1984. Merupakan sebuah institusi yang bergerak di bidang pelayanan
kesejahteraan khusus kepada generasi lanjut usia. Sasana Tresna Werdha
Karya Bhakti memiliki kapasitas tampung 110 orang dan menempati area
seluas 16.454 m2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Selatan : Dusun Klampok
Sebelah Utara : Dusun Tengger
Sebelah Timur : Dusun Sukun
Sebelah Barat : Dusun Rajeg
Pada

tahun

1994

mengalami

pembakuan

penamaan

UPT

Pusat/Panti/Sasana dilingkungan Departemen Sosial sesuai SK Mensos RI.


No. 14/HUK/1994 dengan nama Panti Sosial Tresna Werdha Sejahtera
Pandaan. Melalui SK Mensos RI No. 8/HUK/1998 ditetapkan termasuk
kategori panti percontohan tingkat Provinsi dengan kapasitas tampung 110
orang Perda No. 12 th 2000 tentang Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur
bahwa Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan, merupakan unit pelaksana
teknis Dinas sosial Provinsi Jawa Timur. Dengan keluarnya Perda No. 14
th 2002 yang merubah Perda No. 12 th 2000 tentang Dinas Sosial yang
berisi bahwa Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan berubah menjadi Panti
Sosial Tresna Werdha Pandaan-Bangkalan yang merupakan unit pelaksana
teknis dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.
III.1.3 Visi dan Misi
a. Visi
Visi sasana tresna werdha adalah untuk memberikan pelayanan bagi para
lanjut usia yang terlantar dalam memenuhi kebutuhan hidup secara bio,
psiko, sosial, dan spiritual.

b. Misi
1. Terpenuhinya kebutuhan biologis atau jasmani yang meliputi:
a) Kebutuhan pokok hidup seperti sandang, pangan dan papan.
b) Pemeliharaan kesehatan bagi lansia.
c) Kebutuhan rekreatif untuk mengisi waktu luang.
2. Terpenuhinya kebutuhan psikologis yang meliputi:
a) Kebutuhan kasih sayang.
b) Kebutuhan rasa aman.
c) Kebutuhan untuk rasa ketenangan.
d) Peningkatan semangat hidup.
e) Peningkatan rasa percaya diri.
3. Terpenuhinya kebutuhan sosial yang meliputi:
a) Terpenuhinya kebutuhan sosial terutama bimbingan sosial antar
penghuni wisma yang lain.
b) Terpenuhinya kebutuhan untuk bersosialisasi dengan masyarakat.
c) Terpenuhinya kebutuhan untuk ikut bergabung dalam kegiatan
lansia.
d) Terpenuhinya kebutuhan untuk dihargai dari orang lain.
4. Terpenuhinya kebutuhan spiritual yang meliputi:
a) Kebutuhan untuk beribadah sesuai dengan agamanya masingmasing.
b) Kebutuhan untuk menerima siraman rohani sesuai dengan
agamanya masing-masing.
III.1.4 Fungsi Sasana Tresna Werdha
a. Sebagai pusat pemberi pelayanan bagi kesejahteraan lanjut usia.
b. Sebagai pusat informasi dan konsultasi masalah lanjut usia.
c. Sebagai pusat pengembangan kesejahteraan sosial.
III.1.5 Panduan Pelayanan Sasana Tresna Werdha
1. Memberi pelayanan / pendampingan kepada lansia yang disesuaikan
dengan kebutuhan
2. Bersikap dalam kesantunan secara professional
3. Memberi dukungan untuk mendorong / mempertahankan kemandirian
lansia
4. Memberi berbagai kemudahan untuk lansia sehingga permasalahan yang
di hadapi lansia menjadi lebih ringan
5. Adnya kerja sama yang saling percaya dan menghormati
6. Partisipation Approach
III.1.6 Sarana dan Prasarana STW

1. Bangunan
2. Sasana Tresna Werdha didirikan diatas tanah seluas 16.960 m2, tanah
tersebut dibgi menjadi:
a) Gedung wisma dibagi menjadi 3 bagian tempat yaitu untuk fasilitas
hunian, fasilitas klinik werdha dan fasilitas penunjang pelayanan
lansia. Fasilitas hunian sebanyak 4 wisma meliputi wisma Aster,
Bungur, Cempaka, Dahlia. Fasilitas klinik terdapat 1 wisma yaitu
wisma Wijaya Kusuma dengan 3 kamar VIP, bangsal rawat inap
dengan 15 kamar tidur, dan pelayanan 24 jam. Gedung tersebut
dibangun diatas tanah seluas 1320 m2. Wisma-wisma ini memiliki
fasilitas diantaranya ruang tamu, kamar tidur, ruang rekreasi, dapur,
dan kamar mandi.
b) Gedung kantor seluas 210 m2
c) Gedung lokal kerja 70 m2
d) Musholla seluas 160 m2
e) Dapur umum seluas 160 m2
f) Aula seluas 160 m2
g) Pos satpam seluas 6 m2
h) Rumah dinas tipe 50
i) Rumah dinas tipe 36
3. Sarana air bersih
Sumber air bersih berasal dari sumur bor yang terletak dibelakang wisma
dan bantuan air dari perusahaan air minum Vivi.
4. Jamban keluarga
Setiap wisma minimal memiliki 1 kamar mandi, dan setiap wisma
mempunyai septic tank sendiri dimana septic tank ini tidak terhubung
antar yang satu dengan yang lainnya.
5. Sarana pembuangan air limbah
Setiap wisma terdapat sarana pembuangan air limbah yang dialirkan
sampai ke tempat pembuangan limbah akhir.
6. Sarana ibadah setiap wisma
Panti Sosial Tresna Werdha memiliki satu musholla yang terletak
disebelah barat panti.
7. Kebun dan kolam
Dibelakang panti terdapat kebun dan kolam ikan.
III.1.7 Hubungan Lintas Program dan Lintas Sektoral
1. Lintas Program

Kegiatan yang ada di panti ini tidak hanya berasal dari Dinas Sosial tetapi
ada juga kegiatan yang bekerja sama dengan Departemen Agama,
bimbingan mental agama yang ada di wisma-wisma, dengan Debdikbud
untuk pengadaan kegiatan dan lain sebagainya.
2. Lintas Sektoral
Panti bekerjasama dengan RSUD Sidoarjo, RSU Malang, Puskesmas
Pandaan, RSU Bangil, Pemda setempat.
III.1.8 Persyaratan Masuk Panti Sosial Tresna Werdha
1.
2.
3.
4.
5.

Lansia umur 60 tahun ke atas.


Terlantar sosial dan ekonominya.
Tidak ada yang menanggung kelangsungan hidupnya.
Atas kemauan sendiri atau dipaksa.
Tidak mempunyai penyakit menular/kronis yang membahayakan orang

6.
7.
8.
9.

lain.
Surat keterangan RT/RW.
Surat rekomendasi dari kantor sosial kabupaten atau kota setempat.
Surat keterangan sehat dari puskesmas setempat.
Lulus seleksi dari petugas panti dan mengisi formulir yang disediakan oleh
panti.

III.1.9 Distribusi Pendanaan


Seluruh dana kegiatan yang diadakan di Panti berasal dari APBD/Dinas Sosial
Propinsi Jawa Timur.
III.2 Pengkajian
1. Dimensi Biologis
a. Usia
Usia

Jumla

Presentasi

60-69
>=70
Total

h
1
6
7

14.3
85.7
100.0

Jenis Kelamin

Jumla

Presentasi

Laki-Laki

h
0

b. Jenis Kelamin

Perempuan
Total

7
7

100.0
100.0

c. Suku
Suku
Sumatra
Jawa
Sunda
Total

Jumlah
5
1
1
7

Presentasi
71.4
14.3
14.3
100.0

d. Masalah Kesehatan yang dialami


Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan mahasiswa didapatkan 5
masalah terbanyak yang dikeluhkan oleh lansia di wisma Dahlia STW
Karya Bhakti adalah Resiko Jatuh, Nyeri persendian, Gangguan fungsi
pendengaran, penglihatan kabur, dan kurangnya berinteraksi.
2. Dimensi Psikologis
a. Kebiasaan buruk kelompok
Ada 2 orang lansia yang memiliki masalah komunikasi kepada anggota
wisma Dahlia lainnya. Kedua orang lansia ini lebih memilih untuk
menyendiri dikamar atau hanya berbincang-bincang berdua saja.
b. Keadaan emosi
Di wisma Dahlia ada lansia yang memiliki emosi yang kurang stabil,
sehingga kurang disenangi oleh lansia lainnya.
c. Pengambilan keputusan
Di wisma Dahlia tidak ada lansia yang berperan sebagai pengambil
keputusan. Semua keputusan yang diambil dimusyawarahkan bersama
anggota lansia lainnya. Masingmasing lansia berhak menentukan yang
terbaik bagi dirinya. Bila ada anggota wisma yang sakit, maka lansia
yang lain akan menolong dan segera melaporkan kepada petugas wisma.
d. Rekreasi
Kegiatan rekreasi yang dilakukan anggota wisma Dahlia antara lain
menonton TV, mendengarkan Radio atau bercakap cakap di ruang
tengah. Pengurus panti mengadakan program rekreasi dalam setahun 2-3

kali dan diikuti oleh seluruh lansia di Sasana Tresna Werdha Karya
Bhakti
e. Perilaku mencari pelayanan kesehatan
Lansia yang sakit biasanya berkunjung ke klinik yang ada di STW. Selain
itu ada beberapa lansia yang berobat ke RS yang bekerja sama sedengan
pihak STW.
f. Ketergantungan obat
Sebagian besar lansia mengkonsumsi obat rutin sesuai dengan penyakit
yang mereka derita, diantaranya obat hipertensi, jantung, vitamin,
diabetes dan penghilang rasa nyeri.
g. Kecacatan
Di wisma Dahlia tidak ada lansia yang mengalami kecacatan.
h. Keadaan ekonomi
Lansia di wisma Dahlia rata-rata mempunyai tunjangan pensiun atau
ditanggung oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama
di STW. Uang yang didapatkan kebanyakan di simpan atau digunakan
untuk membeli kebutuhan seharihari.
i. Kegiatan organisasi sosial
Sebagian besar lansia mengikuti semua kegiatan yang diadakan di STW,
seperti senam setiap senin sampai kamis, pengajian, kerajinan tangan,
bermain angklung dan terapi musik.
j. Hubungan antara anggota kelompok
Sebagian besar lansia di dalam kelompok mementingkan kepentingan
pribadi masingmasing. Akan tetapi bila ada hal yang memang harus
dikomunikasikan mereka akan berdiskusi untuk menyelesaikannya.
Lansia di wisma Dahlia jarang melakukan bincang-bincang di ruang
tamu di wisma Dahlia.
k. Hubungan di luar kelompok
Lansia di wisma Dahlia terkadang suka berkunjung dan berhubungan
dengan lansia yang tinggal di wisma yang lain. Anggota lansia di wisma
lainpun sering datang berkunjung ke wisma Dahlia untuk sekedar
berbincang-bincang. Selain itu, hubungan dengan anggota wisma lainnya
sering dilakukan saat mengikuti kegiatan yang dilakukan pihak STW.
l. Hubungan dengan anggota keluarga
Tidak ada waktu khusus untuk kunjungan keluarga. Keluarga bisa
mengunjungi lansia kapan saja sesuai kebutuhan keluarga. Tetapi ada
beberapa lansia yang tidak pernah dikunjungi oleh pihak keluarganya.

3. Dimensi Perilaku
a. Pola makan dan minum
Frekuensi makan 3x sehari dengan tambahan 1x snack yang diberikan
oleh pihak STW. Lansia yang berada di wisma Dahlia sering jajan keluar
untuk membeli makanan ataupun camilan. Lansia biasanya makan
dikamar masing-masing, sehingga jarang ada interaksi. Menu makanan
yang didapatkan oleh lansia bervariasi setiap harinya, terdiri dari nasi,
lauk, sayur dan buah. Makanan yang didapat oleh lansia tidak begitu
disesuaikan dengn keadaan penyakit yang diderita oleh lansia, karena
tidak adanya ahli gizi khusus yang menangani hal tersebut.
Sebagian lansia minum sebanyak 48 mug kecil dalam sehari (1 mug
kecil = 200 ml). Hasil observasi kelompok di dapat mukosa bibir dan
kulit lansia lembab.
b. Pola tidur
Lansia yang berada di wisma Dahlia sebagian pada malam hari sering
terbangun untung BAK, dalam 1 malam lansia bisa BAK sebanyak 2-3x.
Hal ini tentu saja akan mengganggu kualitas tidur mereka dimalam hari.
c. Kebersihan diri
Penampilan sebagian besar penghuni wisma Dahlia tampak bersih dan
rapih. Setiap lansia mandi dan gosok gigi 1-2 kali dalam satu hari.
Tercium bau mulut saat berkomunikasi dengan beberapa lansia, terdapat
kotoran pada rangkaian gigi dan warna gigi yang menguning. Mengganti
baju 2-3 kali sehari.
d. Ketaatan beribadah
Lansia di wisma Dahlia beragama Islam dan Kristen. Semua lansia
menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing
dengan baik. Mereka rajin mengikuti kegiatan keagamaan yang diadakan
oleh pihak STW seperti pengajian, tadarus dan kebaktian. Semua lansia
percaya akan tibanya kematian dan lansia pasrah bila kematian
menjemput mereka.
e. Keyakinan tentang kesehatan
Lansia percaya bahwa sakit dan sehat adalah hal yang wajar terjadi pada
manusia. Beberapa lansia juga menderita penyakit yang sudah cukup
lama mereka derita, seperti hipertensi, diabets milletus, sinusitis, dan
penyakit jantung.

f. Tabutabu
Tidak ada pantangan budaya atau hal-hal tabu yang dianut oleh lansia di
wisma Dahlia.
4. Keadaan lingkungan dalam
a. Penerangan
Semua kamar lansia di wisma Dahlia mendapatkan penerangan yang
baik. Di masingmasing kamar diberi lampu neon sebanyak 2 buah dan 1
buah lampu untuk dikamar mandi. Penerangan di ruang tengah ataupun
dikoridor kamar lansia juga memiliki penerangan yang baik.
b. Kebersihan dan kerapihan
Secara umum kondisi kamarkamar cukup bersih dan rapi, juga ruang
tamu, kamar mandi dan wc. Setiap hari wisma disapu dan dipel oleh
petugas yang ada di wisma Dahlia.
c. Sirkulasi udara
Sirkulasi udara secara umum cukup baik karena di wisma dan disetiap
kamar lansia terdapat cukup jendela yang selalu dibuka setiap hari untuk
sirkulasi udara.
5. Keadaan lingkungan dan halaman
a. Pemanfaatan halaman
Halaman wisma dimanfaatkan untuk penghijauan, ditaan ditanam
berbagai macam pohon buah-buahan. Tanaman yang ada di halaman
wisma dirawat oleh petugas yang sudah tentukan dari pihak STW.
b. Pembuangan air limbah
Semua limbah dari kamar mandi, WC ataupun limbah lainnya sudah
memiliki tempat penampungan tertutup sendiri yang disediakan oleh
pihak STW.
c. Pembuangan sampah
Sampah di wisma adalah sampah organik ataupun anorganik, sampah
tersebut ditampung menggunakan tempat sampah dan setiap pagi
diangkut ke penampungan sampah oleh petugas.

You might also like