You are on page 1of 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karies Gigi
1. Definisi
Karies gigi merupakan suatu kerusakan local yang terjadi pada gigi.
Karies gigi juga merupakan penyakit kronis yang berlangsung sangat lambat
di pada suatu individu tertentu (fejerskov dkk, 2008). Karies adalah suatu
penyakit jaringan keras pada gigi yaitu terdapat pada email, dentin dan
sementum, yang disebabkan oleh aktivitas bakteri dalam suatu karbohidrat
yang dapat difermentasikan (Kidd dkk,1991).
Karies dianggap sebagai penyakit infeksi, dengan penyebab multifactor
3 faktor yaitu, mikroorganisme, substrat dan host. Ketiga faktor tersebut
berinteraksi dalam waktu tertentu yang mennyebabkan ketidakseimbangan
demineralisasi dan remineralisasi pada permukaan gigi (Handayani, 2011).
Demineralisasi sendiri adalah suatu proses produk-produk asam organik dari
bakteri pathogen yang dapat melarutkan kalsium, phosphate, mineral di
enamel

atau

dentin,

sedangkan

remineralisasi

adalah

suatu

proses

pembalinnya mineral-mineral yang hilang. (Young dkk, 2008).


Menurut rianti 2005, karies adalah pennyakit yang menghancurkan
jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum yang di sebabhan
aktivitas mikro organism dalam suatu karbohidrat yang di fernentasikan.
Faktor-faktor

etiologi yang

mempengaruhi terjadinnya

mikroorganisme, substrat, gigi dan waktu.

karies,

yaitu

a.

Faktor host (gigi geligi)


Bakteri, terdapat pada gigi. Secara normal kuman

ada dan diperlukan di rongga mulut,tetapi apabila


terdapat sisa makanan yang melekat terus di gigi dapat
menjadi penyebab terjadinya karies. Gigi geligi sebagai
tempat terjadinya karies dipengaruhi oleh faktor morfologi gigi
(ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan
kristalografis. (Riyanti, 2005)
b. Faktor agen (mikroorganisme)
Streptococcus mutans mengeluarkan racun yang tidak dapat di
lihat oleh mata dan berperan pada saat awal proses karies. Bakteri
tersebut merusak enamel gigi. Mikroorganisme menempel di gigi
bersama dengan plak yang terdiri dari mikroorganisme dan bahan
antar sel. Plak akan tumbuh bila ada karbohidrat sedangkan karies
terjadi bila ada plak dan karbohidrat (kusumawati, 2010)
c. Faktor substrat atau diet

Faktor-faktor seperti komposisi makanan dan kebiasaan makan


mempengaruhi jenis dan proporsi mikroba hadir dalam biofilm gigi,
sehingga secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas karies.
Faktor-faktor lain yang berinteraksi dengan faktor makanan mungkin
kualitas air liur, adanya restorasi, pasien medical condition, sikap
pasien, kondisi kesehatan dari individu, dan lain-lain. Makanan
kariogenik yang paling berperan adalah sukrosa. Gula kariogenik lain
termasuk glukosa dan fruktosa juga ikut berperan. Potensi karies
yang diproduksi dari makanan tersebut telah diukur oleh pH plak dan
dengan pengujian pada hewan (pranoto, 2011).
Nutrisi mempengaruhi gigi selama pengembangan dan apabila
terjadi kondisi malnutrisi dapat memperburuk periodontal dan
menimbulkan infeksi mulut. Namun, efek yang paling signifikan
nutrisi pada gigi adalah karena diet sehingga mudah terjadi karies dan
erosi enamel. Erosi gigi meningkat berhubungan dengan diet asam,
sumber utama penyebab karies dari minuman ringan (Pranoto, 2011).
d. Faktor waktu
Lama waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang
menjadi suatu karies bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Lamanya
gigi kontak dengan larutan gula atau seringnya anak mengkonsumsi
larutan gula adalah faktor yang paling menentukan terjadinya
Nursing Bottle Caries (Riyanti, 2005).

2.

Proses Karies
Awal mula terjadinya karies adalah terbentuknya plak gigi, yaitu
lapisan tipis transparan yang menempel pada permukaan email gigi. Plak gigi
merupakan produk dari bakteri Streptococcus mutans dan sisa-sisa makanan
yang mengandung karbohidrat yang mudah terfermentasi. Dalam keadaan
normal, bakteri dalam rongga mulut ada pada semua orang dan bila
berinteraksi dengan karbohidrat terfermentasi, maka akan dihasilkan asam.
Gigi yang berada dalam kondisi asam terus menerus akan menyebabkan
terjadinya proses demineralisasi pada permukaan email gigi. Oleh karena
setiap gigi membentuk plak setiap hari maka untuk mencegah terjadinya plak
sebaiknya setiap orang harus membatasi konsumsi karbohidrat terfermentasi
dan menjaga kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi secara teratur
setiap hari (Lilik, 2005)

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya karies gigi anak antara


lain: jenis makanan, konsistensi makanan, frekuensi makan, kebiasaan
menyikat gigi, serta sikap dan perhatian orang tua terhadap keadaan gigi
geligi anaknya.
Kebiasaan anak mengkonsumsi makanan kariogenik seperti coklat,
permen, kue-kue manis, dan sebagainya disebabkan karena makanan
tersebut bentuknya menarik dan rasanya yang enak atau lezat sangat disukai
oleh anakanak. Peran orang tua terutama ibu dalam memenuhi kebutuhan
makan anak terutama terjadi pada saat proses pengambilan keputusan
penyediaan makanan. Tindakan pengambilan keputusan oleh ibu dalam
penyediaan makanan yang baik sangat dipengaruhi oleh kesiapan psikologi
ibu diantaranya tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan sikap ibu.

Pengetahuan yang perlu dimiliki oleh ibu mengenai makanan kariogenik


antara lain adalah pengetahuan yang berkaitan dengan jenis makanan dan
minuman yang dikonsumsi oleh anak serta kapan anak boleh mengkonsumsi
makanan jajanan tersebut (Suwelo,1986).Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sandjur dan Scoma (1971) mengenai kebiasaan makan anak,
menunjukkan bahwa makanan yang tidak disukai ibu juga tidak disukai oleh
anaknya dan ketidaktahuan ibu terhadap jenis makanan tertentu akan
berpengaruh terhadap kesehatan anak.

a. Retardasi mental
Definisi
Retardasi menteal adalah kondisi terbatasnnya kemampuan mental,
yang individunya memiliki kemampuan IQ redah (70 kebawah), pada tes
inteligensi konvensional anak retardasi mental memiliki kesulitan dalam
beradaptasi pada di masyarakat. (Santrock, 2011). Sedangkan menurut
Triandini (2013) Retardasi mental adalah seorang anak yang memiliki
kebutuhan kuhusus, yang di akibat kan oleh gangguan yang bermakna
dalam batasan tertentu dan prilaku pennyesuaian diri.
Menurut American association on Mental Retardation (AAMR)
retardasi mental bisa disebut juga Disabilitas intelektual yang merupakan
disabilitas yang ditandai oleh keterbatasan signifikan pada fungsi
intelektual dan prilaku adaptif . (woolfolk, 2009)
Secara fisik anak-anak yang menderita retardasi mental memiliki
penamilan fisik

seperti; kepala yang lebih kecil dari normal, palatum

tinggi, rahang kecil, daun telinga lebih rendah dari normal, gigi tidak

teratur dan hidung terlihat lebih datar. Intelegensi yang rendah juga dapat
memperlihat kan gerakan yang berulang-ulang, tanpa koordinasi yang baik,
air liur yang terus menetes dan mengalami kejang-kejang. (short dkk, 1994)

2.2.2 Etiologi Retardasi metal


Retardasi mental diakibatkan oleh kondisi yang di wariskan (herediter)
oleh orangtua kepada anaknnya yang terjadi selama proses perkembangan
pada priode dari pembuahan hingga remaja. (Halgin dan Whitbourne,
2011). Menurut John W. Santrock (2011) retardasi mental dapat disebabkan
oleh pennyebab organis atau dapat pula karena sosial dan budaya :
Retardasi organis (Organic Retardation) adalah retardasi mental
yang disebabkan oleh karena gangguan genetic atau kerusakan otak
yang meliputi kerusakan jaringan atau organ dari tubuh yang di
indikasikan kerusakan fisik. Orang yang menderita retardasi

organis memiliki IQ 1 hingga 50.


Retardasi budaya-keluarga (cultural-familial retardation) adalah
retardasi mental yang disebabkan oleh variasi normal yang
mendistribusikan

seseorang

sesuai

tes

inteligensi

yang

dikombinasikan dengantumbuh di lingkungan intelektual yang


berada di bawah rata-rata. Kemunduran mental ini biasannya tidak
ditemukan adannya kerusakan organis pada otak, orang yang

menderita Retardasi budaya-keluarga biasannya memiliki IQ


berkisar antara 50 hingga 70.

2.2.3 klasifikasi retardasi mental


Klasifikasi berdasarkan skor IQ dan kompetensi prilaku masa
prasekolah dan usia sekolah pada retardasi mental ada 4 klasifikasi, yaitu :
Ringan (rentang IQ 50/55-70); pada masa prasekolah (0-5 tahun),
dapat mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi, retardasi
yang minimal pada area sensorik-motorik, sering tidak diketahui
pennyebabnnya hingga tua. Pada usia sekolah umur 6-19 tahun, dapat
mempelajari keterampilan akademis hingga level kelas 6 dan dapat

dibimbing untuk konformitas sosial.


Menengah (rentang IQ 35/40-50/55); masa prasekolah (0-5 tahun),
dapat bicara atau belajar berkomunikasi, kesadaran sosial yang rendah,
keterampilan motorik sedang, dapat diajari latihan menolong diri dan
membutuh kan beberapa pengawasan. Usia sekolah (6-19 tahun) dapat
dilatih keterampilan sosial dan pekerjaan, kemungkinan tidak dapat
naik diatas level kelas 2 dan beberapa kemandirian di tempat yang

familiar.
Berat (rentan IQ 20/25-35-40); masa prasekolah (0-5 tahun)
perkembangan motorik yang buruk, keterampilan bahasa yang
minimal, umumnnya tidak dapat dilatih keterampilan menolong diri
dan komunikasi sedikit. Usia sekolah (6-15 tahun dapat blajar bicara

atau berkominikasi, dapat dilatih keterampilan dasar menolong-diri

dan dapat dilatih melakukan kebiasaan yang sistematis.


Sangat berat (tentan IQ di bawah 20 atau 25); pada masa prasekolah,
retardasi yang besar dengan kapasitas keberfungsian yang minimal
dalam area sensoris-motorik dan membutuhkan perawatan yang intens.
Pada usia sekolah, ada bannyak perkembangan motorik dan dapat
merespon latihan menolong-diri yang sangat terbatas. (Halgin
dkk,2011)

Pengetahuan
2.3.1 definisi
Secara terminologi pengetahuan terdiri darai beberapa definisi yaitu
pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan
tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai.
Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha untuk tahu.
Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara
langsung dari kesadaran sendiri. pengetahuan adalah segenap apa yang kita
ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk didalamnnya ilmu, seni dan
agama. (Besung, 2006).

2.1.2. Tingkatan pengetahuan


Menurut Budiharto (2008) tingkat pengetahuan merupakan domain
kognitif yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan.

2.1.3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang


2.1.3.1.Pendidikan.
Pendidikan dalam arti formal yaitu pendidikan yang diterima oleh
peserta didik melalui pendidik dan biasanya dilakukan pada suatu lembaga
atau institusi (Herijulianti dkk, 2001). Pengetahuan dapat diperoleh secara
alami maupun secara terencana melalui proses pendidikan (Riyanti, 2005).
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 Th 2003 tentang
SISDIKNAS adalah macam jalur pendidikan menurut UU pendidikan tahun
2003 terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal. Jenjang
pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Pendidikan informal ialah jalur pendidikan yang diperoleh dari
keluarga dan lingkungan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka
orang tersebut akan semakin bagus pula pengetahuannya. (Hidayat, 2005).

2.1.3.2.Informasi.
Informasi adalah penerangan, keterangan atau pemberitahuan tentang
suatu hal (Iskak dan Yustinah, 2008). Media merupakan teknologi pembawa

pesan (informasi) yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran


(Widodo dan Jasmadi, 2008). Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran
pesan-pesan kesehatan, media dibagi menjadi 3 (Notoatmojo, 2007)
2.1.3.2.1. Media cetak
Sumber informasi dari media cetak yaitu booklet, leaflet, flyer, flip
chart, surat kabar, poster, dan foto
2.1.3.2.2. Media elektronik
Sumber informasi dari televisi, radio, video, dan slide.
2.1.3.2.3. Media papan (Bill board)
Informasi yang diperoleh dari luar individu akan disimpan berupa
pengetahuan yang akan menimbulkan persepsi seseorang terhadap informasi
tersebut (Budiharto, 2008). Seseorang yang berpengetahuan cukup maka
informasi yang disampaikan akan jelas dan mudah diterima, akan tetapi
pengetahuan kurang akan menghasilkan informasi yang kurang (Hidayat,
2005).
2.1.3.3.Umur
Secara umum umur individu memiliki hubungan terhadap tinggi
rendahnya pengetahuan. Semakin bertambahnya umur seseorang semakin
meningkatkan kemampuan inderanya. Kemampuan indera individu yang
optimal sangat menunjang dalam proses penerimaan dan penyampaian
pengetahuan. Dengan demikian faktor dapat berperan dalam tercapainya

pengetahuan dalam individu. Jika pertambahan umur berlangsung dapat


menciptakan kemampuan pengetahuan seseorang (Warni, 2009).
Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Rendahnya pengetahuan mengenai kesehatan merupakan faktor
predisposisi dari perilaku kesehatan yang mengarah kepada timbulnya
penyakit. Pengetahuan ini erat pula kaitannya dengan sikap seseorang tentang
penyakit dan upaya pencegahannya (Budiharto, 2008).
2.2 Pendidikan ibu
Pendidikan merupakan dasar atau landasan bagi segala ilmu
pengetahuan, serta merupakan dasar yang penting untuk dimiliki semua orang.
Karena pendidikan pada hakekatnnya adalah usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar serta berlangsung seumur
hidup.
ibu merupakan pendidik pertama dalam keluarga untuk anak, maka
dari itu perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. selain
merupakan modal utama untuk menunjang perekonomian keluarga,
pendidikan ibu juga dapat mempengaruhi derajat kedehatan karena dapat
berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Pendidikan merupakan salah satu
hal yang harus siperhatikan karena dapat mempengaruhi status gizi penduduk,
karena semakin tinggi tingkat pendidikan anak , maka semakin baik pula
status gizi anaknya

2.3. Pengetahuan ibu tentang menyikat gigi.


Pengetahuan ibu dapat diperoleh secara alami maupun terencana yaitu melalui
proses pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah
dalam menerima informasi yang disampaikan (Riyanti, 2005 ; Hidayat, 2005).
Pemberian informasi-informasi tentang cara pemeliharaan kesehatan akan
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut dan selanjutnya
pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran yang akan menyebabkan
orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Informasi- informasi
kesehatan dapat disampaikan melalui media cetak, media elektronik dan media papan
(Notoatmojo, 2007). Sumber informasi dapat dibedakan menjadi informasi tulis dan
informasi lisan. Informasi tulis didapat dari buku, majalah, koran dan sejenisnya.
Informasi lisan dapat diperoleh dari televisi, radio, iklan dan sumber informasi lisan
lainnya (Iskak dan Yustinah, 2006).
Meningkatnya karies gigi pada anak prasekolah dapat disebabkan kurangnya
informasi dan pengetahuan orangtua dalam menjaga kesehatan gigi yang baik dan
benar agar kebersihan mulut anak selalu terjaga (Haryani dkk, 2002). Informasi
tentang pendidikan kesehatan gigi dapat didapatkankan di klinik gigi untuk setiap
pengunjung klinik gigi, di sekolah dan di masyarakat melalui organisasi
kemasyarakatan yang ada seperti PKK, Posyandu, Karang Taruna dan lain-lain
(Budiharto, 2008). Penyuluhan dalam jangka pendek diharapkan dapat tercapainya
perubahan pengetahuan dari masyarakat (Herijulianti, 2002). Jadi pengetahuan ibu

tentang menyikat gigi dapat didapatkan dari pendidikan dan informasi yang berkaitan
dengan kesehatan gigi.
Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku
yang atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Orang tua dengan
pengetahuan rendah mengenai kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor
predisposisi dari perilaku yang tidak mendukung kesehatan gigi dan mulut anak
(Riyanti, 2005). Orangtua adalah tokoh panutan anak, maka diharapkan orangtua
dapat ditiru, sehingga anak yang belum bersekolah pun sudah mau dan mampu
menyikat gigi dengan baik dan teratur melalui model yang ditiru dari orangtuanya.
Kaum ibu sangat berperan dalam mewujudkan dan mengembangkan kesehatan secara
umum dan khususnya dalam hal memelihara kesehatan gigi dalam keluarga (Maulani,
2005). Anak-anak dalam rentang usia prasekolah sudah mulai menunjukkan
kemampuan mereka yang signifikan untuk memanipulasi sikat gigi, tapi usia
prasekolah masih merupakan tanggung jawab orang tua dalam prosedur perawatan
kesehatan mulut. Banyak orang tua merasa bahwa anak usia ini sudah cukup terampil
dalam membersihkan gigi. Hal ini penting untuk menekankan kepada orang tua
bahwa mereka harus tetap mendampingi anak dalam membersihkan gigi terutama
dalam hal menyikat gigi (Mc Donald dkk, 2004).
Dalam Mc. Donal dkk (2004) secara statistik, jangka waktu 1 menit dalam
menyikat gigi dengan pasta gigi yang berfluoride merupakan waktu yang tepat untuk
penghilangan plak. Pada anak-anak, prosedur kebersihan gigi yang harus dilakukan

minimal sekali sehari-hari dan sebaiknya dua kali sehari dengan tetap diawasi oleh
orang tua segera sesudah makan dan sebelum tidur malam.
Telah terbukti bahwa asam plak gigi akan turun dari pH normal sampai
mencapai pH 5 dalam waktu 35 menit sesudah makan makanan yang mengandung
karbohidrat dan pH saliva sudah menjadi normal dalam waktu 25 menit setelah
makan atau minum. Menyikat gigi dapat mempercepat proses kenaikan pH 5 menjadi
normal (6-7) sehingga dapat mencegah proses pembentukan karies. Pada malam hari
sebelum anak tidur sebaiknya menyikat gigi karena aliran air liur dan kapasitas
buffering dikurangi saat tidur, sehingga menyikat gigi dapat menghilangkan plak
sebelum tidur. Selain itu, perkembangan pada anak-anak dari perilaku yang dipelajari
sehingga kebiasaan itu akan terbukti bermanfaat hingga dewasa (Angela, 2005; Mc
Donald dkk, 2004).
Peningkatan frekuensi dalam menyikat gigi dalam keseharian secara
signifikan dapat mempengaruhi tingkat kebersihan mulut. Pada anak-anak lebih baik
menggunakan sikat gigi yang lembut untuk mengurangi kemungkinan trauma pada
gingiva dan trauma jaringan serta meningkatkan kemampuan pembersihan
interproksimal. Kepala sikat gigi yang terbaik untuk
anak-anak dengan sikat kepala yang lebih kecil daripada sikat ukuran dewasa untuk
membantu akses ke dalam rongga mulut anak, namun tidak ada desain sikat gigi
secara ilmiah terbukti unggul untuk menghilangkan plak (Mc Donald dkk, 2004).
Sikat gigi perlu diganti setelah 2 - 3 bulan pemakaian. Kerusakan yang terjadi
pada sikat gigi tidak sama pada setiap orang. Ada yang hanya dalam jangka waktu

beberapa minggu saja sikat giginya sudah rusak, tetapi ada yang memakainya sampai
berbulan-bulan sikat giginya masih tampak baik. Dalam jangka waktu 2 - 3 bulan
bulu sikat gigi praktis sudah tidak dapat bekerja lagi dengan baik, meskipun
keadaannya masih tampak baik. Bulu sikat gigi yang sudah rusak tidak akan dapat
membersihkan gigi dengan baik akan tetapi dapat melukai gusi (Ariningrum, 2000).
Penyikatan gigi anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama anak dan tata
cara penyikatan gigi harus ditetapkan ketika molar susu telah erupsi. Metode
penyikatan gigi pada anak lebih ditekankan agar mampu membersihkan keseluruhan
giginya bagaimanapun caranya (Angela, 2005). Pada usia Prasekolah (3-6 tahun) cara
melakukan penyikatan gigi yang mudah dan dapat dilakukan sendiri oleh anak adalah
metode Fons. Penyikatan gigi dilakukan dengan gerakan memutar pada gigi anterior
maupun posterior. Posisi yang mudah saat mengajarkan cara menyikat gigi yaitu
orang tua berdiri saling berdampingan di depan cermin. Kepala anak disandarkan
pada tangan orang tua. Dagu anak ditarik ke bawah dengan menggunakan tangan
tempat bersandarnya kepala anak, sedangkan tangan orang tua yang satu lagi
memandu tangan anak untuk melakukan penyikatan gigi (Riyanti, 2005). Posisi lain
yang juga dapat dilakukan adalah orang tua dan anak berdiri saling berhadapan.
Kemudian tangan orang tua memandu tangan anak untuk melakukan penyikatan gigi.
Kerugian posisi ini adalah kurangnya pengendalian gerakan terhadap posisi anak.
Proses penyikatan gigi pada anak dengan frekuensi yang tidak optimal dapat
disebabkan karena anak tidak dibiasakan melakukan penyikatan gigi sejak dini oleh
orang tua, sehingga anak tidak mempunyai kesadaran dan motivasi untuk memelihara

kebersihan dan kesehatan gigi dan mulutnya. Keadaan ini memudahkan gigi anak
terkena resiko penyakit gigi dan mulut, khususnya pada anak-anak dibawah usia 6
tahun (Chemiawan dkk, 2004).
2.4 Pengertian Perilaku
Perilaku manusia (human behavior) merupakan sesuatu yang penting
dan perlu dipahami secara baik. Hal ini disebabkan perilaku manusia terdapat
dalam setiap aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia mencakup dua
komponen, yaitu sikap atau mental dan tingkah laku (attitude). Sikap atau
mental merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia. Mental diartikan
sebagai reaksi manusia terhadap sesuatu keadaan atau peristiwa, sedangkan
tingkah laku merupakan perbuatan tertentu dari manusia sebagai reaksi
terhadap keadaan atau situasi yang dihadapi. Perbuatan tertentu ini dapat
bersifat positif dapat pula negatif. Perlu pula ditekankan bahwa individu
dalam merespons atau menanggapi suatu peristiwa atau keadaan, selain
dipengaruhi oleh situasi yang dihadapi, juga dipengaruhi lingkungan ataupun
kondisi pada saat itu. Selain pengertian tersebut diatas pengertian perilaku
dapat pula ditinjau dari aspek biologis. Pengertian perilaku dari segi biologis
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan (Herijulianti, dkk., 2002).
Menurut Kegeles, ada empat faktor utama agar seseorang mau
melakukan pemeliharaan
kesehatan gigi, yaitu:

1) Merasa mudah terserang penyakit gigi.


2) Percaya bahwa penyakit gigi dapat dicegah.
3) Pandangan bahwa penyakit gigi dapat berakibat fatal.
4) Mampu menjangkau dan memanfaatkan fasilitas kesehatan (Budiharto, 2010).
Menurut Budiharto (2010), pengetahuan merupakan ranah kognitif
yang mempunyai tingkatan, yaitu :
(1) Tahu,
(2) Memahami,
(3) Aplikasi,
(4) Analisis,
(5) Sintesis, dan
(6) Evaluasi.
Perilaku kesehatan yang berupa pengetahuan dan sikap masih bersifat tertutup
(covert behavior), sedangkan perilaku kesehatan yang berupa tindakan, bersifat
terbuka (overt behavior). Sikap sebagai perilaku tertutup lebih sulit diamati, oleh
karena itu pengukurannya pun berupa kecenderungan atau tanggapan terhadap
fenomena tertentu (Budiharto, 2010).

Perilaku Ibu terhadap Anak


Peran serta orang tua sangat diperlukan di dalam membimbing,
memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada

anak agar anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu
orang tua juga mempunyai peran yang cukup besar di dalam mencegah
terjadinya akumulasi plak dan terjadinya karies pada anak (Riyanti, 2005).
Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan
seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sikap,
motivasi, reaksi dan sebagainya. Faktor lain yang berpengaruh di dalam gejala
kejiwaan yang tercermin di dalam jiwa sebagai tindakan atau perilaku
manusia diantaranya pengalaman, keyakinan, sarana-sarana fisik dan sosio
budaya masyarakat (Setyorini, 2006).

Krangka teori
host
Karies

mokroorganisme
substrat

Tingkat
pengetahuan

Pendidikan
orang tua /
pengasuh

Tingkat prilaku
waktu

Retardasi mental

You might also like