Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.1.1
Definisi
Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan
2.1.2
Etiologi
Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :
b. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi
terjadinya gagal jantung (Riaz, 2012). Berdasarkan studi Framingham dalam
Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat
hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik
menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi.
Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme
disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri
menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel
yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs
C.R., Beevers D.G., 2000).
c. Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan
kongenital. Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah
dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi
dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini
disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan
penambahan jaringan fibrosis (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).
Hipertrophic
cardiomiopathy
merupakan
salah
satu
jenis
and
obliterative
cardiomiopathy.
Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians
yang buruk, tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini
berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian
ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang dapat menyebabkan keadaan
ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan penyakit
resktriktif lainnya (Scoote M., Purcell I.F., Wilson P.A., 2005).
e. Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung
tanpa perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi.
31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi
dan ditemukan 60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi
setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai
penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis dengan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Cowie et.al., 1998).
g. Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk
menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan pada
wanita belum ada fakta yang konsisten (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers
D.G., 2000).
Sementara diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas
dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui
mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu,
obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko
penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal jantung
kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa diabetes
merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang
berujung pada gagal jantung (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).
Other Cause Right Heart failure (RV infarct, pulmonary hypertension, pulmonary
embolism, COPD
Tricuspid incompetence
Arrhythmia (AF, Bradycardia (complete heart block, the sick sinus
syndrome))
Pericardial disease (constrictive pericarditis, pericardial effusion)
Infection (Chagas disease)
Sumber : Kumar, P., Clark, M., 2009. Cardiovascular disease. In : Clinical Medicine
Ed 7th
2.1.3 Patogenesis
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak
bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan
hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung. Namun,
pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun gejala
simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh
yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri (Mann, 2010).
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi ReninAngiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2) peningkatan
kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap normal dengan
cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac output maka akan
terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus aorta,
kemudian memberi sinyal aferen ke sistem syaraf sentral di cardioregulatory center
yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis posterior.
ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus sehingga reabsorbsi air
meningkat (Mann, 2008).
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang
menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi
simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan
kadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan dan
garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme kompensasi
neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan struktural jantung
serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif yang lebih lanjut (Mann,
2008).
U
Universitas S
Sumatera Utaara
Remo
odeling venttrikel kiri daapat diartikaan sebagai pperubahan m
massa, volum
me,
bentuk,
b
dan komposisi jantung. Reemodeling v entrikel kirii merubah bbentuk jantuung
menjadi
m
lebih sferis seh
hingga bebaan mekanik jjantung mennjadi semakkin meningkkat.
Dilatasi
D
pad
da ventrikel kiri juga mengurangi
m
jumlah aft
fterload yanng menguranngi
stroke
s
volum
me. Pada rem
modeling ven
ntrikel kiri jjuga terjadi peningkatann end-diastoolic
wall
w
stress yang meny
yebabkan (1) hipoperffusi ke subbendokardium
m yang akkan
memperpara
m
ah fungsi ven
ntrikel kiri; (2) peningkaatan stress ooksidatif dann radikal bebbas
yang
y
mengaktivasi hiperrtrofi ventrik
kel (Mann, 22010).
Perub
bahan struk
ktur jantung
g akibat reemodeling inni yang beerperan dalaam
penurunan
p
cardiac
c
outp
put, dilatasi ventrikel
v
kirri dan overlooad hemodiinamik. Ketiiga
hal
h diatas beerkontribusi dalam progrresivitas pennyakit gagal jjantung (Maann, 2010).
Gambar
G
2.2.. Grafik penu
urunan komp
pensasi tubuuh pada pasieen gagal janttung kongesstif
U
Universitas S
Sumatera Utaara
2.1.4
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan
apabila diperoleh :
1 atau dua kriteria mayor + dua kriteria minor
Tabel 2.2. Kriteria Framingham dalam penegakan diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Mayor
Dispnea/orthopnea Nocturnal Parkosismal
Distensi vena leher
Ronki
Kardiomegali
Edema pulmonary akut
Gallop-S3
Peningkatan tekanan vena (>16 cmH2O)
Waktu sirkulasi > 25 detik
Reflex hepatojugularis
Kriteria Minor
Edema pretibial
Batuk malam
Dispnea saat aktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital paru menurun 1/3 dari maksimal
Takikardia (>120 kali/menit)
Kriteria Mayor atau Minor
Penurunan berat badan > 4.5 Kg dalam 5 hari
Sumber : Marantz et. al., 1988. The relationship between left ventricular systolic
function and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. In : Circulation.
Ed. 77 : 607-612.
2.1.5 Klasifikasi
New York Heart Association membagi klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik :
Tabel 2.3. Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
Tidak ada keterbatasan dalam aktivitas fisik. Aktivitas
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Sumber : European Society of Cardiology (ESC), 2012. Guideline for the Diagnosis
and Treatment of Acute and Chronic heart Failure.
2.2
2.2.1
Epidemiologi
Rawat inap ulang atau readmission pada penyakit gagal jantung kongestif
diakibatkan oleh eksaserbasi dari gejala klinis gagal jantung kongestif. Beberapa
dipicu oleh faktor concomitant kardiovaskular seperti takiaritmia, unstable coronary
syndrome. Selain itu juga bisa disebabkan oleh gangguan Serebrovaskular dan
ketidakpatuhan dalam diet dan terapi (AHA, 2009).
Rawat inap menjadi salah satu pilihan terapi bagi pasien gagal jantung
kongestif. Berdasarkan hasil National Institute for Cardiovascular Outcomes
Research (NICOR) tahun 2011 disebutkan bahwa periode April hingga Maret 2011
diperoleh 36.901 pasien yang menjalani rawat inap. Dari 36.901 pasien yang
menjalani rawat inap, 30.099 pasien menjalani rawat inap yang pertama dengan
durasi rata-rata 11 hari, sedangkan 6.802 pasien menjalani rawat inap ulang atau
rehospitalisasi dengan durasi rata-rata 13 hari.
Menurut penelitian Tsuchihashi et. al. tahun 1999 sekitar 40% pasien gagal
jantung kongestif menjalani rawat inap ulang dalam 1 tahun setelah rawat inap
sebelumnya. 10 tahun berikutnya menurut penelitian Majid (2010) persentase pasien
gagal jantung yang menjalani rawat inap ulang sebesar 52%.
Rehospitalisasi menjadi salah satu faktor yang menentukan prognosis gagal
jantung kongestif. Pasien yang mengalami rehospitalisasi, 50% meninggal pada 6
bulan setelah rehospitalisasi dan 25-35% meninggal pada 12 bulan setelah
rehospitalisasi (AHA, 2009). Menurut studi yang dilakukan Zaya (2012) bahwa
setelah menjalani rawat inap yang ke dua atau ketiga resiko kematian bagi pasien
gagal jantung kongestif sebesar 30%.
2.2.2
a. Faktor Kardiovaskular
Salah satu gangguan kardiovaskular yang menyebabkan rawat inap
ulang ialah iskemik dan infark miokard. Infark miokard dapat berupa STEMI
(ST Elevation Miocard Infarction) ataupun NSTEMI (Non ST Elevation
Miocard Infarction). Infark miokard menyebabkan jantung kekurangan nutrisi
untuk berkontraksi terutama ventrikel. Adanya thrombosis pada arteri koroner
sebagai cabang utama yang memperdarahi miokardium juga menyebabkan
kekurangan nutrisi pada miokardium yang menyebabkan kegagalan kontraksi
ventrikel. Kegagalan kontraksi ventrikel menyebabkan penurunan ejection
fraction (Zaya, 2012). Penurunan ejection fraction menyebabkan peningkatan
volume cairan tubuh yang memperparah kondisi pasien CHF.
Faktor lainnya ialah hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi tidak
terkontrol merupakan faktor komorbid yang menyebabkan rawat inap ulang
sebanyak 41% melalui mekanisme peningkatan afterload (Zaya, 2012).
Demam reumatik merupakan gejala yang ditimbulkan akibat sequele
dari infeksi Streptococcus grup A pada saluran nafas atas. Infeksi tersebut
menyebabkan tubuh membentuk antibodi untuk menyerang antigen tubuh
sendiri yang menyerupai Streptococcus grup A. Salah satunya terdapat pada
katup jantung (Parrilo, 2012). Demam Reumatik paling sering menyebabkan
regurgitasi mitral. Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi
peningkatan volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa
jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke
seluruh tubuh (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000), kondisi ini
memperburuk kondisi pasien CHF.
Selain itu beberapa faktor lain seperti atrial fibrilasi, pemanjangan
interval QT dan takikardi juga turut berperan dalam perburukan gejala klinis
yang mengharuskan pasien gagal jantung menjalani rawat inap ulang (Zaya,
2012).
Beberapa penyakit Peripheral Vascular Disease (PVD) seperti Acute
Limb Ischemic (ALI), Deep Vein Trombosis (DVT) biasanya terjadinya secara
bersamaan dengan atrial fibrilasi. Gejala yang muncul ialah nyeri, parasthesia
bahkan ganggren pada ekstremitas yang mengalami iskemik (Kasirajan,
2007).
b. Faktor Non-Kardiovaskular
1. Faktor Psikososial
Ketidakpatuhan terhadap terapi tentu akan memperburuk
kondisi umum dari pasien gagal jantung kongestif. menurut studi
analitik yang dilakukan majid (2010), 72.5% pasien gagal jantung
yang menjalani rawat inap ulang disebabkan oleh ketidakpatuhan
terhadap terapi. Sedangkan ketidakpatuhan terhadap diet sebesar 73%.
ketidakpatuhan terhadap terapi bisa disebabkan oleh karena depresi,
sehingga pasien tidak patuh terhadap terapi dan memiliki pola makan
yang tidak sesuai dengan anjuran.
Selain itu, dukungan keluarga dan lingkungan sekitar juga
penting. Kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar pasien menjadi
faktor independen yang menyebabkan kejadian rawat inap ulang
pasien gagal jantung kongestif. 57% pasien gagal jantung yang
menjalani rawat inap ulang kurang mendapat dukungan dari keluarga
dan sosial (Majid, 2010).
2. Penyakit Paru
1.3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kerangka Teori
ETIOLOGI
Penyakit Jantung Koroner
Hipertensi
Cardiomiopathy
Kelainan Katup Jantung
Aritmia
Alkohol & Obat-obatan
Rawat Inap
Gangguan Kardiovaskular
(Iskemik dan Infark Miokard, Hipertensi
tidak terkontrol, AF, PVD, Demam
reumatik)
Gangguan Fungsi Paru
(Infeksi, Penyakit paru obstruktif, Edema
Paru, Efusi Pleura)
Gangguan Fungsi Ginjal
(Acute Tubular Necrosis, Gagal Ginjal
Akut, Gagal Ginjal Kronis)
Pengaruh Psikososial
(Ketidakpatuhan terapi dan diet, depresi,
kurangnya dukungan keluarga dan
Meninggal
Dunia
Stabil
Berobat
Jalan