You are on page 1of 15

HAMIL KEMBAR

Posted on Januari 30, 2010 by kuliahbidan


DEFINISI
-Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli (2 janin), triplet ( 3 janin ),
kuadruplet ( 4 janin ), Quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya dengan frekuensi kejadian yang
semakin jarang sesuai dengan hokum Hellin. Hukum Hellin menyatakan bahwa perbandingan
antara kehamilan ganda dan tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 : 892, untuk kuadruplet 1 :
893, dan seterusnya. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter
dan masyarakat pada umumnya. Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang
nyata pada kehamilan dengan janin ganda, oleh karena itu mempertimbangkan kehamilan
ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan1.
ETIOLOGI
1. Kembar Monozigotik
-Kembar monozigotik atau identik, muncul dari suatu ovum tunggal yang dibuahi yang
kemudian membagi menjadi dua struktur yang sama, masing-masing dengan potensi untuk
berkembang menjadi suatu individu yang terpisah.
Hasil akhir dari proses pengembaran monozigotik tergantung pada kapan pembelahan terjadi,
dengan uraian sebagai berikut :
Apabila pembelahan terjadi didalam 72 jam pertama setelah pembuahan, maka dua embrio,
dua amnion serta dua chorion akan terjadi dan kehamilan diamnionik dan di chorionik.
Kemungkinan terdapat dua plasenta yang berbeda atau suatu plasenta tunggal yang menyatu.
Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8 maka dua embrio akan terjadi,
masing-masing dalam kantong yang terpisah, dengan chorion bersama, dengan demikian
menimbulkan kehamilan kembar diamnionik, monochorionik.
Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion telah terbentuk, maka
pembelahan akan menimbulkan dua embrio dengan kantong amnion bersama, atau kehamilan
kembar monoamnionik, monochorionik.
Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng embrionik terbentuk,
maka pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk kembar yang menyatu.
2. Kembar Dizigot
-Dizigotik, atau fraternal, kembar yang ditimbulkan dari dua ovum yang terpisah. Kembar
dizigotik terjadi dua kali lebih sering daripada kembar monozigotik dan insidennya
dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain yaitu ras, riwayat keluarga, usia maternal,
paritas, nutrisi dan terapi infertilitas.
PATOFISIOLOGI
-Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan
seringkali terjadi putus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet
246 hari dan kuadruplet 235 hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar 2500gram, triplet
1800gram, kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat
plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat satu amnion yang tidak
dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah monozigotik. Bila selaput amnion
dipisahkan oleh korion, maka janin tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik.1,2
Pada kehamilan kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin berbeda. Kembar dempet
atau kembar siam terjadi bila hambatan pembelahan setelah diskus embrionik dan sakus
amnion terbentuk, bagian tubuh yang dimiliki bersama dapat.

-Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan
kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering mengalami nausea dan
muntah yang melebihi yang dikarateristikan kehamilan-kehamilan tunggal. Perluasan volume
darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan rata-rata
kehilangan darah dengan persalinan vagina adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak
dibanding dengan persalinan dari janin tunggal.
-Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih sedikit pada
kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan tunggal, yang menimbulkan
anemia fisiologis yang lebih nyata. Kadar haemoglobin kehamilan kembar dua rata-rata
sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan. Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan
tunggal, cardiac output meningkat sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta
peningkatan stroke volume. Ukuran uterus yang lebih besar dengan janin banyak
meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama kehamilan. Uterus dan isinya dapat
mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 20 pon. Khusus dengan kembar dua
monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari jumlah cairan amnionik yang nyata
sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut.
-Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta pemindahan banyak
visera abdominal selain juga paru dengan peninggian diaphragma. Ukuran dan berat dari
uterus yang sangat besar dapat menghalangi keberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk.
Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat
mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat dari uropati
obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urin output maternal dengan segera kembali ke
normal setelah persalinan. Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat
dilakukan untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk memungkinkan
kehamilan dilanjutkan. Berbagai macam stress kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan
dari komplikasi-komplikasi maternal yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada
kehamilan kembar.
-
DIAGNOSIS
-Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan dengan berhubungan dengan
dugaan kehamilan ganda, yaitu :
a. Anamnesis
-Anamnesis yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis kehamilan kembar adalah
riwayat adanya keturunan kembar dalam keluarga, telah mendapat pengobatan infertilitas,
adanya uterus yang cepat membesar: fundus uteri > 4 cm dari amenorea, gerakan anak yang
terlalu ramai dan adanya penambahan berat badan ibu menyolok yang tidak disebabkan
obesitas atau edema.
b. Pemeriksaan klinik gejala-gejala dan tanda-tanda
-Adanya cairan amnion yang berlebihan dan renggangan dinding perut menyebabkan
diagnosis dengan palpasi menjadi sukar. Lebih kurang 50 % diagnosis kehamilan ganda
dibuat secara tepat jika berat satu janin kurang dari 2500 gram, dan 75 % jika berat badan
satu janin lebih dari 2500 gram. Untuk menghindari kesalahan diagnosis, kehamilan ganda
perlu dipikirkan bila dalam pemeriksaan ditemukan hal-hal berikut ; besarnya uterus melebihi
lamanya amenorea, uterus tumbuh lebih cepat dari kehamilan normal, banyak bagian kecil
teraba, teraba tiga bagian besar, dan teraba dua balotemen, serta terdengar 2 DJJ dengan
perbedaan 10 atau lebih.
c. Pemeriksaan USG
-Berdasarkan pemeriksaan USG dapat terlihat 2 bayangan janin atau lebih dengan 1atau 2
kantong amnion. Diagnosis dengan USG sudah setelah kehamilan 6-8 minggu dapat
menentukan diagnosis akurat jumlah janin pada uterus dari jumlah kantong gestasional yang

terlihat.
d. Pemeriksaan radiologi
-Pemeriksaan dengan rotgen sudah jarang dilakukan untuk mendiagnosa kehamilan ganda
karena cahaya penyinaran. Diagnosis pasti kehamilan kembar ditentukan dengan teraba dua
kepala, dua bokong, terdengar dua denyut jantung janin, dan dari pemeriksaan ultrasonografi.
Diagnosis diferensial :
Kehamilan tunggal dengan janin besar
Hidramnion
Molahidatidosa
Kehamilan dengan tumor
TANDA DAN GEJALA
Berikut adalah tanda dan gejala yang mengidentifikasikan kemungkinan kehamilan kembar
menurut Bobak (2004):
1) Ukuran uterus, tinggi fundus uteri dan lingkar abdomen melebihi ukuran yang seharusnya
untuk usia kehamilan akibat pertumbuhan uterus yang pesat selama trimester kedua.
2) Mual dan muntah berat (akibat peningkatan kadar hCG).
3) Riwayat bayi kembar dalam keluarga.
4) Riwayat penggunaan obat penyubur sel telur, seperti sitrat klomifen (Clomid) atau
menotropins (Pergonal).
5) Pada palpasi abdomen didapat dua atau lebih bagian besar dan atau banyak bagian kecil,
yang akan semakin mudah diraba terutama pada trimester tiga.
6) Pada auskultasi ditemukan lebih dari satu bunyi denyut jantung janin yang jelas-jelas
berbeda satu sama lain (berbeda lebih dari 10 denyut jantung per menit dan terpisah dari
detak jantung ibu).
Filed under: Ilmu kebidanan | Leave a comment

PEDOMAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL


Posted on Januari 3, 2009 by kuliahbidan
Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, terutama
disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan, eklampsia, sepsis dan komplikasi
keguguran. Sebagian besar penyebab utama kesakitan dan kematian ibu tersebut sebenarnya
dapat dicegah. Melalui upaya pencegahan yang efektif, beberapa negara berkembang dan
hampir semua negara maju, berhasil menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu ke
tingkat yang sangat rendah.
Asuhan Kesehatan Ibu selama dua dasawarsa terakhir terfokus pada:
a) Keluarga Berencana untuk membantu para ibu dan suaminya merencanakan kehamilan
yang diinginkan
b) Asuhan Antenatal Terfokus untuk memantau perkembangan kehamilan, mengenali gejala
dan tanda bahaya, menyiapkan persalinan dan kesediaan menghadapi komplikasi
c)

Asuhan Pascakeguguran untuk menatalaksana gawat-darurat keguguran dan


komplikasinya serta tanggap terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya.

d) Persalinan yang Bersih dan Aman serta Pencegahan Komplikasi


Kajian dan bukti ilmiah menunjukkan bahwa asuhan persalinan bersih, aman dan tepat
waktu merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegah terjadinya kesakitan dan
kematian
e) Penatalaksanaan Komplikasi yang terjadi sebelum, selama dan setelah persalinan.
Dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu, perlu diantisipasi adanya keterbatasan
kemampuan untuk menatalaksana komplikasi pada jenjang pelayanan tertentu. Kompetensi
petugas, pengenalan jenis komplikasi, dan ketersediaan sarana pertolongan menjadi penentu
bagi keberhasilan penatalaksanaan komplikasi yang umumnya akan selalu berbeda menurut
derajat, keadaan dan tempat terjadinya

Pergeseran Paradigma
Fokus asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta mencegah
terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan pergeseran paradigma dari menunggu terjadinya
dan kemudian menangani komplikasi, menjadi pencegahan komplikasi. Persalinan bersih dan
aman serta pencegahan komplikasi selama dan pascapersalinan terbukti mampu mengurangi
kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.
Beberapa contoh dibawah ini, menunjukkan adanya pergeseran paradigma tersebut diatas:
Mencegah Perdarahan Pascapersalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri
Upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan dimulai pada tahap yang paling dini.
Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan perdarahan
pascapersalinan, diantaranya manipulasi minimal proses persalinan, penatalaksanaan aktif
kala III, pengamatan melekat kontraksi uterus pascapersalinan. Upaya rujukan obstetrik
dimulai dari pengenalan dini terhadap persalinan patologis dan dilakukan saat ibu masih
dalam kondisi yang optimal.
Laserasi/episiotomi
Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara rutin karena
dengan perasat khusus, penolong persalinan akan mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan
seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau hanya terjadi robekan minimal pada
perineum.
Retensio plasenta
Penatalaksanaan aktif kala tiga dilakukan untuk mencegah perdarahan, mempercepat
proses separasi dan melahirkan plasenta dengan pemberian uterotonika segera setelah
bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali.
Partus Lama

Untuk mencegah partus lama, asuhan persalinan normal mengandalkan penggunaan


partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses persalinan.
Dukungan suami atau kerabat, diharapkan dapat memberikan rasa tenang dan aman
selama proses persalinan berlangsung. Pendampingan ini diharapkan dapat mendukung
kelancaran proses persalinan, menjalin kebersamaan, berbagi tanggung jawab diantara
penolong dan keluarga klien.
Asfiksia Bayi Baru Lahir
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya
pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan
teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk
memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap
bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi
asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi
dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara benar, memberikan rangsangan taktil
dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu). Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk
mencegah asfiksia, memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi asfiksia
dan mencegah hipotermia.
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya, terbukti dapat mencegah atau
mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan
mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian
besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar
dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka paradigma
aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Jika semua
penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi
dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan
pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan segera dimana ibu
masih dalam kondisi yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna
menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.

Pelatihan Asuhan Persalinan Normal


Kajian kinerja petugas pelaksana pertolongan persalinan di jenjang pelayanan dasar yang
dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, bekerjasama dengan
Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Jaringan
Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) dengan bantuan teknis dari
JHPIEGO dan PRIME menunjukkan adanya kesenjangan kinerja yang dapat mempengaruhi
kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan bersalin. Temuan ini berlanjut menjadi kerjasama
untuk merancang pelatihan klinik yang diharapkan mampu untuk memperbaiki kinerja
penolong persalinan. Dasar pelatihan klinik asuhan persalinan normal ini adalah asuhan yang
bersih dan aman dari setiap tahapan persalinan dan upaya pencegahan komplikasi terutama
perdarahan pascapersalinan dan hipotermia serta asfiksia bayi baru lahir.

Asuhan Persalinan Normal


Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan
derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan

lengkap tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan
kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan (optimal). Dengan pendekatan
seperti ini, berarti bahwa:
Setiap intervensi yang akan diaplikasikan dalam asuhan persalinan normal harus
mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut
bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan
Keterampilan yang diajarkan dalam pelatihan asuhan persalinan normal harus
diterapkan sesuai dengan standar asuhan bagi semua ibu bersalin di setiap tahapan
persalinan oleh setiap penolong persalinan dimanapun hal tersebut terjadi. Persalinan
dan kelahiran bayi dapat terjadi di rumah, puskesmas atau rumah sakit. Penolong persalinan
mungkin saja seorang bidan, perawat, dokter umum atau spesialis obstetri. Jenis asuhan yang
akan diberikan, dapat disesuaikan dengan kondisi dan tempat persalinan sepanjang dapat
memenuhi kebutuhan spesifik ibu dan bayi baru lahir.
Praktik-praktik pencegahan yang akan dijelaskan dalam buku acuan ini adalah:
a. Secara konsisten dan sistematis menggunakan praktik pencegahan infeksi seperti cuci
tangan, penggunaan sarung tangan, menjaga sanitasi lingkungan yang sesuai bagi proses
persalinan, kebutuhan bayi dan proses ulang peralatan bekas pakai.
b. Memberikan asuhan yang diperlukan, memantau kemajuan dan menolong proses
persalinan serta kelahiran bayi. Menggunakan partograf untuk membuat keputusan klinik,
sebagai upaya pengenalan adanya gangguan proses persalinan atau komplikasi dini agar
dapat memberikan tindakan yang paling tepat dan memadai.
c. Memberikan asuhan sayang ibu di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi dan masa nifas,
termasuk memberikan penjelasan bagi ibu dan keluarganya tentang proses persalinan dan
kelahiran bayi serta menganjurkan suami atau anggota keluarga untuk berpartisipasi
dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.
d. Merencanakan persiapan dan melakukan rujukan tepat waktu dan optimal bagi ibu di setiap
tahapan persalinan dan tahapan waktu bayi baru lahir.
e. Menghindarkan berbagai tindakan yang tidak perlu dan/atau berbahaya seperti misalnya
kateterisasi urin atau episiotomi secara rutin, amniotomi sebelum terjadi pembukaan
lengkap, meminta ibu meneran secara terus-menerus, penghisapan lendir secara rutin
pada bayi baru lahir.
f. Melaksanakan penatalaksanaan aktif kala tiga untuk mencegah perdarahan pascapersalinan.
g. Memberikan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk mengeringkan dan
menghangatkan bayi, pemberian ASI sedini mungkin dan eksklusif, mengenali tandatanda komplikasi dan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai untuk menyelamatkan
ibu dan bayi baru lahir.
h. Memberikan asuhan dan pemantauan pada masa awal nifas untuk memastikan kesehatan,
keamanan dan kenyamana ibu dan bayi baru lahir, mengenali secara dini gejala dan tanda
bahaya atau komplikasi pascapersalinan/bayi baru lahir dan mengambil tindakan yang
sesuai.
i. Mengajarkan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali gejala dan tanda bahaya pada
masa nifas pada ibu dan bayi baru lahir

j. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.


Pada akhir pelatihan, peserta latih harus menguasai pengetahuan dan keterampilan yang telah
ditetapkan sehingga mampu untuk memberikan asuhan persalinan yang aman dan bersih serta
mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi baru lahir, baik di setiap tahapan
persalinan, kelahiran bayi maupun pada awal masa nifas. Peserta latih adalah petugas
kesehatan yang akan menjadi pelaksana pertolongan persalinan, juga harus mampu untuk
mengenali (sejak dini) setiap komplikasi yang mungkin terjadi dan mengambil tindakan yang
diperlukan dan sesuai dengan standar yang diinginkan. Praktik terbaik asuhan persalinan
normal terbukti mampu mencegah terjadinya berbagai penyulit atau komplikasi yang dapat
mengancam keselamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir sehingga upaya perbaikan status
kesehatan dan kualitas hidup kelompok rentan risiko ini dapat diwujudkan.
UNTUK LEBIH JELASKAN SILAHKAN DOWNLOAD MATERI BERIKUT
1. PENDAHULUAN
2. DAFTAR ISI
3. BAB I, BAB 2, BAB3, BAB4, BAB5, BAB6, DAN BAB6B
Filed under: ASI, ASKEP, asuhan kebidanan, asuhan keperawatan, Bayi dan Anak, Fisiologi,
Ilmu kebidanan, Kebidanan, Kuliah, kuliahbidan, Persalinan, Persalinan Normal | 16
Comments

Introduksi Kesehatan Reproduksi Wanita


Posted on Juli 12, 2008 by kuliahbidan
Kuliah Obstetri Ginekologi
Prof. dr. Abdul Bari Saifuddin / dr. Biran Affandi / dr. J.M. Seno Adjie
Tulisan tentang Penyakit Hubungan Seksual / Kuliah Kulit dan Kelamin
dr. Sjaiful Fahmi Daili

KESEHATAN REPRODUKSI (Reproductive Health)


International Conference on Population and Development, Cairo, 1994 (WHO/PBB) :
Reproductive health is a state of complete physical, mental, and social well-being, and not merely the absence
of disease or infirmity, in all matters relating to the reproductive system, its functions and its processes.
Reproductive health therefore implies that people are able to have a responsible, satisfying and safe sex life
and that they have the capability to reproduce and the freedom to decide if, when and how often to do so.
Implicit in this last condition are the rights of men and women to be informed and to have access to safe,
effective, affordable and acceptable methods of family planning of their choice, as well as other methods of their
choice for regulation of fertility which are not against the law, and the right of access to appropriate health care
services that will enable women to go safely through pregnancy and childbirth, and provide couples with the
best chance possible of having a healthy infant.
In line with the above definition of reproductive health, reproductive health care is defined as the constellation
of methods, techniques, and services that contribute to reproductive health and well-being by preventing and
solving reproductive health problems. It also includes sexual health, the purpose of which is the enhancement of
the quality of life and personal relations, and not merely counselling and care related to reproduction and
sexually transmitted diseases.
What are the essential elements of reproductive health, and how do these elements bear on every
problems of fertility and infertility ?

1. Reproductive health is the opportunity, particularly for women, to regulate and control fertility. This includes
not only family planning, but for some couples, the proper treatment of infertility.
2. Reproductive health should allow all women to have a safe pregnancy and childbirth.
3. Reproductive health is the striving for neonatal excellence, allowing every newborn to have the benefits of a
healthy infancy.
4. Finally, reproductive health is the freedom from sexually-transmitted diseases.

KELUARGA BERENCANA (Family Planning)


International Conference on Population and Development, Cairo, 1994 (WHO/PBB)
The aim of family planning programmes must be to enable couples and individuals to decide freely and
responsibly the number and spacing of their children, and to have the information and means to do so and to
ensure informed choices and make available a full range of safe and effective methods.
The success of population education and family planning programmes in a variety of settings demonstrates
that informed individuals everywhere can and will act responsibly in the light of their own needs and those of
their families and communities.
The principle of informed free choice is essential to the long-term success of family planing programmes.
Govermental goals for family planning should be defined in termes of unmet needs for information and
services.
Demographic goals, while legitimately the subject of government development strategies, should NOT be
imposed on family planning providers in the form of targets or quotas for the recruitment of clients.

PROGRAM SAFE MOTHERHOOD (WHO, 1988)


meliputi empat program / target utama :
1. Family Planning : Keluarga Berencana
2. Antenatal Care : Asuhan / Perawatan Antenatal
3. Clean and Safe Delivery : Persalinan yang Bersih dan Aman
4. Essential Obstetric Care : Pelayanan Obstetrik Esensial

DAUR KEHIDUPAN WANITA


Prakonsepsi
Fertilisasi dan Implantasi
Embrio 1 10 minggu intrauterin
Fetus 11- 40 minggu intrauterin
KELAHIRAN
Neonatus 0 1 bulan
Bayi 1 12 bulan
Batita 1 3 tahun
Balita 1 5 tahun
Anak 5 12-15 tahun (menarche)
PUBERTAS (Menarche) 12-15 tahun
Remaja (Adolesen) s/d 20 tahun
Maturitas
MASA REPRODUKSI 20-50 tahun
Klimakterium (Menopause) 45-55 tahun
Pasca Menopause 50-65 tahun
Senium 65 tahun ke atas

Masa embrio sampai fetus disebut masa prenatal / prakelahiran.


Masa neonatus sampai anak disebut juga masa prapubertas.
PARAMETER KESEHATAN REPRODUKSI WANITA (Tantangan)
Angka Kematian Maternal.
Anemia

Cakupan pelayanan ibu hamil.


Gizi kurang
Pertolongan oleh tenaga terlatih.
Kehamilan usia muda
Cakupan imunisasi tetanus toksoid.
Penyakit menular akibat hubungan seksual.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan masih rendah.
Masalah
1. Wanita dan anak risiko tinggi bila kehamilan melampaui kurun waktu reproduksi sehat dan atau paritas tinggi.
2. Kehamilan cukup aman bila usia ibu antara 20 sampai 35 tahun.
3. Jumlah riwayat persalinan (paritas) aman sampai dengan 3.
4. Jarak antar kehamilan cukup aman minimal 2 tahun.
5. Usia / jarak di luar batas aman : risiko kematian maternal.
6. Jumlah anak lebih dari 3 : risiko komplikasi persalinan.
7. Kematian maternal : kematian ibu yang terjadi berhubungan dengan peristiwa kehamilan, persalinan maupun
nifas.
8. Penyebab utama kematian maternal : 1) perdarahan 2) infeksi/sepsis 3) preeklampsia/ eklampsia (TRIAS
penyebab), 4) partus lama 5) abortus yang tidak aman 6) lain-lain.
9. The Four Toos (4 terlalu) : Too many (anak banyak) Too early (hamil usia muda) Too frequent (jarak
antar kehamilan terlalu dekat) -Too late (hamil usia tua).
10. The Three Delays (3 terlambat) : Delay in deciding to seek medical care Delay in reaching a medical
facility with adequate care Delay in receiving qualified medical care at the facility.
11. Total Fertility Rate (TFR) : target 2.2
12. Anemia di Indonesia sebagian besar karena defisiensi Fe dan gizi kurang.

The State of World Population 1997 documents the effects of denying sexual and
reproductive rights in many countries :
1. 585,000 womenone every minutedie each year from pregnancy-related causes, nearly all
in developing countries. Many times this number are disabled as the result of childbirth.
Much of this death and suffering could be averted with relatively low-cost improvements in
health care systems.
2. About 200,000 maternal deaths per year result from the lack or failure of contraceptive
services.
3. 120-150 million women who want to limit or space their pregnancies are still without the
means to do so effectively. Altogether 350 million couples lack information about and access
to a range of contraceptive services.
4. At least 75 million pregnancies each year (out of about 175 million) are unwanted; they
result in 45 million abortions, 20 million of which are unsafe.
5. 70,000 women die each year as a result of unsafe abortion, and an unknown number suffer
infection and other health consequences. Many unsafe abortions could be avoided if safe and
effective means of contraception were freely available.
6. 3.1 million people were infected last year by the human immunodeficiency virus (HIV)
which leads to AIDS; 1.5 million died from HIV/AIDS-related causes in 1996; 22.6 million
people are living with HIV/AIDS.
7. 1 million people die each year from reproductive tract infections including sexually
transmitted diseases (STDs) other than HIV/AIDS. More than half of the 333 million new
cases of STDs per year are among teenagers.
8. 120 million women have undergone some form of female genital mutilation; another 2
million are at risk each year.
9. Rape and other forms of sexual violence are rampant, though many rapes are unreported
because of the stigma and trauma associated with rape and the lack of sympathetic treatment

from legal systems.


10. At least 60 million girls who would otherwise be expected to be alive are missing from
various populations as a result of sex-selective abortions or neglect.
11. 2 million girls between ages 5 and 15 are introduced into the commercial sex market each
year.
The UNFPA report stresses that sexual and reproductive rights are key to womens
empowerment and gender equality, and are also critical to the economic and social life of
communities, nations and the world. Global and national needs coincide with personal rights
and interests. Given the choice, most women would have fewer children than their parents
generation. Ensuring that women and their partners have the right to choose will support a
global trend towards smaller families, and help countries find a balance between their
populations and resources. Successful development efforts will in turn bring sexual and
reproductive health to more people.
PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) / PENYAKIT HUBUNGAN SEKSUAL
(PHS) / SEXUALLY TRANSMITTED DISEASES (STD)
Any of a diverse group of infections caused by biologically dissimilar pathogens and transmitted by sexual
contact, which includes both heterosexual and homosexual behaviour; sexual transmission is the only important
mode of spread of some of the diseases in the group (e.g., the classic venereal diseases), while others (e.g.,
hepatitis / HIV viruses, other bacterial / fungal species, etc) can also be acquired / transmitted by other
nonsexual means.
(Dorlands Illustrated Medical Dictionary, 28th ed., 1996)
Dalam batasan yang lebih sempit, atau menurut awam, sering digunakan istilah penyakit kelamin (venereal
diseases).
Yang dimaksud dengan penyakit kelamin, jika istilah ini yang digunakan, adalah penyakit yang penularannya
(terutama) melalui (hubungan) kelamin / genital.

Terdapat juga pengertian yang mungkin keliru di kalangan awam, bahwa penyakit menular
seksual atau penyakit kelamin adalah penyakit yang menyerang organ kelamin / genital.
Padahal, melalui modus kontak kelamin yang bervariasi (manual / oral / anal) dapat juga
terjadi gejala penyakit pada kulit, mulut, anus, dan organ / sistem organ ekstragenital lainnya.
Selama dekade terakhir ini insidens PHS cepat meningkat di berbagai negara. Meskipun
demikian, data yang dilaporkan tentu tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya
(fenomena gunung es).
Hal ini antara lain disebabkan :
1. Banyak kasus yang tidak dilaporkan.
2. Kalaupun ada laporan, sistem pelaporan yang berlaku belum ada keseragaman.
3. Fasilitas diagnostik di berbagai daerah kurang mendukung, seringkali juga terjadi salah
diagnosis dan penatalaksanaan.
4. Banyak kasus yang asimptomatik (tidak memberikan gejala yang khas).
5. Bila penderita wanita, sering tanpa gejala khas (asimptomatik) sehingga mereka merasa
tidak perlu berobat.
6. Program pengontrolan terhadap PHS dari pemerintah / instansi belum berjalan baik.
Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi
peningkatan terjadinya insidens PHS, antara lain :
1. Perubahan demografik yang luar biasa : peledakan jumlah penduduk, pergerakan /
mobilitas masyarakat yang bertambah (sering bepergian ke luar kota untuk pekerjaan, liburan,

wisata, kongres/seminar/rapat dll).


2. Kemajuan sosial ekonomi industri, menyebabkan lebih banyak kebebasan sosial dan lebih
banyak waktu yang terluang.
3. Kelalaian sistem negara dalam memberikan pendidikan kesehatan umumnya dan
pendidikan seksualitas khususnya.
4. Perasaan aman pada penderita karena pemakaian obat antibiotik dan kovntrasepsi yang
dapat dipilih sendiri, yang belum tentu benar.
5. Akibat banyak pemakaian antibiotik yang tidak sesuai, akibatnya terjadi resistensi kuman
terhadap antibiotik tersebut.
6. Fasilitas kesehatan kurang memadai terutama fasilitas laboratorium dan klinik pengobatan.
7. Banyaknya kasus asimptomatik, merasa diri tidak sakit, tetapi mempunyai potensi untuk
menulari orang lain.
Usaha penyuluhan dan penanggulangan harus melibatkan ketiga disiplin yang saling
berhubungan :
1. segi medik
2. segi epidemiologik
3. segi psikososial
KESEHATAN REPRODUKSI WANITA USIA REMAJA
Latar belakang
1. masa remaja adalah masa yang penuh dinamika, gejolak rasa ingin tahu yang tinggi dalam berbagai hal,
termasuk juga dalam hal reproduksi / seksualitas.
2. sumber informasi yang banyak dan luas tapi belum tentu benar, baik dan sehat.

Masalah
Masalah yang mungkin timbul sebagai akibatnya, misalnya perilaku seksual yang tidak baik,
menjadi penyebab tingginya angka kejadian kehamilan remaja / di luar nikah, aborsi,
penyakit menular seksual, dsb.
Di negara berkembang, banyak perkawinan yang terjadi pada usia muda. Sehingga yang
menjadi masalah mendasar sebenarnya bukan hubungan seks / kehamilan di luar nikah,
tetapi pernikahan / kehamilan pada usia muda (karena pada usia belasan tahun sudah
menikah, berhubungan seks, hamil dan mempunyai anak).
Makin maju / makin meningkatnya kualitas hidup masyarakat di
suatu negara, tampaknya trend pola kehidupan reproduksi wanita
juga ikut berubah (grafik).
1. Dengan peningkatan kualitas hidup, gizi, pengetahuan, dsb,
dapat terjadi menstruasi pada anak wanita pada usia yang lebih
awal (semakin muda).
2. Dengan bertambahnya wawasan, pengetahuan, dsb, dapat
terjadi seorang wanita memilih untuk menikah pada usia yang
lebih tua.
Hal ini menjadi masalah khusus lain kesehatan reproduksi wanita
usia remaja, karena terdapat celah / gap yang luas antara usia menarche dengan usia perkawinan, padahal
masa remaja itu adalah masa yang rentan terhadap perilaku seksual yang kurang baik (misalnya berganti-ganti
pasangan, dsb), kemungkinan kehamilan yang besar (karena sudah memasuki usia reproduktif), kemungkinan
terpapar penyakit menular seksual, dan sebagainya.

Essential aspects of adolescent (reproductive) health care :


1. counseling.
2. contraceptive alternatives / choices.
3. obstetric care : maintenance and termination of pregnancy
4. prevention and treatment of sexually transmitted diseases.

Filed under: Ilmu kebidanan, kesehatan, kewanitaan, Kuliah, kuliahbidan | Ditandai:


kewanitaan | 2 Comments

Ilmu Kebidanan
Posted on Mei 23, 2008 by kuliahbidan
Obstetri merupakan cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal
yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya (Oxford English Dictionary, 1933). Obstetri
terutama membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilan, persalinan
puerperium baik pada keadaan normal maupun abnormal. Nama lain obstetri adalah mid
wifery.
Tujuan obstetri yaitu agar supaya setiap kehamilan yang diharapkan dan berpuncak pada ibu
dan bayi yang sehat. Juga berusaha keras mengecilkan jumlah kematian wanita dan bayi
sebagai akibat proses reproduksi atau jumlah kecacatan fisik, intelektual dan emosional yang
diakibatkannya.
Statistik Vital Obstetri
Statistik vital obstetri meliputi:
1. Kelahiran
2. Angka kelahiran
3. Angka fertilitas
4. Kelahiran hidup
5. Lahir mati (still birth)
6. Kematian neonatal
7. Angka lahir mati
8. Angka kematian janin (sama dengan angka lahir mati)
9. Angka kematian neonatal
10. Angka kematian perinatal
11. Berat badan lahir rendah
12. Bayi cukup bulan (term infant)
13. Bayi kurang bulan (prematur)
14. Bayi lewat bulan (post term)
15. Abortus
16. Kematian ibu langsung (direct maternal death)
17. Kematian ibu tak langsung (indirect maternal death)
18. Kematian non maternal
19. Angka kematian ibu atau mortalitas ibu (maternal death rate atau maternal
mortality).
Kelahiran

Kelahiran adalah ekspulsi atau ekstraksi lengkap seorang janin dari ibu tanpa memperhatikan
apakah tali pusatnya telah terpotong atau plasentanya masih berhubungan. Berat badan lahir
adalah sama atau lebih 500 gram, panjang badan lahir adalah sama atau lebih 25 cm, dan usia
kehamilan sama atau lebih 20 minggu.
Angka Kelahiran
Angka kelahiran adalah jumlah kelahiran per 1000 penduduk.
Angka Fertilitas
Angka fertilitas adalah jumlah kelahiran hidup per 1000 populasi wanita usia 15-44 tahun.
Kelahiran Hidup
Tanda utama kelahiran hidup adalah neonatus dapat bernapas. Tanda-tanda kehidupan lainnya
meliputi denyut jantung dan gerakan spontan yang jelas dari otot volunter.
Lahir Mati (Still Birth)
Lahir mati ditandai oleh tidak ada satupun tanda-tanda kehidupan pada saat atau setelah
kelahiran.
Kematian Neonatal
Kematian neonatal terdiri atas kematian neonatal dini dan kematian neonatal lanjut. Kematian
neonatal dini adalah kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup dalam 7 hari setelah
kelahiran. Kematian neonatal lanjut adalah kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup
lebih 7 hari sampai kurang 29 hari.
Angka Lahir Mati
Angka lahir mati adalah jumlah bayi yang dilahirkan mati per 1000 bayi yang lahir.
Angka Kematian Neonatal
Angka kematian neonatal adalah jumlah kematian neonatal per 1000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Perinatal
Angka kematian perinatal adalah jumlah bayi lahir mati ditambah kematian neonatal per 1000
kelahiran total.
Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan lahir rendah adalah berat badan lahir kurang 2500 gram.
Bayi Cukup Bulan

Bayi cukup bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan 37-42 minggu atau
260-294 hari.
Bayi Kurang Bulan (Prematur)
Bayi kurang bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan kurang 37 minggu.
Bayi Lewat Bulan
Bayi lewat bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan lebih 42 minggu.
Abortus
Abortus adalah pengambilan atau pengeluaran janin atau embrio dari uterus selama paruh
pertama masa kehamilan (20 minggu atau kurang) atau berat badan lahir kurang 500 gram
atau panjang badan lahir 25 cm atau kurang.
Kematian Ibu Langsung
Kematian ibu langsung disebabkan komplikasi obstetri dari kehamilan, persalinan atau
puerperium dan akibat intervensi, kelahiran, dan terapi tidak tepat.
Kematian Ibu Tak Langsung
Kematian ibu tak langsung disebabkan oleh penyakit yang timbul selama kehamilan,
persalinan atau puerperium dan diperberat oleh adaptasi fisiologis ibu terhadap kehamilan.
Misalnya kematian ibu karena komplikasi stenosis mitral.
Kematian Non Maternal
Kematian non maternal disebabkan oleh kecelakaan atau faktor kebetulan yang sama sekali
tidak berhubungan dengan kehamilan.
Angka Kematian Ibu
Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu akibat proses reproduktif per 100.000
kelahiran hidup.
Sebab-sebab umum kematian ibu yaitu :
1. Perdarahan
2. Hipertensi
3. Infeksi
Perdarahan
Perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu terdiri atas perdarahan post partum,
perdarahan berkaitan abortus, perdarahan akibat kehamilan ektopik, perdarahan akibat lokasi
plasenta abnormal atau ablasio plasenta (plasenta previa dan absupsio plasenta), dan
perdarahan karena ruptur uteri.

Hipertensi
Hipertensi yang dapat menyebabkan kematian ibu terdiri atas hipertensi yang diinduksi
kehamilan dan hipertensi yang diperberat kehamilan. Hipertensi umumnya disertai edema
dan proteinuria (pre eklamsia). Pada kasus berat disertai oleh kejang-kejang dan koma
(eklamsia).
Infeksi
Infeksi nifas atau infeksi panggul post partum biasanya dimulai oleh infeksi uterus atau
parametrium tetapi kadang-kadang meluas dan menyebabkan peritonitis, tromboflebitis dan
bakteriemia.
Alasan menurunnya angka kematian ibu :
Transfusi darah
Anti mikroba
Pemeliharaan cairan elektrolit, keseimbanngan asam-basa pada komplikasikomplikasi serius kehamilan dan persalinan.
Kematian reproduktif adalah kematian akibat kehamilan dan penggunaan teknik-teknik untuk
mencegah kehamilan (teknik kontrasepsi).
Kematian Perinatal
Kematian neonatus yang terbanyak adalah :
1. Berat badan lahir rendah
2. Cedera susunan saraf pusat akibat hipoksia in utero dan cedera traumatik
selama persalinan dan kelahiran
3. Malformasi kongenital
Update : 26 Desember 2005
Sumber :
Cunningham, Mac Donald, Gant. Obstetri Williams, ed. ke-18. dr. Joko Suyono & dr. Andry
Hartono (penerj.). Jakarta : EGC.

You might also like