Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karies Gigi
1. Definisi
Karies gigi merupakan suatu kerusakan local yang terjadi pada gigi.
Karies gigi juga merupakan penyakit kronis yang berlangsung sangat lambat
di pada suatu individu tertentu (fejerskov dkk, 2008). Karies adalah suatu
penyakit jaringan keras pada gigi yaitu terdapat pada email, dentin dan
sementum, yang disebabkan oleh aktivitas bakteri dalam suatu karbohidrat
yang dapat difermentasikan (Kidd dkk,1991).
Karies dianggap sebagai penyakit infeksi, dengan penyebab multifactor
3 faktor yaitu, mikroorganisme, substrat dan host. Ketiga faktor tersebut
berinteraksi dalam waktu tertentu yang mennyebabkan ketidakseimbangan
demineralisasi dan remineralisasi pada permukaan gigi (Handayani, 2011).
Demineralisasi sendiri adalah suatu proses produk-produk asam organik dari
bakteri pathogen yang dapat melarutkan kalsium, phosphate, mineral di
enamel
atau
dentin,
sedangkan
remineralisasi
adalah
suatu
proses
etiologi yang
mempengaruhi terjadinnya
karies,
yaitu
a.
2.
Proses Karies
Awal mula terjadinya karies adalah terbentuknya plak gigi, yaitu
lapisan tipis transparan yang menempel pada permukaan email gigi. Plak gigi
merupakan produk dari bakteri Streptococcus mutans dan sisa-sisa makanan
yang mengandung karbohidrat yang mudah terfermentasi. Dalam keadaan
normal, bakteri dalam rongga mulut ada pada semua orang dan bila
berinteraksi dengan karbohidrat terfermentasi, maka akan dihasilkan asam.
Gigi yang berada dalam kondisi asam terus menerus akan menyebabkan
terjadinya proses demineralisasi pada permukaan email gigi. Oleh karena
setiap gigi membentuk plak setiap hari maka untuk mencegah terjadinya plak
sebaiknya setiap orang harus membatasi konsumsi karbohidrat terfermentasi
dan menjaga kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi secara teratur
setiap hari (Lilik, 2005)
a. Retardasi mental
Definisi
Retardasi menteal adalah kondisi terbatasnnya kemampuan mental,
yang individunya memiliki kemampuan IQ redah (70 kebawah), pada tes
inteligensi konvensional anak retardasi mental memiliki kesulitan dalam
beradaptasi pada di masyarakat. (Santrock, 2011). Sedangkan menurut
Triandini (2013) Retardasi mental adalah seorang anak yang memiliki
kebutuhan kuhusus, yang di akibat kan oleh gangguan yang bermakna
dalam batasan tertentu dan prilaku pennyesuaian diri.
Menurut American association on Mental Retardation (AAMR)
retardasi mental bisa disebut juga Disabilitas intelektual yang merupakan
disabilitas yang ditandai oleh keterbatasan signifikan pada fungsi
intelektual dan prilaku adaptif . (woolfolk, 2009)
Secara fisik anak-anak yang menderita retardasi mental memiliki
penamilan fisik
tinggi, rahang kecil, daun telinga lebih rendah dari normal, gigi tidak
teratur dan hidung terlihat lebih datar. Intelegensi yang rendah juga dapat
memperlihat kan gerakan yang berulang-ulang, tanpa koordinasi yang baik,
air liur yang terus menetes dan mengalami kejang-kejang. (short dkk, 1994)
seseorang
sesuai
tes
inteligensi
yang
familiar.
Berat (rentan IQ 20/25-35-40); masa prasekolah (0-5 tahun)
perkembangan motorik yang buruk, keterampilan bahasa yang
minimal, umumnnya tidak dapat dilatih keterampilan menolong diri
dan komunikasi sedikit. Usia sekolah (6-15 tahun dapat blajar bicara
Pengetahuan
2.3.1 definisi
Secara terminologi pengetahuan terdiri darai beberapa definisi yaitu
pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan
tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai.
Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha untuk tahu.
Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara
langsung dari kesadaran sendiri. pengetahuan adalah segenap apa yang kita
ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk didalamnnya ilmu, seni dan
agama. (Besung, 2006).
2.1.3.2.Informasi.
Informasi adalah penerangan, keterangan atau pemberitahuan tentang
suatu hal (Iskak dan Yustinah, 2008). Media merupakan teknologi pembawa
tentang menyikat gigi dapat didapatkan dari pendidikan dan informasi yang berkaitan
dengan kesehatan gigi.
Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku
yang atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Orang tua dengan
pengetahuan rendah mengenai kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor
predisposisi dari perilaku yang tidak mendukung kesehatan gigi dan mulut anak
(Riyanti, 2005). Orangtua adalah tokoh panutan anak, maka diharapkan orangtua
dapat ditiru, sehingga anak yang belum bersekolah pun sudah mau dan mampu
menyikat gigi dengan baik dan teratur melalui model yang ditiru dari orangtuanya.
Kaum ibu sangat berperan dalam mewujudkan dan mengembangkan kesehatan secara
umum dan khususnya dalam hal memelihara kesehatan gigi dalam keluarga (Maulani,
2005). Anak-anak dalam rentang usia prasekolah sudah mulai menunjukkan
kemampuan mereka yang signifikan untuk memanipulasi sikat gigi, tapi usia
prasekolah masih merupakan tanggung jawab orang tua dalam prosedur perawatan
kesehatan mulut. Banyak orang tua merasa bahwa anak usia ini sudah cukup terampil
dalam membersihkan gigi. Hal ini penting untuk menekankan kepada orang tua
bahwa mereka harus tetap mendampingi anak dalam membersihkan gigi terutama
dalam hal menyikat gigi (Mc Donald dkk, 2004).
Dalam Mc. Donal dkk (2004) secara statistik, jangka waktu 1 menit dalam
menyikat gigi dengan pasta gigi yang berfluoride merupakan waktu yang tepat untuk
penghilangan plak. Pada anak-anak, prosedur kebersihan gigi yang harus dilakukan
minimal sekali sehari-hari dan sebaiknya dua kali sehari dengan tetap diawasi oleh
orang tua segera sesudah makan dan sebelum tidur malam.
Telah terbukti bahwa asam plak gigi akan turun dari pH normal sampai
mencapai pH 5 dalam waktu 35 menit sesudah makan makanan yang mengandung
karbohidrat dan pH saliva sudah menjadi normal dalam waktu 25 menit setelah
makan atau minum. Menyikat gigi dapat mempercepat proses kenaikan pH 5 menjadi
normal (6-7) sehingga dapat mencegah proses pembentukan karies. Pada malam hari
sebelum anak tidur sebaiknya menyikat gigi karena aliran air liur dan kapasitas
buffering dikurangi saat tidur, sehingga menyikat gigi dapat menghilangkan plak
sebelum tidur. Selain itu, perkembangan pada anak-anak dari perilaku yang dipelajari
sehingga kebiasaan itu akan terbukti bermanfaat hingga dewasa (Angela, 2005; Mc
Donald dkk, 2004).
Peningkatan frekuensi dalam menyikat gigi dalam keseharian secara
signifikan dapat mempengaruhi tingkat kebersihan mulut. Pada anak-anak lebih baik
menggunakan sikat gigi yang lembut untuk mengurangi kemungkinan trauma pada
gingiva dan trauma jaringan serta meningkatkan kemampuan pembersihan
interproksimal. Kepala sikat gigi yang terbaik untuk
anak-anak dengan sikat kepala yang lebih kecil daripada sikat ukuran dewasa untuk
membantu akses ke dalam rongga mulut anak, namun tidak ada desain sikat gigi
secara ilmiah terbukti unggul untuk menghilangkan plak (Mc Donald dkk, 2004).
Sikat gigi perlu diganti setelah 2 - 3 bulan pemakaian. Kerusakan yang terjadi
pada sikat gigi tidak sama pada setiap orang. Ada yang hanya dalam jangka waktu
beberapa minggu saja sikat giginya sudah rusak, tetapi ada yang memakainya sampai
berbulan-bulan sikat giginya masih tampak baik. Dalam jangka waktu 2 - 3 bulan
bulu sikat gigi praktis sudah tidak dapat bekerja lagi dengan baik, meskipun
keadaannya masih tampak baik. Bulu sikat gigi yang sudah rusak tidak akan dapat
membersihkan gigi dengan baik akan tetapi dapat melukai gusi (Ariningrum, 2000).
Penyikatan gigi anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama anak dan tata
cara penyikatan gigi harus ditetapkan ketika molar susu telah erupsi. Metode
penyikatan gigi pada anak lebih ditekankan agar mampu membersihkan keseluruhan
giginya bagaimanapun caranya (Angela, 2005). Pada usia Prasekolah (3-6 tahun) cara
melakukan penyikatan gigi yang mudah dan dapat dilakukan sendiri oleh anak adalah
metode Fons. Penyikatan gigi dilakukan dengan gerakan memutar pada gigi anterior
maupun posterior. Posisi yang mudah saat mengajarkan cara menyikat gigi yaitu
orang tua berdiri saling berdampingan di depan cermin. Kepala anak disandarkan
pada tangan orang tua. Dagu anak ditarik ke bawah dengan menggunakan tangan
tempat bersandarnya kepala anak, sedangkan tangan orang tua yang satu lagi
memandu tangan anak untuk melakukan penyikatan gigi (Riyanti, 2005). Posisi lain
yang juga dapat dilakukan adalah orang tua dan anak berdiri saling berhadapan.
Kemudian tangan orang tua memandu tangan anak untuk melakukan penyikatan gigi.
Kerugian posisi ini adalah kurangnya pengendalian gerakan terhadap posisi anak.
Proses penyikatan gigi pada anak dengan frekuensi yang tidak optimal dapat
disebabkan karena anak tidak dibiasakan melakukan penyikatan gigi sejak dini oleh
orang tua, sehingga anak tidak mempunyai kesadaran dan motivasi untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan gigi dan mulutnya. Keadaan ini memudahkan gigi anak
terkena resiko penyakit gigi dan mulut, khususnya pada anak-anak dibawah usia 6
tahun (Chemiawan dkk, 2004).
2.4 Pengertian Perilaku
Perilaku manusia (human behavior) merupakan sesuatu yang penting
dan perlu dipahami secara baik. Hal ini disebabkan perilaku manusia terdapat
dalam setiap aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia mencakup dua
komponen, yaitu sikap atau mental dan tingkah laku (attitude). Sikap atau
mental merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia. Mental diartikan
sebagai reaksi manusia terhadap sesuatu keadaan atau peristiwa, sedangkan
tingkah laku merupakan perbuatan tertentu dari manusia sebagai reaksi
terhadap keadaan atau situasi yang dihadapi. Perbuatan tertentu ini dapat
bersifat positif dapat pula negatif. Perlu pula ditekankan bahwa individu
dalam merespons atau menanggapi suatu peristiwa atau keadaan, selain
dipengaruhi oleh situasi yang dihadapi, juga dipengaruhi lingkungan ataupun
kondisi pada saat itu. Selain pengertian tersebut diatas pengertian perilaku
dapat pula ditinjau dari aspek biologis. Pengertian perilaku dari segi biologis
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan (Herijulianti, dkk., 2002).
Menurut Kegeles, ada empat faktor utama agar seseorang mau
melakukan pemeliharaan
kesehatan gigi, yaitu:
anak agar anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu
orang tua juga mempunyai peran yang cukup besar di dalam mencegah
terjadinya akumulasi plak dan terjadinya karies pada anak (Riyanti, 2005).
Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan
seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sikap,
motivasi, reaksi dan sebagainya. Faktor lain yang berpengaruh di dalam gejala
kejiwaan yang tercermin di dalam jiwa sebagai tindakan atau perilaku
manusia diantaranya pengalaman, keyakinan, sarana-sarana fisik dan sosio
budaya masyarakat (Setyorini, 2006).
Krangka teori
host
Karies
mokroorganisme
substrat
Tingkat
pengetahuan
Pendidikan
orang tua /
pengasuh
Tingkat prilaku
waktu
Retardasi mental