You are on page 1of 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Gagal Jantung Kongestif

2.1.1

Definisi
Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan

struktural dan fungsional jantung sehingga mengganggu kemampuan pengisian


ventrikel dan pompa darah ke seluruh tubuh. Tanda-tanda kardinal dari gagal jantung
ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan pembatasan toleransi aktivitas dan retensi
cairan yang berujung pada kongesti paru dan edema perifer. Gejala ini mempengaruhi
kapasitas dan kualitas dari pasien gagal jantung (AHA, 2001).
Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks akibat kelainan
jantung ataupun non-jantung yang mempengaruhi kemampuan jantung untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh seperti peningkatan cardiac output. Gagal
jantung dapat muncul akibat gangguan pada miokardium, katup jantung, perikardium,
endokardium ataupun gangguan elektrik jantung (SIGN, 2007).

2.1.2

Etiologi
Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :

a. Penyakit Jantung Koroner


Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk
menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan
hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung
koroner selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung kongestif (
Hellerman, 2003). Pada negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung
koroner menderita gagal jantung kongestif (Mann, 2008). Bahkan dua per tiga
pasien yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh
Penyakit Jantung Koroner (Doughty dan White, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

b. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi
terjadinya gagal jantung (Riaz, 2012). Berdasarkan studi Framingham dalam
Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat
hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik
menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi.
Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme
disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri
menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel
yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs
C.R., Beevers D.G., 2000).

c. Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan
kongenital. Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah
dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi
dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini
disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan
penambahan jaringan fibrosis (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).
Hipertrophic

cardiomiopathy

merupakan

salah

satu

jenis

cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik dari


jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak hanya
miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga terjadi
obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini menyebabkan
komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan diastolik disertai
aritmia atrium dan ventrikel (Scoote M., Purcell I.F., Wilson P.A., 2005).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Jenis lain yaitu Restrictive

and

obliterative

cardiomiopathy.

Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians
yang buruk, tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini
berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian
ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang dapat menyebabkan keadaan
ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan penyakit
resktriktif lainnya (Scoote M., Purcell I.F., Wilson P.A., 2005).

d. Kelainan Katup Jantung


Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering
menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi
mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di jantung.
Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kuat
agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi ini jika
berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs
C.R., Beevers D.G., 2000).

e. Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung
tanpa perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi.
31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi
dan ditemukan 60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi
setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai
penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis dengan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Cowie et.al., 1998).

f. Alkohol dan Obat-obatan


Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan
atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal


jantung kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang.
Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap miokardium
diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan zidovudine yang
merupakan antiviral (Cowie, 2008).

g. Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk
menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan pada
wanita belum ada fakta yang konsisten (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers
D.G., 2000).
Sementara diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas
dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui
mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu,
obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko
penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal jantung
kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa diabetes
merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang
berujung pada gagal jantung (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Penyebab Gagal Jantung Kongestif


Ischemic Heart Disease (35-40%)
Main
Cause

Cardiomiopathy expecially dilated (30-34%)


Hypertension (15-20%)
Cardiomyopathy undilated : Hyperttrophy/obstructive, restrictive
(amyloidosis, sarcoidosis)
Valvular heart disease (mitral, aortic, tricuspid)
Congenital heart disease (ASD,VSD)
Alcohol and drugs (chemotherapy-trastuzamab, imatinib)
Hyperdinamic circulation (anemia, thyrotoxicosis, haemochromatosis)

Other Cause Right Heart failure (RV infarct, pulmonary hypertension, pulmonary
embolism, COPD
Tricuspid incompetence
Arrhythmia (AF, Bradycardia (complete heart block, the sick sinus
syndrome))
Pericardial disease (constrictive pericarditis, pericardial effusion)
Infection (Chagas disease)
Sumber : Kumar, P., Clark, M., 2009. Cardiovascular disease. In : Clinical Medicine
Ed 7th

2.1.3 Patogenesis
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak
bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan
hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung. Namun,
pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun gejala
simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh
yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri (Mann, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi ReninAngiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2) peningkatan
kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap normal dengan
cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac output maka akan
terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus aorta,
kemudian memberi sinyal aferen ke sistem syaraf sentral di cardioregulatory center
yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis posterior.
ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus sehingga reabsorbsi air
meningkat (Mann, 2008).
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang
menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi
simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan
kadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan dan
garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme kompensasi
neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan struktural jantung
serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif yang lebih lanjut (Mann,
2008).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Gambaar 2.1. Patofi


fisiologi Gaggal Jantung K
Kongestif

Sumber : Mann, D.L


L. 2010. Heaart Failure annd Cor Pulm
monale. In : H
Harrisons
Cardiovasccular Mediccine Ed. 17th .
Perub
bahan neuro
ohormonal, adrenergic ddan sitokin menyebabkaan remodeliing
ventrikel
v
kirri. Remodeliing ventrikel kiri berupaa (1) hipertrrofi miosit; (2) perubahhan
substansi
s
ko
ontraktil mio
osit; (3) pen
nurunan jum
mlah miosit aakibat nekroosis, apoptosis
dan
d
kematiian sel auttophagia; (4
4) desensitiisasi beta adrenergic; (5) kelainnan
metabolism
m
miokardium
m; (6) perubaahan struktuur matriks ekkstraselular miosit (Mannn,
2010).
2

U
Universitas S
Sumatera Utaara

Universitas Sumatera Utara

Remo
odeling venttrikel kiri daapat diartikaan sebagai pperubahan m
massa, volum
me,
bentuk,
b
dan komposisi jantung. Reemodeling v entrikel kirii merubah bbentuk jantuung
menjadi
m
lebih sferis seh
hingga bebaan mekanik jjantung mennjadi semakkin meningkkat.
Dilatasi
D
pad
da ventrikel kiri juga mengurangi
m
jumlah aft
fterload yanng menguranngi
stroke
s
volum
me. Pada rem
modeling ven
ntrikel kiri jjuga terjadi peningkatann end-diastoolic
wall
w
stress yang meny
yebabkan (1) hipoperffusi ke subbendokardium
m yang akkan
memperpara
m
ah fungsi ven
ntrikel kiri; (2) peningkaatan stress ooksidatif dann radikal bebbas
yang
y
mengaktivasi hiperrtrofi ventrik
kel (Mann, 22010).
Perub
bahan struk
ktur jantung
g akibat reemodeling inni yang beerperan dalaam
penurunan
p
cardiac
c
outp
put, dilatasi ventrikel
v
kirri dan overlooad hemodiinamik. Ketiiga
hal
h diatas beerkontribusi dalam progrresivitas pennyakit gagal jjantung (Maann, 2010).

Gambar
G
2.2.. Grafik penu
urunan komp
pensasi tubuuh pada pasieen gagal janttung kongesstif

Sumber : Mann, D.L


L. 2010. Heaart Failure annd Cor Pulm
monale. In : H
Harrisons
Cardiovasccular Mediccine Ed. 17th .

U
Universitas S
Sumatera Utaara

Universitas Sumatera Utara

2.1.4

Kriteria Diagnosis
Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan

apabila diperoleh :
1 atau dua kriteria mayor + dua kriteria minor

Tabel 2.2. Kriteria Framingham dalam penegakan diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Mayor
Dispnea/orthopnea Nocturnal Parkosismal
Distensi vena leher
Ronki
Kardiomegali
Edema pulmonary akut
Gallop-S3
Peningkatan tekanan vena (>16 cmH2O)
Waktu sirkulasi > 25 detik
Reflex hepatojugularis
Kriteria Minor
Edema pretibial
Batuk malam
Dispnea saat aktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital paru menurun 1/3 dari maksimal
Takikardia (>120 kali/menit)
Kriteria Mayor atau Minor
Penurunan berat badan > 4.5 Kg dalam 5 hari
Sumber : Marantz et. al., 1988. The relationship between left ventricular systolic
function and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. In : Circulation.
Ed. 77 : 607-612.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Klasifikasi
New York Heart Association membagi klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik :
Tabel 2.3. Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
Tidak ada keterbatasan dalam aktivitas fisik. Aktivitas
Kelas I

fisik tidak menyebabkan sesak nafas, fatigue, atau


palpitasi.
Sedikit mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik.

Kelas II

Merasa nyaman saat beristirahat tetapi saat melakukan


aktivitas fisik mulai merasakan sedikit sesak, fatigue, dan
palpitasi
Mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasa

Kelas III

nyaman saat istirahat namun ketika melakukan aktivitas


fisik yang sedikit saja sudah merasa sesak, fatigue, dan
palpitasi.
Tidak bisa melakukan aktivitas fisik. Saat istirahat gejala

Kelas IV

bisa muncul dan jika melakukan aktivitas fisik maka


gejala akan meningkat.

Sumber : European Society of Cardiology (ESC), 2012. Guideline for the Diagnosis
and Treatment of Acute and Chronic heart Failure.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

2.2

Rawat Inap Ulang Pasien Gagal Jantung Kongestif

2.2.1

Epidemiologi
Rawat inap ulang atau readmission pada penyakit gagal jantung kongestif

diakibatkan oleh eksaserbasi dari gejala klinis gagal jantung kongestif. Beberapa
dipicu oleh faktor concomitant kardiovaskular seperti takiaritmia, unstable coronary
syndrome. Selain itu juga bisa disebabkan oleh gangguan Serebrovaskular dan
ketidakpatuhan dalam diet dan terapi (AHA, 2009).
Rawat inap menjadi salah satu pilihan terapi bagi pasien gagal jantung
kongestif. Berdasarkan hasil National Institute for Cardiovascular Outcomes
Research (NICOR) tahun 2011 disebutkan bahwa periode April hingga Maret 2011
diperoleh 36.901 pasien yang menjalani rawat inap. Dari 36.901 pasien yang
menjalani rawat inap, 30.099 pasien menjalani rawat inap yang pertama dengan
durasi rata-rata 11 hari, sedangkan 6.802 pasien menjalani rawat inap ulang atau
rehospitalisasi dengan durasi rata-rata 13 hari.
Menurut penelitian Tsuchihashi et. al. tahun 1999 sekitar 40% pasien gagal
jantung kongestif menjalani rawat inap ulang dalam 1 tahun setelah rawat inap
sebelumnya. 10 tahun berikutnya menurut penelitian Majid (2010) persentase pasien
gagal jantung yang menjalani rawat inap ulang sebesar 52%.
Rehospitalisasi menjadi salah satu faktor yang menentukan prognosis gagal
jantung kongestif. Pasien yang mengalami rehospitalisasi, 50% meninggal pada 6
bulan setelah rehospitalisasi dan 25-35% meninggal pada 12 bulan setelah
rehospitalisasi (AHA, 2009). Menurut studi yang dilakukan Zaya (2012) bahwa
setelah menjalani rawat inap yang ke dua atau ketiga resiko kematian bagi pasien
gagal jantung kongestif sebesar 30%.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

2.2.2

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Rawat Inap Ulang


Kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif terjadi
karena eksaserbasi dari gejala klinis overload volume dan penurunan cardiac
output. Gejala yang menyebabkan pasien CHF mengalami rehospitalisasi
ialah Angina (nyeri dada), sesak nafas dan Edema. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi rehospitalisasi pasien CHF ialah :

a. Faktor Kardiovaskular
Salah satu gangguan kardiovaskular yang menyebabkan rawat inap
ulang ialah iskemik dan infark miokard. Infark miokard dapat berupa STEMI
(ST Elevation Miocard Infarction) ataupun NSTEMI (Non ST Elevation
Miocard Infarction). Infark miokard menyebabkan jantung kekurangan nutrisi
untuk berkontraksi terutama ventrikel. Adanya thrombosis pada arteri koroner
sebagai cabang utama yang memperdarahi miokardium juga menyebabkan
kekurangan nutrisi pada miokardium yang menyebabkan kegagalan kontraksi
ventrikel. Kegagalan kontraksi ventrikel menyebabkan penurunan ejection
fraction (Zaya, 2012). Penurunan ejection fraction menyebabkan peningkatan
volume cairan tubuh yang memperparah kondisi pasien CHF.
Faktor lainnya ialah hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi tidak
terkontrol merupakan faktor komorbid yang menyebabkan rawat inap ulang
sebanyak 41% melalui mekanisme peningkatan afterload (Zaya, 2012).
Demam reumatik merupakan gejala yang ditimbulkan akibat sequele
dari infeksi Streptococcus grup A pada saluran nafas atas. Infeksi tersebut
menyebabkan tubuh membentuk antibodi untuk menyerang antigen tubuh
sendiri yang menyerupai Streptococcus grup A. Salah satunya terdapat pada
katup jantung (Parrilo, 2012). Demam Reumatik paling sering menyebabkan
regurgitasi mitral. Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi
peningkatan volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa
jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

seluruh tubuh (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000), kondisi ini
memperburuk kondisi pasien CHF.
Selain itu beberapa faktor lain seperti atrial fibrilasi, pemanjangan
interval QT dan takikardi juga turut berperan dalam perburukan gejala klinis
yang mengharuskan pasien gagal jantung menjalani rawat inap ulang (Zaya,
2012).
Beberapa penyakit Peripheral Vascular Disease (PVD) seperti Acute
Limb Ischemic (ALI), Deep Vein Trombosis (DVT) biasanya terjadinya secara
bersamaan dengan atrial fibrilasi. Gejala yang muncul ialah nyeri, parasthesia
bahkan ganggren pada ekstremitas yang mengalami iskemik (Kasirajan,
2007).

b. Faktor Non-Kardiovaskular
1. Faktor Psikososial
Ketidakpatuhan terhadap terapi tentu akan memperburuk
kondisi umum dari pasien gagal jantung kongestif. menurut studi
analitik yang dilakukan majid (2010), 72.5% pasien gagal jantung
yang menjalani rawat inap ulang disebabkan oleh ketidakpatuhan
terhadap terapi. Sedangkan ketidakpatuhan terhadap diet sebesar 73%.
ketidakpatuhan terhadap terapi bisa disebabkan oleh karena depresi,
sehingga pasien tidak patuh terhadap terapi dan memiliki pola makan
yang tidak sesuai dengan anjuran.
Selain itu, dukungan keluarga dan lingkungan sekitar juga
penting. Kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar pasien menjadi
faktor independen yang menyebabkan kejadian rawat inap ulang
pasien gagal jantung kongestif. 57% pasien gagal jantung yang
menjalani rawat inap ulang kurang mendapat dukungan dari keluarga
dan sosial (Majid, 2010).
2. Penyakit Paru

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Pneumonia dan penyakit obstruksi paru seperti Asma dan


PPOK menyebabkan kejadian rawat inap ulang sebesar 28% setelah
6-9 bulan sebelumnya menjalani rawat inap (Zaya, 2012).
Infeksi paru seperti tuberkulosis, pneumonia dan bronkitis
merupakan gangguan pada intrapulmonal. Gejala yang ditimbulkan
ialah nyeri dada, sesak nafas, batuk dan batuk darah (Ginzburg, 2006).
Sesak nafas dan nyeri dada merupakan gejala yang menyebabkan
pasien gagal jantung mengalami rehospitalisasi.
Gagal jantung kongestif menyebabkan edema paru akibat
retensi cairan tubuh (AHA, 2001). Namun, edema paru sendiri dapat
memperparah kondisi CHF. Penumpukan cairan di alveolus paru
menimbulkan sesak nafas. Berbeda dengan edema paru, efusi pleura
terjadi penumpukan cairan di ekstraparu intrathorakal. Hal ini
menyebabkan paru tidak dapat mengembang secara maksimal yang
menimbulkan short of breathness.
3. Penggunaan Obat
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) digunakan untuk
menghentikan inflamasi melalui mekanisme penghambatan COX
sehingga tidak terbentuk prostaglandin (Katzung, 2010).
Pada pasien gagal jantung kongestif terjadi vasokontriksi
vaskular sebagai mekanisme sistem RAA dan aktivasi sistem simpatis.
Kondisi ini menyebabkan tubuh melakukan mekanisme kompensasi
untuk vasodilatasi. Salah satunya ialah pelepasan prostaglandin (PGL)
sebagai vasodilator (Page, 2000). Penggunaan OAINS pada pasien
gagal jantung kongestif akan menghambat pembentukan PGL. Hal ini
tentu akan memperparah kondisi pasien gagal jantung kongestif.
Digitalis atau digoksin merupakan obat yang hingga saat ini
masih sering digunakan dalam terapi pasien kardiovaskular termasuk
CHF. Namun, penggunaan dosis tinggi ataupun adanya gangguan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

fungsi ginjal menyebabkan intoksikasi digitalis. Salah satu efek


samping yang ditimbulkan ialah disritmia, mual, muntah dan diare
(Suprobo et. al., 2011). Hal ini menyebabkan eksaserbasi gejala CHF
berupa sesak nafas dan nyeri dada sehingga kembali menjalani rawat
inap ulang.
4. Penyakit Imun
Antiphospholipid Syndrome (APS) ialah penyakit autoimun
yang membentuk antibodi untuk menyerang phospoholipid. Akibatnya
timbul thrombosis di arteri atau vena (Belilos, 2012). Sumbatan dapat
terjadi diberbagai tempat salah satunya di jantung. Antiphospholipid
menimbulkan thrombosis pada arteri koroner jantung dan penerasan
katup jantung (Tincani et.al.,2006). Kerusakan yang timbulkan oleh
antibodi ini menambah beban kerja jantung sehingga semakin
memperparah kondisi pasien CHF.
5. Gangguan Fungsi Ginjal
Acute Kidney Injury (AKI) atau Acute Renal Failure (ARF)
merupakan salah satu gangguan fungsi ginjal yang menyebabkan
penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR). Pada AKI, pemeriksaan
fungsi ginjal memperlihatkan adanya peningkatan nilai Blood Urea
Nitrogen (BUN) dan kreatinin, dengan ration BUN terhadap kreatinin
20 : 1 (Workeneh, 2013). Peningkatan nilai BUN dan Penurunan GFR
menyebabkan retensi cairan sehingga volume cairan tubuh semakin
overload (Zaya, 2012). Retensi cairan menyebabkan edema paru dan
edema perifer (AHA, 2001) sehingga pasien gagal jantung dapat
kembali mengalami rawat inap ulang akibat eksaserbai dari gejala
CHF.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

1.3

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kerangka Teori
ETIOLOGI
Penyakit Jantung Koroner
Hipertensi
Cardiomiopathy
Kelainan Katup Jantung
Aritmia
Alkohol & Obat-obatan

Gagal Jantung Kongestif

Rawat Inap

Gangguan Kardiovaskular
(Iskemik dan Infark Miokard, Hipertensi
tidak terkontrol, AF, PVD, Demam
reumatik)
Gangguan Fungsi Paru
(Infeksi, Penyakit paru obstruktif, Edema
Paru, Efusi Pleura)
Gangguan Fungsi Ginjal
(Acute Tubular Necrosis, Gagal Ginjal
Akut, Gagal Ginjal Kronis)
Pengaruh Psikososial
(Ketidakpatuhan terapi dan diet, depresi,
kurangnya dukungan keluarga dan

Meninggal
Dunia

Stabil

Berobat
Jalan

Rawat Inap Ulang

Gambar 2.3 Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

You might also like